Anda di halaman 1dari 11

Tugas Ringkasan

Nama : Brigita I.C. Ojo


Nim : 711345319047
Tingkat/Semester : 2A/III
Mata Kuliah : Parasitologi
Dosen : Indra Elisabet Lalangpuling, M.Sc.

Identifikasi Telur Cacing Fasciola Hepatica Pada Sapi di Peternakan Sapi


Daerah Tangerang
Pendahuluan

Berdasarkan data survei Sosial Ekonomi Nasiona (SUSENAS) tahun 2014 pada Pusat
Data dan Sistem informasi Pertanian, konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia dari tahun
2005–2014 berfluktuasi dan cenderung naik yaitu sebesar 2,08 kg/kapita/tahun, angka ini
tergolong kecil dibandingkan dengan konsumsi negara maju. Permintaan akan kebutuhan
daging sapi dimasyarakat yang terus meningkat tersebut seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk Indonesia yang sangat cepat dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap
pentingnya protein hewani makin meningkat, sehingga kebutuhan daging sapi nasional akan
semakin meningkat. Selain itu, konsumsi daging sapi meningkat bila ada perayaan atau hari-
hari besar keagamaan seperti Idul Fitri maupun Idul Adha.

Fasciolosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit cacing trematoda
Fasciola gigantica maupun Fasciola hepatica, termasuk kelas Trematoda filum
Platyhelmintes dan genus Fasciola. Cacing ini bermigrasi dalam parenkim hati, berkembang
dan menetap dalam saluran empedu. Penyakit tersebut membawa kerugian pada hewan ternak
sapi yaitu terjadi fibrosis hepatis, selanjutnya terjadi gangguan pertumbuhan, penurunan
produksi susu dan berat badan. Diagnosis berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan. Pada
hewan, diagnosis terhadap Fasciola sp berdasarkan gejala klinis harus diperkuat dengan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan melalui pemeriksaan feses yaitu ditemukan telur
cacing dalam tinja. Infeksi terjadi karena menelan metaserskaria (bentuk infektif Faciola
hepatica) yang melekat pada tumbuhan air seperti watercress. Fasciola sp merupakan cacing
Trematoda yang memiliki siklus hidup yang cukup panjang. Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi infeksi Fasciola sp, antara lain faktor ekstrinsik yaitu makanan,
kebersihan lingkungan yang sesuai dan sistem pengelolaan sapi ternak.

Selain menginfeksi pada sapi, Fasciola hepatica merupakan salah satu spesies cacing
yang merupakan parasit dalam tubuh manusia. Penularan pada manusia jika memakan sayur
yang mengandung metaserkaria dan ketika memakan hati sapi yang kurang matang dapat
menimbulkan faringeal fascioliasis yang disebut halzoun yaitu edema laring karena
penempelan cacing dewasa pada faring menimbulkan kongesti, edema dari palatum molle,
faring, dilanjutkan dengan sesak, disfagia, tuli, kadang-kadang asfikia.
Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode (desain) digunakan adalah
cross sectional yaitu suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran mengenai Fasciola sp
pada sapi.

Pengambilan sampel feses sapi dilakukan di Peternakan Sapi Daerah Tangerang pada
tanggal 10 Oktober 2016. Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta yang dilakukan pada bulan Oktober –
November 2016.

Populasi penelitian adalah sapi yang terdapat di Peternakan Sapi Daerah Tangerang
sebanyak 5000 ekor. Sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian adalah 68 ekor dengan
teknik “Sistematis Random Sampling”.

Bahan yang digunakan peneliti dalam penelitian adalah feses sapi, air, lugol, dan
formalin. Pengambilan data yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung dan melakukan wawancara kepada petugas di Peternakan Sapi Daerah Tangerang.
Pengambilan feses dilakukan dengan mengambil 3 feses secara acak pada tiap kandang yang
berisi 10-15 ekor sapi dengan tujuan menghindari pengambilan feses pada jenis sapi yang
sama. Sampel feses yang segar diambil dan diberi formalin untuk mencegah menetasnya telur
selama pengangkutan dan penyimpanan. Pemeriksaan sampel feses dilakukan dengan
menggunakan metode natif dimana pertama sampel feses di campur sampai hancur dan
homogen, setelah itu teteskan 1 tetes larutan lugol dan 1-2 tetes sampel yang telah homogen
ke permukaan object glass dan aduk sampai merata kemudian ditutup dengan cover glass.
Preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 dan 10x40.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan mikroskop, dengan jumlah sampel yang


diambil 68 dari total sapi yang ada (5000 ekor sapi) di Peternakan Sapi Daerah Tangerang,
terlihat morfologi telur Fasciola sp yang memiliki kerabang telur yang tipis, berbentuk ovoid
dan terdapat operkulum di salah satu kutubnya. Di dalam telur tersebut ditemukan blastomer
yang berwarna kekuningan karena pemeriksaan menggunakan lugol (Gambar 1). Selain
ditemukan telur Fasciola hepatica, didapati beberapa jenis telur cacing pada feses sapi seerti
yang di tampilka pada Tabel 1.

Gambar 1. Telur Fasciola sp dengan Perbesaran 10x40 Tanpa Pewarnaan


Tabel 1. Frekuensi Dan Persentase Jenis Telur Cacing di Peternakan Sapi Daerah
Tangerang

No Jenis Cacing Frekuensi Positif Persentase (%)


1 Fasciola sp 6 8,8
2 Cacing tambang 12 17,6
3 Protozoa 4 5,9
4 Ascaris lumbricoides 1 1,5

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi Fasciola sp dari


68 sampel feses sapi yang diuji dan dianalisa sebesar 8,8%. Selain telur cacing Fasciola sp
juga ditemukan jenis cacing lainnya, sebagai berikut jenis telur cacing tambang sebesar
17,6%; Protozoa sebesar 5,9%; Ascaris Lumbricoides sebesar 1,5% dan yang negatif sebesar
66,2%.

Berdasarkan Tabel 1 intensitas Trematoda yang ditemukan Fasciola sp, selain faktor
intrinsik, faktor ekstrinsik yaitu pakan yang diberikan juga mempengaruhi terinfeksinya sapi
oleh Fasciola sp. Kemungkinan pakan atau minuman yang diberikan kepada ternak telah
mengandung metaserkaria. Metaserkaria berada di dalam air atau menempel pada rumput dan
tumbuh-tumbuhan lain yang berada di sekitar sungai atau sawah. Pada peternakan sapi daerah
Tangerang, pakan yang diberikan pada sapi berupa rerumputan yang diambil di sekitar sawah
dekat peternakan.

Prevalensi tertinggi infeksi telur cacing parasit ditemukan pada kelas Nematoda yaitu
Ascaris Lumbricoides dan cacing tambang sebesar 19,1%, yang pada penelitian lain tidak
ditemukan Ascaris Lumbricoides bersifat kosmopolit terutama di daerah tropis dan subtropis.
Telur yang belum infektif akan keluar bersama dengan feses. Untuk menjadi infektif perlu
pematangan di tanah yang lembab selama 20-23 hari dengan suhu yang optimal yaitu 30⁰C.
Oleh karena itu, sapi dapat terinfeksi ketika memakan makanan atau minuman yang mungkin
mengandung telur infektif berembrio.

Terinfeksinya sapi oleh cacing tambang ini disebabkan karena sanitasi kandang yang
kurang baik, dimana pembersihan kandang yang kurang baik, yaitu tanpa diikuti penyiraman
menggunakan air, itu memungkinkan tinja yang mengandung larva infektif masih tertinggal.
Nematoda merupakan parasit yang mempunyai siklus hidup langsung dari tanah. Tinja yang
masih tertinggal inilah mungkin mengandung larva infektif dari telur tersebut dan akan
menginfeksi sapi dengan cara menembus kulit sapi. Untuk itu kebersihan kandang
merupakan faktor yang sangat penting menentukan keberadaan parasit.

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini selain kelas Trematoda dan Nematoda juga
ditemukannya protozoa sebesar 5,9%. Infeksi protozoa dapat timbul ketika memiliki sanitasi
lingkungan yang buruk serta lingkungan yang lembab. Siklus hidup dari protozoa terjadi
ketika memakan bentuk kista melalui makanan atau minuman yang terinfeksi.
Kerugian akibat terinfeksinya sapi biasanya sulit diprediksi tetapi pada infeksi yang
berat dapat terjadi kematian, penurunan produksi susu, keterlambatan pertumbuhan dan
penurunan berat badan, dan penurunan daya tahan tubuh akibat anemia yang ditimbulkan
serta kerusakan hati dan saluran empedu pada sapi. Adapun yang paling berbahaya jika pada
hati sapi terdapat cacing Fasciola sp yang tidak dimasak dengan matang dan kemudian
termakan oleh manusia dapat menyebabkan faringeal fascioliasis yang disebut halzoun.
Utnuk pencegahan dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidup parasit dan menghindari
pakan rerumputan yang diambil dekat perairan untuk mencegah terinfeksinya sapi oleh
metaserkaria.

Pada penelitian ini, telur Fasciola sp sulit dibedakan dengan telur Fasciolopis buski
karena memiliki bentuk telur yang sama tetapi habitat kedua spesies ini berbeda. Fasciola sp
mempunyai habitat di hati dan Fasciolopis buski mempunyai habitat di usus, oleh karena itu
perlu adanya pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui secara pasti telur Fasciola sp atau
Fasciolopis busk.
Artikel Penelitian
Artikel Penelitian
Pengaruh Tekanan Telapak Kaki Bagian Depan terhadap
Pemakaian Hak Tinggi
Identifikasi dan Indeks
Telur Cacing Massa Tubuh
Fasciola Mahasiswi
hepatica FKUI 2011
pada Sapi
di Peternakan Sapi Daerah Tangerang
Handy Winata*, Deswaty Furqonita**, I. Nyoman Murdana***
Esther Sri Majawati1, Ardianti Erna Matatula2
*Dosen bagian Anatomi FK UKRIDA
1
**Dosen bagian
Staf Pengajar Bagian Parasitologi, Anatomi
Fakultas FK UI Universitas Kristen Krida
Kedokteran
***Dosen bagian Rehabilitasi
Wacana Medik RSCM
2
Alamat Korespondensi
Mahasiswa Fakultas: Kedokteran
Jl. Terusan Arjuna UtaraKristen
Universitas No.6 Jakarta 11510
Krida Wacana
E-mail: hand_y19@yahoo.com
Alamat Korespondensi: esther.majawati@ukrida.ac.id

Abstrak
Penyakit akibat cacing parasit pada sapi saat ini banyak ditemukan, salah satunya yaitu fasciolosis.
Abstrak
Fasciolosis adalah
Pendahuluan. penyakit
Pada saat zoonosis
berdiri, yangbadan
beban berat disebabkan oleh parasit
di titik tumpu telapakcacing
kaki akan trematoda Fasciola
dibagi rata pada
gigantica
bagian depan maupun Fasciola
oleh tulang hepatica,
sesamoid pada termasuk
kapitulumkelas TrematodaI filum
ossi metatarsal Platyhelmintes
serta kapituli dan genus
osseum metatarsal
Fasciola.
II-IV Penyakit
dan bagian akibat telapak
belakang cacing kaki
parasit
olehiniprosessus
menimbulkan kerugian
medialis tuberissecara ekonomis,
kalkanei. serta berbeda
Hal ini akan dampak
yang berbahaya adalah penularan pada manusia dapat menimbulkan faringeal
apabila memakai hak tinggi, pada keadaan seperti ini tekanan akan lebih besar pada kaki bagian fascioliasis yang
disebutPerbedaan
depan. halzoun yaituatau edema
adanyalaring karena
masalah IMTpenempelan cacingjuga
pada seseorang dewasa
dapatpada mukosa faring
mengakibatkan posterior.
perubahan-
Penelitian anatomik
perubahan ini bertujuan
yanguntuk
akan mengidentifikasi
mempengaruhi tekanan telur cacing
telapakhati
kaki,(Fasciola hepatica)
ketika berdiri padaataupun
normal sapi di
salah satu
ketika Peternakan
memakai di Tangerang.
hak tinggi, yang akan Sebanyak
memberi68bebanfeses lebih
sapi dikumpulkan
besar pada kaki dan bagian
pemeriksaan
depan. dilakukan
Tujuan.
dengan tekanan
Menilai metode telapak
natif. Dari
kaki hasil
bagianpenelitian
depan pada dapat ditemukan
pemakaian hak morfologi
tinggi dan telur
menilaiFasciola
tekananspp yaitu
telapak
memiliki
kaki bagiankerabang
depan padatelurperbedaan
yang tipis,IMTberbentuk
subjek ovoid dan terdapat
penelitian. Metode.operkulum di salahanalitik
Survei deskriptif satu kutubnya.
dengan
Di dalam telur
pendekatan tersebut
potong ditemukan
lintang. blastomer
Hasil. Pada yangtekanan
pengaruh berwarna kekuningan
telapak dengandepan
kaki bagian prevalensi Fasciola
terhadap IMT
sp. sebesar
normal dan 8,8%.
tinggi Sapi dapat
didapat terinfeksi
hasil melalui
uji analisis pakan Patau
dengan air yangDan
= 0,000. mengandung
pada padametasakaria (bentuk
pengaruh tekanan
infektif).
telapak kakiHasil pemeriksaan
bagian juga menunjukan
depan terhadap bahwahak
hak tinggi, tanpa faktor umur
dengan hakdan jenistanpa
5 cm, kelamin mempengaruhi
hak dengan hak 12
tingkat
cm, dan infeksi
hak 5 yang disebabkan
cm dengan hak 12olehcmFasciola
didapatsp. Kesimpulan
hasil pada
uji analisis peternakan dengan
kesemuanya tersebut,P ditemukan
= 0,000.
telur Fasciolasp.
Kesimpulan. pada sapi
Terdapat dengantekanan
pengaruh prevalensi 8,8%.
telapak kaki bagian depan terhadap pemakaian hak tinggi
dan IMT.
Kata kunci : Fasciola hepatica, prevalensi, faktor yang mempengaruhi, fasciolosis
Kata kunci : tekanan telapak kaki, sepatu hak tinggi, indeks massa tubuh.

Identification of Worm Eggs of Fasciola hepatica in Cattle


Abstract
at a dairy farm in Tangerang Area
Introduction. While standing, weight load on the pivot foot will be shared equally at the front by a
sesamoid bone on the metatarsal capitulum ossi osseum capituli metatarsal I and II-V and the back
Abstract
foot by a medial processus tuberis calcanei. It would be different if wearing high heel, at this position
A frequently
plantar found
pressure willdisease related
be greater on to
theparasitic
forefoot.worms in cattle
Difference or aisproblem
fasciolosis. Fasciolosis
on someone BMIis can
a zoonotic
result
disease caused by parasitic worms trematodes Fasciola hepatica and Fasciola
in anatomic changes that will affect the pressure supported by the pivot foot, when standing normal gigantica. These
or
trematodes belong to the class of Trematoda flatworm phylum and genus Fasciola.
when wearing high heel, such as the use of high heels which will give greater pressure to forefoot. This disease has
caused
The notthis
aim of only economic
research is to loss, but more
determine, how seriously,
the effect ofharmful
wearingeffects of possible
high heel and bodytransmission
mass index toto
humans, such as pharyngeal fascioliasis called halzoun.. This study
forefoot plantar pressure. Methods. Descriptive analytic survey with a cross-sectionalaimed to identify the design.
eggs of
Results. Effect of forefoot plantar pressure at different BMI acquired from analysis results with were
Fasciola hepatica in cattle in one of the dairy farms in Tangerang. A total of 68 cattle faeces P=
collected
0.000. andand examined
effect using
of forefoot nativepressure
plantar method.whenBasedwearing
on its morphology,
high heel, noFasciola
wearing sp.
witheggs
highhad
heelthin
5
ovoid-shaped
cm, no wearingeggshells
with high andheel
operculum
12 cm, and at one
highof heel
the poles. Inside
5 cm with theheel
high eggs,12yellowish blastomers
cm, acquired from
were found.
analysis Thewith
results prevalence
P = 0.000. of such occurrence
Conclusion. was 8.8%
Forefoot of the
plantar total faeces
pressure have asamples.
effect of The cattleBMI
different can
be infected through
and when wearing high heel.the food or water contaminated by metasercaria (infective larva form). The
results also indicated that the age and gender of the cattle affected the infection rates by Fasciola sp.
The study concludes
Keywords: that thehigh-heeled
plantar pressure, eggs of Fasciola
shoes,sp. were
body found
mass in cattle with a prevalence of 8.8%.
index.
Keywords: Fasciola hepatica, prevalence, influencing factors, Fasciolosis

1
60 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

Pendahuluan cacing dalam tinja. Infeksi terjadi karena


menelan metaserskaria (bentuk infektif
Berdasarkan data Survei Sosial Faciola hepatica) yang melekat pada
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014 tumbuhan air seperti watercress.4 Fasciola sp
pada Pusat Data dan Sistem informasi merupakan cacing Trematoda yang memiliki
Pertanian, konsumsi daging sapi per kapita di siklus hidup yang cukup panjang. Terdapat
Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2014 beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
berfluktuasi dan cenderung naik yaitu sebesar infeksi Fasciola sp, antara lainfaktor intrinsik
2,08 kg/kapita/tahun, angka ini tergolong kecil yaitu jenis kelamin dan usia, faktor ekstrinsik
dibandingkan dengan konsumsi negara maju.1 yaitu makanan, kebersihan lingkungan yang
Permintaan akan kebutuhan daging sapi sesuai dan sistem pengelolaan sapi ternak.5
dimasyarakat yang terus meningkat tersebut Selain menginfeksi pada sapi Fasciola
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk hepatica merupakan salah satu spesies cacing
Indonesia yang sangat cepat, dan kesadaran yang merupakan parasit dalam tubuh manusia,
masyarakat Indonesia terhadap pentingnya penularan pada manusia jika memakan sayur
protein hewani makin meningkat, sehingga yang mengandung metaserkaria dan ketika
kebutuhan daging sapi nasional akan semakin memakan hati sapi yang kurang matang dapat
meningkat. Selain itu, konsumsi daging sapi menimbulkan faringeal fascioliasis yang
meningkat bila ada perayaan atau hari-hari disebut halzoun yaitu edema laring karena
besar keagamaan seperti Idul Fitri maupun penempelan cacing dewasa pada mukosa
Idul Adha.1 faring posterior.6 Kadang-kadang sumbatan
Pemberitaan dari Petugas Dinas cacing dewasa pada faring menimbulkan
Kelautan Perikanan dan peternakan Kabupaten kongesti, edema dari palatum molle, faring,
Pekalongan, Jawa Tengah pada tangal 24 dilanjutkan dengan sesak, disfagia, tuli,
September 2015 yang bertepatan dengan hari kadang-kadang asfiksia.7
raya Idul Adha, menemukan cacing hati Dengan adanya kerugian-kerugian
(Fasciola hepatica) pada hewan kurban yang tersebut, dalam upaya pencegahan infeksi
akan dipotong di sejumlah tempat.1 akibat cacing parasit dilakukan dengan
Pemberitaan tersebut meresahkkan memutuskan siklus hidup cacing parasit yang
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan berkembang biak di dalam tubuh hewan
tersebut, maka diperlukan suatu usaha ternak. Salah satu cara mengetahui adanya
pengembangan dan pencegahan penyakit pada cacing parasit dengan mengidentifikasi telur
ternak.2 Usaha pencegahan penyakit pada cacing pada feses hewan ternak.3 Pemeriksaan
ternak dimaksudkan supaya menjaga ternak parasit pada sapi ini bertujuan untuk
tetap sehat dan tidak terinfeksi cacing parasit mengetahui infeksi cacing hati (Fasciola
Fasciola hepatica pada sapi maupun manusia.3 hepatica) pada sapi di peternakan sapi daerah
Fasciolosis adalah penyakit zoonosis Tangerang dan mengetahui jumlah sapi yang
yang disebabkan oleh parasit cacing trematoda terinfeksi cacing parasit sehingga dapat
Fasciola gigantica maupun Fasciola hepatica, dijadikan acuan untuk membuat rencana
termasuk kelas Trematoda filum penanganan yang lebih baik dan
6
Platyhelmintes dan genus Fasciola.2 Cacing berkelanjutan.
tersebut bermigrasi dalam parenkim hati,
berkembang dan menetap dalam saluran Metodologi Penelitian
empedu. Penyakit tersebut membawa kerugian
pada hewan ternak sapi yaitu terjadi fibrosis Penelitian ini adalah penelitian
hepatis, peradangan kronis pada saluran deskriptif dengan metode (desain) digunakan
empedu, selanjutnya terjadi gangguan adalah cross sectional yaitu suatu jenis
pertumbuhan, penurunan produksi susu dan penelitian yang memberikan gambaran
berat badan.2 Diagnosis berdasarkan gejala mengenai Fasciola sp pada sapi.
klinis sulit dilakukan. Pada hewan diagnosis Pengambilan sampel feses sapi
terdahap Fasciola sp berdasarkan gejala klinis dilakukan di Peternakan Sapi Daerah
harus diperkuat dengan pemeriksaan Tangerang pada tanggal 10 Oktober 2016.
laboratorium yang dilakukan melalui Pengamatan sempel dilakukan di
pemeriksaan feses yaitu ditemukan telur Laboratorium Fakutas Kedokteran Universitas

1
J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 61
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

Kristen Krida Wacana Jakarta yang dilakukan Hasil wawancara yang dilakukan
pada bulan Oktober – November 2016. dengan petugas peternakan didapatkan bahwa
Populasi penelitian adalah sapi yang pemeliharan sapi di Peternakan Sapi Daerah
terdapat di Peternakan Sapi Daerah Tangerang dilakukan secara intensif
Tanggerang sebanyak 5000 ekor. Sampel (dikandangkan). Pakan diberikan dua hari
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini sekali berupa rerumputan/hijauan dan serat
adalah 68 ekor dengan teknik “Sistematis yang diambil di sekitar sawah dan sungai
Random Sampling”. dekat peternakan, serta tidak ada vitamin atau
Bahan yang digunakan peneliti dalam pakan tambahan yang diberikan. Untuk
penelitian ini adalah feses sapi, air, lugol dan kebersihan kandang, kandang dibersihkan dua
formalin. Pengambilan data yang dilakukan kali sehari dan tidak ada perawatan khusus
dengan cara melakukan pengamatan secara pada sapi.
langsung dan melakukan wawancara kepada Berdasarkan hasil pengamatan
petugas di Peternakan Sapi Daerah menggunakan miskroskop, dengan jumlah
Tangerang. Pengambilan feses dilakukan sampel yang diambil adalah 68 dari total sapi
dengan mengambil 3 feses secara acak pada yang ada (5000 ekor sapi) di Peternakan Sapi
tiap kandang yang beriisi 10-15 ekor sapi, Daerah Tangerang, terlihat morfologi telur
dengan tujuan menghindari pengambilan feses Fasciola sp yang memiliki kerabang telur
pada jenis sapi yang sama. Sampel feses yang yang tipis, berbentuk ovoid dan terdapat
segar diambil dan diberi formalin untuk operkulum di salah satu kutubnya. Di dalam
mencegah menetasnya telur selama telur tersebut ditemukan blastomer yang
pengangkutan dan penyimpanan. Setelah itu berwarna kekuningan karena pemeriksaan
akan dilakukan pemeriksaan pada sampel, menggunakan lugol (Gambar 1). Selain
pemeriksaan sampel feses dilakukan dengan ditemukan telur Fasciola hepatica, didapati
menggunakan metode natif dimana pertama beberapa jenis telur cacing pada feses sapi
sampel feses di campur sampai hancur dan seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.
homogen, setelah itu teteskan 1 tetes larutan
lugol dan 1-2 tetes sampel yang telah homogen
ke permukaan object glass dan aduk sampai
merata kemudian ditutup dengan cover glass.
Preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan
perbesaran 10x10 dan 10x40.

Kaji Etik
Penelitian ini telah lolos kaji etik
dari Komisi Etik Penelitian FK Ukrida, no
066/SLKE-IM/UKKW/FK/KE/IX/2017.

Hasil dan Pembahasan Gambar 1. Telur Fasciola sp dengan


Perbesaran 10 x 40 Tanpa Pewarnaan

Tabel 1 . Frekuensi dan Persentase Jenis Telur Cacing di Peternakan Sapi Daerah Tangerang
No Jenis cacing Frekuensi Positif Persentase (%)
1 Fasciola sp 6 8,8
2 Cacing tambang 12 17,6
3 Protozoa 4 5,9
4 Ascaris lumbricoides 1 1,5

2
62 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

Berdasarkan hasil penelitian Fasciola sp juga ditemukan jenis cacing


menunjukan bahwa prevalensi infeksi lainnya, sebagai berikut jenis telur cacing
Fasciola sp dari 68 sampel feses sapi yang tambang sebesar 17,6%; Protozoa sebesar
diuji dan dianalisa di Peternakan Sapi Daerah 5,9%; Ascaris lumbricoides sebesar 1,5% dan
Tangerang sebesar 8,8%. Selain telur cacing yang negatif sebesar 66,2%.

Tabel 2. Prevalensi Fasciola sp di Peternakan Sapi Daerah Tangerang Berdasarkan Umur


Umur Total Jumlah Sampel Positif Persentase (%)
< 8 bulan 11 - 0
8-14 bulan 27 2 2,9
> 14 bulan 30 4 5,9
Total 68 6 8,8

Pada Tabel 2 menunjukan prevalensi 5,9 %; diikuti 8 sampai 14 bulan sebesar 2,9%
tertinggi terinfeksinya sapi oleh Fasciola sp dan pada umur kurang dari 8 bulan tidak
pada tingkat umur lebih dari 14 bulan sebesar ditemukannya telur cacing Fasciola sp.

Tabel 3. Prevalensi Fasciola sp di Peternakan Sapi Daerah Tangerang Berdasarkan Jenis


Kelamin

Jenis kelamin Total Jumlah Sampel Persentase (%)


Betina negatif 30 44,2
Positif 1 1,5
Jantan negatif 38 55,8
Positif 5 7,3

Selain faktor umur, pada penelitian ini tumbuhan-tumbuhan lain yang berada di
menunjukan bahwa jenis kelamin juga sekitar sungai atau sawah, diketahui infeksi
mempengaruhi tingkat infeksi pada sapi di parasit ke dalam tubuh hospes defenitif
Peteranakan Sapi Daerah Tangerang. Sapi melalui pakan yang tercemar metaserkaria.6
jantan memiliki prevalensi infeksi lebih tinggi Pada peternakan sapi daerah Tangerang,
yaitu sebesar 7,3% sedangkan betina sebesar pakan yang diberikan pada sapi berupa
1,5%. rerumputan yang diambil di sekitar sawah
Pada penelitian ini ditemukan adanya dekat peternakan, ini menyebabkan infeksi
beberapa faktor yang memengaruhi tingkat Fasciola sp pada sapi di atas 14 bulan
infeksi Fasciola sp pada sapi. Faktor umur meningkat. Tingkat prevalensi infeksi
mempunyai hubungan dengan prevalensi Fasciola sp yang rendah pada sapi berusia 8-
infeksi Fasciola sp. Pada sapi yang berumur di 14 bulan, ini dikarenakan dengan kondisi asam
atas 14 bulan prevalensi infeksi Fasciola sp lambung dan enzim pencernaan yang belum
lebih tinggi di bandingkan sapi di bawah 14 berfungsi secara optimal dalam sapi muda
bulan. Hal ini disebabkan konsumsi pakan sehingga tidak mampu merusak lapisan luar
hijau lebih tinggi pada sapi usia diatas 14 kista metaserkaria.8 Proses yang tidak berjalan
bulan dibandingkan sapi muda, diketahui secara optimal ini mengakibatkan proses
dengan cara melakukan wawancara dengan ekskistasi tidak berjalan sempurna, dan pada
petugas peternakan. Metaserkaria berada di umur kurang dari 8 bulan tidak ditemukannya
dalam air atau menempel pada rumput dan telur cacing Fasciola sp. Hal tersebut

1
J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 63
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

disebabkan pada sapi usia 8 bulan optimal yaitu 30oC. Oleh karena itu sapi dapat
dikategorikan sebagai anak sapi yang masih terinfeksi ketika memakan makanan atau
minum air susu induknya.9 Prevalensi minuman yang mungkin mengandung telur
terinfeksinya sapi menunjukan peningkatan infektif berembrio,18
dengan meningkatnya usia sapi.10, Terinfeksinya sapi oleh cacing
Pada penelitian ini, selain faktor umur, tambang ini disebabkan karena sanitasi
jenis kelamin juga memengaruhi tingkat kandang yang kurang baik, dimana
infeksi pada sapi di Peternakan Sapi daerah pembersihan kandang yang kurang baik yaitu
Tangerang, dimana sapi jantan memiliki tanpa diikuti penyiraman menggunakan air, itu
prevalensi infeksi lebih tinggi yaitu sebesar 7,3 memungkinkan tinja yang mengandung larva
% dan betina sebesar 1,5 %. Hal ini infektif masih tertinggal.11 Nematoda
disebabkan oleh pengaruh hormon.8 Hormon merupakan parasit yang mempunyai siklus
estrogen pada ternak betina memiliki sifat hidup langsung dari tanah. Tinja yang masih
pemacu sel-sel Reticular Endotelial System tertinggal inilah mungkin mengandung larva
(RES) dalam memagositosis bakteri, virus, infektif dari telur tersebut dan akan
parasit dan benda-benda asing. Sistem menginfeksi sapi dengan cara menembus kulit
retikuloendotelial adalah sel-sel fagosit sapi. Untuk itu kebersihan kandang merupakan
tertentu yang terdapat pada jaringan yang faktor yang sangat penting menentukan
menyelubungi saluran darah pada pulpa limpa, keberadaan parasit.19
hati dan sumsum tulang.11Sistem Hasil yang ditemukan dalam
retikuloendotelial mengandung 3 sel, salah penelitian ini selain kelas Trematoda dan
satunya yaitu sel-sel retikulo endotelial yang Nematoda juga ditemukannya protozoa
melapisi sinusoid darah di hati, limpa, sumsum sebesar 5,9%. Infeksi protozoa dapat timbul
tulang, termasuk sel kupffer (sejenis makrofag ketika memiliki sanitasi lingkungan yang
yang hanya bermukim pada hati, tepatnya pada buruk serta lingkungan yang lembab. Siklus
dinding sinusoid sistem retikuloendotelial) di hidup dari protozoa terjadi ketika memakan
hati.12 Sel-sel retikuloendotelial dapat bentuk kista melalui makanan atau minuman
melepaskan diri dari kerangkanya dan yang terinfeksi.17
mengembara.13 Dalam pengembaraan sel-sel Kerugian akibat terinfeksinya sapi
retikuloendotelial menemukan benda-benda biasanya sulit diprediksi tetapi pada infeksi
asing yang memerlukan fungsi dari sel yang berat dapat terjadi kematian, penurunan
retikulo endotelial,14 maka ia mengadakan produksi susu, keterlambatan pertumbuhan
fagositosis terhadap benda-benda asing dan penurunan berat badan, dan penurunan
tersebut.15 Oleh karena itu ternak betina daya tahan tubuh akibat anemia yang
relatif lebih tahan terhadap infeksi atau ditimbulkan serta kerusakan hati dan saluran
empedu pada sapi. Adapun yang paling
terhadap berbagai jenis penyakit.16
berbahaya jika pada hati sapi terdapat cacing
Berdasarkan Tabel 1 intensitas
Fasciola sp yang tidak dimasak dengan
Trematoda yang ditemukan Fasciola sp, selain
matang dan kemudian termakan oleh manusia
faktor intrinsik (umur dan jenis kelamin),
dapat menyebabkan faringeal fascioliasis yang
faktor ekstrinsik yaitu pakan yang diberikan
disebut halzoun.4 Untuk pencegahan dapat
juga mempengaruhi terinfeksinya sapi oleh
dilakukan dengan memutuskan siklus hidup
Fasciola sp. kemungkinan pakan atau
parasit dan menghindari pakan rerumput yang
minuman yang diberikan kepada ternak telah
diambil dekat perairan untuk mencegah
mengandung metaserkaria.
terinfeksinya sapi oleh metaserkaria.20
Prevalensi tertinggi infeksi telur cacing
Pada penelitian ini, telur Fasciola sp
parasit ditemukan pada kelas Nematoda yaitu
sulit dibedakan dengan telur Fasciolopsis
Ascaris lumbricoides dan cacing tambang
buski karena memiliki bentuk telur yang sama
sebesar 19,1%, yang pada penelitian lain tidak
tetapi untuk habitatnya kedua spesies ini
ditemukan. Ascaris lumbricoides bersifat
memiliki habitat yang berbeda. Fasciola sp
kosmopolit terutama di daerah tropis dan
mempunyai habitat di hati dan Fasciolopsis
subtropis. Telur yang belum infektif akan
buski mempunyai habitat di usus, oleh karena
keluar bersama dengan feses.17 Untuk menjadi
itu perlu adanya pemeriksaan lanjutan untuk
infektif perlu pematangan di tanah yang
mengetahui secara pasti telur Fasciola sp atau
lembab selama 20-23 hari dengan suhu yang
Fasciolopsis buski.

2
64 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

6. Nofyan E, Kamal M, Rosdiana I.


Simpulan Identifikasi telur cacing parasit usus pada
ternak sapi dan kerbau di rumah potong
Berdasarkan hasil penelitian yang hewan Palembang. Jurnal Penelitian Sains
dilakukan dapat disimpulkan bahwa prevalensi FMIPA. 2010;10:6-11.
infeksi cacing hati (Fasciola sp.) pada sapi di 7. Fitrinai E. Prevalensi fasciolosis pada
Peternakan Sapi Daerah Tangerang adalah sapi potong di kecamatan malusettasi
sebesar 8,8%. Ada beberapa faktor yang kabupaten Barru. [Skripsi]. Makasar:
memepengaruhi tingkat infeksi Fasciola sp Universitas Hasanuddin Makasar. 2015
pada sapi antara lain pada faktor umur 8. Sayuti L. Kejadian infeksi cacing hati
menunjukan prevalensi tertinggi terinfeksinya pada sapi bali di kabupaten Karangasem,
sapi oleh Fasciola sp pada tingkat umur lebih Bali. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
dari 14 bulan sebesar 5,8%, diikuti 8 sampai Bogor. 2007
14 bulan sebesar 2,9 %, dan pada umur kurang 9. Widayati TW, Widodo S, Masyhuri,
dari 8 bulan tidak ditemukan telur cacing Suryanti A. Analisi konsumsi daging sapi
Fasciola sp. Selain faktor umur, penelitian ini di provinsi Papua Barat. Jurnal
menunjukan bahwa jenis kelamin juga Peternakan Indonesia. 2013;53(9):1689-
mempengaruhi tingkat infeksi pada sapi di 1699.
Peternakan Tangerang, dimana sapi jantan 10. Kardena IM, Elyda IBOW, Adhiwinata
memiliki prevalensi infeksi lebih tinggi yaitu IDM. Gambaran histopatologi selaput
sebesar 7,3% dan betina sebesar 1,5%. Selain lendir kantung empedu sapi Bali yang
telur cacing Fasciola sp juga ditemukan jenis terinfeksi cacing Fasciola gigantica.
cacing lainnya, sebagai berikut telur cacing Jurnal Veteriner. 2016;17(1):16-21.
tambang sebesar 17,6%, Protozoa sebesar 11. Soedarto. Penyakit zoonosis manusia
5,9%, Ascaris lumbricoides sebesar 1,5% . ditularkan oleh hewan, human zoonosis
Pada peternakan sapi tersebut,dimana sapinya diseases. Jakarta: Sagung Seto; 2012: 49-
dirawat dengan baik, ternyata masih 52.
ditemukan telur cacing –cacing. Hal tersebut 12. Suardana W. Buku ajar zoonosis penyakit
kemungkinan didapat dari rumput pakan sapi menular dari hewan ke manusia. Jakarta:
yang terkontaminasi bentuk infektif cacing – PT Kanisius; 2016: 2001-9.
cacing tersebut, dan kebersihan kandang. 13. Kardena M, Winaya O, Elyda,
Adhiwitana MD, Adi M, Berata K.
Daftar Pustaka Gambaran histopatologi selaput lendir
kantung empedu sapi bali yang terinfeksi
1. Melorose J, Perroy R, Careas S. Fasciola. Jurnal Veteriner. 2016;
Komoditas pertanian subsektor 17(1):16-21.
peternakan daging sapi. jakarta: pusat 14. Nezar MR . Jenis cacing pada feses sapi
data dan sistem informasi pertanian di TPA Jatibarang dan KTT Sidomulyo
sekretariat jenderal kementrian pertanian. desa Nongkosawit Semarang. [Skripsi]
Vol 1; 2015. h.3-6,9-17,19-28. Semarang : Universitas Negeri Semarang
2. Murtidjo AB. Sapi potong dan kerja. . 2014
Jakarta: Penerbit Kanisius. 2012.h.11-2 15. Hambal M, Sayuti A, Dermawan A.
3. Tantri N, Setyawati R, Khotimah S. Tingkat kerentanan Fasciola sp pada sapi
Prevelensi dan intensitas telur cacing dan kerbau di Kecamatan Lhoong
parasit pada feses sapi rumah potong Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Medika
hewan kota Pontianak Kalimantan Barat. Veterinaria. 2013;7(1): 48-53.
Protobiont. 2013;2(2):102-106. 16. Flynn R J, Irwin J A, Olivier M, Sekiya
4. Muslim MH. Parasitologi untuk M, Dalton P J, Mulcahy G. Alternative
keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku activation of ruminant macrophages by
Kedokteran EGC; 2009:107-15 Fasciola hepatica.Veterinary Immunology
5. Anggriana A. Prevalensi infeksi cacing and Immunopathology. 2007;120 (1-2):
hati pada sapi bali di kecamatan Libureng 31-40
kabupaten Bone. [Skripsi]. Makasar: 17. Hernasari PR. Identifikasi endoparasit
Universitas Hasanuddin Makasar. 2014 pada sampel feses Nasalis larvatus,
Presbytis comata, dan Prebystis

3
J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 65
Identifikasi Telur Cacing Fasciola hepatica

siamensis. Dalam penangkaran 19. Alamsyah AN, Dwinata M, Oka MB.


menggunakan metode natif dan Prevalensi nematoda pada sapi Bali di
pengampungan dengan sentra pembibitan desa sobangan,
sentrifugasi.[Skripsi]. Depok: Universitas mengwi, badung. Indonesia Medicus
Indonesia Depok. 2011 Veterinus. 2015;4(1): 80-87.
18. Camago L, Sauza L J, Pedro, Tourinto E 20. Cancela M, Ruetalo N, Dell’Oca N, da
K, Souza M M. Capillariaisis (Trichurida, Silva E, Smircich P, Rinaldi G, et al.
Trichinellidae, Capillaria hepatica) in the Research article survey of transcripts
Brazilian Amazon: low pathogenicity, expressed by the invasive juvenile stage
low infectivity and a novel mode. of the liver fluke Fasciola hepatic. BMC
BioMed Central Parasites and Vectors. Genomics. 2010;11:227
2010;3:11.

4
66 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018

Anda mungkin juga menyukai