Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Abortus
1. Pengertian

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo,
2014).

2. Macam – macam abortus

a. Abortus Iminens
Abortus Iminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman
terjadianya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam yang terjadi pada
paruh pertama kehamilan dimana ostium uteri masih tertutup. 6 Hal ini terjadi
pada 25-25% wanita selama gestasi dini dan dapat menetap selama beberapa hari
sampai minggu.Sekitar separuh dari kehamilan ini akan gugur, meskipun risiko
ini jauh lebih rendah jika aktivitas jantung janin terdeteksi. (Chuningham, 2013)

Diagnosis abortus iminens biasanya diawalai dengan keluhan perdarahan


pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup dan besarnya uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Pemeriksaan USG diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta
apakah sudah terjadi perlepasan atau belum. Diperlukan ukuran biometri janin/
kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan hari pertama
mens terakhir. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping
ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa
mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai
dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Pengelolaan harus
memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang
terjadi dan segera lakukan evaluasi atau pengeluaran hasil konsepsi disusul
dengan kuretase jika perdarahan banyak.

c. Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus atau keguguran tak lengkap ditandai dengan sebagian
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan sebagian masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian hasil
konsepsi masih tertimggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina,
kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan di kavum uteri atau
menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi
dan jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang
tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau
syok hemoragik sebelum sisa jarinagn konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan
pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan
tindakan kuretase. (Prawiroharjo, 2014)
d. Abortus Kompletus

Abortus Kompletus ditandai dengan seluruh hasil konsepsi dari kavum uteri
pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai
dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan jika
pemeriksaan klinis sudah memadahi.6

3. Etiologi
Etiologiyang menyebabkan terjadinya abortus adalah: kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi seperti (kelainan kromosom, lingkungan,
nidasi kurang sempurna dan pengaruh luar), infeksi akut seperti
(pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis, dan HIV),
Abnormalitas traktur genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks
berlebihan, robekan serviks, dan retroversio uterus, kelainan plasenta
(Ana Ratnawati, 2018).

Penyebab terjadinya abortus adalah: infeksi akut yaitu infeksi yang


muncul dalam waktu singkat, contoh infeksi yang dapat menyebabkan
abortus antara lain cacar, rubella, dan hepatitis. Selain infeksi akkut
terdapat infeksi kronis yang menyebabkan terjadinya abortus seperti
sifilis tuberkulosis paru (TB) aktif, selain itu penyakit kronis seperti
hipertensi,
anemia berat, penyakit jantung. Gangguan fisiologi seperti syok dan
ketakutan serta adanya trauma fisik termasuk dalam infeksi kronis
penyebab terjadinya abortus.Penyebab dari janin termasuk penyebab
terjadinya abortus seperti adanya kelainan bawaan pada janin. (sylvi
wafda, 2018).

3. Patofisiologi
Patofisiologi abortus pada awalnya terjadi karena perdarahan dalam
desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian
sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena dianggap benda
asing uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya.Pada kehamilan
dibawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena
vilikorialis belum menembus desidua terlalu dalam. Pada kehamilan 8-14
minggu, vilikorialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar
dan sebagian lagi akan tertinggal atau melekat pada uterus. Hilangnya
kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi
miometrium menyebabkan terjadinya perdarahan.

Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal di dalam uterus, akan


menimbulkan perdarahan yang terjadi seketika ataupun kemudian.
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan kedalam desidua basalis dan
nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan.hasil konsepsi terlepas, hal
ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulasi. Apabila
kantung dibuka biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi
dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin didalam
kantung dan disebut blighted ovum (Farid Husin, 2014).
7

PATHWAY

Web of Caution
Abortus

Kelainan Kelainan Infeksi akut Kelainan


Pertumbuhan plasenta traktus
hasil konsepsi genitalis

Oksigenasi Toksin,
Plasenta bakterivirus
Terganggu

Perdarahan dalam desidua basalis

Nekrosis jaringan sekitar

Hasil konsepsilepas (aborsi)

Villi korialis menembus lebih Villi korialis belum menembus


Dalam (8-14 mg) desidua (≤8 mg)

Lepas sebagian Lepas seluruhnya

mulas
Perdarahan

Tindakan MK : kurang volume cairan, perubahan perfusi


kuretase jaringan, ketakutan

Gambar 2.1
Nyeri & Pathway
Resti infeksi (sumber : Ana Rahmawati, 2018)
4. Manisfestasi klinis
Adanya dugaan klien hamil mengalami abortus jika mengalami
perdarahan segar per vagina, rasa nyeri perut bagian bawah dan
kemungkinan keluar massa hasil konsepsi. Apabila perdarahan banyak
maka dapat menyebabkan rasa lemas dan (Ana Ratnawati, 2018).

Tanda tanda umum terjadinya abortus antara lain seperti adanya


kontraksi pada uterus, terjadi perdarahan, terjadi dilatasi (pelebaran) pada
serviks, serta ditemukan sebagian atau seluruh hasil konsepsi. (Sylvi
Wafda, 2018).

Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh


tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang terlambat
juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri perut bagian bawah,
merasa takut dan khawatir akan kehilangan janin. (Mitayani, 2011).

5. Penatalaksanaan (Ratna, 2018)

a. Abortus imminens
 Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
 Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
 Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah
mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
 Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
 Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.

b. Abortus insipient
 Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.
 Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan.
Memberi antibiotik sebagai profilaksis.

c. Abortus inkomplet
 Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
 Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus.
 Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.

d. Abortus komplet
 Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfusi darah.
 Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
 Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.

C. Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada
umum nya adalah rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang
dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi yang terjadi.
Pengkajian pada kasus abortus hal yang perlu di identifikasiadalah:
umur kehamilan, kapan terjadi perdarahan, berapalama, banyaknya, dan
aktivitas yang mempengaruhinya. Karakteristik darah (merah terang,
kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir). Sifat dan lokasi
ketidaknyamanan, seperti kejang, nyeri tumpul,atau tajam, mulas, serta
pusing.(Ana Ratnawati, 2018).

2) Diagnosa Keperawatan
Beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul yaitu :
Tabel 2.1
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Abortus Inkomplit
MenurutStandar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) dan NANDA (2018)

Data Diagnosa SDKI Diagnosa NANDA


1 2 3
a. Merasa takut Ansietas Ansietas
b. Mengeluh pusing
c. Tampak gelisah
d. Ancaman Kematian
a. Mengeluh nyeri Nyeri akut Nyeri akut
b. Sulit tidur
c. Agen pencedera fisik
(kontraksi uterus)
a. Efek prosedur invasi Resiko Infeksi Resiko Infeksi
(prosedure currete )
b. Penurunan Hb
c. Cairan berbau
a. Perdarahan Resiko Resiko
b. Prosedur pembedahan Ketidakseimbangan ketidakseimbangan
Cairan cairan
a. Kekurangan volume cairan Resiko Syok Resiko Syok
b. Hipotensi
3) Rencana Keperawatan

Tabel 2.2
Rencana keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Abortus Inkomplit

No Diagnosa NOC (Nursing Outcomes NIC (Nursing Intervention Classification)


Classification)
1 2 3 4
1 Ansietas Tingkat kecemasan Peningkatan kopping
- Dapat istirahat 1. Memberikan pemahaman tentang proses penyakit
- Tidak gelisah 2. Membangun pendekatan yang tenang
- Tidak ada wajah tegang 3. Memberikan suasana penerimaan
- Tidak pusing 4. Mengajarkan pasien relaksasi ( nafas dalam dan terapi musik )

2 Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri


- Mengenali kapan nyeri 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
terjadi 2. Mengajarkan teknik manajemen nyeri
- Melakukan tindakan 3. Mendukung istirahat untuk penurunan nyeri
pengurangan tanpa 4. Ajarkan relaksasi atau distraksi sebagai metode non farmakologi
analgesik
- Mengontrol skala nyeri
3 Resiko infeksi Keparahan infeksi Perawatan perineum
- Tidak demam 1. Memonitor tanda tanda vital
- Tidak ada nyeri 2. Bantu klien membersihkan perinium (vulva hygiene)
- Tidak menggigil 3. Berikan pembalut yang menyerap air
- Tidak ada cairan yang 4. Kolaborasi pemberian anti inflamasi
keluar
11

1 2 3 4
4 Resiko syok Keparahan Syok: Manajemen Hipovolemi
Hipovolemi 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemi (frekuensi nadi meningkat, tekanan
- Tidak ada penurunan darah menurun, turgor kulit kering, haus).
tekanan darah 2. Memberikan asupan cairan oral.
- Tidak lesu 3. Memberikan cairan IV RL.
- Tidak akral dingin, 4. Memberikan produk darah untuk mengganti volume darah.
kulit lembab
Manajemen Perdarahan
1. Mengidentifikasi penyebab perdarahan
2. Memantau nilai hemoglobin
3. Memantau intake output
4. Berkolaborasi dalam pemberian transfusi darah

5 Resiko Kehilangan Cairan Monitor Cairan


Keseimbangan - Tekanan darah normal 1. Menentukan jumlah intake/asupan cairan
Cairan - Turgor kulit elastis 2. Memeriksa turgor kulit dengan memegang jaringan seperti mencubit kulit
- Membran mukosa 3. Mengukur tekanan darah
lembab 4. Memantau warna, kualitas dan berat jenis urine
- Tidak kehausan 5. Memantau cairan melalui intravena (IV)
12

4) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
merupakan tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat, serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Disisi lain,
tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya. (Ana
Rahmawati, 2018).

5) Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan penilaian keseimbangan ibu hasil
implementasi keperawatan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.(Ana Rahmawati, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Cuningham, F.G., Leveno, KJ., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J.,
Spong, C.Y. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 23. EGC: Jakarta;2013
Dewi, R. (2018). Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Husin, F. (2014). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto.
Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebinanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Rahmawati, A. (2018). Asuhan Keperawatan Maternitas. yogyakarta:
Pustaka Baru.
Sylvi Wafda Nur Amelia, M. (2018). Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks
Maternal & Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai