Disusun Oleh:
NIM: 18/427344/KH/09718
Kelompok: 9
YOGYAKARTA
2022
I. Skenario
Kenapa Sapiku Anestrus?
Pak Amir sebagai anggota kelompok sapi potong mempunyai 10 ekor sapi betina.
Status sapi tersebut adalah 4 ekor sedang bunting, 2 ekor baru saja beranak 4 bulan yang
lalu dan belum menunjukkan estrus, 1 ekor sapi dara umur 2 tahun lebih belum
menunjukkan estrus, 1 ekor sapi dara sudah pernah estrus namun sampai sekarang belum
menunjukan estrus lagi, dan 2 ekor pedet. Kondisi ini sangat merugikan bagi peternak
karena ada beberapa sapinya tidak berproduksi secara maksimal.
Kondisi tersebut membuat pak Amir penasaran sehingga memanggil Dokter
Hewan, untuk mengetahui apakah sapinya masih bisa estrus atau tidak. Hasil
pemeriksaan reproduksi secara per-rektal pada sapi dara teraba ovarium belum
berkembang, ukurannya kecil, tidak ada aktifitas ovarium, dan didiagnosa delayed
puberty, sedangkan pada sapi dara yang pernah estrus, ovariumnya teraba agak halus,
tidak ada korpus luteum atau folikel, didiagnosa hipofungsi ovaria. Pada indukan yang
baru saja beranak 4 bulan lalu, teraba ada pembesaran pada uterus, dindingnya menebal,
ovarium teraba ada korpus luteum persisten, dan ketika uterus ditekan keluar leleran
purulent dari vulva dan didiagnosa piometra. Kejadian anestrus dapat disebabkan karena
adanya gangguan nutrisi (kekurangan nutrisi), hormonal, infeksi, manajemen,
lingkungan, dan genetik. Kasus- kasus atau gangguan reproduksi lain yang ditandai
dengan gejala anestrus antara lain freemartin, hipoplasi ovaria bilateral, sista luteal,
korpus luteum persisten, dan agenesis ovaria. Setiap kasus mempunyai ciri yang khas
sehingga diperlukan ketelitian dan ketrampilan dalam mendiagnosa kasus2 tersebut.
IV. Pembahasan
Hipofungsi Ovarium
Hipofungsi ovarium pada sapi disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal
yang dicirikan oleh rendahnya kadar hormone gonadotropin terutama FSH. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa pemeriksaan secara palpasi rektal akan teraba ovarium berukuran
normal dengan permukaan licin atau tidak dijumpai adanya perkembangan folikel
maupun korpus luteum. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya
gangguan hormonal, perubahan lingkungan, manajemen pakan yang kurang baik dan
penyakit (Suartini, Trilaksana, & Pemayun, 2013).
Kekurangan nutrisi untuk induk akan mempengaruhi fungsi dari hipofisa anterior
sehingga produksi dan sekresi hormone Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormon (LH) rendah, yang menyebabkan ovarium tidak berkembang atau
mengalami hipofungsi. Pada kasus ini, apabila tidak ditangani dengan pemberian
hormone yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan folikel (gonadotropin)
atau yang dapat merangsang pelepasan gonadotropin (GnRH), maka tidak akan terjadi
perumbuhan dan perkembangan folikel sehingga tidak akan muncul estrus. Penanganan
dapat dilakukan pula dengan perbaikan manajemen pemeliharaan yakni, pemberian
nutrisi mineral yang baik pada induk sapi yang produktif (Suartini, Trilaksana, &
Pemayun, 2013).
Atropi Ovari
Atropi ovari merupakan lanjutan dari gangguan hipofungsi ovarium akibat
kekurangan nutrisi. Gangguan ini ditandai dengan ukuran ovarium yang mengecil yang
mengindikasikan kematian sel-sel pembentuk struktur ovarium akibat rendahnya pasokan
nutrient-nutrien yang krusial untuk metabolism sel. Gejala klinis yang tampak dari sapi
adalah sapi mengalami anestrus karena kurangnya pasokan nutrisi untuk proses fisiologis
pembentukan folikel dan pematangan oosit dan tidak adanya folikel dalam ovarium
karena konsentrasi FSH dalam darah yang sangat rendah sehingga tidak mampu memicu
perkembangan folikel (Rosadi, Sumarsono, & Hoesni, 2018).
Aktivitas ovarium postpartum dipengaruhi oleh status nutrisi dan keseimbangan
energi. Kurangnya asupan nutrisi akan mempengaruhi senyawa metabolism dan hormone
seperti insulin dan insulin-like growth factor-I yang mempengaruhi hipotalamus dan
hipofisi teradap respon pada ovarium dan sensitifitas gonadotropin hormone pada
hipofisis sehingga energi tubuh akan menekan pelepasan GnRH dan mempengaruhi
frekuensi pulsatil LH yang diperlukan untuk pertumbuhan folikel. Dikarenakan ovarium
sudah mengalami atrofi, maka gangguan ini bersifat irreversible sehingga tidak bisa
diobati (Budiyanto, Tophianong, Triguntoro, & Dewi, 2016).
Freemartin
Freemartin adalah penyebab paling umum dari interseksualitas pada sapi. Ketika
janin sapi berkembang, gonad jantan mulai terdeferensiasi lebih awal pada tahap
kehamilan daripada gonad betina sehingga menjadi aktif secara steroidogenic dibanding
betina. Freemartin terjadi ketika fusi pembuluh darah plasenta pada sapi dengan
kehamilan kembar memungkinan hormone turunan gonad jantan (hormone antimullerian
(AMH) dan testoteron) untuk ditransfer ke embrio betina, yang akan menghambat
perkembangan tractus reproduksi betina. Suplai darah janin bersama juga memungkinkan
untuk transfer sel punca hematopoietic antara embrio yang dimungkinkan untuk
mengkonfirmasi freemartin melalui deteksi kromosom XX dan XY dalam limfosit
(Reminant, 2014).
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi per-rektal pada ovarium yang akan
terasa hipoplastik. Betina akan memiliki glandula vaskularis, panggul ramping, hymen
persisten, vagina yang kecil, dan memiliki ujung yang buntu. Dikarenakan betina akibat
freemartin bersifat 90% infertile, maka penanganan yang dapat dilakukan adalah
melakukan eradikasi (Reminant, 2014).
Gambar 4. Freemartin
(Noakes, Parkinson, & England, 2016)
V. Kesimpulan
1. Gangguan saluran reproduksi betina non infeksius yang ditandai dengan anestrus,
yakni hipofungsi ovarium, sista luteal, atropi ovarium, korpus luteum persisten, dan
freemartin.
2. Gangguan saluran reproduksi betina infeksius yang ditandai dengan anestrus, yakni