Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Pemberian Serbuk Ekstrak Temu Hitam (Curcuma aeruginosa ) dan

Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai Antelmentika Heterakis


gallinarum pada Ayam Petelur

Influence of Temu Hitam (Curcuma Aeruginosa ) and Temu Lawak (Curcuma


Xanthorrhiza) Extraction as An Anthelmentic Against Heterakis Gallinarum in
Layer Hen

Fisma Eka Pramudita*, Pratiwi Trisunuwati, Rositawati Indrati.


Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya
*drh.fismaekapramudita@gmail.com

ABSTRAK
Temu ireng dan temu lawak diduga memiliki efek antelmentika karena
terdapat kandungan sequerpene dan monoterpene yang menyebabkan paralisa
musculus.Sehingga di rancang penelitian ini dengan tujuan mengetahui efektifitas
pemberian ekstrak temu lawak dan temu hitam dicampurkan pada pakan terhadap
jumlah EPG dan ekspulsi Heterakis gallinarum pada ayam petelur. Ayam petelur
terinfeksi H gallinarum umur 30 minggu sebagai hewan coba sebanyak 27 ekor
dengan bobot badan ± 1,6 kg. Metode yang digunakan adalah penelitian dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 3 kelompok perlakuan masing2 9 ekor
yaitu P0 (control, tanpa perlakuan), P1 perlakuan ekstrak temu lawak dan temu hitam
satu kali pemberian dengan dosis 14 g/ekor dicampurkan dalam pakan) dan P2
(perlakuan ekstrak temu lawak dan temu hitam satu kali pemberian dengan dosis 14
g/ekor yang dicampurkan dalam pakan dengan pengulangan dosis yang sama pada
hari ke tujuh). Parameter yang di ukur adalah jumlah EPG dan kondisi ekspulsi
cacing Heterakis gallinarum. Data dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) jika didapatkan hasil signifikan. Hasil penelitian
menunjukkan kelompok P0 mengalami peningkatan sampai 1106,67 Kelompok P1
mengalami penurunan EPG (293). Kelompok P2 mengalami penurunan EPG hingga
minggu kelima (57,78), Analisis statistik menunjukkan perbedaan signifikan antara
P0 dan P2 (α<0.05) tetapi tidak signifikan (α>0.05) antara P0 dan P1 juga P1 dan P2.
Cacing yang keluar bersama feses meliputi cacing dewasa dan larva terlihat tidak
bergerak tanpa kerusakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, serbuk ekstrak temu
lawak dan temu hitam mengakibatkan kelumpuhan H gallinarum dewasadan larva
dan berperan sebagai antelmentika, terutama pada perlakuan pengulangan pada hari
ke tujuh.

Kata kunci : Heterakis gallinarum, epg, anthelmitika

1
ABSTRACT

Temu ireng and temu lawak prospectivelly has an anthelmentic effect based
on sequeterpene and monoterpenes contents that acted as acetylcholine antagonist
which capable of causing muscle paralysis. This research purposed to determine the
effectiveness of the temu ireng and temu lawak extract against Heterakis gallinarum
both on EPG and adult worm state that expulsion from laying hens. The animal
model used is 30 weeks old layer chicken infected by H gallinarum, average body
weight 27 ± 1.6 kg. The method of experiment using a randomized block design
(RBD) which consists of 3 treatment groups, namely P0 ( control ) , P1 (extract of
temu ireng and temu lawak administration by feed at a dose of 14 gr/head and P2
group repeated with same dose at seventh days after first administration. The
parameters of this researh is the number of EPG and worm expulsion’s state . The
results showed that the extract have an effects on the control of helminthiasis . In the
first week EPG 733.33 P0, P1 928.89, 937.38 and P2 . P1 and P2 EPG decreased until
the fifth week with EPG 293.33 P1 and P2 57.78, while P0 is increased to 1106.67.
The expulsed worms are the adult worms and larvae which do not get damaged. The
conclusion of this research were extract of temu ireng and temu lawak has effect for
helminthiasis control, showed by non damaged adult of H gallinarum and the
decrease of EPG. So these extract should be taken for a helmintiasis treatment,
especially on H gallinarum done with repeated treatments.

Key words : EPG, Heterakis gallinarum, anthelmitika


PENDAHULUAN telah banyak dibudidayakan di
Antelmintik atau obat cacing Indonesia sebagai bahan obat herbal.
adalah obat-obat yang dapat Pada tahun 2006 pasokan temulawak
memusnahkan cacing dalam tubuh sebanyak 21.359 ton dan temu ireng
manusia dan hewan. Yang tercakup sebanyak 5.067 ton (Depkes RI, 2010).
dalam istilah ini adalah semua zat yang Rimpang temulawak
bekerja lokal menghalau cacing dari mengandung bahan aktif yang
saluran cerna maupun obat-obat potensial untuk kesehatan antara lain
sistemis yang membasmi cacing xanthorrizol, kurkuminoid dan minyak
maupun larvanya yang menghinggapi atsiri. Rimpang temulawak banyak
organ dan jaringan tubuh. dipergunakan sebagai bahan baku obat
Temulawak (Curcuma tradisional sebagai jamu, herbal
xanthorrhiza Roxb) dan temu hitam terstandar dan obat fitofarmaka.
(Curcuma Aeruginosa Roxb) Rimpang temulawak juga dapat
merupakan tanaman asli Indonesia digunakan sebagai pengobatan
yang banyak ditemukan terutama di penyakit cacing. Hasil penelitian
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Bendryman et al. (1996) menunjukkan
Timur,. Temulawak dan temu hitam bahwa pemberian infus temulawak

2
yang dicampur temu hitam dapat jumlah besar. Infestasi cacing yang
menurunkan jumlah telur cacing pada ringan (jumlah cacing sedikit) tidak
tinja domba yang diinfeksi dengan dapat langsung dirasakan akibatnya
cacing Haemonchus contortus. oleh peternak, karena ayam tampak
Rimpang temulawak dapat diramu sehat-sehat saja namun tanpa disadari
sebagai obat pembasmi cacing atau produksi (daging dan telur) menurun.
sebagai anthelmintik. Jika infestasi cacing sudah berat yaitu
Infeksi heterakis disebabkan jumlah cacing dalam tubuh ayam
oleh Heterakis gallinarum. Dapat banyak maka akan terlihat nafsu
ditemukan pada ayam, kalkun, itik, makan turun, pertumbuhan terhambat,
angsa, ayam mutiara, sejenis ayam bulu kasar, pucat dan kurus. Gejala
hutan, burung kuau, dan burung tersebut diikuti dengan penurunan
puyuh, di dalam lumen sekum. Jenis produksi telur yang lebih signifikan,
cacing ini dapat dihubungkan dengan dikarenakan pakan yang seharusnya
peranan sebagai hospes perantara / diolah dalam tubuh ayam menjadi
carrier Histomonas meleagridis yang daging atau telur, diserap cacing
menimbulkan histomoniasis (black sebagai sumber nutrisi untuk
head) pada unggas. Histomoniasis pertumbuhannya.
dapat dihasilkan secara buatan pada Komoditas ternak unggas
unggas yang sensitive dengan cara memegang peranan yang sangat
memberikan secara oral telur cacing pentingdalam penyediaan protein hewa
heterakis sp. berembrio yang berasal ni di Indonesia. . Produksi telur pada
dari unggas terinfeksi cacing tersebut tahun 2006 diperkirakan mencapai
(Permin et al., 2001). 666,40 ribu ton akan member
Data tahun 1994/1995 pada kontribusi sebanyak 63,38 persen dari
peternakan ayam di Denmark juga total produksi telur secara nasional
menunjukkan bahwa ayam dewasa yaitu mencapai 1051,40 ribu ton
terinfeksi cacing Heterakis gallinarum (Direktorat Jendral Peternakan, 2006).
sebesar 63.8% (Permin et al., 2001). Perkembangan dunia
Data ini menunjukkan bahwa resiko perunggasan di negara kita, sudah
terbesar terhadap infeksi cacing banyak menciptakan peluang bisnis.
terdapat pada peternakan ayam. Namun para peternak tidak sedikit
Kejadian akut ascaridiosis merupakan mengalami hambatan dan rintangan
problema pada peternakan ayam yang selain harga pakan yang terus
dapat menimbulkan kerugian yang naik,obat-obatan yang cukup mahal
cukup besar (Ghosh dan Singh, Akoso, juga adanya berbagai macam penyakit
2004). yang sering menyerang ternak. Parasit
Penyakit ini seperti penyakit diketahui dapat mengakibatkan
yang tersembunyi yaitu walaupun menurunnya produksi telur sebesar 15
sudah berkembang dalam tubuh ayam % sampai30 %, bahkandapat menghen
namun belum menunjukkan gejala tikan sama sekali. Selain itu parasit
klinis yang pasti sampai cacing dapat menghambat pertumbuhan
tersebut menginfestasi ayam dalam ayam, terutama ayam-ayam muda,

3
menurunkan berat badan, dan bahkan Tahapan Penelitian
menyebabkan kematian jika serangan Persiapan Hewan Coba
parasit itu hebat (Nagaich,2000). Pada satu flock ayam petelur
Penelitian ini menggunakan dengan berat badan ± 1,6 kg berumur
serbuk ekstrak rimpang temu hitam 30 minggu positif terinfeksi cacing
dan temulawak plus vitamin sebagai Heterakis gallinarum. Ayam diberi
anthelmintik alami untuk mengetahui makan sebanyak 110 gram/ekor/hari
efektivitas penurunan nilai EPG (Egg dan air minum tanpa batas, dan
Per Gram) Heterakis gallinarum dan dikandangkan dalam kandang
keadaan ekspulsi cacing Heterakis individu. Kandang hewan diletakkan
gallinarum yang berkorelasi dengan pada tempat yang bebas dari suara
penurunan infeksi yang disebabkan ribut dan terjaga dari asap industri
oleh cacing Heterakis gallinarum . serta polutan lainnya. Ayam
diadaptasikan dengan lingkungan
selama tiga hari.
METODOLOGI PENELITIAN
Persiapan pakan dengan serbuk
Alat dan Bahan Penelitian.
ekstrak rimpang Temuireng (Curcuma
Alat Penelitian
aeruginosa, Roxb) dan Temu Lawak
Alat yang digunakan dalam
(Curcuma xanthorrhiza, Roxb ) dan
perlakuan di lapangan adalah kandang
vitamin sebagai perlakuan.
ayam baterai ukuran 15 x 20 x 30 cm
Serbuk ekstrak rimpang
sebanyak 30 buah yang terbuat dari
temuireng (Curcuma aeruginosa,
bambu tempat pakan dan minum
Roxb) dan Temu Lawak (Curcuma
nipple , ice box, timbangan digital, dan
xanthorrhiza, Roxb) didapatkan dari
kamera. Alat yang digunakan dalam
laboratorium Epidemiologi Fakultas
laboratorium adalah Gelas ukur 250
Peternakan Universitas Brawijaya
ml, Vibro mixer, counting chamber mc
Malang dalam bentuk sedian kering
master, mikroskop,label, pinset object
serbuk. Dosis yang ditentukan produk
glass, cover slip, kamera digital.
adalah 70 gram/500 ekor ayam.
Bahan Penelitian Ekstrak rimpang temuireng (Curcuma
Bahan yang digunakan di aeruginosa, Roxb) dan Temu Lawak
lapangan adalah sediaan serbuk (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) yang
ekstrak rimpang temu hitam dan didapatkan ditimbang sesuai dosis
temulawak plus vitamin dari perlakuan untuk diberikan kepada
laboratorium epidemiologi fakultas ayam yang terinfeksi Heterakis
peternakan Universitas Brawijaya, gallinarum secara per oral yang
pakan standart, air mineral, dan dicampurkan melalui pakan. Dalam
desinfektan. Bahan yang digunakan percobaan ini digunakan 4,2 gram
adalah sampel feces segar, NaCl untuk 30 ekor ayam. Herbal ini
Jenuh, aquades dicampurkan dalam 3300 gram pakan
ayam.

4
Perlakuan gallinarum selama pengamatan 5
Perlakuan dengan pakan yang minggu dianalisis secara deskriptif.
mengandung serbuk ektrak rimpang Jumlah EPG Heterakis gallinarum
temuireng (Curcuma aeruginosa, awal dan akhir dianalisis
Roxb) dan Temu Lawak (Curcuma menggunakan ANOVA dengan α =
xanthorrhiza, Roxb) yang dicampurkan 0,05. Apabila terdapat perbedaan
pakan dengan dosis 14 mg/ekor pada signifikan antar perlakuan, akan
hari pertama untuk P1 dan P2, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
sedangkan P0 tidak diberi. Pada Jujur (BNJ). Apabila data di
perlakuan P2 di ulang pada hari ke 7 transformasi karena data mentah tidak
sedangkan P0 tidak diberi perlakuan homogen dan tidak normal.
dikarenakan berperan sebagai kontrol. Transformasi dilakukan jika terdapat
asumsi pada ANOVA yang tidak
Pengambilan sampel feses terpenuhi.
Feses yang diambil setiap
minggu pada semua kelompok untuk HASIL PEMBAHASAN
pemeriksaan EPG merupakan feses Pengaruh Pemberian serbuk ekstrak
yang masih segar. rimpang temu hitam dan
temulawakTerhadap Jumlah EPG
Variabel Penelitian ayam petelur yang terinfeksi Heterakis
Adapun variabel yang diamati dalam gallinarum.
penelitian ini adalah: Penentuan tingkat infeksi
 Jumlah EPG parasit cacing berdasarkan jumlah telur
Heterakis gallinarum. cacing dalam setiap gram feces (Egg
 Keadaan cacing Per Gram) menggunakan metode
dewasa Heterakis gallinarum Apung yang dilakukan dengan
yang keluar bersama dengan feses perhitungan telur cacing dalam Mc
ayam. Master. Berdasarkan data perhitungan
EPG Heterakis gallinarum yang
Analisis Data diperoleh secara kelompok maka hasil
Hasil pengamatan ekspulsi cacing rataan tersebut dapat digambarkan
dewasa Heterakis gallinarum adalah pada diagram dibawah ini.
pengamatan native dan jumlah rata-
rata mingguan EPG Heterakis

5
Gambar 5.1. Diagram garis fluktuasi jumlah EPG Heterakis gallinarum selama
penelitian
Berdasarkan data, jumlah EPG menunjukan efektivitas obat hanya
pada P0 mengalami peningkatan setiap sampai minggu ke tiga karena waktu
minggu. Hal ini disebabkan karena pendewasaan cacing Heterakis
tidak ada pemberian serbuk ekstrak gallinarum dua sampai empat minggu
rimpang temu hitam dan temulawak. (Brener et al., 2006). Efektivitas obat
Pada minggu kelima, kelompok P0 yang menurun pada minggu ke tiga
mengalami infeksi dengan jumlah rata- menyebabkan bertambahnya cacing
rata EPG mencapai 1106,67. Heterakis gallinarum. Selama dua
Jumlah EPG pada kelompok P0 minggu cacing Heterakis gallinarum
meningkat karena cacing terus mengalami pematangan seksual.
bereproduksi tanpa ada hambatan dari Sehingga pada minggu kelima cacing
serbuk ekstrak rimpang temu hitam Heterakis gallinarum mampu
dan temulawak bereproduksi yang menyebabkan
Berdasarkan data P1 jumlah meningkatnya jumlah EPG.
rata-rata EPG 928,89 mengalami Berdasarkan data P2
penurunan mencapai rata-rata EPG mengalami penurunan sampai minggu
293,33. Hal ini membuktikan kelima dengan rata-rata EPG 57. Pada
pemberian serbuk ekstrak rimpang P2 tidak terjadi peningkatan EPG
temu hitam dan temulawak sebanyak seperti yang terjadi pada minggu
satu kali mampu menurunkan EPG kelima P1. Hal ini menunjukan P2
Heterakis gallinarum. Penurunan ini dengan pengulangan pada hari ketujuh
sesuai dengan pernyataan Johnstone, lebih efektif menurunkan jumlah EPG
2001 yang membuktikan serbuk jika dibandingkan P1, walaupun secara
ekstrak rimpang temu hitam dan statistic tidak signifikan (α=0.05).
temulawak mampu menurunkan Pemberian pada P2 dilakukan
tingkat infeksi cacing yang sebanyak 2 kali pada minggu pertama
direpresentasikan oleh EPG. EPG terus dan kedua, sehingga cacing yang
mengalami penurunan sampai minggu tumbuh selama dua minggu keluar dari
keempat (133) kemudian mengalami sistem pencernaan. P2 adalah
peningkatan sampai (293) pada penggunaan obat yang paling tepat
minggu kelima. Peningkatan untuk Curcumin Vit Plus karena

6
mampu mengeliminasi cacing secara tuntas.

Jumlah EPG rata-rata ± sd


Perlakuan
Awal Akhir
p0 733.33 ±206.88 1106.67 ±186.55
p1 928.89 ±184.15 293.33 ±154.92
p2 937.78 ±277.93 57.78 ±56.96
Tabel 5.1 Jumlah rata-rata EPG awal dan akhir
Keterangan: p = perlakuan (p0 = kontrol, p1 = perlakuan 1, p2 = perlakuan 2)

Perlakuan Angka rata-rata hasil log dan notasi


p0 30,11a
p1 23,51ab
p2 18,90b
Tabel 5.2. rata-rata EPG
Keterangan: p0 = kontrol, p1 = perlakuan 1, p2 = perlakuan 2, α = 0,05

Data diatas telah di transformasi hasil paling baik terhadap penurunan


karena data mentah tidak homogen dan EPG Heterakis gallinarum. Penurunan
tidak normal. Transormasi dilakukan EPG pada P2 disebabkan karena
jika terdapat asumsi pada ANOVA pemberian diulang satu minggu setelah
yang tidak terpenuhi. Data hasil pemberian pertama, sehingga dapat
transformasi tidak akan mengubah menghambat siklus hidup cacing
kesimpulan dalam ANOVA (Irianton, Heterakis gallinarum. Penurunan ini
2005) sesuai dengan pernyataan Johnstone,
Tabel 5.2 menunjukkan mean 2001 yang membuktikan serbuk
EPG perlakuan dari setiap minggu ekstrak rimpang temu hitam dan
pada masing-masing perlakuan. EPG temulawak mampu menurunkan
p0 mempunyai mean 30,11, EPG p1 tingkat infeksi cacing yang
mempunyai mean 23,51 dan p2 direpresentasikan oleh EPG yang
mempunyai mean EPG 18,90. menurun.
Berdasarkan tabel P2 signifikan Keadaan cacing Heterakis
terhadap P0 (α ≤ 0,05) , dan P1 tidak gallinarum yang keluar bersama
signifikan terhadap P0 dan P2 (α ≥ feses ayam
0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa
pemberian serbuk ekstrak rimpang Ekspulsi terjadi pada kelompok
temu hitam dan temulawak efektif P1 dan P2. Ekspulsi banyak terjadi
mengurangi EPG Heterakis pada hari kedua setelah pemberian
gallinarum. Tingkat EPG paling serbuk ekstrak rimpang temu hitam
rendah ditunjukkan pada P2. Hal ini dan temulawak (Curmin Vit Plus).
menunjukkan bahwa P2 mempunyai Bentuk cacing yang terekspulsi tidak

7
mengalami kerusakan dan hanya ini menunjukkan serbuk ekstrak
mengalami paralisa (kelumpuhan). Hal

A B C

Gambar 5.4 Ekspulsi cacing Heterakis gallinarum


A. larva cacing B. Cacing dewasa C. Potongan cacing dewasa di feces

rimpang temu hitam dan respon otot cacing terhadap asetilkolin


temulawak mampu menyebabkan pada peralihan mioneural, sehingga
paralisa pada otot cacing Heterakis mengganggu permeabilitas membran
gallinarum. sel terhadap ion-ion yang berperan
Ekspulsi cacing adalah dalam mempertahankan potensial
keluarnya cacing dari sistem istirahat, yang akan mengakibatkan
pencernaan. Paralisa adalah hilangnya hiperpolarisasi dan supresi impuls
fungsi otot untuk satu atau banyak spontan, disertai paralisis flaksid.
otot. Kelumpuhan dapat menyebabkan Cacing yang terparalisa akan lebih
hilangnya perasaan atau hilangnya mudah keluar bersama feses karena
mobilitas di wilayah yang terpengaruh adanya respon imun yang ditimbulkan
(Hernanu et al, 2008). Paralisa cacing oleh infeksi parasit. Hipersekresi
dapat membantu kerja ekspulsi cacing mukus dan meningkatnya kontraksi
dengan menyebabkan kelumpuhan otot usus (kontraksi otot polos) sebgai
pada cacing. Karena tidak mampu respon imun pada sistem pencernaan
mempertahankan posisi mereka dalam akan mengeliminasi cacing. Cacing
tubuh hospes, cacing-cacing yang terparalisa oleh monoterpen dan
dikeluarkan oleh peristaltik usus ayam seskuiterpen akan lebih mudah
petelur. dikeluarkan oleh sistem pencernaan.
Serbuk ekstrak rimpang temu Adanya monoterpene dan
hitam dan temulawak diduga seskuiterpene memberikan potensi
menyebabkan paralisis cacing seperti pada ekstrak rimpang temu hitam dan
larutan piperazin sitrat, meskipun temulawak sebagai agen anthelmintika
mekanismenya belum jelas diketahui (Hernanu,2008).
(Natamidjaya, 2004). Paralisa pada Ketika heterakis ada di dalam
cacing dapat disebabkan oleh usus, usus akan mengeluarkan sistem
monoterpene dan seskuiterpene yang imun berupa histamine. Histamine
terdapat pada ekstrak rimpang temu dapat menyebabkan reaksi anafilaktik
hitam dan temulawak. Mekanisme lokal sehingga terjadi kontraksi otot
kerja monoterpene dan seskuiterpene halus yang mempengaruhi pergerakan
adalah dengan menyebabkan blokade usus serta vasodilatasi yang

8
menyebabkan keluarnya cairan usus. alternatif untuk mencegah
(Rausch, 2008). helminthiasis heterakis gallinarum
Vitamin diberikan tambahan pada ayam petelur yang lebih murah
dalam campuran temulawak dan temu dan alami sehingga nantinya dapat
hitam berfungsi sebagai pengganti meningkatkan produksi ayam
defisansi vitamin yang hilang ketika
ayam petelur terkena infeksi cacing DAFTAR PUSTAKA
Heterakis gallinarum. Adapun fungsi
vitamin yang diberikan dalam Badan POM RI. 2004. Informasi
campuran ekstrak serbuk temulawak temulawak Indonesia, Badan
dan temu hitam adalah sebagai berikut Pengawas Obat dan Makanan
RI bekerja sama dengan
 Vitamin A berfungsi dalam Gabungan Pengusaha Jamu
proses pertumbuhan, stabilitas Indonesia. 36 hlm.
jaringan epitel pada membran Bappenas. 2002. Budidaya Ayam
mukosa saluran pencernaan, Petelur (Gallus sp.).
pernapasan, saluran reproduksi, www.disnak.jabarprov.go.id/d
serta mengoptimalkan indera ata/arsip/budidaya%20ayam
penglihatan. %20petelur.doc [15 Januari
 Vitamin K berfungsi dalam 2014]
pembentukan protrombin yang Bendryman, S.S., R.S. Wahyuni,
nantinya digunakan untuk Puspitawati, dan Halimah.
pengaturan proses pembekuan 2006. Khasiat rimpang
darah (Kamal, 2008). temulawak (Curcuma
Kesimpulan xanthorrhiza Roxb.) dan temu
Dari hasil penelitian ini disimpulkan hitam (Curcuma aeruginosa)
bahwa serbuk ekstrak rimpang temu dalam urea molasses block
hitam dan temulawak dapat berperan (UMB) sebagai obat cacing
sebagai antelmentika Heterakis (anthelmintika) dan pemacu
gallinarum Hasil yang lebih baik pertumbuhan (feed additive)
terdapat pada pengulangan pada domba. Lembaga
pemberian pada hari pertama dan ke Penelitian Universitas
tujuh yang ditunjukkan dengan Airlangga.
menurunnya jumlah EPG Heterakis Brener, B., Tortelly, R., Menezes,
gallinarum dan lumpuhnya cacing R.C., Muniz-Pereira, L.C. &
dewasa Heterakis gallinarum. Pinto,R.M. 2006. Prevalence
Saran and pathology of the
Disarankan kepada peternak bahwa nematode Heterakis
pemberian dengan pengulangan pada gallinarum, the trematode
hari pertama dan ke tujuh serbuk Paratanaisia bragai, and the
ekstrak rimpang temu hitam dan protozoan Histomonas
temulawak dapat digunakan sebagai meleagridis in the turkey,
Meleagris gallopavo.

9
Memo´rias do Instituto Hasanah, M. and M. Rahardjo. 2008.
Oswaldo Cruz, 101, 677681 Javanes turmeric cultivation.
Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Proceeding of the first
Obat Indonesia Jilid 3. Puspa international symposium on
Swara.Jakarta. 165-168. temulawak. Biopharmaca
Darusman, L. K., B. P. Priosoeryanto, Research Center Bogor
M. Hasanah, M. Rahardjo dan Agricultural University, Hlm
E. D. Purwakusumah. 2007. 207-212.
Potensi temulawak terstandar Hernanu, L. S., W, Aulya and I.
untuk menanggulangi flu Hadinoto. 2008. The effect of
burung, Laboran Hasil temulawak extract (Curcuma
Penelitian, Institut Pertanian xanthorrhiza Roxb) to the
Bogor bekerja sama dengan appetite off male albino rats
Badan Litbang Pertanian. 46 using leptin test. Proceeding
hlm. of The First International
Depkes RI. 2010. Inventaris Tanaman Symposium on Temulawak.
Obat Indonesia (I). Jilid II. Biopharmaca Research Center
Jakarta: Departemen Bogor Agricultural
Kesehatan RI dan University. p. 234-242.
Kesejahteraan Sosial RI Irianton, A. 2005. Aplikasi Statistika
Badan Penelitian dan dalam Pengolahan dan
Pengembangan Kesehatan. Analisa data Kesehatan.
Halaman 163-164. Yogyakarta. Media Pressindo
Ditjennak, 2006. Statistik Peternakan Kamal, M. 2008. Bahan Pakan dan
2006. Direktorat Jenderal Ransum Ternak. Diktat
Peternakan, Departemen Kuliah Laboratorium
Pertaniana RI. Makanan Ternak. Jurusan
Gandahusada, Srisasi. 1998. Nutrisi dan Makanan Ternak.
Parasitologi Kedokteran . Fakultas Paternakan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Universitas Indonesia. Yogyakarta.
Jakarta
Gardner, F.P: R.B. Pearce and R.L. Kitamura, C., Nagoe, T., Prana, M.S.,
Mitchell. 2011. Fisiologi Agusta, A., Ohashi, K. and
Tanaman Budidaya. Shibuya, H., 2007,
Terjemahan Diah, R.L dan Comparison of Curcuma sp.
Sumaryono. Ui Press. Jakarta. in Yakushima with C.
Ghosh, J.D. and J. Singh. 2004. Acute aeruginosa and C. zedoaria in
Ascaridiosis in Chickens. A Java by trnK gene sequence,
Report. Indian Vet. J. 71: RAPD pattern and essential
717-719 oil component, J. Nat. Med.,
61, 239-243.

10
Nagaich S.S, 2000. Studies on the anti- meleagridis in the gut.
helmintic activity of Allium Parasite Immunology, 31,
sativum (garlic) oil on 312327
common poultry worms Prana, M.S. 2008. The biologi of
Ascaridia galli and Heterakis. temulawak Curcuma
J. Parasitol. App. Anim. Biol., xanthorrhiza Roxb.).
9: 47-52. Proceeding of the first
Natamidjaya. 2004. Pengaruh international symposium on
Pemberian Jamu Ayam temulawak. Biopharmaca
Terhadap Kualitas Karkas Research Center Bogor
Ayam Ras Sulawesi Selatan: Agricultural University. p.
Litbang. 151-156.
(http://www.Litbang.Jakarta.n Rausch, S., Huehn, J., Kirchhoff, D.,
et. (Diakses 22 Januari 2014) Rzepecka, J., Schnoeller, C.,
Pandji, C., C. Grimm, V. Wray, L. Pillai, S., et al. 2008.
Witte, and P. Proksch. 2008. Functional analysis of
Insecticidal constituents from effector and regulatory T cells
four species of the in a parasitic nematode
Zingiberaceae. infection. Infection and
Phytochemistry. 34(2) : 415- Immunity, 76, 1908 1919
419. Thienpont,D.2006. Diagnosing of
Permin, A. And H. Ranvig. 2001. helminthiasis through
Genetic Resistance to coprological examination.
Ascaridia galli Infections in 2nd ed. Janssen Research
Chickens. Vet. Parasitol. 102: Foundation, Beerse, Belgium,
101-111 p. 205.
Pothitirat, W., Supabphol, R., and Tjay. H.T dan Rahardja, Kirana. 2003,
Dritsanapan, W.,(2004), Obat-Obat Penting. Elex
Comparison of Free Radical Media Komputindo. Jakarta.
Scavenging Activity and
Curcuminoids Content of Triakoso, B. 1998. Kesehatan Unggas.
Turmeric Extracts Using Kanisius. Yogyakarta. 116-
Different Methods of 120.
Extraction, Mahidol
University Journal of Wahyuni. 2006. Potensi Serbuk Temu
Pharmaceutical Sciences, 31, Hitam Sebagai Obat Cacing
pp. 3-4 dan Peningkatan Produksi
Powell, F.L., Rothwell, L., Clarkson, Susu Serta Kesehatan Sapi
M.J. & Kaiser, P. 2009. The Perah. Surabaya:Airlangga
turkey, compared to the University Library.
chicken, fails to mount an (http://www.LibUnair.Suraba
effective early immune ya.net. Diakses 22 Januari
response to Histomonas 2014).

11
12

Anda mungkin juga menyukai