1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar
rahim (<500 gr atau <20-22 minggu) sedangkan seorang embrio mungkin hidup di dunia
luar kalau beratnya telah mencapai 1000gr atau umur kehamilan 28 minggu. Istilah
abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sampai saat ini, janin terkecil yang dilaporkan dapat hidup di
luar kandungan mempunyai berat badan 297gr waktu lahir. Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500gr dapat hidup terus,
maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat
500gr atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2018).
1.2 Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya abortus dibagi menjadi 2 golongan, yaitu aborsi spontan
dan aborsi provokatus.
1. Aborsi Spontan
Abortus spontan merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan
terhentinya proses kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis
atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan.
2. Aborsi Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja,
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
1.3 Etiologi
Pada abortus lebih dari 80% terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah
melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom
berkurang. Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan
yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus, dan faktor paternal.
1. Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50-
60% dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan
kariotipe. Kelainan pada kromosom ini seperti autosomal trisomy, monosomy X,
dan polyploidy. Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan
janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari
kegagalan kehamilan dini dan secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari
kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut. Kelainan dalam
jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom.
2. Faktor Ibu sebagai Penyebab Abortus
Ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko tinggi untuk
terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih
tua. Pada ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut,
risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50%
(Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007). Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis,
kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus
ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan immunologik kedua orang tua, dan
trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti
korelasi tersebut tidak selalu meyakinkan.
Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh penyakit
sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus, tetapi dapat
mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur. Kekurangan sekresi
progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast dapat
menyebabkan abortus. Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi
relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian
mengakibatkan kematian.
3. Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai
terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan
abortus.
1.4 WOC
Perubahan Masuk
struktur plasenta
sel
Gangguan
pertumbuhan
janin
Nekrosis jaringan
sekitar
Nyeri akut
Hipovolemi
Ansietas
Kleinhaus, K., Perrin, M., Friedlander, Y., Paltiel, O., Malaspina, D., and Harlap, S., 2006.
Paternal Age and Spontaneous Abortion. American College of Obstetricians and Gynecologist
108 (2): 369-377
Prawirohardjo, Sarwono dkk. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Ed. 4, Cet. 3