Anda di halaman 1dari 22

GANGGUAN

REPRODUKSI
PADA FASE
ESTRUS
1.
2.
Kelompok 3:

Ahmad Azhari Nopiosi


Ahmad Khairi Abadi
3. Belinda Mery Adesti
4. Esty Widiastuti
5. Silvia Rahman Siregar
REPEAT BREEDING
Kawin berulang (repeat breeding) merupakan suatu keadaan sapi betina yang mengalami
kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali atau lebih dengan pejantan fertil atau
diinseminasi dengan semen pejantan fertil tanpa adanya abnormalitas yang teramati (Amiridis et
al., 2009).
Secara umum kawin berulang disebabkan oleh :
 1. Kegagalan pembuahan / fertilisasi
 2. Kematian embrio dini
 3. Faktor kesalahan manajemen
 4. Rendahnya pemahaman tentang siklus estrus dan ketetapan perkawinan
 5. Penyakit
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI REPEAT
BREEDING
Inseminator Peternak dan Ternak

 Inseminator kurang terampil  Manajemen pakan


 Kualitas semen  Manajemen perkandanga
 Kegagalan fertilitas
 Kematian embrio dini
TERAPI
 Penyebab bakteri pada saluran reproduksi diberikan antibiotik dan diistirahatkan sampai
sembuh
 Ketidakseimbangan hormon reproduksi dapat di terapi dengan pemberian GnRH dosisi 100-
250 mikogram pd saat IB
 Delay ovulation dapat diteraoi dengan pemberian LH
 Peningkatan kualitas pakan
 Peningkatan manajemen peternakan
 Pengelolaan reproduksi yg baik
 Antiseptik (iodin povidon) yang dikombinasikan dengan GnRH dapat meningkatkan
kebuntingan mencapai 60% (Prihatno, 2013).
SILENT HEAT
 Keadaan hewan tidak munjukan gejala birahi dengan jelas
 Jika dilakukan palpasi rektal teraba adanya aktifitas ovarium berupa perkembangan folikel atau
perkembangan korpus luteum sebagai tanda telah terjadi ovulasi.
 Sering ditemukan pada:
 Hewan yang masih dara (belum pernah bunting)
 Hewan yang pertama kali birahi
 Kekurangan nutrisi
 Induk yang sedang Menyusui
 Sapi yang diperah

Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada kejadian silent heat mampu mendorong perkembangan folikel
pada ovarium sampai terjadi ovulasi, tetapi tidak mampu mendorong sel granulosa untuk mensintesa hormon
estrogen yang cukup sehingga tidak mampu memunculkan tanda birahi (Pemayun, 2010).
PENANGANAN
 Perbaikan manajemen pemeliharaan
 Pemberian Hormon progesteron untuk memunculkan birahi
ANESTRUS
 Hewan tidak menunjukkan gejala estrus dalam waktu tertentu
 Tidak terdapat aktivitas ovaria atau aktifitas ovaria tidak teramati
 Terdapat beberapa penyebab anestrus Seperti:
 True Anestrus :
 Tidak adanya aktifitas siklik dari ovaria
 Penyebab: kekurangan gonadotropin atau karena ovarium tidak merespon hormon gonadotropin
 Hormon :
 Tingginya kadar hormon progestereon
 Kekurangan hormon gonadotropin
 Nutrisi :
 Kekurangan nutrisi menyebabkan gagalnya produksi gonadotropin
 Genetik :
 Hipoplasia ovarium
 Agenesis ovarium
PYOMETRA
 Peradangan kronis mukosa uterus (endometrium)
 Adanya nanah dalam uterus
 Menyebabkan infertil sementara maupun permanen
 Disebabkan Oleh:

 Kontaminasi uterus

 Kontaminasi selama proses kelahiran.

 Penyakit kelamin menular (brucellosis, trichomoniasis dan vibriosis atau kuman non spesifik

seperti golongankokus, e.coli, dan piogenes) dapat menyebabkan terjadinya pyometra.


 Pada beberapa kasus sapi dapat bunting dan kemudian fetus mati terjadi proses maserasi.
PATOGENESIS
 Uterus mengalami kegagalan dalam proses involusi uteri,
 Ovarium akan terbentuk korpus luteum (CL) persisten.
 Sapi pyometra akan mengalami infeksi/peradangan uterus.
 Uterus berada di bawah pengaruh hormon progesteron yang menekan aktivitas fagositosis oleh
sel-sel leukosit (Garverick dan Youngquist, 1993), sehingga serviks tertutup dan membuat
nanah berakumulasi dan terhambat pengeluarannya (Cuneo et al., 2006).
GEJALA
 Tidak muncul birahi atau Anestrus untuk waktu lama
 Adanya CL persisten
 Cairan nanah mengisi penuh uterus
 Adanya leleran (discharge) yang bisa dilihat di sekitar ekor dan vulva
Pyometra pada domba Pyometra pada Sapi
DIAGNOSA
 USG
 Palpasi Rektal
 X-Ray
TERAPI
 Douche dan pijatan uterus melalui dinding rectum
 Regresi CL
 Terapi Hormon
 Oksitosin diberikan sebanyak 60-100 IU atau 3-5 ml secara intra musculus. Pengobatan ini
mengakibatkan kontrasksi dinding uterus dan membuka servix diikuti keluarnya nanah dan terjadi
ovulasi uterus
 Sapi yang diterapi dengan kombinasi antibiotik dan pgf2a memperlihatkan pengeluaran leleran yang
lebih cepat dibandingkan sapi yang diterapi hanya dengan antibiotic.
 Oksitetrasiklin dengan dosis 100mg dilarutkan ke dalam 50-100 ml NaCL fisiologis, dapat dilkukan
dengan cara dimasukkan kedalam uterus melalui kateter.
KISTA OVARIUM / CYSTIC OVARY
(OVARIA, FOLIKULER DAN LUTEAL)
 Gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH).
 Mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel
matang
 Faktor predisposisinya adalah herediter, problem sosial dan diet protein.
 Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi)
tetapi mengalami regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel
meningkat
 Adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi-
sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus)
PENYEBAB
 ketidakseimbangan hormonal karena gangguan pelepasan hormon gonadotropin
 Kegagalan hipophisa melepaskan sejumlah LH sebanyak yang dibutuhkan untuk ovulasi dan
pembentukan korpus luteum..
 Kista folikel : FSH normal, LH rendah
 Kista luteal : FSH normal, LH rendah, LTH tinggi
 Kista korpus luteum : Pembentukan CL tidak sempurna, dalam CL terdapat rongga berisi
cairan (tidak terdeteksi pada hewan hidup)
 CLP : Endometrium tidak mensekresi PGF2α
Gejala klinis sistik ovari adalah :  Penanganan

 nimphomania (berahi terus-menerus)  Sista ovaria dengan prostaglandin (jika


hewan tidak bunting) dan
 keinginan seksual yang hebat dan atau
 Sista folikel : Injeksi HCG/LH (Preynye,
anestrus (tidak berahi).
Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak
200 IU.
 Sista luteal dengan PGH 7,5 mg secara intra
uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler.
 Selain itu juga dapat diterapi dengan
PRID/CIDR intra uterina (12 hari)
 Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi
akan birahi.
HYPOFUNGSI OVARY
 Kurang aktifnya ovari
 Tidak berkembangnya folikel subordinat menjadi folikel dominan dalam dua siklus birahi
sehingga permukaan ovarium tampak licin walaupun ukuran dan bentuk ovarium masih
normal
 Penyebab dari Hypofungsi ovary yaitu :
 Akibat menurunnya kadar LH dan FSH dalam darah serta manajemen pakan yang buruk sehingga sapi
nampak kurus dengan BCS < 2.
 Penentuan Body Condition Scoring didasarkan pada penonjolan tulang rusuk, processus transversus,
processus spinosus, tuber coxae, dan legok lapar tampak sangat cekung.
Gejala Diagnosa

 Gejala seperti Anestrus  Gejala klinis


 Atropi Ovarium  Kondisi fisik
 Kondisi fisik jelek  Palpasi rektal
 USG (folikel subordinate dengan ukuran <
5 mm atau folikel dominan dengan ukuran
> 10 mm)
 Diagnosa banding: Hypoplasia ovarium
(genetik)
PENANGAN
 Perbaikan manajemen pemeliharaan
 Terapi hormonal menggunakan PMSG Folligon 500-1000 IU yang berisi 75% FSH dan
25%LH serta ditambahkan corulon yang berisi LH 500-1000 IU.
SHORT CYCLE DAN LONG
CYCLE
Short Cycle Long Cycle
 Siklus estrus lebih pendek daripada normal
 Siklus estrus lebih lama daripada normal
 Kurang dari 19 hari birahi (Normal 19-21)
 Lebih dari 21 hari birahi (Normal 19-21)
 terjadi pada masa awal diestrus yaitu 7 hari setelah
terjadinya ovulasi dan akhir diestrus 14 hari setelah  Umumnya disebabkan oleh kematian
terjadinya ovulasi. embrio dini yang terjadi implantasi
 Banyak ditemukan folikel dominan yang lebih besar  Jika embrio tidak terjadi implantasi, maka
dibandingkan ternak yang mengalami estrus di akhir siklus kembali normal
masa diestrus.
 Hal ini disebabkan karena konsentrasi pre ovulasi
progesteron yang lebih rendah sehingga menyebabkan
peningkatan LH selama pada masa awal fase diestrus
dibandingkan dengan masa akhir diestrus.
PENANGAN
 Terapi hormonal dan sinkronisasi birahi agar lama waktu birahi sama
 Menghilangkan faktor penyebab embrio mati dini

Anda mungkin juga menyukai