Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

V DENGAN
ABORTUS INKOMPLIT DI RUANG KENANGA RSUD
Dr. SOEKARDJO
KOTA TASIKMALAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi


Ners Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :

SISKA

YULIANI

231FK09059

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
PSDKU TASIKMALAYA TAHUN 2023/2024
A. Konsep Teori Abortus
1. Pengertian
Abortus adalah pengakhiran kehamilan, baik secara spontan
maupun disengaja, sebelum 20 minggu berdasarkan hari pertama haid
terakhir. Definisi lain yang umum digunakan adalah pelahiran janin-
neonatus yang memiliki berat kurang dari 500 g. Namun definisi
abortus berfariasi, berdasarkan undang-undang suatu negara umtuk
melaporkan abortus, kematian janin, dan kematian neonatus. (ong,
Sinambela, Diani, & Hartanto, 2013)
Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum minggu ke 20
(dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir). Definisi lain
menyebutkan abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dengan berat
<500 gram. (Joshep & Nugroho, 2010)
Abortus imminens merupakan peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih baik dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks. (Nugroho,
2011)
Abortus imminens adalah perdarahan vagina pada umur kehamilan
<20 minggu. Pada keadaan ini terjadi ancaman proses keguguran,
namun produk kehamilan belum keluar. (Joshep & Nugroho, 2010)
Menurut Saifuddin, dkk. (2002) abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan oleh akibat - akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan
tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup diluar kandungan. Abortus dibagi menjadi dua, yaitu Abortus
spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah abortus yang
terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar. Abortus buatan adalah
abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan.
2. Klasifikasi
Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut, yaitu Abortus imminens
adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, saat hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa
adanya dilatasi serviks, Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uterus yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus, Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih adanya sisa yang
tertinggal dalam uterus, Abortus kompletus adalah abortus yang hasil
konsepsinya sudah dikeluarkan, Abortus servikalis adalah keluarnya
hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum yang
tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis
servikalis uterus menjadi besar bentuknya bundar dengan dinding
menipis, Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau
lebih, Abortus habitualis adalah abortus yang berulang dengan
frekuensi lebih dari 3 kali, Abortus septik adalah abortus infeksius
berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah
atau peritoneum. (Ratnawati, 2018)

3. Etiologi
Penyebab terjadinya abortus terdiri dari beberapa faktor, yaitu
Infeksi (keputihan) yang sudah terlalu parah dan tidak diobati, adanya
faktor bawaan dan kualitas sel telur yang dimiliki kurang baik,
kelainan pada bentuk Rahim serta ketidak seimbangan hormon
biasanya lebih mengacu kepada stress yang mengganggu kestabilan
hormon ibu hamil, kekurangan gizi selama hamil, aktivitas berlebih,
memiliki riwayat abortus sebelumnya, terjatuh hingga terbentur benda
keras, faktor usia, gaya hidup seperti mengkonsumsi rokok dan
minum-minuman keras, paritas, aktivitas seksual, kurangnya informasi
berupa penyuluhan dan pemanfaatan media elektronik serta media
cetak menyebabkan ibu hamil memiliki pengetahuan yang rendah.
(Kusuma, 2016)

4. Komplikasi
Salah satu komplikasi abortus adalah adhesi intrauterine. Sebuah
studi melaporkan kejadian adhesi intrauterine didapatkan pada 1 dari 5
pasien dengan riwayat abortus. Kebanyakan dari adhesi ini bersifat
ringan. Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya adhesi adalah
abortus berulang dan tindakan kuretase.

Komplikasi lain adalah adanya jaringan sisa setelah abortus


spontan atau setelah kuretase. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan
terus menerus ataupun perlunya dilakukan tindakan kuretase ulang.
Pada penelitian jangka panjang yang melibatkan 1 juta wanita, didapati
bahwa abortus berkaitan dengan risiko aterosklerosis. Pada wanita
dibawah usia 35 tahun,13% berisiko mengalami infark myocard, 16%
mengalami infark serebrovaskular, dan 20% mengalami hipertensi
ginjal dibanding wanita yang tidak mengalami abortus.
Studi prospektif menyatakan bahwa 186 pasien abortus mengalami
28% Post Traumatic Stress Disorder dan 32% mengalami ansietas
setelah 1 bulan pertama. (Joshep & Nugroho, 2010)

5. Patofisiologi
Abortus disebabkan oleh kelainan pertumbuhan hasil konsepsi,
kelainan plasenta, infeksi akut, dan kelainan traktus genitalis. Kelainan
plasenta menyebabkan oksigenasi pada plasenta terganggu sedangkan
infeksi akut dapat menimbulkan toksin atau racun dan bakterivirus.
Kelainan pertubuhan hasil konsepsi, oksigenasi plasenta yang
tergnggu, toksin atau racun, bakterivirus, dan kelainan traktus genitalis
menyebabkan perdarahan dalam desidua basalis. Perdarahan dalam
desidua basalis mengakibatkan terjadinya nekrosis jaringan sekitar
plasenta, karena jaringan disekitar plasenta mengalami nekrosis hasil
dari konsepsi mengalami pelepasan (aborsi).
Hasil konsepsi yang lepas terdiri dari dua jenis, yaitu vili korialis
yang menembus lebih dalam usia 8-9 minggu yaitu hasil konsepsi yang
lepas sebagian, dan vili korialis yang belum menembus desidua usia 8
minggu yaitu hasil konsepsi yang lepas seluruhnya. Hasil konsepsi
yang lepas tersebut menyebabkan perdarahan pervaginaan. Namun
hasil konsepsi yang lepas sebagian harus mendapatkan tindakan
kuretase untuk menghindari infeksi.
Dari patofisiologi diatas didapatkan masalah keparawatan yang
mungkin muncul yaitu resiko hipovolemia, resiko infeksi, nyeri akut,
gangguan rasa nyaman, gangguan mobilitas fisik, dan berduka.
PATHWAY ABORTUS
Skema sebab-akibat Abortus (Mitayani, 2009)

Gambar 2.1
ABORTUS

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi


Kelainan plasenta Infeksi akut Kelainan traktus genitalis

Oksigenasi plasenta tergangguToksin, bakterivirus

Perdarahan dalam desidua basalis

Nekrosis
Hasil jaringan
konsepsi lepassekitar
(aborsi)

Vili korialis menembus lebih dalam


Vili(8-9 mgg)belum menembus desidua (=8 mgg)
korialis

Lepas sebagian Lepas seluruhnya

perdarahan

Tindakan kuretase
MK : Resiko Hipovolemia
MK: Nyeri akut

MK: MK: MK: Berduka


Gangguan rasa nyamanGangguan Mobilitas fisik
6. Manifestasi klinis
Adanya dugaan klien hamil mengalami abortus jika mengalami
perdarahan segar pervaginaan, rasa nyeri perut bagian bawah dan
kemungkinan keluar massa hasil konsepsi. Apabila perdarahan banyak
maka dapat menyababkan rasa lemas dan perubahan kesadaran ibu
akibat kekurangan cairan. (Ratnawati, 2018)

7. Pemeriksaan
penunjang
a. Plano Pregnancy Test
Plano pregnancy test yang diperiksa melalui urin akan
menunjukkan hasil positif pada 2 minggu pasca terbentuknya
konsepsi janin. Pada abortus, plano pregnancy test umumnya
masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun berangsur-
angsur akan menjadi negatif.
b. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Jika terjadi perdarahan hebat pada abortus, akan ditemukan
penurunan hemoglobin (Hb) dan hematokrit, serta terjadi
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri (shift to the left)
jika terjadi infeksi.
c. Profil koagulasi dianjurkan diperiksa hanya jika ada perdarahan
masif.
d. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch dilakukan jika ada
indikasi transfusi darah. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus
juga diperlukan untuk melihat adanya kemungkinan
inkompatibilitas, serta untuk menentukan jika diperlukan
pemberian anti-D.
e. Pemeriksaan beta HCG darah dapat dilakukan untuk mengetahui
perkembangan plasenta. Pada abortus, kadar beta HCG bisa lebih
rendah atau menurun dibanding sebelumnya dan akan normal
dalam 2 minggu setelah abortus. Pemeriksaan ini jarang
diperlukan, tetapi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan serial
untuk menunjang diagnosis jika kelangsungan
kehamilan meragukan.
f. USG
USG umumnya dianjurkan dilakukan untuk melihat ada
tidaknya kantung gestasi, untuk mengetahui apakah embrio masih
berkembang, dan untuk mendeteksi detak jantung janin. USG
transvaginal lebih baik dibanding transabdominal karena gambaran
yang ditampilkan lebih jelas. USG transvaginal disarankan
terutama pada pasien obesitas dan pasien dengan uterus
retrofleksi.

8. Penatalaksanaan
a. Ibu hamil sebaiknya segera periksa apabila terjadi perdarahan.
b. Ibu harus beristirahat total dan dianjurkan untuk relaksasi.
c. Terapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan apabila
diperlukan.
d. Pada kasus Abortus Imminens diusahakan untuk mengosongkan
uterus melalui Curettage. Begitu juga dengan kasus missed
abortion jika janin tidak keluar spontan.
e. Jika penyebab abortus adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya
ditunda sampai mmendapatkan penyebab yang pasti untuk
memulai terapi antibiotik. (Ratnawati, 2018)

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah pendekatan sistematik dan terorganisir


malalui 6 langkah dalam mengenali masalah-maslah klien, namun
merupakan suatu metode pemecahan masalah baik secara episodik,
maupun linier kemudian dapat dirumuskan diagnosa keperawatannya, dan

cara pemecahan masalah. Proses keperawatan merupakan 5 tahapan


penyelesaian masalah yang dilaksanakan berurutan dan
berkesinambungan, terdisi dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. (Suarni & Apriyani, 2017)
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawtan merupakan tahap awal proses
keperawatan. Merupakan suatu prosees keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. (Suarni &
Apriyani, 2017)
1. Pengkajian Abortus Imminens
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus abortus imminens keluhan utama yang
timbul yaitu keluar darah dari daerah kemaluannya.
c. Riwayat persalinan sekarang
Pada pasien abortus imminens kaji riwayat persalinan yang
dialami sekarang.
d. Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus
haid, lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama
haid yang terakhir.
e. Riwayat perkawinan
Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan
keberapa, usia pertama kali kawin.
f. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu
diketahui HPHT untuk menentukan tafsiran partus , berapa kali
periksaan saat hamil, apakah sudah imunisasi tetanus, umur
kehamilan saat persalinan, berat badan anak saat lahir, jenis
kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
g. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi,
alat kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat
menggunakan alat kontrasepsi,pengetahuan tentang alat
kontrasepsi.
h. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Bernafas, pada pasien dengan abortus Imminens tidak
terjadi kesulitan dalam menarik nafas maupun saat
menghembuskan nafas.
2) Makan dan minum, pada pasien abortus imminens tanyakan
berapa kali makan sehari dan berapa banyak minum dalam
satu hari.
3) Eliminasi, pada psien abortus imminens pasien belum
melakukan BAB, sedangkan BAK menggunakan dower
kateter yang tertampung di urine bag.
4) Istirahat dan tidur, pada pasien abortus imminens terjadi
gangguan pada pola istirahat tidur dikarenakan adanya
nyeri pasca pembedahan.
5) Gerak dan aktifitas, pada pasien abortus imminens terjadi
gangguan gerak dan aktifitas oleh karena pengaruh anastesi
pasca pembedahan.
6) Kebersihan diri, pada pasien abortus imminens kebersihan
diri dibantu oleh perawat dikarenakan pasien belum bisa
melakukannya secara mandiri.
7) Berpakaian, pada pasien abortus imminens biasanya
mengganti pakaian dibantu oleh perawat.
8) Rasa nyaman, pada pasien abortus imminens akan
mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan pasca
melahirkan.
9) Konsep diri, pada pasien abortus imminens seorang ibu,
merasa sedih atau bersalah karena kehilangan janinnya.
10) Sosial, pada pasien abortus imminens lebih banyak
berinteraksi dengan perawat dan tingkat ketergantungan ibu
terhadap orang lain akan meningkat.
11) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan
abortus.
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi,
berat badan, tinggi badan, keadaan kulit.
2) Pemeriksaan kepala wajah : Konjuntiva dan sklera mata
normal atau tidak.
3) Pemeriksaan leher : Ada tidaknya pembesaran kelenjar
tiroid.
4) Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing,
bunyi jantung.
5) Pemeriksaan buah dada : Bentuk simetris atau tidak,
kebersihan, pengeluaran (colostrum, ASI atau nanah),
keadaan putting, ada tidaknya tanda dimpling/retraksi.
6) Pemeriksaan abdomen : Tinggi fundus uteri, bising usus,
kontraksi, terdapat lukadan tanda-tanda infeksi disekitar
luka operasi.
7) Pemeriksaan ekstremitas atas : Ada tidaknya oedema, suhu
akral, ekstremitas bawah : Ada tidaknya oedema, suhu
akral, simetris atau tidak, pemeriksaan refleks.
8) Genetalia : Menggunakan dower kateter.
j. Data penunjang Pemeriksaan darah lengkap meliputi
pemeriksaan hemoglobin, Hematokrit dan sel darah putih
k. Data fokus pengkajian Data yang didapatkan saat pengkajian
pada pasien dengan resiko hipovolemia yang dibuktikan
dengan kehilangan cairan akibat perdarahan (PPNI, Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, 2016):
faktor yang dapat menyebabkan risiko Hipovolemia adalah :
1) Kehilangan cairan secara aktif.
2) Gangguan absorbsi cairan..
3) Usia lanjut.
4) Kelebihan berat badan.
5) Status hipermetabolik.
6) Kegagalan mekanisma regulasi.
7) Evaporasi.
8) Kekurangan intake cairan.
9) Efek agen farmakologis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. (PPNI, 2016)
Berdasarkan pengkajian, didapatkan diagnosa keperawatan
yang kemungkinan muncul adalah
a. Resiko Hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan
akibat perdarahan
b. Gangguan rasa nyaman berhubugan dengan
kurang pengendalian situasional
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
e. Berduka berhubungan dengan kehilangan

3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah pengembangan strategi desain
untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah
yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain
perencanaan menggambarkan sejauh mana anda mampu
menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan
efesien.
Rencana Keperawatan 2

SLKI ( Standar Luaran


No Diagnosa keperawatan SIKI ( Standar Intervensi Keperawatan Indonesia )
Keperawatan Indonesia )
1 2 3 4
1 Resiko Hipovolemia Setelah dilakukan Pemantauan Cairan (I.03121)
dibuktikan dengan intervensi keperawatan Observasi
kehilangan cairan selama 1x24 jam - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
akibat perdarahan diharapkan risiko - Monitor tekanan darah
hipovolemia menurun - Identifikasi faktor risiki ketidakseimbangan cairan
dengan kriteria hasil : (perdarahan)
Status Cairan (L.03028) Terapeutik
- Kekuatan nadi - Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi klien
meningkat - Dokumentasikan hasil
- Perasaan lemah pemantauan Edukasi
menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Tekanan darah
membaik Manajemen Perdarahan Antepartum tidak
Dipertahankan (I.02043)
Observasi
- Identifikasi riwayat kehilangan darah ( nyeri)
- Periksa kontraksi uterus atau peningkatan kekuatan
tonus otot uterus
- Monitor tanda vital ibu berdasrkan kehilangan darah
Terapeutik
- Posisikan ekstremitas bawah lebih tinggi
Edukasi
- Anjurkan menurunkan resikoperdarahan ( tirah baring)
2

- Kolaborasi tindakan kuret


2 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan Perawatan perineum (I.07226)
berhubugan dengan intervensi keperawatan Terapeutik
kurang pengendalian selama 1x24 jam - Fasilitasi dalam membersihkan perineum
situasional diharapkan gangguan - Pertahankan perineum tetap kering
rasa nyaman menurun - Berikan posisi nyaman
DS : dengan kriteria hasil : - Bersihkan area perineum secara teratur
- klien mengeluh - Berikan pembalut yang menyerap cairan
tidak nyaman Status Kenyamanan Edukasi
- klien mengeluh (L.08064) - Ajarkan klien dan keluarga mengobservasi tanda
sulit tidur - Keluhan tidak abnormal pada perineum
- klien mengeluh nyaman menurun
lelah - Gelisah menurun Terapi Relaksasi (I.09326)
DO : - Keluhan sulit Observasi
- klien tampak tidur menurun - Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
gelisah - Lelah menurun - Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
- Pola tidur penggunaanteknik sebelumnya
membaik - Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gamgguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
2

tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi r aksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sesnsasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih tteknik relaksasi
(imajinasi terbimbing)
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik berhubungan inervensi keperawatan Observasi
dengan nyeri selama 1x24 jam - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
diharapkan gangguan - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
DS : mobilitas fisik menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- klien mengeluh dengan kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital
nyeri saat - Monitor keadaan umum selama melakukan
bergerak Mobilitas Fisik mobilisasi Terapeutik
DO : (L.05042) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien
- kekuatan otot - Kekuatan otot dalam meningkatan pergerkan
klien menurun meningkat Edukasi
- klien tampak - Nyeri menurun - Anjurkan mobilisasi dini
lemah - Kelemahan fisik - Ajarkan mobilisasi sederhana (mis. Duduk di tempat
- skala nyeri 5 menurun tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi, dan berjalan)

Manajemen Nyeri (I.08238)


Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
2

- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi


rasa nyeri (teknik imajinasi terbimbing)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


dengan agen pencedera intervensi keperawatan Observasi
fisiologis selama 1x24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS : diharapkan nyeri akut kualitas, intensitas nyeri
- klien mengeluh menurun dengan kriteria - Identifikasi skala nyeri
nyeri dibagian hasil : - Identifikasi factor yang memperberat dan
bawah abdomen Tingkat Nyeri memperingan nyeri
- klien mengeluh (L.08066) Terapeutik
sulit tidur - keluhan - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
DO : nyeri rasa nyeri (teknik imajinasi terbimbing)
- klien tampak menurun - Fasilitasi istirahat dan
meringis - Kesulitan tidur tidur Edukasi
- skala nyeri 5 menurun - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Meringis - Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2

5 Berduka berhubungan Setelah dilakukan Dukungan Proses Berduka (I.09274)


dengan kehilangan intervensi keperawatan Observasi
DS : selama 1x24 jam - Identifikasi proses berduka yang
- Menurut diharapkan berduka dialami Terapeutik
keluarga, menurun dengan kriteria - Tunjukkan sikap menerima dan empati
klien hasil : - Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
terlihat Tingkat Berduka - Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau
murung (L.09094) orang terdekat
DO : - menangis Edukasi
- klien tampak menurun - Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap
sedih karena - verbalisasi mengingkari, marah, tawar menawar, sepresi dan
kehilangan perasaan sedih menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
janinnya menurun - Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
- pola tidur - pola tidur - Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap
klien berubah membaik
4. EBP ( Evidence Based Practice)

Anda mungkin juga menyukai