Anda di halaman 1dari 46

Laporan Individu

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


TAMAN TERNAK PENDIDIKAN (TEACHING FARM)
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
GELOMBANG XXXV
6-8 APRIL 2021

Oleh :

YULISTIA NUR FADHILAH


NIM.062013143037

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................... 4

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 4


1.1 Waktu dan Tempat Kegiatan................................................ 4
1.2 Deskripsi Kegiatan ............................................................... 4
1.3 Jadwal Kegiatan ................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................ 8


2.1 Sapi Perah ............................................................................. 8
2.1.1 Manajemen Perkandangan ..................................... 8
2.1.2 Manajemen Pakan .................................................. 9
2.1.3 Manajemen Pemerahan Susu ............................... 10
2.1.4 Manajemen Kesehatan ......................................... 11
2.2 Sapi Potong ......................................................................... 14
2.2.1 Manajemen Kandang ........................................... 15
2.2.2 Manajemen Pakan ............................................. 16
2.3 Kambing dan Domba .......................................................... 18
2.3.1 Manajemen Perkandangan ................................... 18
2.3.2 Manajemen Pakan ................................................ 21
2.3.3 Manajemen Pemeliharaan .................................... 21
2.3.4 Kasus Penyakit .................................................... 22
2.4 Sapi Pejantan ....................................................................... 23
2.4.1 Manajemen Kandang............................................ 24
2.4.2 Manajemen Pakan ................................................ 27
2.4.3 Manajemen Pemeliharaan .................................... 29
2.5 Pemeriksaan Kebuntingan (PKB), Koleksi semen dan IB .. 31
2.5.1 Pemeriksaan Kebuntingan .................................... 31
2.5.2 Inseminasi Buatan ................................................ 34

2
2.5.3 Teknik Penampungan/pengambilan semen kambing 37
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….44

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Waktu dan Tempat Kegiatan

Praktik Kerja Lapngan di Taman Ternak Pendidikan (Teaching Farm) mahasiswa


Pendidikan Profesi Dokter Hewan Gelombang XXXV kelompok 1A kloter 1 Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dilaksanakan pada :
Waktu : 6-8 April 2021
Tempat : Taman Ternak Pendidikan (Teaching Farm) Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga. Dusun Tanjung, Desa Tanjung,
Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik.

1.2 Deskripsi Kegiatan


Aktivitas yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Ternak
Pendidikan Teaching Farm FKH UNAIR dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu
manajemen sapi perah, manajemen sapi potong, manajemen sapi bull atau sapi pejantan
unggul, manajemen kambing dan domba, pemeriksaan Kebuntingan (PKB) dan Inseminasi
Buatan (IB) ,serta proses penampungan dan pemeriksaan semen yang dilakukan pada
kambing.

1.3 Jadwal Kegiatan


Tanggal Lokasi
No Kegiatan
Kegiatan Kegiatan
1. 6 April 2021 Kandang sapi 07:30 – 11:00 WIB
perah 1. Pembersihan kandang, palungan dan
peralatan pemerahan sapi perah.
2. Pembersihan sapi perah dan
pengujian mastitis dengan uji CMT
(California Mastitis Test)
3. Pemerahan sapi
4. Pemberian pakan berupa ampas tahu,

4
konsentrat, dan mineral.
5. Recording dan pengemasan susu
6. Pemberian pakan hijauan dan minum
7. Pengamatan kondisi kandang dan
kondisi sapi utamanya kondisi
kesehatan atau penyakitnya
8. Pengamatan BCS sapi perah dan
melakukan recording
9. Pengecekan kondisi kambing sakit
dengan termometer dan stetoskop

15:00 - 17:30 WIB

1. Pembersihan kandang dan palungan


2. Persiapan dan pembersihan peralatan
pemerahan
3. Pemerahan sapi
4. Pengemasan susu
5. Pemberian gusanex di luka pada kaki
sapi
6. Pemberian pakan konsentrat dan
amoas tahu dan dicombor
7. Pemberian hijauan
8. Pengamatan ektoparasit yang ada di
kandang

2. 7 April 2021 Kandang sapi 07:00 – 08:30 WIB


potong 1. Pembersihan kandang dan palungan
2. Memandikan sapi potong
3. Pemberian konsentrat, mineral dan
ampas tahu

5
08:30 – 10:00 WIB

1. Pemberian hijauan
2. Pemberian gusanex pada luka kaki
sapi
3. Pengamatan ektoparasit pada sapi

kandang sapi 08:00 – 09:00 WIB


pejantan/bull 1. Pembersihan kandang, palungan dan
tubuh sapi
2. Pemberian konsentrat, kecambah,
mineral
3. Pemberian miuum
4. Pemberian hijauan
5. penyemprotan gusanex pada kaki
yang

15:00 – 16:00 WIB

1. pembersihan kandang, palungan dan


tubuh sapi
2. memberikan konsentrat, dan hijauan
3. diskusi dengan pak Ahmad

kandang 09:00 – 11:00 WIB


kambing dan 1. pemberian pakan kangkung kering
domba dan ampas tahu
2. pengamatan system perkandangan
3. memberikan susu kepada anak
kambing
4. mengecek suhu badan indukan
kambing yang sakit dan menyuapi
rumpu

6
3. 8 April 2021 Laboratorium 07:00 – 12:00 WIB
semen beku 1. Diskusi bersama Dr. Trilas Sardjito,
teaching farm drh., M.Si. perihal kegiatan yang telah
dilakukan selama di Taman Ternak
Pendidikan (Teaching Farm)
2. Pemantaban materi pemeriksaan
kebuntingan dan demonstrasi
pelaksanaan inseminasi buatan.

Asrama 12:00 – 13:00 WIB


1. ISHOMA dan mempersiapkan
perlengkapan IB

Kandang jepit 13:00 – 14:00 WIB


depan kandang 1. Praktik pemeriksaan kebuntingan
sapi potong dengan eksplorasi rektal dan praktik
inseminasi buatan

Kandang sapi 14:00 – 15:00 WIB


pejantan atau 1. Pemotongan rambut preputium bull
bull dan dan pembersihan preputium
kambing domba 2. Pengambilan semen kambing

Laboratorium 15:00 – 16:45 WIB


semen beku 1. Pemeriksaan mikroskopis sperma
teaching farm kambing dan diskusi Bersama Dr.
Trilas Sardjito, drh., M.Si.

7
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sapi Perah


Sapi perah adalah salah satu hewan ternak penghasil susu. Bangsa sapi perah
yang memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi lain adalah sapi Friesian
Holstein (FH). Blakely dan Bade (1994) menyatakan bahwa, produksi susu sapi perah
FH di negara asalnya berkisar 6.000˗˗7.000 liter dalam satu masa laktasi.
2.1.1 Manajemen Perkandangan
Kandang yang dibuat untuk sapi perah disediakan dengan berbagai tipe kandang yaitu
kandang pedet, kandang pedet lepas sapih, kandang sapi dara, kandang sapi dewasa atau kandang
sapi masa produksi, kandang sapi kering kandang (Prasetya, 2012).
Sistem perkandangan sapi perah di Taman Ternak Pendidikan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga merupakan kandang sapi perah masa produksi
dengan menggunakan kandang ganda tail to tail yaitu posisi sapi saling bertolak belakang
dan terdapat parit di tengah tengahnya. Salah satu manfaat penggunaan kandang ganda
tail to tail adalah efisiensi tempat. selain itu penggunaan kandang ganda tail to tail sangat
baik digunakan pada pemeliharaan sapi betina produktif, baik itu untuk breading maupun
untuk diambil susunya. Kelebihan penggunaan kandang ganda tail to tail adalah untuk
memudahkan dalam melakukan proses pemerahan susu, memudahkan untuk mengamati
vulva sapi, karena vulva dapat menjadi acuan apakah sapi tersebut sedang mengalami
penyakit reproduksi seperti pyometra, sedang mengalami estrus atau sedang bunting.
Ketika ada gangguan reproduksi akibat adanya penyakit seperti seperti pyometra, dapat
diamati adanya pus pada vulva sapi. Sedangkan tanda-tanda keberadaan ternak berada
pada siklus estrus dapat diamati adanya perubahan secara fisik salah satunya adalah
keluarnya lendir sampai ke vulva yang sangat jelas. Lendir ini bersifat transparan/tembus
pandang, bening, dan dapat mengalir ke vagina serta vulva hingga secara nyata terlihat
menggantung di ujung vulva.
Kandang sapi perah sudah diberi alas berupa karet karena sapi
membutuhkan alas yang lembut dan bersih sehingga memberi
pegangan yang cukup untuk mencegah hewan tergelincir saat naik dan
berbaring serta meminimalisir luka-luka atau cedera.

8
Gambar: Kandang Sapi Perah Tipe Tail To Tail Disertai Pembersihan Kandang
(Dokumentasi Pribadi, 2021)
2.1.2 Manajemen Pakan
Untuk menjaga keseahatan serta memenuhi kebutuhan produksi susunya, sapi
perah memerlukan nutrisi yang cukup. Manajemen pakan memiliki proporsi sebesar tujuh
puluh persen dalam produktivitas susu, dan sisanya adalah breeding dan manajemen
kandang (Hartutik, 2009). Penambahan mutu pakan dengan perbandingan hijauan dan
konsentrat yang seimbang akan memberikan tampilan produksi dan kadar lemak susu
sapi yang bagus (Setyaningsih et al. 2013). Pakan yang diberikan pada sapi perah di
teaching farm berupa hijauan yang diberikan sekitar ±15 kg/ekor/hari, ampas tahu yang
dicampur dengan konsentrat, serta hijauan. Ampas tahu diberikan sekitar ±20
kg/ekor/hari, konsentrat diberikan sekitar ±1/2 kg/Perhari/perekor. Menurut Soetarno dan
Adiarto (2002), pemberian ransum sebaiknya dengan serat kasar antara 18-22%.
Pemberian ampas tahu memberikan pengaruh yang baik terhadap yang baik terhadap
performa ternak ruminansia. Keuntungan pemberian ampas tahu terhadap pakan sapi
perah karena mempunyai nilai gizi yang cukup baik, murah dan mudah didapat (Tarmidi,
2002). Fungsi utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat,
lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan (Eniza, 2004). Penggolongan
pemberian pakan untuk sapi perah masa produksi

9
didasarkan oleh jumlah total energi dan jumlah protein. Awal masa produksi
pemberian protein sangat penting, pemberian protein yang direkomendasikan
yaitu 17-19%. Selain pemberian pakan, air minum diberikan secara ad
libitum, untuk menghindari dehidrasi. Kebutuhan air juga sangat
mempengaruhi kuantitas susu yang dihasilkan.

Gambar : Proses Pemberian Pakan Hijauan Rumput Gajah (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar : Konsentrat sapi perah (Dokumentasi Pribadi, 2021)


2.1.3 Manajenemen Pemerahan Susu
Proses pemerahan sus sapi perah di Taman Ternak Pendidikan (Teaching Farm)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dilakukan dua kali sehari yaitu pada
pagi dan sore hari yaitu, pukul 07.00 dan 15.30. sebelum dilakukan pemerahan terlebih
dahulu dilakukan pembersihan kandang, memandikan sapi, membersihkan ambing dan

10
puting sapi dan membersihkan alat-alat untuk menampung susu, seperti milk can dan
ember plastik.
Pemerahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan lima jari dan
dua jari. Pemerahan dengan menggunakan lima jari relative lebih aman dibandingkan
dengan dua jari, karena pada pemerahan menggunakan dua jari tekanan yang diberikan
pada puting akan lebih besar, sehingga dapat menyebabkan terbentuknya luka pada
mukosa lubang puting. Adanya luka pada mukosa lubang puting dapat memicu terjadinya
mastitis, hal ini bisa terjadi ketika sapi berbaring pada tempat yang kurang bersih,
sehingga mikroorganisme pencemar dapat mengkontaminasi luka tersebut.

Gambar : Proses Pemerahan Susu Sapi Perah (Dokumentasi Pribadi, 2021)


2.1.4 Manajemen Kesehatan

Produksi dan kualitas susu dapat dipengaruhi dari berbagai macam faktor. Faktor-
faktor tersebut antara lain yaitu iklim, cuaca, pemberian pakan, dan manajemen
pemeliharaan. Selain itu faktor dari aspek biologis sapi dapat mempengaruhi produksi
susu. Aspek biologis tersebut seperti periode laktasi, durasi laktasi, masa kering, dan
masa kosong (Dwinugrah dkk., 2018). Salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi
perah dan dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas susu adalah mastitis. Mastitis
merupakan penyakit radang pada ambing bagian dalam yang di sebabkan
mikroorganisme patogen atau bakteri penyebab mastitis di dalam kelenjar susu serta
adanya reaksi peradangan pada jaringan ambing. Mastitis menyebabkan kerugian

11
ekonomi akibat adanya penurunan kualitas susu, pengafkiran susu yang bermasalah dan
biaya pengobatan yang mahal. Mastitis disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat
berasal dari lingkungan sekitar pada saat proses pemerahan dan penanganan susu, serta
dari air dan juga peralatan pemerahan (Wicaksono dan Sudarwanto, 2016). Adapun
mikroorganisme penyebab mastitis adalah Streptococcus agalactiae, Staphylococcus
aureus, Streptococcus dysgalactiae, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes dan
Pseudomonas aeruginosa (Riyanto, dkk., 2016).
Salah satu cara untuk menentukan kualitas susu, yaitu menggunakan Uji
California Mastitis Test (CMT). Uji CMT merupakan uji untuk mengetahu mastitis
subklinis yang sederhana dan cepat. Alat dan bahan untuk uji CMT adalah cawan paddle,
pipet tetes, reagen CMT, dan susu. CMT dilakukan dengan membuang pancaran susu
yang pertama terlebih dahulu, kemudian sampel susu dari masing-masing kuartir yang
akan diuji diperah langsung ke dalam paddle CMT. Perbandingan sampel susu dan
reagen CMT 1:1 atau 2 ml susu dan 2 ml reagen. Sampel susu dan reagen diletakkan pada
cawan paddle lalu digoyangkan secara horizontal perlahan-lahan selama 10-15 detik.
Hasil uji CMT diinterpretasikan dalam tingkat mastitis (Setiawan dkk., 2012), meliputi
reaksi yang ditandai dengan ada/tidaknya penggumpalan pada susu, kemudian ditentukan
berdasarkan California Mastitis Scoring.
Berikut merupakan nilai berdasarkan California Mastitis Scoring yaitu :
• 0 (-) tidak ada pengendapan pada susu,
• 1 (+) terdapat sedikit pengendapan pada susu,
• 2 (++) terdapat pengendapan yang jelas namun gel belum terbentuk,
• 3 (+++) campuran menebal dan mulai terbentuk gel,
• 4 (++++) gel yang terbentuk menyebabkan permukaan menjadi cembung.

12
Gambar : Reagen CMT (Kiri) dan Cawan Paddle (Kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar : Proses Pengambilan Sampel Susu untuk Uji CMT (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar : Hasil Uji CMT Beberapa Sapi Perah Di Taman Ternak Pendidikan FKH
UNAIR (Dokumentasi Pribadi, 2021)

13
Hasil Uji California Mastitis Test (CMT) yang dilakukan terhadap sapi perah di Taman
Ternak Pendidikan FKH UNAIR adalah sebagai berikut :

Tabel : Hasil Pemeriksaan dengan Uji CMT pada sapi perah

Putting Depan Putting Belakang


Kode Sapi
Kanan Kiri Kanan Kiri
A1 +
A2 ++
A3 Masa Kering
A4 Bunting
K1 + - - -
K2 - - +++ -
K3 - - - -
K4 ++ - - -

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejadian mastitis pada sapi perah di
Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR antara lain seperti : kurangnya kebersihan atau
sanitasi pada lingkungan kandang maupun selama proses pemerahan berlangsung.
Penggunaan desinfektan setelah proses pemerahan penting, namun dilapangan hanya
menggunakan air biasa. Peralatan pemerahan yang digunakan tidak dibersihkan dengan
benar serta tidak tuntasnya proses pemerahan sehingga menyisakan sisa-sisa susu yang
dapat menjadi sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan mastitis pada sapi
perah.

2.2 Sapi Potong


Sapi potong yang dipelihara di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR terdapat 7
ekor dengan jenis Simental, Limousin dan Peranakan Ongole (PO). Dua diantaranya
masih berumur kurang dari 7 bulan (belum dikeluh). Berat badan sapi potong dewasanya
sekitar 700-800 kg. Pemeliharan sapi potong berfokus pada kesehatan yang terjaga,
pertumbuhan yang baik diikuti dengan berat badan yang meningkat. Sehingga tujuan
diternakkannya sapi potong ini untuk diambil hasil berupa dagingnya. Faktor yang
menentukan keberhasilan pemeliharaan ternak sapi antara lain; pemberian pakan yang

14
sesuai kebutuhan dan bergizi, tersedianya ternak bibit yang berkualitas, dan pengendalian
penyakit (Mulyono, 2007).

2.2.1 Manajemen Kandang


Kandang yang diaplikasikan pada sapi potong di Taman Ternak Pendidikan FKH
UNAIR adalah kandang tunggal yang memiliki ciri model kandang dibuat pada satu
baris memanjang. Terdapat satu saluran pembuangan kotoran di sisi belakang sapi. Lantai
kandang sapi potong diberikan karpet untuk meminimalisir sapi terpeleset dan cidera
akibat kotoran maupun air kencingnya sendiri. Tempat makan dan minum sapi dibuat
terpisah pada setiap ekor sapi potong. Kandang tunggal ini dinilai tidak efisien untuk
tenaga kerja lapangan untuk memberi makan, membersihkan kotoran sapi lebih lama dan
cukup menghabiskan lahan paternakan.

Gambar : Kandang Sapi Potong di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR (Dokumentasi
Pribadi, 2021)
Manajemen kandang diawali dengan kebersihan kandang. Pembersihan kandang
pada sapi potong dilakukan setiap hari serta dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum
dilakukan pemberian pakan. Kandang dibersihkan dengan menghilangkan kotoran
menggunakan sekop kemudian dibuang langsung ke saluran pembuangan dibelakangnya
dan disemprot/disiram dengan air mengalir. Karpet juga dibersihkan tiap selanya hingga
bersih. Kotoran sapi merupakan salah satu hal paling berpengaruh pada perkembangan
bakteri dan parasit yang menyebabkan penyakit pada sapi, maka dari itu kebersihan
kandang sangat penting pada manajemen sapi potong.

15
Pada pagi hari sapi juga dimandikan dengan digosok menggunakan sikat, hal ini
dilakukan agar menghindari terbentuknya kerak pada permukaan maupun di bawah
lipatan kulit. Sapi yang kulitnya bersih akan terhindar dari berbagai macam penyakit.
Memandikan sapi dengan menggosok juga akan memperlancar peredaran darah diikuti
dengan nafsu makan yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugeng (2002)
bahwa kandang harus dibersihkan setiap hari dan sapi harus dimandikan setiap hari atau
minimal satu minggu sekali.

2.2.2 Manajemen Pakan


Pakan yang berkualitas dan optimal merupakan salah satu tujuan untuk
memperoleh hasil ternak yang baik, khususnya sapi potong. Manajemen pakan pemberian
pakan meliputi penyediaan bahan pakan, penyimpanan bahan pakan, kualitas bahan
pakan, jumlah frekuensi pemberian, kebutuhan nutrisi, dan pemberian air minum
(Wardoyo dan Risdianto, 2011). Air minum setiap harinya diganti dan sisa-sisa makanan
sapi dibuang lalu diganti dengan yang baru untuk meminimalisir kontaminasi penyebab
penyakit seperti bakteri dan parasit.
Jenis pakan yang dibutuhkan pada ternak ruminansia termasuk sapi potong harus
mampu menjaga rumen agar kondisinya tetap stabil. Bahan pakan yang dipilih harus
mudah diperoleh di daerah sekitar agar tidak menimbulkan kerugian pada masalah
ongkos kirim. Bahan pakan yang diganti harus memiliki kandungan zat-zat makanannya
hampir sama. Bahan pakan tidak mengandung racun, tidak menampakkan perbedaan
warna, bau, rasa dari keadaan normalnya dan tidak dipalsukan (Santosa, 2005).
Pakan yang diberikan untuk sapi potong di Taman Ternak Pendidikan FKH
UNAIR adalah konsentrat sebanyak 1-2% dari berat badannya. Konsentrat tersebut
berasal dari PT JAB Feed Tbk. yang mengandung protein kasar min 16%, Lemak kasar
min 4%, Kalsium 0.8-1.0%, posfor 0.6-0.8%, TDN min 70%, pollar, kopra, dan DGS
(JAB Feed Sapot, 2019). Pemberian konsentrat diberikan 2 jam sebelum pemberian
hijauan, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik
pakan sebanyak 1-2% dari berat badan tubuh sapi. Peningkatan kecernaan berefek baik
bagi fisiologis tubuh sapi (Siregar, 2003).

16
Gambar : Pakan konsentrat sapi potong PT. JAB Feed Tbk.

Setelah 2 jam pemberian konsentrat, sapi diberikan rumput gajah. Rumput gajah
memiliki kandungan nutrisi yang terdiri atas bahan kering 19,9%; protein kasar 10,2%;
lemak kasar 1,6%; serat kasar 34,2%; abu 11,7% (Rukmana, 2005). Pakan hijauan
diberikan 10% dari total berat badan sapi potong, namun hal ini tidak bisa menjadi
patokan pemberian di lapangan. Sapi dan ternak ruminansia lain pada dasarnya
berhubungan dengan palatabilitas, kesesuaian kebutuhan dan frekuensi pemberian pakan.
Sehingga pemberian hijauan pada sapi potong di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR
diberikan sebanyak 2 ikat atau setara dengan 10-15 kg rumput gajah.

Gambar : Proses Pemberian Pakan Hijauan Rumput Gajah (Dokumentasi Pribadi, 2021)

17
2.3 Kambing dan Domba
2.3.1 Manajemen Perkandangan
Kandang kambing dan Domba adalah tempat dimana ternak kambing dan domba
dapat leluasa bergerak dan berbaring. Kandang ternak kambing dan domba ada dua
model, yaitu model lantai (lemprak) dan model panggung (Rianto, 2008). Sistem
perkandangan untuk kambing dan domba di Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga menggunakan sistem kandang panggung.
Kandang tipe panggung merupakan kandang yang konstruksi lantainya dibuat dengan
sistem panggung. Tipe kandang ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung
kotoran yang terkumpul di bawah lantai. Kandang panggung mempunyai tinggi kurang
lebih 15 meter diatas permukaan tanah. Berbagai macam kriteria kandang kambing dan
domba yang ideal antara lain yaitu lokasi kandang setidaknya berjarak 5 meter dari rumah
dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi yang sehat, jarak kandang dan tempat pakan
tidak terlalu jauh (jarak ideal kandang dan sumber pakan yaitu 0,5 – 1,5 km), kadang
kambing dan domba harus menghadap ke arah yang tepat supaya sinar matahari mudah
masuk, dan yang terakhir kandang harus terlindung dari terpaan angin secara langsung
(Zuroida, 2018).
Konstruksi kandang kambing domba meliputi atap, dinding, lantai, kerangka,
ruang kandang, dan tempat pakan, kolong, dan tempat penampung kotoran (Rianto, 2008).
1. Atap
Atap kandang berguna untuk menghindarkan ternak dari air hujan dan terik matahari
serta menjaga kehangatan pada malam hari. Atap kandang kambing domba di
teaching farm terbuat dari bahan galvalum. Atap kandang hendaknya dibuat miring
sekitar 30 derajat, agar air hujan dapat lancar mengalir. Ketinggian atap hendaknya
tidak terlalu rendah agar kandang tidak terasa panas.
2. Dinding
Dinding kandang berguna untuk membentengi ternak agar tidak lepas, menahan
angin, dan menahan suhu udara agar tetap nyaman.

18
3. Lantai
Lantai kandang panggung dapat dibuat dari bilah bambu atau kayu. Lebar bilah
sekitar 3 cm dan jarak antar bilah sekitar 1,5 cm. Jarak antar bilah tidak boleh terlalu
rapat agar kotoran dapat jatuh ke kolong.
4. Kerangka
Kerangka kandang dapat dibuat dari bambu atau kayu. Kerangka kandang harus
dibuat dengan bahan bahan yang mempunyai kekuatan dan ketahanan yang lama
5. Ruang Kandang
Ruang kandang adalah tempat dimana ternak dapat leluasa bergerak dan berbaring.
Luas kandang yang diperlukan oleh seekor kambing atau domba jantan adalah 1,20 x
1,40 m2, betina 1,00 x 1,50 m2. Jika ruang kandang dibuat memanjang dan tidak
disekat sekat, maka luas rantai per ekor dapat dikurang.
6. Kolong
Kolong kandang hendaknya digali sedalam kurang lebih 20 cm pada bagian
pinggirnya dan pada bagian tengah dibuat miring ke arah salah satu sisinya. Degan
demikian, bila hujan, kotoran akan mengalir ke luar kolong melalui saluran dan
tertampung di bak penampung.
7. Tempat Penampung Kotoran
Tempat penampug kotoran hendaknya dibuat paling tidak berjarak 10 m dari kandang
agar tidak mengganggu kesehatan ternak. Apabila memungkinkan, diatas tempat
penampung kotoran tersebut dibuatkan atap agar kotoran yang tertampung tidak
terkena hujan

19
Gambar : Kandang kambing dan Domba di Teaching Farm FKH Unair (Dokumentasi Pribadi,
2021)

20
2.3.2 Manajemen Pakan
Dalam budidaya ternak kambing dan domba, pakan merupakan salah satu
komponen input yang sangat menentukan keberhasilan usaha secara finansial. Pemberian
pakan kambing dan domba di Teaching Farm FKH Unair dilakukan dua kali sehari,
yaitu pada pagi hari sekitar pukul 07.00 dan pada sore hari sekitar pukul 16.00. Pada
pagi hari, kambing dan domba diberi pakan berupa hijauan yaitu rumput gajah. Pada
pagi hari membutuhkan kurang lebih 90 kg untuk keseluruhan satu kandang yaitu 28
ekor. Pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak yaitu 3–4% bahan
kering dari bobot hidup. Sedangkan pada sore hari, ternak diberi pakan berupa campuran
dari kangkung kering dan ampas tahu. Total ampas tahu dan kangkung kering masing
masing yaitu 0,5 kg untuk tiap ekor. Total secara keseluruhan untuk 28 ekor
membutuhkan kurang lebih 14-15 kg kangkung kering dan 14-15 kg ampas tahu.

A B c

Gambar : (A) Hijauan Rumput Gajah (B) Kangkung Kering (C) Ampas Tahu
(Dokumentasi Pribadi, 2021)
2.3.3 Manajemen Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan yang dilakukan di Teaching Farm FKH Unair yaitu
dengan menjaga kebersihan ternak serta kebersihan area perkandangan beserta
lingkungan di sekitarnya. Kebersihan ternak dilakukan dengan cara memandikan
kambing dan domba secara rutin yaitu dua minggu sekali, kemudian dilakukan
pemotongan kuku. Pemotongan kuku umumnya dilakukan pada ternak setiap enam bulan
sekali. Tetapi untuk waktu pemotongan kuku yang dilakukan pada Teaching Farm FKH
Unair tidak terjadwal. Pemotongan kuku pada kambing dan domba yang ada di Teaching
Farm dilakukan ketika dirasa kuku sudah mulai panjang dan mengganggu aktivitas
kambing atau domba. Selanjutnya melakukan pencukuran bulu domba. Tidak ada waktu

21
khusus untuk melakukan pencukuran bulu. Ketika bulu domba dirasa sudah mengganggu
aktfitas dan kesehatan kambing dan domba harus segera dilakukan pencukuran.
Untuk kebersihan kandang dimulai dengan menguras tempat minum
saat pagi dan sore, membersihkan sisa pakan pada palung saat pagi dan sore,
membersihkan kotoran pada lantai kandang dengan menyapu dan menyemprot
lantai kandang agar kotoran jatuh ke bawah kandang. Dan tidak lupa untuk
membersihkan kotoran di bawah kandang secara berkala supaya tidak menumpuk.
2.3.4 Kasus Penyakit di Teaching Farm
Terdapat Kasus penyakit yang terjadi pada indukan kambing kacang di Teaching
Farm yang diduga merupakan penyakit Hipokalsemia. Hasil Anamnesa dari kelompok
kami kepada salah satu pegawai Teaching Farm FKH Unair yaitu kambing tersebut
dalam kondisi sehabis melahirkan, kondisi tubuh lemas, dan mengalami diare. Indukan
kambing tersebut sudah berumur tua, nafsu makan dan minum turun, kambing susah
berdiri bahkan tidak kuat untuk berdiri lama (kaki tremor). Setelah itu, kelompok kami
melakukan pemeriksaan fisik untuk memperkuat diagnosa. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan yaitu auskultasi. Saat dilakukan auskultasi, terdengar nafas lebih cepat, tetapi
detak jantung masih normal (96 kali/menit) (normal 80-130 kali/menit), pemeriksaan
mukosa mata yaitu normal, pemeriksaan mukosa mulut yaitu normal, mata berair, dan
turgor kulit lebih dari 3 detik. Selain itu, kelompok kami juga melakukan pemeriksaan
temperature selama 3 hari berturut turut dengan hasil rata rata masih normal.
Menurut salah satu pegawai di Teaching Farm, sudah dilakukan pemberian terapi
untuk kasus ini yaitu pada hari Senin, 5 April telah diberikan injeksi obat antidiare
“Colibac” dan obat antianalgesik , antipiuretik, antispasmolitik yaitu “Sulfidon”.
Sedangkan pada hari Selasa, 6 April telah diberikan injeksi obat antianalgesik,
antipiuretik, antispasmolitik yaitu “Sulfidon”, dan juga injeksi vitamin B Complex.
Kelompok kami menetapkan diagnosis penyakit tersebut yaitu “Hipokalsemia”
atau kekurangan kalsium. Diagnosa ini diperkuat dengan anamnesa anamnesa dan
pemeriksaan gejala klinis. Dari anamnesa dapat diperoleh informasi bahwa kambing ini
tidak pernah diberi campuran kalsium saat diberi pakan, dan dari gejala klinis yang
terjadi yaitu tremor pada kaki dan mudah ambruk sangat memperkuat diagnose kami
bahwa kambing tersebut menderita hipokalsemia.

22
Hingga Hari Rabu, 7 April kondisi kambing masih belum membaik. Dan
kelompok kami menyarankan kepada pihak pegawai untuk memberikan terapi yang lebih
intensif berupa ifus atau terapi cairan, injeksi Calsium, pemberian ATP, dan pemberian
vitamin.

Gambar : Kasus indukan kambing menderita Hipokalsemia di Teaching Farm


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

2.4 Sapi Pejantan


Sapi pejantan unggul yang dipelihara di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR
adalah jenis sapi Simental dan Limousin. Sapi Simental merupakan salah satu bangsa sapi
potong yang mempunyai pertumbuhan cepat. Sapi jenis ini merupakan sapi dwiguna,
yaitu sapi yang menghasilkan susu dan daging (Pratiwi dkk., 2014). Sapi Limousin
termasuk ternak potong berkualitas baik, bentuk tubuhnya panjang, dan tingkat
pertumbuhannya tinggi (Pane,1993). Sapi pejantan (bull) merupakan sapi jantan dengan
sifat genetik unggul dan memiliki sertifikat yang dipelihara guna diambil semennya untuk
diproses menjadi semen beku. Terdapat tiga sapi jenis Simmental bernama Guard,
Gustilang dan Novelin serta tiga sapi jenis Limousin bernama Gumilang, Devon dan
Tetuko.

23
Gambar : Salah Satu Sapi Jantang Unggul (Bull) yang dimiliki Taman Ternak
Pendidikan FKH UNAIR (Dokumen Pribadi, 2021)
2.4.1 Manajemen Kandang
Salah satu faktor yang dapat memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman,
sesuai dengan kebutuhan hidup ternak ialah kandang (Lagu dkk., 2020). Bangunan
kandang berfungsi melindungi ternak dari gangguan luar yang menyebabkan kerugian
pada ternak. Material dan penempatan kandang juga mempengaruhi kesehatan sapi dari
penyebab penyakit maupun gangguan lainnya. Kandang perlu diperhatikan untuk
memperbaiki mutu genetik ternak, menghindari penyebaran penyakit kelamin dan
meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan unggul (Hafez, 2000).

Model kandang yang diterapkan untuk sapi pejantan (bull) di Taman Ternak
Pendidikan FKH UNAIR adalah kandang jenis head to head. Jenis kandang ini
diperuntukan untuk mengontrol pakan dan status kesehatan yang dapat dilihat dari kepala
sapi (Pradikta, 2016). Ciri yang dapat dilihat oleh peternak untuk menandakan sapi sehat
yaitu kepala tegak dan sigap, mata yang bening, hidung yang basah dan tidak
mengeluarkan air liur berlebihan, tidak menampakkan masalah dalam bergerak, bernafas
normal, kejang melengkungkan punggung (Swacita, 2017). Kandang tipe ini juga cocok
untuk memudahkan mengamati nafsu makan sapi dalam masa penggemukan (fattening)
pada sapi potong jantan dan sapi betina yang sudah tidak produktif..

24
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kandang
untuk sapi pejantan, diantaranya memenuhi persyaratan sanitasi dan ventilasi yang baik,
efisien dalam pengelolaannya, melindungi ternak dari pengaruh iklim dan cuaca, aman
dari kriminalitas serta tidak mengganggu lingkungan sekitar.

1. Lokasi kandang
Menurut Rasyid dan Hartati (2007) faktor penting yang harus diperhatikan dalam
pemilihan lokasi kandang adalah sumber air terutama untuk minum, memandikan sapi
dan membersihkan kandang setiap hari; dekat dengan sumber pakan, area yang ada dapat
diperluas; kemudahan akses transportasi yang fleksibel dan mumpuni untuk keperluan
pengadaan pakan dan pemasaran. Selain itu letak bangunan kandang hendaknya lebih
tinggi dari sekelilingnya agar mencegah adanya genangan air dan memudahkan dalam
pembuangan kotoran. Kandang seyogyanya tidak dekat dengan bangunan umum dan
berjarak minimal 10 meter dari pemukiman. Kandang juga tidak boleh mengganggu
kesehatan lingkungan dan air limbah harus disalurkan dengan baik. Lokasi kandang sapi
pejantan (bull) di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR berada dekat dengan sumber
air yang ketersediaannya tidak terbatas, dekat dengan ladang rumput gajah atau hijauan
yang merupakan sumber pakan, area yang cukup luas, akses untuk transportasi yang
mudah serta tidak dekat dengan masyarakat. Sinar matahari dibutuhkan oleh sapi pejantan
(bull), sehingga bangunan kandang yang baik seharusnya membujur dari arah timur ke
barat dan tidak dikelilingi oleh bangunan atau pohon tinggi. Bangunan kandang juga
tidak boleh terlalu banyak kontak langsung dengan pergantian angin (Sandi dan Purnama,
2012). Bangunan kandang sapi pejantan (bull) yang berlokasi di Taman Ternak
Pendidikan FKH UNAIR membujur dari timur ke barat akan tetapi sinar matahari masih
banyak tertutup oleh bangunan dan pohon besar di sekitarnya, sehingga sapi pejantan
tidak cukup mendapatkan sinar matahari tiap harinya. Lokasi kandang juga dekat dengan
area persawahan sehingga sirkulasi angin cukup tinggi di area tersebut.
2. Bangunan kandang
a. Kandang sapi pejantan di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR berupa
kandang individu yang dibuat dengan tipe head to head. Kandang tipe ini dicirikan
dengan kandang terdiri dari dua baris kandang individu yang saling berhadapan.
Kelebihan kandang dengan tipe ini adalah menghemat lokasi karena sapi diletakkan

25
saling berhadapan bukan memanjang. Kandang semacam ini cocok digunakan untuk
pemeliharaan sapi potong, sapi pejantan maupun sapi betina yang sudah tidak produktif
(fattening). Hal ini dikarenakan kandang head to head memudahkan pekerja dalam
memberikan pakan, waktu bekerja menjadi lebih efisien, mudah mengecek kondisi sapi
dari bagian kepala, mengontrol pakan dan efisiensi waktu pemeliharan.
b. Atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara yang baik di dalam
kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang memberikan kenyamanan ternak
(Rasyid dan Hartati, 2007). Atap kandang menggunakan bahan galvalum memiliki
kelebihan yaitu dapat menahan panas sehingga mencegah stres pada sapi. Kelebihan
penggunaan bahan galvanum adalah kepadatan ringan dan jarak dengan lantai yang jauh
menyebabkan koefisien konduksinya kecil dan panas yang disebarkan ke dalam kandang
akan menjadi lebih rendah (Wathes, 1981). Tipe atap yang digunakan adalah gable yaitu
model atap dengan dua bidang sama besar dengan kemiringan 30o. Tipe atap gable
memiliki kelebihan yaitu sirkulasi udara dikandang berjalan baik dan ternak lebih
nyaman (Mulyadi dan Marsandi, 2007).
c. Ventilasi kandang yang diterapkan] di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR
menggunakan tipe terbuka sehingga sirkulasi udara lancar, namun tipe ini mempunyai
kekurangan ketika hujan deras percikan air hujan tidak dapat ditangkal dan langsung
mengenai sapi.
d. Lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah
dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya. Lantai kandang dapat
berupa tanah yang dipan, beton atau pasir cemen (PC) dan kayu yang kedap air. Lantai
kandang harus selalu terjaga drainasenya, sehingga lantai kandang dibuat miring ke
belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap
kering. Kemiringan kandang berkisar antara 2 – 5 % artinya setiap panjang lantai 1 meter
maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2-5 cm (Rasyid dan Hartati,
2007). Kandang di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR menggunakan beton cemen
yang kokoh, tidak mudah keropos, tahan lama dan tidak memerlukan banyak biaya.
Kelemahan bahan beton cemen yaitu lama kelamaan akan menjadi licin, sehingga
ditambahkan alas karpet dengan bahan karet untuk memperkecil gesekan kaki Bull
dengan lantai sehingga tidak mudah terpeleset.

26
e. Tempat pakan dan minum sapi harus selalu bersih dan sebisa mungkin tanpa
adanya celah agar sapi memakan pakan yang diberikan hingga habis. Permukaan tempat
makan dan minum yang halus juga akan mempermudah proses pembersihannya agar
tidak menjadi sumber kontaminasi mikroba (Makin, 2011). Tempat pakan dan minum di
Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR memakai bahan beton semen sehingga
permukaannya rata, tempat pakan dan minum terletak bersebelahan untuk memudahkan
bull makan dan minum. Pembersihan tempat pakan dan minum dilakukan sebelum
pemberian pakan baru agar tempat tetap bersih dan palatabilitas bull tidak menurun.

Gambar : Kandang Sapi Pejantan di Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR model
head to head. Sumber : Dokumen Pribadi (2021)
2.4.2 Manajemen Pakan
Manajemen pemberian pakan yang diterapkan di Taman Ternak Pendidikan FKH
UNAIR pada pemeliharaan sapi pejantan unggul (bull) yaitu dengan pemberian hijauan
sebanyak 16 kg di pagi dan sore hari. Pemberian konsentrat sebnyak 8 kg di pagi dan sore
hari. Sapi diberi kecambah sebanyak 4 kg pada pagi dan sore hari. Kecambah tersebut
terdiri dari kulit kacang hijau dan tauge. Penambahan mineral sebanyak 4 sendok makan
dicampurkan pada konsentrat dan kecambah.
Hijauan yang diberikan adalah rumput gajah sebanyak 10-15 kg setelah
pemberian konsentrat, kecambah dan mineral habis. Hijauan yang tumbuh di daerah
tropis seperti Indonesia relatif cepat tumbuh tetapi kandungan gizinya relatif rendah
sehingga sapi pejantan yang hanya diberi pakan berupa hijauan saja tanpa adanya
penambahan pakan lain berupa konsentrat tidak mungkin memiliki performa reproduksi

27
yang tinggi. Pemberian konsentrat sebelum hijauan berfungsi dalam menyediakan protein
yang tedapat pada konsentrat untuk kehidupan dan pertumbuhan bakteri pada rumen agar
daya cernanya meningkat (Koddang, 2008). Daya cerna yang meningkat merupakan
faktor yang mempengaruhi kenaikan berat bobot sapi. Menurut Nugraha dkk. (2019)
terdapat hubungan yang erat antara berat badan dan kualitas semen dimana semakin berat
bobot sapi maka kualitas semen semakin bagus. Penggunaan konsentrat dapat
meningkatkan daya cerna bahan kering ransum, pertambahan bobot badan serta efisien
dalam penggunaan ransum.
Pemberian tambahan konsentrat diberikan untuk memenuhi kebutuhan protein,
sedangkan pemberian tauge dan kulit kacang hijau bertujuan meningkatkan kesuburan
dan meningkatkan produksi sperma. Kecambah kacang hijau merupakan sumber asam
amino esensial yang sangat potensial dan mengandung vitamin C dan vitamin E yang
merupakan antioksidan yang dapat mencegah radikal bebas pada sel spermatozoa dan
menjaga integritas membran (Yatusholikhah, dkk., 2016). Vitamin E berfungsi sebagai
antioksidan pemutus rantai yang menangkap radikal bebas di membran sel dan
lipoprotein plasma dengan bereaksi dengan radikal peroksida lipid yang dibentuk oleh
peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda (Murray, et al., 2006). Penambahan mineral
dalam pakan juga dapat meningkatkan kualitas semen seperti kandungan mikro Zink (Zn)
yang berfungsi di dalam sel sama seperti gonad, yaitu berfungsi aktif dalam pertumbuan
dan pembelahan sel (Pradhan, 2008).

28
Gambar : Pakan Hijauan Rumput Gajah (kiri atas), Kecambah (kanan ata danKonsentrat
(bawah) (Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar : Pemberian Campuran Konsentrat dan Kecambah (Dokumentasi pribadi, 2021)


2.4.3 Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi pejantan unggul (bull) diawali dengan membersihkan kandang
dari kotoranya. Kemudian memandikan dan menggosokkan tubuh sapi. Memandikan sapi
bertujuan untuk membersihkan tubuh dari kotoran yang menempel ditubuhnya,
menghilangkan kerak bekas kotoran, sekaligus mengusir vektor pembawa parasit seperti
lalat. Menggosokkan tubuh sapi pejantan dengan sikat mulai dari bagian cranial lalu ke
caudal dan dari dorsal ke ventral, hal ini dilakukan agar memperlancar aliran darah sapi
29
dan membuat sapi menjadi nyaman dan tenang. Pemotongan kuku pada sapi pejantan
merupakan saah satu upaya meminimalisir cidera dan luka saat sapi menaiki pemancik
saat proses pengambilan semen. Sapi pejantan perlu melakukan latihan dengan berjalan
disekitar lapangan Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR untuk memperkuat otot-otot
sapi serta melancarkan aliran darah yang mempengaruhi kualitas dan produksi semen.
Pemeliharaan yang baik pula dilakukan pengecekan suhu tubuh, pemberian obat
cacing 2 bulan sekali, pemberian vitamin untuk menjaga kesehatan sapi pejantan,
meningkatkan daya tahan tubuh, dan terhindar dari macam penyakit yang dapat
menyerang. Sebelum dilakukan pengambilan semen, dilakukan pemotongan bulu
preputium untuk mencegah kontaminasi dan menghindari terjadinya luka di daerah penis
akibat tergeseknya bulu. Selain dilakukan hal tersebut, dilakukan penjemuran setiap pagi
hari dan exercise secara rutin untuk tujuan agar menjaga berat badan sapi agar tidak
berlebihan.

Gambar : Melakuakan Penjemuran dan Exercise secara Rutin (Dokumentasi Pribadi,


2021)

30
2.5 Pemeriksaan Kebuntingan (PKB), Koleksi Semen dan Inseminasi Buatan (IB)
2.5.1 Pemeriksaan Kebuntingan (PKB)
Keberhasilan usaha peternakan sangat bergantung salah satunya pada
diagnosis kebuntingan. Peternak sangat mengharapkan hasil diagnosis kebuntingan pada
ternak secepatnya segera setelah hewan tersebut dikawinkan. Setelah hewan dikawinkan
maka peternak ingin mengetahui apakah hewan ternaknya bunting, dan jika tidak bunting
maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah terjadi infertilitas atau gangguan reproduksi
lainnya. Tujuan pemeliharaan ternak betina adalah diharapkan setidaknya ternak betina
tersebut dapat melahirkan seekor anak setiap tahunnya.
Terdapat beberapa metode pemeriksaan dan diagnosa kebuntingan pada ternak.
Pemilihan metode dapat disesuaikan dengan spesies hewan, umur kebuntingan, biaya,
ketepatan dan kecepatan diagnosa. Diagnosa kebuntingan pada ternak besar seperti sapi
dilakukan dengan cara palpasi rektal. Palpasi rektal dilakukan terhadap uterus, ovarium,
dan pembuluh darah uterus adalah cara diagnosa kebuntingan yang paling praktis dan
akurat pada sapi (Idfar, 2017).
Menurut Jainudeen dan Hafez (2000) secara umum diagnosa kebuntingan dini
diperlukan untuk :

1. Mengetahui dengan segara apabila ternak tidak bunting setelah dikawinkan, baik
melalui inseminasi buatan maupun kawin alam. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir waktu produksi yang hilang akibat infertilitas dengan tepat.
2. Sebagai pertimbangan apabila ternak tersebut harus dijual atau culling.
3. Untuk menekan biaya pada program breeding dengan hormon yang mahal.
4. Membantu manajemen ternak yang ekonomis.
Diagnosis kebuntingan pada ternak meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan
hormonal, penggunaan alat-alat khusus, pemeriksaan epitel vagina dan palpasi rektal.
Pemeriksaan eksternal meliputi : tidak timbulnya kembali birahi, pemeriksaan eksternal
pada abdominal yang membesar, pengamatan pada kelenjar mammae, perabaan
ligamentum sacroischiadica dan sacro iliaca yang mengendor dan mengamati
kebengkakan vulva. Pemeriksaan internal atau melalui palpasi rektal dapat merasakan
adanya asimetris koruna uteri, fluktuasi korua uteri, kantong dan cairan amnion, fremitus
dan pergerakan fetus. Salah satu met ode diagnosa kebuntingan yang cepat dan ekonomis

31
pada ternak besar seperti sapi dan kerbau adalah dengan palpasi rektal (Mustofa dkk.,
2019).

Adapun tahapan palpasi rektal diantaranya :

1. Tangan petugas yang akan digunakan melakukan PKB tidak boleh memakai
aksesoris berupa cincin, gelang dan sebagainya. Kuku dipotong pendek dan tidak
melebihi batas persatuannya.
2. Sapi yang akan diperiksa harus difiksasi pada kendang jepit untuk mencegah bahaya
terhadap petugas PKB.
3. Menggunakan pelindung berupa Rectal glove untuk melindungi tangan petugas PKB
dan mukosa rectum sapi dari kontaminasi. Berikan pelumas pada rectal glove
menggunakan vaseline albus, minyak goreng yang telah diberi antibiotik dan vitamin
K atau air sabun yang tidak mengiritasi.
4. Tangan dimasukkan ke rektum dalam bentuk kerucut dan diteruskan sampai
melampaui organ atau struktur yang akan dipalpasi.
5. Sesudah tangan masuk, kembalikan sebagian rektum ke belakang sebagai lipatan
pada tangan dan menyebabkan peningkatan relaksasi.
6. Bersihkan dan keluarkan feses yang ada pada rectum agar tidak menganggu selama
palpasi rektal.
7. Sebisa mungkin lakukan palpasi rektal secara cepat agar tidak menyakiti sapi.
8. Biasanya serviks atau uterus teraba ditepi pelvis pada sapi tua. Serviks yang keras
dan ketat terletak di lantai pelvis atau kranialnya. Corpus uteri, cornua uteri dan
ligamentum intercornualis pada biforcatio uteri dapat dipalpasi pada hewan yang
tidak bunting atau pada kebuntingan muda. ovarium dapat teraba dilateral dan agak
kranial dari serviks (Idfar, 2017).

32
Gambar : Ilustrasi Pelaksaan Palpasi rektal
Tabel : Perubahan yang terjadi beberapa organ selama periode kebuntingan

33
Gambar : Proses Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) dengan Teknik Palpasi Rektal pada Sapi
Peranakan Ongole (PO) (Dokumentasi Pribadi, 2021)
2.5.2 Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknik mengawinkan ternak dengan
memberikan semen ke dalam saluran reproduksi betina (Toelihere, 2001). Inseminasi
buatan adalah suatu cara perkawinan dimana semen pejantan diambil untuk disimpan
dalam kondisi tertentu diluar tubuh hewan kemudian dengan menggunakan suatu alat
semen dimasukan kedalam saluran kelamin betina agar terjadi kebuntingan (Aksi Agraris
Kanisius, 1986). Inseminasi buatan merupakan suatu cara yang baik untuk
meningkatkan populasi dan reproduksi ternak baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Toelihere, 2001).
Kegiatan inseminasi buatan dimulai dari penampangan semen yang menggunakan
vagina buatan atau elektroejakulator, penyimpanan semen, deteksi birahi dan inseminasi
(Blakely dan David, 1991). Hasil yang memuaskan dilakukannya IB perlu diketahui
waktu dimulainya birahi serta waktu optimum birahi (Djanah, 1985). Inseminasi buatan
(IB) memiliki manfaat dalam menghemat biaya, tenaga, seleksi, dan mengurangi
penularan penyakit serta meningkatkan efisiensi reproduksi (Tolihere, 2001).
Pelaksanaan IB menggunakan langkah-langkah sesuai SOP (Standard
Operational Prosedure) yang diharapkan keberhasilannya lebih besar. Alat yang
diperlukan untuk pelaksanaan IB terdiri dari gun IB, plastic sheet, gunting, pinset,
gelas/ember/wadah untuk thawing straw, kertas tisu/kain bersih/handuk kecil bersih,
rectal gloves, container lengkap dengan canister atau thermos untuk wadah straw. Bahan
yang diperlukan terdiri dari straw berisi semen beku yang akan digunakan dan diletakkan

34
di dalam container/thermos, air bersih hangat (37℃), N2 cair secukupnya, sabun, dan
alkohol.

Berikut adalah tahap pelaksanaan IB sesuai SOP:

1. Sebagai dokter hewan yang hendak melakukan IB, perlu melakukan anamnesa
terhadap peternak yang memiliki ternak/sapi yang akan di-IB. beberapa pertanyaan
perlu ditanyakan sebelum melakukan IB dan setelah melihat buku recording.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut contohnya seperti; kapan ternak terakhir melahirkan,
apakah ternak sudah pernah melahirkan, berapa umur ternak, sejak kapan tanda
birahi mulai muncul, kapan terakhir dilakukan IB, dll.
2. Pemeriksaan fisik terhadap ternak juga penting untuk mendapatkan info yang
berhubungan dengan kesehatan ternak. Pemeriksaan fisik yang biasa diperhatikan
sebelum dilakukan IB dapat melihat lendir estrus apakah normal atau tidak, dan
emastikan kondisi ternak terbebas dari gangguan reproduksi yang memungkinkan
gagalnya IB.
3. Dokter hewan dapat mendiagnosa dan mengambil keputusan apakah ternak tersebut
siap untuk di-IB atau tidak. Apakah perlu diberikan terapi apabila terdapat gangguan
pada kondisi ternak. Apabila ternak dinyatakan sehat dan siap untuk di IB, maka
persiapan alat dan bahan untuk pelaksanaan IB dapat segera dilakukan.
4. Setelah dinyatakan siap untuk di IB, alat dan bahan untuk IB disiapkan dan sapi bisa
dimulai untuk IB.
5. Ember atau wadah yang berisi air hangat (37℃) disiapkan, kemudian container berisi
straw dibuka dengan cara ditarik.
6. Canister yang akan digunakan ditarik sesuai dengan nomornya. Pengangkatan
canister perlahan sampai setinggi 5-6 cm diatas leher container.
7. Straw diambil menggunakan pinset, kemudian dithawing kedalam ember/wadah
yang berisi air hangat 37oC selama 30 detik dengan cara digoyangkan 3-4 kali untuk
mengurangi efek N2 cair.
8. Canister dikembalikan ke dalam container dan tutup container.
9. Sembari menunggu 30 detik, ambil gun IB dan tarik piston pistolet sepanjang 15 cm.
Setelah 30 detik, ambil straw dan keringkan dengan kertas tisu bersih. Semen

35
tersebut dapat digunakan dalam waktu 20 menit dan tidak boleh dikembalikan lagi ke
container N2 cair.
10. Straw yang sudah kering dimasukkan ke dalam gun IB dengan posisi penutup dengan
kasa berada dibawah dan penutup dari lab balai berada di atas, tekan straw sampai
duduk pada tempatnya di dalam pistolet.
11. Gunting ujung straw atas kira-kira 1 cm.
12. Pasang plastic sheet pada gun IB dan dikunci, usahakan plastic sheet menyelubungi
ujung straw dengan sempurna agar tidak ada semen yang tumpah/tersisa di dalam
plastic sheet saat penyemprotan semen dilakukan.
13. Setelah menyiapkan gun IB, sebelum melakukan IB perlu membungkus tangan
sampai sepanjang lengan dengan rectal gloove.
14. Setelah itu melumaskan rectal gloove dengan sabun non antiseptik atau vaselin
15. Ternak yang akan di IB dihandling dengan baik oleh peternak ataupun menggunakan
kandang jepit.
16. Kemudian melakukan rektal dengan tangan yang sudah dipasangkan rectal gloove
dan diberi pelicin dan jari tangan masuk ke rektum membentuk seperti corong,
keluarkan kotoran sapi tapi usahakan tangan tidak sampai keluar sepenuhnya saat
mengeluarkan kotoran karena akan ada kemungkinan rektum ternak kontraksi dan
untuk memasukkan tangan kembali memakan waktu lagi.
17. Setelah pengeluaran kotoran dirasa cukup, dilakukan fiksasi ekor sapi.
18. Bibir vulva dibersihkan dari kotoran menggunakan tisu bersih.
19. Masukkan gun IB dengan kemiringan 45o melalui bibir vulva mengarah ke vagina.
20. Tangan yang berada di rektum membantu mengarahkan gun IB dan menarik saluran
vagina agar gun dapat melewati lipatan-lipatannya dan memasuki serviks.
21. Setelah melewati saluran vagina, tangan yang berada di rektum memegang pintu
masuk serviks agar gun tidak terjebak di forniks (lipatan antara vagina dan pintu
masuk serviks).
22. Setelah gun IB berhasil masuk ke serviks, gerakkan gun secara perlahan ke arah
anterior ternak sampai berada di posisi 3 (ruang antara cincin serviks 3 dan 4) atau 4
(di kornua uteri).

36
23. Setelah sampai di posisi 3 atau 4 maka stilet gun IB ditekan perlahan dan semen
ditumpahkan.
24. Gun IB dikeluarkan dari posisi terakhir dengan menariknya ke arah posterior secara
perlahan.
25. Setelah gun IB dikeluarkan, tangan yang berada di rektum dikeluarkan secara
perlahan, dan dilakukan masase pada klitoris untuk merangsang ovulasi pada betina.
26. Lepaskan kunci ring pada gun dan tarik plastic sheet dengan tangan yang masih
memakai rectal gloove, lalu buang straw, plastic sheet dan rectal gloove ke tempat
sampah. Bersihkan gun IB dengan disemprotkan alkohol atau disinfektan lalu
dikeringkan dengan tisu bersih dan disimpan kembali

Gambar : Praktik Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi

2.5.3 Teknik Penampungan/Pengambilan Semen Kambing

Kambing jantan yang dimiliki oleh Taman Ternak Pendidikan FKH UNAIR
dilakukan pengambilan semen. Proses koleksi semen ini dilakukan dengan menggunakan
metode vagina buatan. Sebelum dilakukan penampungan semen, perlu mempersiapkan
alat khusus yaitu vagina buatan yang terdiri dari karet pengikat, selongsong karet tebal,
selongsong karet tipis, lubang pentil yang digunakan untuk memasukkan air hangat dan
udara (untuk mengatur vagina buatan agar sesuai dengan suasana vagina), corong karet

37
tipis bercelah (untuk udara keluar), tabung 32 penampung berskala, dan tabung plastik
hitam pelindung sinar matahari).

Teknik vagina buatan merupakan teknik yang paling baik dan umum digunakan
dalam penampungan semen. Teknik ini menggunakan alat berupa vagina buatan yang
terbuat dari selongsong karet tebal dengan lubang pengisi air dibagian atasnya dan
terdapat penutup. Di bagian dalam terdapat karet yang tipis (inner liner) yang ujung-
ujungnya dilipatkan kembali keluar dari selongsong karet tebal dan diikatkan pada kedua
ujungnya menggunakan karet gelang. Pada bagian bawah vagina buatan terdapat tabung
berskala yang tembus pandang sebagai wadah penampung semen, yang memudahkan
membaca volume semen yang ditampung serta mengamati konsistensi dan warnanya.

Adapun langkah-langkah penampungan semen menggunakan vagina buatan dapat


dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pemacing (teaser) yang berupa kambing jantan maupun betina dihandling


sedemikian rupa hingga kambing tersebut sulit untuk bergerak supaya memudahkan
dalam proses pengkoleksian semen.
2. Bulu preputium pejantan yang akan diambil semennya dipotong pendek agar
meminimalisir adanya cemaran kotoran dan bakteri yang mungkin masuk saat semen
ditampung. Bulu preputium dipotong pendek tetapi tidak boleh sampai habis agar
perlindungan terhadap organ reproduksi masih bisa berfungsi.
3. Pejantan yang akan diambil semennya didekatkan pada pemancing untuk memancing
libido. Dilakukan 2-3 kali (false mounting) yang bertujuan untuk meningkatkan
libido dan diharapkan dapat memperoleh volume ejakulasi yang lebih banyak. Ketika
penis pejantan mulai keluar sesekali disiram dengan air bersih untuk membersihkan
kotoran yang mungkin masih menempel.
4. Vagina buatan diisi dengan air hangat (42ºC-45ºC) agar serupa dengan kondisi
fisiologis vagina kambing. Vagina buatan dipegang pada tangan kanan operator
membentuk sudut 45º miring keatas pada garis horizontal. Posisi operator berada
pada sebelah kanan belakang dari pemancing. Tangan kiri memegang pangkal penis
kemudian diarahkan ke dalam vagina buatan saat pejantan naik dan melakukan
gerakan ejakulasi.

38
5. Tabung berskala yang berisi semen dilepas dari rangkaian vagina buatan dan segera
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
Setelah dilakukan pengambilan semen dengan teknik vagina buatan, semen
dievaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi semen adalah untuk menentukan kelayakan
semen sebelum dilanjutkan ke proses pembuatan semen beku. Menurut Susilowati
dkk. (2010) evaluasi semen meliputi :

1. Volume semen
Volume semen yang diejakulasikan dipengaruhi oleh umur, kondisi tubuh hewan,
frekuensi pengambilan, jumlah cairan dalam tubuh dan musim. Nugraha dkk. (2019)
juga menjelaskan adanya keterkaitan jumlah volume ejakulasi semen dengan bobot
badan. Besar volume ejakulasi semen pada tiap spesies hewan berbedabeda, rata-rata
pada sapi adalah 4 ml (3-7 ml), kuda 100 ml (50-100 ml), kambing domba 1 ml (0,5-
2 ml), dan ayam 0,8 (0,2-1 ml) Pengukuran volume ejakulasi semen dapat
menggunakan tabung berskala.
2. Warna
Warna semen dapat diamati secara langsung setelah proses penampungan oleh sebab
itu wadah penampung semen hendaknya berupa tabung berskala yang bening/tembus
pandang. Semen sapi umumnya berwarna putih sedikit krem, semen domba putih
krem (lebih tua dari warna semen sapi), semen babi dan kuda menyerupai larutan
kanji (abu-abu encer), sedangkan semen ayam berwarna putih seperti susu. Adanya
perubahan warna pada semen yang ditampung dapat menunjukkan beberapa gejala,
misal : kemerahan berarti semen tercampur darah segar, kecokelatan berarti semen
tercampur darah yang telah mengalami dekomposisi, kehijauan berarti semen
tercampur bakteri pembusuk.
3. Bau
Pemeriksaan bau semen dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya cemaran dan
kondisi abnormal lainnya. Bau semen banyak dipengaruhi oleh bau cairan kelenjar
pelengkapnya. Bau semen kambing normalnya amis yang disertai bau mirip dengan
kambing. Semen yang berbau busuk dapat mencirikan adanya infeksi pada saluran
kelamin jantan, sementara adanya bau urine pada semen menandakan proses
penampungan semen yang terlalu cepat sebelum dilakukan pemanasan.

39
4. Konsistensi
Pemeriksaan konsistensi bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan semen yang
ditampung. Semakin kental atau pekat semen maka kandungan spermatozoa
didalamnya semakin banyak. Pemeriksaan dilakukan dengan memiringkan tabung
penampung dan ditegakkan kembali. Semen yang kental akan meninggalkan bekas
pada dinding tabung yang dimiringkan, sementara semen yang encer tidak.
5. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman semen dapat diketahui dengan menggunakan pH meter. Derajat
keasaman normal semen kambing berkisar 6,7-7,0. Kualitas semen yang baik
umumnya bersifat asam karena mengindikasikan sperma masih aktif bergerak dan
memproduksi asam laktat sebagai hasil respirasi anaerob, namun suasana asam yang
terlalu lama juga bersifat racun bagi spermatozoa. Semen yang memiliki derajat
keasaman tinggi atau bersifat basa umumnya mengandung spermatozoa yang mati.

Evaluasi kualitas semen dilakukan dengan beberapa uji antara lain uji
makroskopis, uji mikroskopis, dan uji konsentrasi sperma. Uji makrokopis terdiri dari
volume, warna, bau, konsistensi, dan pH. Volume standar semen pada kambing adalah
0,5-1,5 ml/ejakulat (Sekosi, dkk., 2016). Bau semen kambing adalah bau amis khas
sperma yang disertai bau dari hewan itu sendiri (Kusumawati, dkk., 2016). Warna semen
kambing normal adalah berwarna putih hingga krem (Sekosi, dkk,, 2016). Kekentalan
semen kambing yang normal adalah hampir sama atau sedikit lebih kental dari pada susu,
namun apabila dikatakan jelek apabila warna dan kekentalannya seperti air kelapa
(Zenichiro, dkk., 2002). Derajat keasaman (pH) semen kambing normal adalah 6,4-6,8
(Sekosi, dkk., 2016).
Pemeriksaan kualitas semen dilakukan uji mikroskopis meliputi motilitas massa
dan individu, mortalitas, dan morfologis spermatozoa yang diamati dibawah mikroskop.
Ciri utama spermatozoa yang berkualitas baik adalah mempunyai gerakan massa dan
motilitas dengan daya gerak yang progresif. Gerakan massa spermatozoa merupakan
cerminan dari motilitas atau gerakan individu spermatozoa. Gerakan massa menunjukkan
tingkat atau persentase sperma hidup dan aktif dalam semen. Sementara gerak individu
diamati dengan meneteskan 1 tetes semen diletakkan diatas object glass dan ditambah
satu tetes larutan NaCl fisiologis lalu ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati

40
dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Semakin aktif dan semakin banyak
spermatozoa bergerak ke depan, maka gerakan massa akan semakin baik (Mukhlis dkk.,
2017). Adapun motilitas massa normal pada semen kambing Ketika skor +++++ dengan
keterangan sangat padat, gelombang yang terbentuk sangat besar dan bergerak secara
cepat (Ax, et al., 2008). Motilitas individu semen kambing dikatakan baik ketika
menunjukkan angka ≥70% (Kusumawati dan Leondro, 2015). Viabilitas semen kambing
dikatakan baik ketika mengandung ≥50% (Kusumawati, dkk.., 2016). Abnormalitas
semen kambing dikatakan baik ketika menunjukkan hasil ≤20% (Sekosi, dkk., 2016).
Konsentrasi normal semen kambing adalah 2,5-5,0 juta sel/ml (Evans and Maxwell,
1987)

Berikut merupakan penilaian gerakan massa dan individu spermatozoa dapat di lihat di
bawah ini “

Tabel : Penilaian gerakan massa

Skor Ciri - Ciri Semen


Gerak Semen Membentuk Gelombang-Gelombang Yang Besar,
+++ Banyak Dan Cepat
Gerak Semen Membentuk Gelombang Yang Besar Sampai Sedang,
++ Tetapi Jarang.
+ Gerak Semen Membentuk Gelombang Kecil Dan Jumlahnya Sedikit.

Tabel : Penilaian gerakan massa

Kecepatan gerak spermatozoa Arah gerak spermatozoa

0 = tidak ada spermatozoa bergerak/sedikit Gerakan maju = P (progresif)

1 = gerakan spermatozoa pelan/lambat Gerakan berputar = O (oscillatory)

2 = gerakan spermatozoa sedang Gerakan bergetar = V (vibratoris)

3 = gerakan spermatozoa cepat Gerakan melingkar = C (circuler)

4 = gerakan spermatozoa sangat cepat Gerakan mundur = R (reverse)

Tidak ada gerakan = N (nekrospermia)

41
Tabel : Hasil Evaluasi Semen Kambing

Pengamatan Parameter Hasil Pengamatan


Volume (ml) 1
Bau Khas
Makroskopis Warna Putih
Konsistensi Kental
pH Tidak dianalisis
Motilitas (%) Tidak dianalisis
Motilitas massa Sangat bagus (+++)
Mikroskopis Viabilitas (%) Tidak analisis
Abnormalitas (%) Tidak dianalisis
Konsentrasi (106/ml) Tidak dianalisis

Gambar : Proses Pengambilan Semen pada Kambing dengan Vagina Buatan (Dokumentasi
Pribadi, 2021)

42
Gambar : Pemeriksaan Mikroskopis (Motilitas) Semen (Dokumentasi Pribadi, 2021)

43
DAFTAR PUSTAKA

Blakely D. dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan, 4th ed. Alih bahasa oleh Srigandono, B. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo. 207. Inseminasi Buatan Pada Kambing
dan Domba. Artikel Ilmial

Dwinugraha, K., D. D. Purwantini Dan T. Yuniastuti. 2018. Pengaruh Dry Period Dan Days
Open Terhadap Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH) Di BBPTU-HPT Baturraden.
J. Livestock Anim. Prod., 1(3): 52–57.

Eniza Saleh. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi
Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sumatera.
Hafez, E. S. E. 2000. Semen Evaluation In Reproduction In Farm Animal. 7 Th Edition
Lippincott Williams And Wilkins. Maryland. USA.

Hartutik. 2009. Strategi manajemen pemberian pakan dalam upaya peningkatan produktivitas
sapi perah rakyat. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Malang (Indonesia): Universitas
Brawijaya.
Jainudeen, M.R. and Hafez. E.S.E. 2000. Pregnancy Diagnosis, dalam Hafez, E.S.E and Hafez,
B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7ed.. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia.

Koddang, M. Y. A. 2008. Pengaruh Tingkat Pemberian Konsentrat Terhadap Daya Cerna Bahan
Kering Dan Protein Kasar Ransum Pada Sapi Bali Jantan Yang Mendapatkan Rumput
Raja (Pennisetum Purpurephoides) Ad-Libitum. Agroland: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian,
15(4).

Lagu, B. E., Pudjihastuti, E., Paputungan, U., & Adiani, S. 2020. Kualitas Semen Sapi Pejantan
Simmental Dan Limousin Yang Dipelihara Dalam Tipe Kandang Yang Berbeda Di
Balai Inseminasi Buatan Lembang. Zootec, 40(2), 439- 449.

Mulyono, H. 2007. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Peternakan Sapi


Potong. [Skripsi] Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Narjisse, H., M.A. El Honsali, J.D. Olsen. 1995. Effect of oak (Quercus ilex) tannins on
digestion and nitrogen balance in sheep and goats. Small Rumin. Res. 18:201-206.

Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia, Jakarta.Arbel, G., D. Chalid, & M. E.
Ensminger. 2001. Karakteritik Sapi Perah Fries Holland. Institut Pertanian Bobor Press.
Bogor.

44
Pradikta. T.S. 2016. Prevalensi Kejadian Mastitis Pada Sapi Perah Di Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian ( STPP ) Malang Selama Januari – Desember 2015 Dan Upaya
Pencegahannya. Program Studi Diploma 3 Kesehatan Ternak Fakultas Vokasi.
Universitas Airlangga. Surabaya.

Pratiwi, R. I., Suharyati, S., & Hartono, M. 2014. Analisis Kualitas Semen Beku Sapi Simmental
Menggunakan Pengencer Andromed® Dengan Variasi Waktu Pre Freezing. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(3).

Rasyid, A. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.

Rianto, E. 2004. Bahan Penyuluhan Kandang Kambing. Lembaga Pengabdian Kepada


Masyarakat. Universitas Diponegoro

Riyanto, J., Sunarto, B. S., Hertanto, M. C., Hidayah, R., dan W. Sejati. 2016. Produksi dan
Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat Pengobatan Antibiotik.
Sains Peternakan Vol 14(2) : 30-41.

Rukmana, R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setiawan, A.I. 2004. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Cetakan 8. Jakarta, Penebar Swadaya. 82
Halaman.

Setyaningsih W. Budiarti C, Suparyogi TH. 2013. Peran massage dan pakan terhadap produksi
dan kadar lemak susu kambing Peranakan Ettawah. Anim Agric. 2:329-335.
Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudono, A., F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Suherman, E.Kurniawan. 2017. Manajemen Pengelolaan Ternak Kambing di Desa Batu Mila
Sebagai Pendapatan Tambahan Petani Lahan Kering

Septian, A. D., M. Arifin dan E. Rianto. 2015. Pola Pertumbuhan Kambing Kacang
Jantan di Kabupaten Grobogan. J. Anim. Agriculture. 4 (1) : 1-6

Swacita, I. B. N. 2017. Modul 1 Technical Training on Meat Inspector (Keurmaster)


pemeriksaan Kesehatan Ternak Sebelum di Potong. Lab. Kesehatan Masyarakat
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

45
Tarmidi, A.R. 2002. Penggunaan Ampas tahu dan Pengaruhnya pada pakan Ruminansia.
Pustaka.unpad.ac.id. akses 30/07/2015
Wardoyo Dan A. Risdianto. 2011. Studi Manajemen Pembibitan Dan Pakan Sapi Peranakan
Ongole Di Loka Penelitian Sapi Potong Grati Pasuruan. Jurnal Ternak. 2(1): 1-7.

Wicaksono, A. dan Sudarwanto, M. 2016. Prevalensi Mastitis Subklinis dan Evaluasi


Mikorniologis Susu Peternakan Rakyat di Boyolali. Acta Veterinaria Indonesiana 4(2) :
51-56.

Zuroida, R., R.Azizah. 2018. Sanitasi Kandang dan Keluhan Kesehatan pada Peternak Sapi
Perah di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 10 No 4
: 434-440

46

Anda mungkin juga menyukai