Anda di halaman 1dari 10

TOPIK DISKUSI

EX. LABORATORIUM KEMAJIRAN

RETENSIO PLASENTA (RETENSIO SEKUNDINARUM)

Dosen Pembimbing : Dr. Hermin Ratnani, drh.,M.Kes

Oleh :
YULISTIA NUR FADHILAH
NIM 062013143037

Kelompok 1B

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


EX LABORATORIUM KEMAJIRAN
DIVISI REPRODUKSI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERISTAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
RETENSIO PLASENTA (RETENSIO SEKUNDINARUM)

Retensio plasenta (Retensio sekundinarum) adalah suatu penyakit yang terjadi akibat
selaput fetus atau placenta yang tidak dapat melepaskan diri dari tubuh induk setelah partus
melebihi batas normalnya yaitu lebih dari 12 jam. Secara fisiologis,. Penyebab terjadinya retensi
plasenta ini adalah penyakit organ reproduksi, infeksi organ reproduksi, manajemen pemeliharaan
yang kurang baik, dan faktor pakan yang diberikan pada ternak. Ada beberapa faktor lain yang
dapat menyebabkan retensi placenta diantaranya adalah umur, defisiensi hormon, musim,
kematian fetus, kelahiran kembar, kelahiran prematur dan kelemahan induk (Cahyo dkk., 2021).

1. Anamnesa
• Berapa usia induk sapi tersebut ?
• Sapi tersebut sudah bunting dan melahirkan berapa kali?
• Kapan sapi tersebut terakhir melahirkan?
• Sudah berapa lama keadaan ini terjadi?
• Bagaimana manajemen kandangnya?
• Bagaimana sanitasi kendang dan lingkungan di sekitar kendang?
• Seberapa sering sapi melakukan exercise atau digembalakan?
• Pakan apa saja yang setiap hari diberikan?
• Penanganan dan terapi apa yang sudah pernah diberikan ?
2. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya retensio plasenta antara lain yaitu gangguan


pelepasan karunkula dan kotiledon, kualitas pakan yang buruk, ternak merejan terlalu kuat
saat proses melahirkan, ternak tidak pernah digembalakan sehingga kurang exercise,
kurangnya hormon oksitosin yang mampu mempermudah proses perejanan, bisa juga
disebabkan karena penyakit infeksi bakteri dan virus, kurangnya asupan kalsium, selenium
serta vitamin E, dan juga canalis servicalis terlalu cepat menutup saat proses perejanan.
Kasus Retensi plasenta pada saluran organ reproduksi sapi betina disebabkan
beberapa faktor diantarnya adalah penyakit pada saluran reproduksi, penanganan partus,
dan abortus. Adanya penyakit yang pada saluran reproduksi sapi juga dapat meningkatkkan
kasus terjadinya retensi plasenta. Penyakit pada saluran reproduksi erat kaitanya dengan

2
penyebabnya seperti virus dan bakteri. Mikroorganisme ini dapat menghambat terjadinya
pelepasan placentom dalam tubuh induk sehingga terjadi retensi plasenta (Cahyo dkk.,
2021).
Gunaay et al. (2017) menyatakan bahwa infeksi yang terjadi saat retensi plasenta
sering dikaitkan dengan penyakit brucellosis, IBR/IPV, BVD dan salmonellosis serta
beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur. Beberapa penelitian juga menunjukan
bahwa retensi plasenta disebabkan oleh penyakit endometritis. penanganan partus yang
kurang tepat dan higienis sehingga menimbulkan efek samping yaitu masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran organ reproduksi. Hal ini dapat menyebabkan plasenta
dalam tubuh induk akan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang akan mampu bertahan
dalam plasenta. Mikroorganisme yang tertahan dalam plasenta akan dapat menghambat
proses pelepasan kotiledon dan karunkula serta dapat menyebabkan infeksi dalam plasenta
sehingga menyebabkan retensi plasenta. Sedangkan menurut (Rodning et al. (2012);
Wathes et al., (2020) sebesar 6,1% kasus infeksi gangguan reproduksi pada sapi perah
disebabkan oleh bakteri yang juga dapat mengakibatkan abortus pada ternak yang sedang
bunting.
Kasus retensi plasenta ini bukan hanya dikarenakan faktor infeksi yang dapat
menyebabkan hal ini terjadi. Akan tetapi pakan yang kualitasnya buruk dapat
menyebabkan retensi plasenta. Hal ini dikarenakan pakan memiliki kandungan nutrisi
mikro dan makro yang berguna untuk induk. Gaafar et al. (2010) kekurangan vitamin E
dan selenium dapat mengakibatkan retensi plasenta.
3. Gejala Klinis
Gejala retensi plasenta yang dapat terlihat yaitu selaput fetus menggantung keluar
dari vulva, kadang bibir vulva menjadi bengkak, merah dan kecoklatan. Retensi plasenta
tidak selamanya menunjukkan gejala selaput fetus yang menggantung di luar vulva, akan
tetapi dapat pula tersembunyi di dalam uterus. Pada kasus yang baru, hewan masih mampu
untuk berdiri dan kondisi umum masih baik. Bila kasus terjadinya sudah berlangsung lama
dimana sudah ada infeksi maka kondisi umum akan terganggu dan ada bau spesifik
karena pembusukan, keluar cairan kecoklatan disertai bagian plasenta yang hancur.

3
Gambar 1. Selaput fetus yang menggantung lebih 12 jam pasca melahirkan pada sapi
(Raheem et al., 2016).
4. Patogenesis
Patogenesis kejadian retensio plasenta adalah kegagalan pelepasan vili kotiledon
fetal dari kripta karunkula maternal. Setelah fetus keluar dan korda umbilikalis putus, tidak
ada darah yang mengalir ke vili fetal sehingga vili tersebut berkerut dan mengendur
terhadap kripta karankula. Uterus mengalami atoni uteri (uterus tidak berkontraksi) akibat
dari proses perejanan saat partus, meyebabkan sejumlah darah yang mengalir ke uterus
tidak terkendali. Pada saat itu karunkula tidak berdilatasi, menyebabkan kotiledon yang
tadinya mengendur terhadap karankula tetap terjepit karena suplai darah yang tidak
terkendali. Akibat dari semua itu vili kotiledon tidak lepas dari kripta karankula sehingga
terjadi retensi plasenta (Rista, 2011 ; Qadhir, 2017 ).

Gambar 2. Patogenesis Retensi plasenta (Rista, 2011)

4
5. Diagnosa
Diagnosa retensio plasenta dilapangan didasarkan pada anamnesa dari pemilik
hewan, gejala klinis, dan pemeriksaan intra vaginal. Berdasarkan anamnesa biasanya
pemilik hewan melaporkan bahwa plasenta belum kelahiran 8 jam pasca melahirkan. Dari
gejala klinis, dapat dilihat adanya selaput plasenta yang masih menggantung pada daerah
vulva. Palpasi intra vaginal untuk memastikan penyebab dari terjadinya retensio (Hanafi,
2011 ; Qadhir. 2017).
6. Prognosa
Pada kasus tanpa komplikasi, angka kematian sangat sedikit dan tidak melebihi 1-2%.
Apabila ditangani dengan baik dan cepat, maka kesuburan sapi yang bersangkutan tidak
terganggu. Pada kasus retensi lainnya kerugian peternak bersifat ekonomis karena produksi
susu yang menurun (Hanafi, 2011; Qadhir, 2017).
7. Penanganan dan Pengobatan

Ada beberapa pilihan pengobatan yang efektif untuk kasus retensi plasenta
diantaranya yaitu penggunaan pemberian hormon, pemberian antibiotik spektrum luas,
serta penanganan secara manual (Yusuf, 2016).
1. Hormon
Produk hormon yang paling umum digunakan untuk mengobati
retensi plasenta adalah prostaglandin dan oksitosin. Sedangkan PGF2α
tidak menyebabkan pelepasan membrane yang tertahan, tetapi dapat
meningkatkan kinerja reproduksi di awal. Oksitosin adalah hormon pilihan
pada sapi di awal postpartum. Hormon oksitosin ini sangat baik dan
berperan dalam kontraksi uterus dan bisa efektif mengobati retensi
plasenta. Oksitosin dengan merk Oxytocin-10® diberikan secara
intramuscular dengan dosis 100 IU, kemudian secundinae dikeluarkan dari
alat kelamin secepatnya. Bila terdapat infeksi dilakukan pencucian dengan
larutan antiseptik (Rivanol 1%).

5
Gambar 3. Rivanol dan hormon Oksitosin untuk penanganan
retensio plasenta

2. Pencucian intrauterine dan pemberian antibiotik


Rencana terapi untuk kasus ini adalah untuk menghilangkan sisa
plasenta yang dapat mempengaruhi status reproduksi sapi di masa depan.
Karena itu adalah kasus retensio plasenta, setelah semua plasenta
dikeluarkan, dapat dilakukan pencucian intrauterin dengan cara uterus
dibilas dengan NaCL 0,9% menggunakan jalur intravena yang dimodifikasi
yang dilewatkan melalui vulva ke dalam tubuh rahim. Pembilasan terus
menerus dari 0,9% NaCL membantu mengairi dan membuang semua
kotoran berbau busuk kecoklatan. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik 20mL Oxytetracycline merk dagang Vet-Oxy-La® dengan dosis
20mg/kg bb dialirkan ke korpus uteri sebagai bilasan terakhir. Untuk
pengobatan, Selain itu juga bisa dengan Flunixinmeglumine merk Flunixin
Injection® dengan dosis 1.1mg/kg bb diberikan secara intramuskular sekali
sehari selama 3 hari sebagai antiinflamasi, antipireksia dan analgesik.
Antibiotik Oxytetracycline spektrum luas dengan dosis 20mg/kg bb juga
dapat diberikan satu kali secara intramaskular untuk mengobati infeksi saat
ini dan untuk mencegah infeksi bakteri sekunder (Jesse et al., 2016).

6
Gambar 3. Vet Oxy La® dan Flunixin Injection® untuk terapi kasus
retensio plasenta

3. Penanganan secara Manual


Pengeluaran plasenta secara manual dapat dilakukan dengan cara
mengeluarkan langsung plasenta tanpa diimbangi dengan hormone maupun
antibiotic maupun cairan antiseptik. Cara ini masih sering dipraktekkan.
Namun cara sederhana ini sebenarnya kurang direkomendasikan karena
memiliki beberapa efek samping yaitu dapat mengakibatkan endometritis,
dapat memperpanjang interval melahirkan, dan memicu pertumbuhan
bakteri pathogen intrauterine.

Gambar 5. Penanganan manual kasus retensio plasenta langsung dengan


(Raheem et al., 2016)

7
8. Pencegahan
Pencegahan terjadinya retensio plasenta dapat dilakukan mulai dengan menjaga
kebersihan kendang, dan lingkungan ternak dan juga tempat sapi melahirkan, ternak harus
rutin melakukan exercise. Pengendalian dan pencegahan juga perlu difokuskan pada
kontrol faktor penyebabnya (missal aborsi, premature,kelahiran normal, maupun kesulitan
melahirkan (Yusuf, 2016).
Wulansari dkk. (2018) menyatakan bahwa tindakan pencegahan kasus retensi
placenta yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi pakan dapat dilakukan dengan cara injeksi
vitamin A, E dan B pada periode prepartus dan peningkatan keseimbangan mineral Ca dan
P dalam pakan. Mencukupi energi, protein, vitamin D dan E dalam pakan juga perlu untuk
dipertimbangkan. dalam penelitian Adriani dkk. (2020), defisiensi mineral K dalam pakan
dapat menyebabkan kelemahan otot dalam uterus dan secara tidak langsung dapat
mengakibatkan gangguan reproduksi. Kelemahan otot uterus dapat meningkatkan
kepekaan terhadap kasus metriti dan retensi placenta.
Pencegahan juga bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan tempat melahirkan,
saat melahirkan induk jangan sampai mengalami eksitasi, Induk tidak dalam keadaan yang
sangat gemuk (pemberian pakan tepat), pemberian vitamin A 50.000 IU / hari Penyuntikan
oksitosin 40-100 IU pada 0,4 jam setelah melahirkan, keseimbangan pakan dijaga agar
tidak mengalami hipokalsemia dengan perbandingan kalsium dan fosfor Ca:P sebesar 2:1
Pemberian vitamin E 1100 IU dan selenium 30 mg juga penting untuk mencegah terjadinya
retensio plasenta (Gupta et al., 2005). Pemberian vitamin E 1000 IU, selenium 0.05 ppm
dan ammonium chloride 60 gram dapat mencegah terjadinya retensio plasenta (Brozos et
al., 2009).

8
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Humaidah N. dan Suryanto D. 2020. Peran Makromineral Dalam Mengatasi Gangguan
Reproduksi Ruminansia (Article Review). Jurnal Dinamika Rekasatwa. 3 (2): 17.
Brozos, C.N., Kiosisis, Georgiadis, Piperlis, and Boscos. 2009. The Effect of Chloride
Ammoniuum, Vitamin E and Se Supplementatwion Throughout the Dry Period on the
Prevention of Retained Fetal Membranes, Reproductive Performance and Milk Yield of
Dairy Cows. Livestock Science.124 (2009) 210-215.
Cahyo, Y.D., N. Humaidah., U. Kalsum. 2021. Kajian Kasus Retensi Placenta akibat Infeksi dan
Faktor Pakan pada Sapi Perah (Article Review). Jurnal Dinamika Rekasatwa Vol.4.No1
Gaffar H. M. A., Shamiah M., Shitta A. , Gannah B. 2010. Factors Affecting Of Placenta And its
Influence On Postpartum Reproductive Performance And Milk Production In Friesian
Cows. Slovak J Anim, Sci. 43 (1): 6-12. Gunay, A., Ulgen G., and ORMAN, 2011. Effects
of retained placenta on thefertility in treated dairy cows. Bulg. J. Agric. Sci., 17: 126-131.
Gunaay U., Veresi T. Cisi Y.M. 2017. Efect of The ROP. Sci pp. 22-29.
Gupta, S., Gupta, and Soni. 2005. Effect of Vitamin E and Selenium Supplementation on
Concentrations of Plasma Cortisol and Erytrhocyte Lipid Peroxides and the Incidence of
Retained Fetal Membranes in Crossbred Dairy Catte. Theriogenolgy.64 (2005) 1273-
1286.
Hanafi. 2011. An Overview on Placental Retention in Farm Animals. Depatement of Animal
Reproduction and A.I. Veterinary Devision, National Research Center, Cairo.
Jesse, F.F.A., E.L.T.Chung., Y.Abba., M.A. Sadiq., A.A. Bitrus., I.U.Hambali.,M.A.M.Lila.,
A.W.Haron.,A.A.Sharee. 2016. A case of Retained Placenta in a Dairy Cow. Live Stock
Research International Journal
Qadhir, Abdul. 2017. Penanganan Kasus (Retensio Sekundinae) pada Sapi Perah (Fresian
Holstein) di Kecamatan Pangalengan Bandung Selatan. Tugas Akhir Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin Makasar
Rodning SP, Givens MD, Marley MS, Zhang Y, Riddell KP, Galik PK, et al. 2012. Reproductive
and economic impact following controlled introduction of cattle persistently infected with
bovine viral diarrhea virus into a naive group of heifers. Theriogenology. 78 (7):1508–
16.
Rista. 2011. Hubungan retensio sekundinae dan endometritis Dengan Efisiensi Reproduksi Pada
Sapi Perah, Studi Kasus Di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (Kpsbu) Lembang,
Jawa Barat. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Wathes, D. Claire, Chike F. Oguejiofor b , Carole Thomas a , Zhangrui Cheng a. 2020. Importance
of Viral Disease in Dairy Cow Fertility. Engineering. 6 :2633.

9
Wulansari, R., Esfandiari, A., Widhyarti, S.D., 2018. Profil Mineral Makro Pada Sapi Yang
Mengalami Retensi placenta di Kunak Kabupaten Bogor. Proc. of the 20th FAVA
CONGRESS & The 15th KIVNAS PDHI, Bali Nov 1-3, 2018.
Yusuf, Jemal Jabir. 2016. A review on Retention of Placenta in Dairy Cattles. International Journal
of Veterinary Science

10

Anda mungkin juga menyukai