Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 1

1. Dika Putri Avianti (131711133001)


2. Anie Desiana (131711133016)
3. Anita Septya W. (131711133017)
4. Siti Nur Kholidah (131711133075)
5. Yustika Isnaini (131711133076)
6. Fitriana Syahputri (131711133118)
7. Adinda Reza W. (131711133131)

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS

1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar
rahim (<500 gr atau <20-22 minggu) sedangkan seorang embrio mungkin hidup di dunia
luar kalau beratnya telah mencapai 1000gr atau umur kehamilan 28 minggu. Istilah
abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sampai saat ini, janin terkecil yang dilaporkan dapat hidup di
luar kandungan mempunyai berat badan 297gr waktu lahir. Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500gr dapat hidup terus,
maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat
500gr atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2018).
1.2 Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya abortus dibagi menjadi 2 golongan, yaitu aborsi spontan
dan aborsi provokatus.
1. Aborsi Spontan
Abortus spontan merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
terhentinya proses kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis
atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan.
2. Aborsi Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja,
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
1.3 Etiologi
Pada abortus lebih dari 80% terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah
melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom
berkurang. Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan
yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus, dan faktor paternal.
1. Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50-
60% dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan
kariotipe. Kelainan pada kromosom ini seperti autosomal trisomy, monosomy X,
dan polyploidy. Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan
janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari
kegagalan kehamilan dini dan secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari
kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut. Kelainan dalam
jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom.
2. Faktor Ibu sebagai Penyebab Abortus
Ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko tinggi untuk
terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih
tua. Pada ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut,
risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50%
(Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007). Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis,
kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus
ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan immunologik kedua orang tua, dan
trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti
korelasi tersebut tidak selalu meyakinkan.
Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh penyakit
sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus, tetapi dapat
mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur. Kekurangan sekresi
progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast dapat
menyebabkan abortus. Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi
relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian
mengakibatkan kematian.
3. Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai
terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan
abortus.
1.4 WOC

Kelainan Eksternal Penyakit infeksi Kelainan


Internal (ibu)
kromosom (obat) akut uterus

Pemberian Gangguan Toksin, bakteri,


makanan ke uterus virus
janin berkurang

Perubahan Masuk
struktur plasenta
sel

Gangguan
pertumbuhan
janin

Pendarahan dalam desidua


basalis

Nekrosis jaringan
sekitar

Vili korialis Hasil konsepsi


Vili korialis belum
menembus lebih lepas
menembus desidua
dalam (8-
14minggu)

Lepas sebagian Kontraksi uterus Lepas seluruhnya

Tindakan curretase perdarahan

Nyeri akut
Hipovolemi
Ansietas

1.5 Manifestasi Klinis


Berikut merupakan beberapa manifestasi dari abortus, yaitu:
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervagina mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus.
1.6 Pencegahan
Adapun beberapa upaya-upaya pencegahan terjadinya abortus, yaitu:
1. Melakukan making pregnancy safer (MPS) dengan 3 pesan kunci yaitu:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Semua komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan adekuat.
c. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
abortus yang aman.
2. Penuhi ADIK (asam folat, dua asam amino, iron dan kalsium).
Adapun pencegahan abortus provakatus dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
1. Menggunakan kontrasepsi darurat
Kontrasepsi darurat adalah kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila
digunakan setelah hubungan seksual. Hal ini sering disebut “Kontrasepsi pasca
senggama” atau “morning after pill” atau “morning after treatment “.
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Rukiyah (2010), penatalaksanaan pada abortus adalah:
a. Abortus Iminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali bila pasien tidak panas dan tiap 4 jam
bila pasien panas.
3) Tes kehamilan dilakukan (bila negatif, kemungkinan jaringan sudah mati)
4) Pemeriksaan ultrasonografi, guna menentukan apakah janin masih hidup.
5) Memberikan obat penenang , biasanya fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan preparat
hematinik (misalnya sulfas ferosus 2600 – 1000 mg).
6) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
7) Membersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan antiseptik.
b. Abortus Insipiens
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yaitu biasanya disertai perdarahan,
ditangani dengan pengosongan uterus melalui kuret vacum dan disusul kerokan
pada uterus. Suntikan ergometrin 0,5mg IM.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin IU dalam
dekstrose 5%, 500 ml dimulai 8 tpm, dan naikan sesuai kontraksi uterus sampai
terjadi abortus komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
c. Abortus Incomplit
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus NaCl fisiologis atau ringer
laktat dan lakukan tranfusi darah secepatnya.
2) Setelah syok diatasi, kerok uterus lalu suntikan ergometrin 0,2mg IM.
3) Bila janin sudah keluar, tapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluuaran
plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotik
d. Abortus Komplit
1) Bila pasien baik, berikan ergometri 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2) Pasien anemi, berikan sufas ferosus atau tranfusi darah.
3) Berikan antibiotik ; diet tinggi vitamin, dan mineral
e. Missed Abortion
1) Bila keadaan fibrinogen normal segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum dan kuret tajam. Bila fibrinogen rendah berikan fibrinogen kering
atau segar sesaat sebelum mengeluarkan konsepsi.
2) Kehamilan kurang dari 12 minggu, pembukaan serviks dengan gagang luminaria
selama 12 jam lalu dilatasi serviks dengan dilatator hegar kemudian ambil hasil
konsepsi dengan cunam ovum dan kuret tajam.
3) Kehamilan lebih dari 112 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg atau infus
oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml 20 tpm kemudian naikan
dosis sampai uterus berkontraksi.
4) Bila TFU lebih dari dua dari bawah pusat, hasil konsepsi dikeluarkan dengan
menyuntikan larutan garam 20% dalam cavum utero dinding perut.
f. Abortus Serfikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi hangar dan kerokan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis
g. Abortus Habitualis
Penanganannya terdiri atas: perbaikan keadaan umum, pemberian makanan
sehat, anjurkan istirahat, larang untuk beraktivitas berat dan berolahraga berlebih,
terapi dengan hormon progesteron, vitamin dll.
h. Abortus Infeksiosus
1) Pada pasien abortus infeksiosus yang mengalami perdarahan berikan infus atau
tranfusi darah; antibiotic.
2) Pada tahap pertama diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram
ditambah gentamisin 2 x 80 mmg dan metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya
antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.
3) Tindakan kuratase dilaksanakan bila keadaan tubu membaik minimal 6 jam
setelah antibiotik adekuat diberikan. Saat tindakan uterus dilindungi dengan
uterotonika.
4) Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu dan
bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti
dengan antibiotik yang lebih sesuai
i. Abortus Terapeutik
Menurut Saswinata (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:
1) Kimiawi: pemberian secara ekstrauterin dan intrauterin obat abortus, seperti
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2) Mekanis :
a) Pemasangan batang laminaria yang akan membuat serviks terbuka secara
perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi dengan
kuret tajam atau vakum.
b) Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dan
dilanjutkan dengan kuretase.
c) Histerektomi
1.8 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Subjektif
1) Biodata
Biodata berisi tentang identitas klien meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawibab ke- berapa,
lamanya perkawinan dan alamat.
2) Keluhan Utama
Pada pasien dengan abortus, kemungkinan pasien akan datang dengan
keluhan utama perdarahan pervagina disertai dengan keluarnya bekuan darah
atau jaringan, nyeri/kram abdomen (didaerah atas simfisis).
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat pasien pergi ke
rumah sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan,
timbulnya demam dan/atau nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami klien (kapan, oleh
siapa, dimana tindakan tersebut berlangsung).
b) Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya
diabetes, jantung, atau hipertensi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga dapat melalui genogram. Identifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam
keluarga.
d) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas
Kaji riwayat kehamilan yang pernah terjadi, umur kehamilan
sekarang, riwayat pemeriksaan ANC.
e) Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
f) Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral.
g) Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum
dan saat sakit, nutrisi, cairan dan elektrolit, pola eliminasi (BAB dan
BAK).
2. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan pasien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga,
hal yang menjadi beban pikiran pasien dan mekanisme koping yang digunakan,
status sosio-ekonomi, dan data spiritual.
3. Data Obyektif
1) Sirkulasi (Pasien abortus terdapat perdarahan pervaginam yang banyak
sehingga dapat menimbulkan syok, pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan
darah mungkin menurun, nadi teraba cepat dan kecil, pasien tampak meringis
atau kesakitan karena nyeri dan dapat menimbulkan syok).
2) Breathing (Kaji apa ada sesak nafas/tidak).
3) Integritas Ego.
4) Nyeri dan kenyamanan (pasien mengeluh tidak nyaman akibat nyeri yang
ditimbulkan).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi (menginspeksi perubahan warna kulit, pola nafas, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fisik).
2. Palpasi (merasakan suatu pembengkakan, menentukan kekuatan kontraksi uterus,
mengevaluasi edema, memperlihatkan posisi janin, mengamati turgor,
menentukan nadi, menentukan respon nyeri yang abnormal).
3. Perkusi (menggunakan jari/palu perkusi mengetuk lutut mengamati ada tidaknya
refleks/gerakan).
4. Auskultasi (mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin).
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap dengan apusan (hemoglobin dan hematokrit
menunjukkan anemia dan perdarahan sebelumnya. Hitung leukosit dan hitung
jenis dapat mengidentifikasi suatu infeksi sistemik.
2. Urinalisis (adanya darah atau eritrosit di dalam urin menggambarkan
kemungkinan trauma traktus urinarius).
3. Golongan darah dan Rh (untuk tranfusi bila diindikasikan)
4. Pemeriksaan menggunakan USG untuk melihat kondisi kesehatan janin.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut [D.0077] b.d agen pencedara fisiologi: kontraksi uterus dalam usaha
mengeluarkan isi uterus d.d mengeluh nyeri, frekuensi nadi meningkat, pola nafas
berubah.
2. Hipovolemi [D.0023] b.d kehilangan cairan aktif: perdarahan di vagina d.d
frekuensi nadi meningkat, merasa lemah, turgor kulit menurun.
3. Ansietas [D.0080] b.d krisis situasional dan kurang terpapar informasi: tindakan
kuretase pada abortus d.d merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, merasa tidak berdaya dan tampak tegang.
E. Intervensi dan Rasional

Diagnosa [SDKI] Intervensi [SIKI] Rasional


Nyeri akut [D.0077] Manajemen Nyeri [I.08238] - Mengajarkan teknik
b.d agen pencedara Terpeutik distraksi nafas panjang
fisiologi: kontraksi - Fasilitasi tidur/istirahat mengurangi perasaan
uterus dalam usaha - Terapi non farmakologis (distraksi nyeri yang dialami ibu.
mengeluarkan isi nafas panjang) - Pemberian kolaborasi
uterus d.d mengeluh Edukasi analgetik dapat
nyeri, frekuensi nadi - Ajarkan teknik non farmakologis mengurangi rasa nyeri
meningkat, pola untuk mereda nyeri pada daerah abdomen
nafas berubah. Kolaborasi ibu.
- Kolaborasi pemberian analgetik
Hipovolemi Manajemen Hipovolemi [I.03116] - Pemberian tranfusi
[D.0023] b.d Kolaborasi diperlukan apabila
kehilangan cairan - Kolaborasi pemberian cairan IV kondisi perdarahan
aktif: perdarahan di isotonis (mis. NaCl, RL) massif.
vagina d.d frekuensi - Kolaborasi pemberian cairan koloid - Pemberian cairan
nadi meningkat, (mis. albumin) diharapkan dapat
merasa lemah, turgor - Kolaborasi pemberian produk darah memenuhi kebutuhan
kulit menurun Observasi cairan ibu setelah
- Periksa tanda dan gejala hipovolemi terjadi perdarahan.
Ansietas [D.0080] Reduksi Ansietas [I.09314] - Suasana terapeutik
b.d krisis situasional Terapeutik sebagai upaya ibu tetap
dan kurang terpapar - Ciptakan suasana terapeutik untuk tenang dan tidak tegang
informasi: tindakan menumbuhkan kepercayaan dalam proses
kuretase pada abortus Edukasi intervensi.
d.d merasa khawatir - Anjurkan keluarga untuk tetap - Menganjurkan
dengan akibat dari bersama pasien keluarga berada di
kondisi yang - Jelaskan prosedur, termasuk sensasi dekat ibu dan memberi
dihadapi, merasa yang dialami dukungan, agar ibu
tidak berdaya dan Observasi merasa tidak sendiri
tampak tegang - Identifikasi kemampuan mengambil dalam menghadapi
keputusan rangkaian pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Abortus.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41129/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y diakses pada 2 September 2019

Kleinhaus, K., Perrin, M., Friedlander, Y., Paltiel, O., Malaspina, D., and Harlap, S., 2006.
Paternal Age and Spontaneous Abortion. American College of Obstetricians and Gynecologist
108 (2): 369-377

Prawirohardjo, Sarwono dkk. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Ed. 4, Cet. 3

Anda mungkin juga menyukai