Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN 1

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI


BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN
HIJAUAN PAKAN TERNAK ( BBPTU – HPT )
BATURRADEN

Bagus Permana Setiawan J3I817090


Fariz Firmansyah J3I217138
Rasyid Hadi Putra Pratama J3I117131

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PKL 1 DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini kami menyatakan laporan pkl 1 berjudul Manajemen


Pemeliharaan Sapi Perah di BBPTU HPT Baturraden, Jawa Tengah adalah benar
karya kami dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir laporan akhir ini.
Dengan ini kami melimpahkan hak cipta dari karya tulis kami kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2019


PENULIS
RINGKASAN

Bagus Permana Setiawan, Fariz Fariz, Rasyid Hadi Putra Pratama,


Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Di BBPTU & HPT Baturraden, Jawa
Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, MAgr
BBPTUHPT memelihara 2 bangsa sapi yaitu Belgian Blue yang merupakan
produk penelitian BBPTU, dan sapi Friesian Holstein yang dikenal sebagai sapi
perah dengan produktivitasnya yang tinggi.
Pemeliharaan sapi perah di BBPTUHPT dilakukan dengan cara intensif,
memisahkan berdasarkan usia, yang bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan
memudahkan recording, pemeliharaan dimulai dari pedet sampai produksi.
Pemeliharaan pedet di BBPTU HPT Baturraden meliputi pemeliharaan pedet
umur 0 sampai lepas sapih setelah lepas sapih maka sapi perah dipindahkan
berdasarkan jantan dan betina. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perkawinan
dini yang akan merugikan pihak BBPTU & HPT. Pemberian pakan hijauan dan
konsentrat pada pedet lepas sapih masing masing 50 kg/ekor/hari untuk rumput, 5
kg/ekor/hari untuk konsentrat.
Sapi perah dewasa di BBPTU HPT Baturraden yaitu pemeliharaan secara
intensif di kandang individu. Pemeliharaan pejantan meliputi perawatan,
pemberian pakan, dan pengobatan jika terdapat yang sakit. Perawatan sapi perah
dewasa seperti memandikan dan pemotongan kuku sapi perah dewasa. Hal ini
bertujuan untuk pencegahan penyakit ektoparasit yang sering menyerang sapi
perah dewasa. Pemberian pakan hijauan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
Pakan hijauan diberikan 3x per hari (Pagi, siang, Sore) , yaitu sebanyak ± 35
Kg/ekor/hari. Sedangkan Pemberian konsentrat diberikan dua kali sehari (Pagi,
sore) sebanyak 10 kg/ekor/hari. Pengobatan dilakukan apabila ada sapi dewasa
yang terserang penyakit dan segera mendapat penanganan khusus.
Sapi dara di BBPTU HPT Baturraen di pelihara dengan cara
dikelompokan sampai estrus kedua, setelah estrus kedua, Sapi dara betina sudah
mulai dikawinkan dengan pejantan, perkawinan dilakukan dengan cara kawin
alami, dan IB (inseminasi buatan).
Sapi perah induk yang sudah berproduksi dipisahkan dengan sapi perah
kering. Perkandangan di BBPTU HPT adaah kandang panggung yang dibagi
menjadi 3 yaitu Free Stall Barn, kandang inividu, dan kandang isolasi, penyakit
yang sering menyerang pedet, dara, induk dewasa yaitu Diare, dan Bloat
(Kembung).

Kata kunci: Pemeliharaan, Pedet, Dara, Induk, Perkandangan, Penyakit


MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI
BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN
HIJAUAN PAKAN TERNAK ( BBPTU – HPT )
BATURRADEN
JAWA TENGAH

BAGUS PERMANA SETIAWAN


FARIZ FIRMANSYAH
RASYID HADI PUTRA PRATAMA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di BBPTU &HPT


Baturraden Jawa Tengah
Nama/NIM : Bagus Permana Setiawan/J3I817090
Fariz Firmansyah/J3I217138
Rasyid Hadi Putra Pratama/J3I117131
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Ternak

Disetujui Oleh, Diketahui Oleh,

Dr Pria Sembada, S.Pt.,M.Sc., M.Si Yuni Resti, SPt, MSc


Dosen Pembimbing Ketua Program Studi

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 1
DAFTAR BAGAN 4
DAFTAR GAMBAR 5
1 PENDAHULUAN 7
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Tujuan 8
2 METODOLOGI 8
2.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan 8
2.2 Metode Pelaksanaan 8
2.3 Metode Pengamatan dan Pengumpulan Data 8
2.3.1 Keadaan Umum Perusahaan 8
2.3.2 Sarana dan Prasarana 9
2.3.3 Penyediaan Pakan 9
2.3.4 Perkandangan 9
2.3.5 Kesehatan dan Reproduksi 9
2.3.6 Pemeliharaan 9
2.3.7 Produksi Susu 10
2.3.8 Pemasaran 10
3 KEADAAN UMUM 10
3.1 Lokasi dan Tata Letak 10
a. Sejarah dan Perkembangan 11
b. Struktur Organisasi 2
c. Ketenagakerjaan 4
4 SARANA DAN PRASARANA 5
a. Luas Lahan dan Pemanfaatannya 5
b. Populasi Sapi Perah 7
c. Sumber Air dan Pemanfaatannya 8
d. Peralatan Produksi 8
5 MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET DAN DARA SAPI PERAH 9
5.1 Perkandangan 9
5.1.1 Kandang Individu Pedet 10
5.1.2 Kandang Excersice Pedet dan Dara 2
5.2 Manajemen Pemeliharaan Pedet 2
5.2.1 Penanganan Saat Lahir 3

2
5.2.2 Pemberian Kolostrum 3
5.2.3 Bobot Lahir dan Pertambahan Bobot Badan 4
5.2.4 Manajemen Pemberian Pakan dan Minum Lepas Kolostrum 5
5.2.5 Sanitasi Kandang 7
5.2.6 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit7
5.3 Manajemen Pemeliharaan Dara 2
5.3.1 Pemberian Pakan dan Minum 3
5.3.2 Sistem Perkawinan 2
5.3.3 Pemeriksaan Kebuntingan 2
5.3.4 Penanganan Kelahiran Induk 2
5.3.5 Pencegahan dan Penanganan Penyakit Sapi Dara 2
6 MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI LAKTASI 3
6.1 Perkandangan 3
6.1.2 Kandang Individu atau Ikat 2
6.1.3 Kandang Free Stall Barn 2
6.2 Manajemen Pemberian Pakan Sapi Laktasi 3
6.3 Sanitasi Kandang 2
6.4 Pemerahan 3
6.4.1 Persiapan 3
6.4.2 Pemerahan 3
6.4.3 Penanganan hasil 5
6.5 Pemeliharaan Sapi Kering Kandang 1
6.5.1 Proses Kering Kandang1
6.5.2 Periode Sapi Kering Kandang 2
6.5.3 Pemberian Pakan Sapi Kering Kandang 2
6.5.4 Kesehatan Dan Reproduksi 1
6.5.5 Pencegahan Penyakit dan Penangannya 2
6.6 Reproduksi 3
6.6.1Deteksi Estrus 3
6.6.2 Sistem Perkawinan 3
6.7 Pemasaran 4
7 SIMPULAN DAN SARAN 5
7.1 Kesimpulan 5
7.2 Saran 5
DAFTAR PUSTAKA 6
LAMPIRAN 8

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jabatan pekerja BBPTU & HPT Baturraden..............................................................4


Tabel 2 Populasi Sapi Perah....................................................................................................7
Tabel 3 Peralatan Kandang.....................................................................................................9
Tabel 4 Luas lahan padang penggembalaan............................................................................2
Tabel 5 Bobot Lahir................................................................................................................4
Tabel 6 Program pemberian pakan pedet................................................................................6
Tabel 7 Program pemberian pakan dara..................................................................................1
Tabel 8 Ukuran kandang Free Stall Barn................................................................................3
Tabel 9 Program pemberian pakan induk laktasi.....................................................................2
Tabel 10 Formulasi bahan konsentrat yang digunakan............................................................2
Tabel 11 Parameter Air Susu Sapi Normal dengan Mastitis (SNI 01-3141-1998)..................2
Tabel 12 Harga jual produk susu.............................................................................................5

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 denah dan farm Tegalsari........................................................................................12


Bagan 2 Struktur organisasi BBPTU SP & HPT Baturrraden.................................................3
Bagan 3 Jabatan pekerja BBPTU SP & HPT Baturraden........................................................4
Bagan 4 Luas lahan farm BBPTU SP & HPT Baturraden.......................................................6
Bagan 5 Persentase populasi sapi perah di BBPTU SP & HPT Baturraden............................8

4
Standard Pemberian Pakan Pedet
25
Konsumsi (Kg/ekor/hari)
20
Susu
(Liter/ekor/hari)
15 Calf S (Jantan)

Calf S (Betina)
10

Konsentrat
5 (Jantan)
Konsentrat
(Betina)
0
1 hari 8 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan Hijauan (jantan)
s/d 7 s/d 1 s/d 2 s/d 3 s/d 4 s/d 5 s/d 6
hari bulan bulan bulan bulan bulan bulan Hijauan (Betina)
Umur pedet

Bagan 5 Standard pemberian pakan pedet...............................................................................6


Bagan 6 Rantai tataniaga produk susu BBPTU SP & HPT Baturraden...................................4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Farm Limpakuwus 15


Gambar 2 Farm Tegalsari 15
Gambar 3 Rearing Manggala 16
Gambar 4 Kandang pedet 1 20
Gambar 5 kandang pedet 2 2 20
Gambar 6 kandang pedet 3 20

5
Gambar 7 Pemberian susu pedet 3
Gambar 8 Pemberian pakan pedet 7
Gambar 9 Sanitasi kandang 1 7
Gambar 10 Sanitasi kandang 2 7
Gambar 11 persediaan obat - obatan 1 2
Gambar 12 Gudang pakan 1 3
Gambar 13 Distribusi pakan 1 3
Gambar 14 Pemberian feed suplement 3
Gambar 15 pengumpulan pakan 3
Gambar 16 Truk paka 3
Gambar 17 alat IB sapi 3
Gambar 18 proses IB 1 3
Gambar 19 Proses IB 2 3
Gambar 20 Proses pemotongan kuku sapi 3
Gambar 21 Pemberian obat pada sapi 3
Gambar 22 kandang individu/ikat 2
Gambar 23 kanndang Free Stall Barn 2
Gambar 24 Gudang pakan 2 3
Gambar 25 Pendistribusian pakan sapi 2 3
Gambar 26 Mobil pendistribusian pakan sapi 3
Gambar 27 Truk pengangkut pakan sapi 2 3
Gambar 28 Lokasi chpper hijauan 3
Gambar 29 Recording pengambilan HPT 3
Gambar 30 Proses sanitasi kandang 2 3
Gambar 31 Proses sanitasi kandang 2 4
Gambar 32 Mesin perah otomatis 5
Gambar 33 Proses pemerahan susu sapi 5
Gambar 34 Mesin pengolahan susu 6
Gambar 35 Milk Can 6
Gambar 36 Proses pengolahan susu 6
Gambar 37 Mesin pengolahan susu 2 6

6
Gambar 38 Ruang pengolahan susu 6
Gambar 39 Penyimpanan susu 6
Gambar 40 Truk pengangkut susu 2
Gambar 41 Penggiringan sapi 2
Gambar 42 Lahan penggembalan 2
Gambar 43 Distribusi pakan sapi 2
Gambar 44 Persediaan obat - obatan 1
Gambar 45 Pemotongan kuku sapi 1
Gambar 46 Penyuntikan obat 1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani dari daging, telur dan susu terus meningkat seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya protein hewani
khususnya susu untuk kesehatan. Konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah

7
dibandingkan dengan negara lainnya yaitu hanya berkisar 11,8 liter/kapita/tahun
termasuk produk olahan yang mengandung susu. Dibandingkan negara-negara
lainnya, kondisi persusuan Indonesia masih perlu perhatian lebih intens lagi. Negara
tetangga seperti Malaysia tercatat mengonsumsi susu sebanyak 36,2
liter/kapita/tahun, Myanmar mencapai 26,7 liter/kapita/tahun, Thailand mencapai
22,2 liter/kapita/tahun dan Filipina mencapai 17,8 liter/kapita/tahun. (Titin Agustina,
2016). Produksi susu di Indonesia belum mencukupi kebutuhan masyarakat itu
sendiri, sehingga hal tersebut menjadi alasan pemerintah melakukan impor susu.
Sapi perah merupakan salah satu ternak yang dimanfaatkan untuk
menghasilkan susu untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Susu yang dihasilkan dari sapi perah kaya akan nutrisi seperti protein, lemak, air, dan
zat lain yang berguna untuk masa pertumbuhan. Sapi perah juga dapat menghasilkan
pedet, yang bisa dijadikan bibit sapi perah berkualitas apabila dipelihara dengan baik
dan lolos seleksi sebagai bibit unggul. Bibit merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam upaya pengembangan sapi perah. Kemampuan penyediaan atau
produksi bibit sapi perah dalam negeri masih perlu ditingkatkan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dan kerjasama
antara Pemerintah pusat dan daerah, peternak, serta perusahaan peternakan dalam
upaya meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah dalam penyediaan dan
pemenuhan susu secara nasional (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2014).
Terdapat dua golongan bangsa sapi perah yang lazim diternakkan, yaitu bangsa
sapi perah yang berasal dari iklim subtropis dan iklim tropis. Sapi yang lazim
diternakkan di indonesia adalah bangsa sapi perah subtropis yaitu FH (Friesian
Holstein) dengan ciri tubuh yang khas yaitu warna putih dan hitam. Jenis sapi perah
ini banyak tersebar mulai dari Belanda, Kanada, Selandia Baru, Australia, dan
Indonesia.Penyebaran sapi FH (Friesian Holstein) di Indonesia adalah pada dataran
tinggi atau daerah pegunungan di pulau Jawa dengan ketinggian 700 m diatas
permukaan laut dengan suhu antara 16 sampai 230c (Ako, 2013).
Manajemen pemeliharaan sapi perah di BBPTU & HPT Baturraden merupakan
bagian yang sangat penting dalam menghasilkan susu yang merupakan produk utama
dalam usaha sapi perah. Peternak / petugas kandang harus memiliki keterampilan dan
pengetahuan dalam manajemen pemeliharaan yang baik agar menghasilkan produk
susu yang optimal dan berkualitas. Di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan
Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden berada pada sisi selatan kaki gunung
slamet dengan ketinggian 700 m diatas permukaan laut. Balai ini merupakan salah
satu tempat yang mengelola pemeliharaan dan pembibitan, serta kondisi daerah di
balai sangat cocok untuk sapi perah. Balai ini juga bagus untuk praktik kerja
lapangan bagi para mahasiswa peternakan karena memiliki fasilitas dan sarana
prasarana yang sudah memadai untuk praktik lapangan.

8
1.2 Tujuan

Praktik Kerja Lapangan ini bertujuan untuk menambah wawasan serta


pengalaman bagi mahasiswa di bidang usaha ternak sapi perah. Serta dapat
mengimplementasikan pelajaran di perkuliahan ke lapangan dan mendapatkan
pengetahuan baru dalam kegiatan ini.

2 METODOLOGI

2.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) telah dilaksanakan selama 7 minggu, dimulai


pada tanggal 1 Juli sampai 16 Agustus 2019, yang telah dilaksankan di Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden, Jawa Tengah.
2.2 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL)


adalah dengan praktik langsung dilapangan dan mengikuti seluruh aktivitas kerja
sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Data dikumpulkan dengan
cara melihat langsung atau menanyakan kepada staff peternakan dan mencatatnya,
data yang terkumpul diolah untuk menyusun laporan.

2.3 Metode Pengamatan dan Pengumpulan Data

Penelitian ini memperoleh data sebagai bahan laporan praktek kerja lapangan
dengan menggunakan beberapa metode serta pembahasan masalah selama
melakukan praktek kerja lapangan pada perusahaan terkait. Metode yang digunakan
yaitu wawancara dan pengamatan.
2.3.1 Keadaan Umum Perusahaan

Pengumpulan data dari keadaan umum perusahaan meliputi sejarah


pembentukan, perkembangan perusahaan, struktur organisasi, lokasi, topografi
bangunan, suhu dan mengetahui apa saja yang menunjang dari peternakan sapi perah
tersebut.
2.3.2 Sarana dan Prasarana

`Pengumpulan data-data seperti mengetahui jumlah ternak sapi perah, luas


lahan, penggunaan sumber air, sumber listrik, peralatan , penampungan limbah,
kendaraan oprasional, dan mengetahui lokasi pengambilan rumput dan legum.

9
2.3.3 Penyediaan Pakan

Pengumpulan data-data dengan mengetahui penglolaan pakan yang diberikan


yang terdiri dari jenis hijauan, jenis kosentrat dan jumlah pemberiannya, jenis
vitamin, dan mengetahui cara penyimpanan pakan.

2.3.4 Perkandangan

Pengumpulan data mengenai dengan perkandangan yaitu mengetahui lokasi


kandang,tipe kandang, kapasitas ternak dalam satu kandang, ukuran kandang koloni,
ukuran kandang individu, ukuran kandang dan kapasitasnnya.

2.3.5 Kesehatan dan Reproduksi

Pengumpulan data mengenai kesehatan dan reproduksi yaitu perkawinan,


kebuntingan, dan kelahiran sedangkan kesehatan yaitu sanitasi, pencegahan penyakit,
pemberian obat-obatan dan penanganan.

2.3.6 Pemeliharaan

Data pemeliharaan sapi perah di perternakan akan dikumpulkan. Data-data


tersebut meliputi pemeliharaan pedet sapih seperti bobot badan lahir, bobot sapih,
lama penyapihan, kandang pedet, pemberian pakan, pemotongan tanduk (dehorning),
susu dan kolostrum. Pemeliharaan pedet disapih seperti bobot badan pedet disapih,
pemberian pakan, dan kandang pedet disapih. Pemeliharaan sapi dara siap kawin
seperti umur, bobot badan, umur dikawinkan, dan pemberian pakan. Pemeliharaan
dara bunting seperti bobot badan dara bunting, pemberian pakan, kandang dara
bunting dan penanganan beranak. Pemeliharaan induk laktasi seperti pemberian
pakan, kandang induk laktasi cara pemerahan yang meliputi sebelum pemerahan,
saat pemerahan dan pasca pemerahan, pencatatan produksi dan rata-rata produksi
susu harian didapat dari total produksi susu per hari dibagi jumlah sapi laktasi.
Pemeliharaan induk kering seperti waktu kering, pemberian pakan, cara pengeringan,
dan kandang induk kering. Pemeliharaan calon pejantan seperti bobot badan,
pemberian pakan, dan kandang calon pejantan. Pemeliharaan pejantan seperti bobot
badan, lama pemeliharaan, pakan yang diberikan, serta manajemen yang biasa
dilakukan oleh balai yang berkaitan dengan proses produksi susu yang berkualitas
baik dengan cara melihat dan mengamati atau mewawancara kepada staff divisi
pemeliharaan di peternakan.
2.3.7 Produksi Susu

Melaksanakan dan mengumpulkan data tentang metode pengolahan susu ,


proses pengolahan susu, peralatan yang digunakan, sanitasi peralatan dan
pengemasan yang dilakukan oleh balai/perusahaan dengan cara melihat langsung
atau mewawancara kepada staff divisi pengolahan susu yang berada di peternakan.

10
2.3.8 Pemasaran

Mengumpulkan data tentang jumlah produksi susu yang dihasilkan,


penanganan dan pengolahan produk yang dihasilkan, bentuk, jumlah dan harga
produk yang dihasilkan, rantai tataniaga yang terlibat dalam proses produksi, serta
bagaimana produk tersebut diterima oleh konsumen dengan cara melihat dan
mengamati data atau mewawancara kepada staff pemasaran ke peternakan disana.

3 KEADAAN UMUM

3.1 Lokasi dan Tata Letak

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU &
HPT), bertempat di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, provinsi Jawa
Tengah. Balai ini terletak di bagian kaki gunung Slamet di ketinggan 600 – 700 mdpl
dengan curah hujan mencapai 3.000 - 3.500 mm/tahun dan temperatur lingkungan
21-30 0C serta tingkat kelembaban atau Relative Humidity (RH) mencapai 70-80 %.
Rata – rata suhu kandang di BBPTU – HPT Baturraden adalah 20 0C dan
kelembaban 70 – 80%. Di habitat aslinya sapi perah bangsa Friesian Holstein hidup
dengan suhu udara optimum yaitu 10-13 0C untuk dapat mempertahankan nafsu
makan dan kesehatan.
Pengaruh langsung suhu udara dan kelembaban terhadap kemampuan produksi
sapi perah adalah konsumsi pakan karena apabila suhu meningkat akan
menyebabkan menurunnya nafsu makan, turunnya gerak laju pakan dalam ransum
serta efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu dan status faali tubuh. Suhu
tubuh normal sapi perah berkisar antara 38 – 39,3 0C dengan rata – rata 38,6 0C
(Djaja W. dkk., 2009). Suhu udara dan kelembaban kandang di BBPTU – HPT
Baturraden sudah memenuhi standar kenyamanan sapi perah untuk berproduksi
secara optimal karena dengan suhu rata – rata 24 0C sapi masih dapat berproduksi
dengan baik. Suhu kritis untuk sapi perah yang berada di daerah tropis yaitu 27 0C
memperlihatkan produksi susu semakin menurun.

11
Bagan 1 denah dan farm Tegalsari
Keterangan :
A : Gedung Kantor 4 : Kandang D A2 : Klinik Hewan
B : Kandang Free Stall 1 5 : Kandang E A3 : Pemerahan Susu
C : Kandang Free Stall 2 6 : Kandang F A4 : Penyimpanan Susu
D : Instalasi Biogas 7 : Kandang G (Pedet) A5 :Pengolahan Pakan
1 : Kandang A 8 : Kandang H (Pedet) A6 : Gudang Konsentrat
2 : Kandang B 9 : Kandang I (Pedet) A7 : Penimbangan HPT
3 : Kandang C A1 : Gudang Chopper

a. Sejarah dan Perkembangan

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah & Hijauan Pakan Ternak
(BBPTU-SP & HPT) Baturraden, ditetapkan berdasarkan Peraturan Mentri Pertanian
(Permentan) Nomor 55/Permentan/OT.140/5/2013, berdiri sejak Tahun 1953 oleh
Pemerintah Daerah RI dan diresmikan oleh P.J.M.Wakil Presiden Drs, Mohammad
Hatta pada tanggal 22 Juli 1953 dengan nama induk Taman Ternak Baturraden.
Periode tahun 1971-1974 merupakan periode penantian status Induk
Taman Ternak, tahun 1974 Induk Taman Ternak memperoleh anggaran rutin untuk
rehabilitasi dengan nama Induk Pembibitan Ternak Baturraden. Tanggal 25 mei
1978, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 313/Kpts/Orng/5/78

12
ditetapkan kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Balai
Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturraden (BBTHMT
Baturraden). Sejak saat itu BPT-HMT Baturraden merupakan Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Peternakan dengan status Eselon 3B. Selama periode BPT-HMT
mengalami beberapa kali pergantian pemimpin yaitu: Drh. Soebijono (1978-1983),
Drh. Iswono Dasuki (1983-1990), Ir. Santoso Budiyatno (1990-2000), Ir.H.
Hardiarto (2000-2002).
Tanggal 24 Juli 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 290
tahun 2002, BPT-HMT berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Sapi Perah dengan status Eselon 3A. Periode BPTU Sapi Perah merupakan periode
yang paling singkat yaitu hamper 2 tahun (2002-2004) dengan kepala Ir. Hartono.
Tanggal 30 Desember 2003 sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.
630/Kpts/OT.140/12/2003, BPTU Sapi Perah Baturraden berubah menjadi Balai
Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU Sapi Perah) sampai saat ini.
Dari ditetapkannya nama menjadi BBPTU Sapi Perah Baturraden mengalami
pergantian sebanyak tiga kali, yaitu: Ir. Jackly PL Toruan (2004-2005), Ir. Djodi
Achmad Hussain Suparto, MM (2005-2009), Ir. Abubakar, SE., MM (2009-2010), Ir.
Ali Rachman , M.Si (2011-2015), Ir. Sugiono, MP (2016-sekarang).

b. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi BBPTUHPT Baturraden terdiri dari 3 bidang, yaitu ;


1. Bagian umum yang terdiri dari :
a. Subbagian Program dan Keuangan
b. Subbagian Tata Usaha dan Kepegawaian
c. Subbagian Rumah Tangga dan Perlengkapan
2. Bagian Pelayanan dan Pembibitan, terdiri dari :
a. Seksi Pelayanan Teknis
b. Seksi Sarana dan Prasarana
3. Bidang Pemasaran dan Informasi, terdiri dari :
a. Seksi Pemasaran
b. Seksi Informasi

13
Struktur organisasi BBPTUHPT baturraden 2019

14
KEPALA BALAI BESAR
Ir Ai Rachman, Msi
KEBAUM
Ir Siti Bunaida

PROGRAM & KEPEGAWAIAN & RUMAH TANGGA &


KEUANGAN TATAUSAHA PERLENGKAPAN
Ahmad Marsudi, S.Pt Untung Rohadi, B.Sc Prawoso, SE

KEBIPEPEM & HPT KEBIDPEM &


Drh. Gigih Tri Pambudi, MM INFOR
Ir Basuki

KESEKPELTEK KESEKSA & PRA


Sujatmiko, S. Pt Bagong Kusminandar, S. Pt KEPSEKPE KESEKINFOR
Rudy Trianto, S.Pt Hari Supriadi, S.Pt

KOPENGABITER KOMED/PARVET KOPENMUPA


Eko Siswanto, S. Pt Drh. Yuliati Wahyu Setyorini Adi Suryanto, S.Pt

Bagan 2 Struktur organisasi BBPTU SP & HPT Baturrraden


Keterangan :
KEBIPEPEM & HPT : Kepala bidang pelayanan pembibitan dan
hijauan pakan ternak
KEBIDPEM & INFOR : Kepala bidang pemasaran dan informasi
KESEKPELTEK : Kepala seksi peayanan ternak
KESEKSA & PRA : Kepala seksi saranan dan prasarana
KEPSEKPE : Kepala seksi pemasaran
KESEKINFOR : Kepaa seksi informasi
KOPENGABITER : Koordidinator pengawas bibit ternak
KORMED/PARVET : Koordinator medik/paramedik veteriner
KOPENMUPA : Koordinator pengawas mutu pakan

15
c. Ketenagakerjaan

BBPTU dan HPT Baturraden memiliki pegawai sebanyak 352 orang tenaga
kerja. Sistem ketenagakerjaan pegawai dibagi menjadi dua, yaitu Pegawai Negri
Sipil (PNS) sebanyak 155 orang tenaga kerja dan Pegawai Honorer (tidak tetap)
sebanyak 193 orang tenaga kerja. Para pegawai memiliki jam kerja disesuaikan
dengan Standar Operasional (SOP) yang sudah ditentukan oleh BBPTU dan HPT
Baturraden. Pegawai kantor mulai bekerja dimulai pada pukul 07.30 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB. Sedangkan, para pegawai kandang mulai bekerja pada
pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Pegawai memiliki hari libur satu
hari dalam seminggu secara bergilir yang bertujuan supaya ternak tetap terkontrol
dengan baik.

Tabel 1 Jabatan pekerja BBPTU & HPT Baturraden


Jabatan Jumlah (orang)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 155
Pegawai Honorer (tidak tetap) 193
Security 4
Jumlah 352
Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (2019)

Bagan 3 Jabatan pekerja BBPTU SP & HPT Baturraden

16
4 SARANA DAN PRASARANA

a. Luas Lahan dan Pemanfaatannya

BBPTU & HPT Baturraden, memiliki luas lahan total 241,06 Ha yang terbagi
dalam 3 lokasi yang berbeda, ke-3nya yaitu:
1) Farm sapi perah dan kambing perah (PE dan Saanen) Limpakuwus seluas
96,79 Ha

Gambar 1 Farm Limpakuwus

2) Farm sapi perah Tegalsari seluas 34,18 Ha

Gambar 2 Farm Tegalsari

17
3) Rearing Unit Manggala seluas 100 Ha

Gambar 3 Rearing Manggala

Dengan demikian persentase luas lahan yang dimiliki oleh BBPTU & HPT
Baturraden adalah sebagai berikut :

Luas (Ha)

Rearing Farm
Manggala; Limpakuwus;
100 96,79

Farm
Tegasari;
31,18

Bagan 4 Luas lahan farm BBPTU SP & HPT Baturraden

18
b. Populasi Sapi Perah

Jenis sapi perah yang digunakan di BBPTU & HPT Baturraden adalah sapi
perah Friesian Holstein (FH). Mukhtar (2006) menyebutkan Sapi Peranakan friesian
holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Friesian Holstein (FH)
dengan sapi lokal atau setempat yang ada di Indonesia. Menurut Rustamadji (2004),
sapi FH memiliki warna cukup terkenal yaitu belang hitam putih dengan pembatas
yang jelas dan tidak ada warna bayangan serta mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sehingga bangsa sapi ini dapat dijumpai hamper seluruh dunia. Siregar
(1992) menjelaskan sapi FH betina dewasa memiliki rata-rata bobot badan bekisar
antara 570-730 kg dan panjang laktasi rata-rata kurang dari 10 bulan. Pane (1993)
menambahkan bahwa produksi susu sapi PFH relatif tinggi namun masih lebih
rendah dibandingkan dengan sapi FH.
Populasi ternak sapi perah yang terdapat di BBPTU & HPT Baturraden terdiri
atas pedet, sapi dara, laktasi kosong, laktasi bunting, kering kosong, dan kering
bunting. Populasi dan komposisi sapi perah yang dipelihara di BBPTU & HPT
Baturraden disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Populasi Sapi Perah.


Status Jumlah Satuan Total satuan % (∑ %
Ternak (ST) ternak Populasi) (∑ST)
(∑ST)
Sapi Pejantan 1 1 1 0,08 0,09
Sapi Jantan 32 1 32 2,74 3,16
Pedet Jantan 59 0,25 14,75 5,05 1,46
Pedet Betina 59 0,25 14,75 5,05 1,46
Sapi Laktasi 230 1 230 19,70 22,78
Sapi Dara 140 0,5 70 11,99 6,93
Sapi Kering 419 1 419 35,90 41,50
Sapi Non Produktif 228 1 228 19,53 22,58
Total 1167 - 1009,5 100 100
Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.

19
Bagan 5 Persentase populasi sapi perah di BBPTU SP & HPT Baturraden
Persentase populasi Induk laktasi di BBPTU & HPT Baturraden, tergolong
kecil / tidak ideal yaitu sekitar 22,78 % dari total populasi, Menurut (Siregar, 1995)
dalam pemeliharaan sapi perah jumlah induk laktasi harus lebih besar dari 80 % dari
jumlah keseluruhan sapi perah di sebuah perusahaan. Total persentase induk laktasi
yang kecil disebabkan karena fokus / tujuan utama BBPTU & HPT Baturraden yaitu
menyediakan bibit ternak unggul khususnya bibit ternak ruminansia, dan penyediaan
hijauan makanan ternak, sehingga hasil produk susu merupakan hasil ke-2, setelah
hasil penyediaan bibit ternak unggul.
c. Sumber Air dan Pemanfaatannya

Air adalah salah satu aspek penting dalam pemeliharaan sapi perah di BBPTU
& HPT Baturraden. Air dimanfaatkan sebagai minum sapi, sanitasi kandang, sanitasi
pegawai, memandikan sapi, pembersihan pada ambing sebelum pemerahan, dan
sanitasi peralatan. Sumber air yang digunakan berasal dari gunung slamet. Air
tersebut ditampung di dalam penampung air dengan kapasitas 1000 liter/penampung
air. Penampung air yang digunakan biasanya untuk sanitasi di kandang Free Stall
Barn dan untuk kepentingan lainnya.

d. Peralatan Produksi

Peralatan adalah salah satu faktor pendukung untuk mengoptimalkan


pemeliharaan sapi perah. Peralatan yang digunakan sebaiknya bersih, keadaan baik,
dan memadai di setiap bangunan sehingga dapat membantu kegiatan produksi sapi
perah di BBPTU & HPT Baturraden. Peralatan Peralatan yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 3

20
Tabel 3 Peralatan Kandang
Jenis Peralatan Peralatan yang digunakan
Cooling Unit Bulk cooler, pipeline miker, sikat
pencuci alat perah, selang air panas
Dehorning Besi, pemanas besi, gunting tanduk
berukuran besar dan kecil, kapas
steril, yodium tincur, vaseline,
pulring, tail kendali.
Gudang Hijauan Makanan Ternak Sekop, timbangan, karung, roda
(Gudang HMT) pakan.
Gudang pakan konsentrat Mesin chopper, keranjang hijauan,
sekop, garpu, sapu lidi, karung.
Kandang Selang air, sekop, tongkat pembersih
bedding.
Gunting Kuku Palu kuku, pahat kuku, rennet, tali
kendali, sabuk kendali, pullring,
yodium tincur, kapas steril.
Kendaraan Penunjang Truk, coolbox car.
Kesehatan Hewan Buku catatan, stetoskop,
thermometer, obat – obatan.
Pasteurisasi Peralatan pasteurisasi, steam boiler,
bottle washer, sikat thermometer,
cup sealer, filler.
Reproduksi Container, N2 cair, IB gun, gloves,
termos, cup thawing, gunting, straw,
alat pencatat.

Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.

5 MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET DAN DARA SAPI


PERAH

5.1 Perkandangan

Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga


pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa
menjamin hidup yang sehat dan nyaman (Sugeng, 2003). Dikatakan juga oleh Siregar

21
(2003) bahwa dengan kandang, pengamatan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga,
selain itu kandang yang di bangun harus dapat menunjang peternak baik dalam segi
ekonomis maupun segi kemudahan dalam pemeliharaan ternak. Sebaiknya kandang
20-30 cm lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan kandang diarahkan ke timur agar
bagian dalam kandang memperoleh sinar matahari pagi yang memadai
(Siregar,2001) Sehingga di Harapkan dengan adanya bangunan kandang ini sapi
tidak berkeliaran di sembarang tempat dan kotorannya pun dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Perkandangan pada pedet dan dara memiliki beberapa macam
antara lain:

5.1.1 Kandang Individu Pedet

Kandang individu pedet adalah kandang yang berisi satu ekor pedet.dimana
kandang pedet di BBPTU & HPT Baturraden dipisahkan dari induknya. Terdapat
tiga kandang individu di BBPTU & HPT Baturraden, yang terdiri dari kandang pedet
individu G, kandang pedet individu H dan kandang I. Masing-masing kandang
dibedakan berdasarkan umur pedet itu sendiri dan mempunyai kapasitas tampung
yang berbeda. Setiap kandang dapat menampung 40 pedet.
Tipe kandang pedet ini yaitu tipe atap monitor yang terbuat dari bahan genteng.
Bahan pada masing-masing pens terbuat dari besi dan kayu. Teradapat dua selokan
pada kandang dengan tujuan untuk memudahkan pembersihan atau sanitasi, selokan
tersedut mengarah pada saluran pembuangan limbah. Kemiringan lantai pada kedua
kandang ini yaitu 2% , hal ini sudah sesuai menurut pendapat Yani A (2007)
menyatakan bahwa lantai dibuat miring 2 - 5 %, kemiringan laantai tidak boleh
terlalu miring. Didepan pens pada kandang pedet terdapat tuga buah lingkaran besi
yang berfungsi untuk meletakan ember yang berisi susu dan hay. Bedding yang
digunakan pada masing-masing pens kandang adalah jerami kering. Tujuan
penggunaan jerami sebagai bedding ini sebagai penghangat untuk pedet, dan agar
kaki pedet tidak terperosok. Menurut Anonimus 1995 menyatakan bahwa Ukuran
kandang individu untuk pedet umur 0 sampai dengan 4 minggu adalah 0, 75 x 1, 5 m
dan umur 4 sampai dengan 8 minggu 1,0 x 1,8 m ( Anonimus, 1995 ). Terdapat
lampu yang berada pada atas pens yang berfungsi sebagai penerangan dan
penghangat untuk pedet. Pengaturan pintu pedet dengan penutupan tirai pada pintu
diperhatikan untuk mengatur sirkulasi udara pada kandang.

22
Gambar 5 kandang Gambar 6 kandang
Gambar 4 Kandang pedet 2 2 pedet 3
pedet 1
5.1.2 Kandang Excersice Pedet dan Dara

Kandang Exercise adalah Menurut Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa


kandang sapi exercise adalah kandang yang digunakan agar sapi dapat dengan
leluasa bergerak tanpa adanya sesuatu yang membatasi. Bahan pens terbuat dari
besi dan baja. Atap pada kandang terbuat dari seng yang menutupi sebagian
kandang , tujuannya untuk melindungi tempat pakan dan minum dari air hujan
dan panasnya matahari. Tempat minum dan tempat pakan pada pens koloni ini
berada pada bagian depan pens yang terbuat dari bahan semen. Bedding atau
alasnya pada setiap pens pada kandang dara terbuat dari semen yang mempunyai
kemiringan masing-masing. Kemiringan alasnya ini agar memudahkan
pembersihan atau sanitasi , yang mana terdapat selokan yang mengarah pada
saluran pembuangan limbah. Pada kandang dewasa alas masih menggunakan
tanah yang mana kotoran langsung menyatu dengan tanahnya. Atap menggunakan
asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum terbuat dari beton
(Yani A, 2007). Kandang excercise atau gembala pedet dan B hanya digunakan
sebagai kandang sementara atau semi permanen yang mana pada saat siang hari
digembalakan. Tujuan pada kandang excersice pedet ini untuk melatih kaki sapi
lebih kuat, dapat terkena sinar matahari dengan cukup dan menjaga kesehatan
dengan kuku pedet. Terdapat tempat untuk menyimpan hay pada tengah kandang
gembala dan tempat minum yang terbuat dari semen.

Tabel 4 Luas lahan padang penggembalaan


Penggembalaan Luas (m2)

Blok 1 9.536,5

Blok 2 5950

Blok 3 11.614,82

Blok 4 5.164,42

Blok 5 3.638,5
Blok 6 628,88

Total 36.533,12

Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.


5.2 Manajemen Pemeliharaan Pedet

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hinga umur 8 bulan. Pedet yang baru
lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan
dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari
lahir hingga disapih merupakan bagian penting dalam kelangsungan suatu usaha
sapi perah (Purwanto dan Muslih, 2006). Pemeliharaan pedet yang berada di
BBPTU dan HPT meliputi penanganan saat dilahirkan, pemberian kolostrum,
pemberian pakan dan minum, bobot lahir dan pertambahan bobot badan, sanitasi
kandang, serta pencegahan dan pengobatan penyakit.

Gambar 7 Pemberian susu pedet


5.2.1 Penanganan Saat Lahir

Pedet setelah dilahirkan dari induk hal yang pertama dilakukan adalah
membersihkan lendir di rongga mulut, hidung dan seluruh tubuhnya. Petugas akan
memasukan jarinya ke mulut pedet guna membersihkan lendir atau menyiram air
ke tubuh pedet dan sering kali mengerakan kaki belakang sehingga lendir keluar
dari rongga mulut dan hidung. Tujuannya agar pedet tidak sulit untuk bernafas
dan pedet bisa menghirup oksigen dengan bebas. Petugas memisahkan pedet dari
induknya dengan diangkat menggunakan kereta dorong dari kandang lahir.
Setelah pemisahan dengan induk dilakukan penimbangan bobot lahir yang
kemudian di catat oleh petugas. Pencatatan bobot lahir ini disertai dengan no
eartag induk, tanggal beranak, jenis kelamin. Langkah selanjutnya adalah
pemberian iodium tincture 10% pada tali pusar pedet, yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi pada tali pusar. Setelah penimbangan pedet
dipindahkan pada sebuah box atau pens yang sudah diberi jerami kering dan
bersih agar tercipta lingkungan yang hangat. Petugas akan memberikan susu
kolostrum sebanyak 2 liter pada pedet, yang maksimal dilakukan 1-2 jam pedet
tersebut dilahirkan. 3-7 hari pedet diberi tanda pengenal atau eartag yang
berfungsi sebagai identitas ternak serta pencatatan sebagai data recording
sehingga dapat memudahkan saat pemeliharaan. Hal yang terlewati yaitu petugas
tidak memotong tali pusar pedet, yang saya amati bahwa tali pusar pada pedet
yang umur hampir 1 minggu masih terlihat panjang yang artinya tidak dipotong.
Pemotongan tali pusar berfungsi untuk menghindari predator dan infeksi penyakit.
Selain itu pedet yang baru lahir diharuskan beberapa saat bersama dengan
induknya, hal ini untuk membantu uterus (rahim) bergerak atau berkontraksi lebih
kuat sehingga melancerkan pengeluaran plasenta.
5.2.2 Pemberian Kolostrum

Kolostrum adalah produksi susu awal yang berwarna kuning, agak kental
dan berubah menjadi susu biasa sesudah 4 sampai dengan 5 hari. Soetarno (2003)
menyatakan bahwa kolustrum sebaiknya diberikan antara 30-60 menit setelah
pedet lahir. Pemberian kolustrum bertujuan untuk memberikan antibodi pada
pedet yang baru . Kolostrum sangat penting untuk pedet setelah lahir karena
kolostrum mengandung zat pelindung atau antibodi yang dapat menjaga
ketahanan tubuh pedet dari penyakit berbahaya (Soetarno, 2003). Kolostrum juga
mengandung vitamin A, 10-100 kali lebih banyak dibandingkan susu biasa,
vitamin D tiga kali lebih banyak, protein 4-7 kali lebih banyak dan bersifat
laksantia (menguras) sehingga membantu membersihkan dan melancarkan
pencernaan pedet (Nurdin 2011).
Kolostrum diberikan pada saat pedet dilahirkan sebanyak 2 liter. Pemberian
kolostrum ini dilakukan dengan menggunakan dot yang memiliki kapasitas 2,5
liter, Setelah 3 hari diganti dengan ember untuk pemberiannya dan perlahan
petugas mengajari meminum susu dengan memasukan tangannya yang sudah
dicelupi susu . Jari telunjuk yang dihisap-isap, perlahan-lahan dimasukkan sedikit
demi sedikit kedalam ember yang berisi kolostrum dan dibiarkan beberapa menit
mengisap-isap jari telunjuk dan kolostrum turut terserap sedikit-sedikit. Kemudian
jari telunjuk perlahan-lahan dilepas dari pedet. Perlakuan demikian perlu diulang-
ulang sehingga akhirnya pedet mau minum kolostrum dari ember tanpa bantuan
lagi atau dengan menggunakan botol yang diberi selang karet lunak. Selanjutnya
selama 7 hari kolostrum diberikan rutin setiap pagi dan sore sebanyak 4 liter.
5.2.3 Bobot Lahir dan Pertambahan Bobot Badan

Penimbangan bobot lahir di BBPTU & HPT Baturraden dilakukan setelah


pedet dilahirkan dan pedet sudah bersih dari lendirnya. Penimbangan bobot lahir
dilakukan dengan timbangan model digital Menurut Rakhmanto (2009)
menyatakan bahwa bobot lahir pedet dipengaruhi oleh jenis kelamin biasanya
pedet jantan lebih besar dari pada pedet betina, bangsa dan keturunan. Rata-rata
bobot lahir selama bulan Juli dapat dilihat dengan tabel berikut

Tabel 5 Bobot Lahir


Waktu Jenis Bobot lahir
Kelamin (kg)
22-06-19 Jantan 40
01-07-19 Betina 43
30-06-19 Jantan 40
21-06-19 Betina 35
19-06-19 Betina 37
27-06-19 Betina 38
18-06-19 Betina 37
Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.
5.2.4 Manajemen Pemberian Pakan dan Minum Lepas Kolostrum

Pedet yang sudah berumur 8 hari yang berada di BBPTU dan HPT diberi
susu dan tidak diberi kolostrum kembali. Susu yang diberikan 5 liter/ekor/ hari,
diberikan pada pagi dan sore hari masing-masing 2,5 liter setiap pemberiannya.
Susu dberikan dengan dituangkan dalam ember yang sudah ditakar dengan gelas
ukur, susu tersebut berasal dari hasil pemerahan. Pada umur pedet yang sudah
beruur 3-4 bulan, pemberian susu sebanyak 4 liter untuk satu ekor dalam sehari.
Pemberian susu pada umur pedet 3-4 bulan dilakukan dengan cara dituangkan
dalam wadah seperti pada gambar 13. Nurdin (2011) menyatakan bahwa
banyaknya pemberian susu pada pedet adalah 10% berat badan sampai bobot
badan mencapai 60 kg.
Selain susu, pemberian pakan dan air minum harus diperhatikan dengan
baik. Pemberian air minum pada pedet umur 1-2 bulan diberikan pada saat siang
hari digembalakan, pemberian pada saat itu tidak terbatas atau adlibitum.
Pemberian air minum pada pedet umur 3-4 bulan dilakukan juga secara
adlibitium, dimana selalu diberikan pada saat tempat minum air tersebut habis.
Air minum diberikan yang bersih dan segar dan selalu tersedia sehingga pedet
dapat minum sesukanya. Rasyaf (2004) menyebutkan air merupakan komponen
yang sangat penting untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air
maka akan terjadi dehidrasi dan akan berakibat fatal bagi produktivitas ternak.
Pemberian air minum diberikan adlibitum sehingga sapi tidak mengalami
kehausan dan penambahan air minum pada tempat minum dua kali sehari.
Calf starter atau konsentrat (pakan khusus pedet), yaitu pakan formula atau
konsentrat yang mengandung protein kasar (PK) 16 – 18 % protein dengan
kandungan energi tinggi dan mengandung suplemen vitamin A dan D serta
tepung tulang. Hal nini untuk menghindari kekurangan konsumsi kalsium dan
fosfor setelah pedet disapih. Pemberian calf starter dimulai pada umur 8 hari,
pakan ini diberikan sehari sekali pada saat pedet digembalakan sebanyak 1,2
kg/e/hari perekor pada wadah seperti pada gambar 15 . Pada umur pedet 3-4 bulan
calf starter diberikan sebanyak 1.5 kg/e/hari , diberikan bersamaan dengan
pemberian rumput di tempat pakan. Pemberian Calf starter ditujukan untuk
membiasakan pedet dapat mengkonsumsi pakan padat. Pedet dikenalkan pakan
calf starter bertujuan untuk merangsang perkembangan retikulo rumen pada pedet
(Arif 2010). Selain pakan calf starter, pedet pada umur 8 hari mulai dikenalkan
pada hay sebagai pakan pengenalan rumput. Hay adalah bahan pakan yang
dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 10-15% (Ako 2013). Pemberian hay
kepada pedet yang masih menyusu, hanya untuk diperkenalkan saja guna
merangsang pertumbuhan rumen. Pemberian hay dilakukan pada saat
digembalakan pukul 09.00 WIB dan setelah pemberian susu pada pukul 15.30.
Hay diberikan pada tempat pakan seperti gambar 14 dan pada sore diberikan
menggunakan ember dengan jumlah pemberian 0,1 kg/e/hari. Setelah umur pedet
berumur 4-6 bulan, mulai pemberian hijauan yang diberikan 10 kg/e/hari pada
pagi dan sore hari. Penyapihan pada pedet dilakukan berdasarkan umur dan jenis
kelamin. BPT-SP dan HPT melakukan menyapihan dengan sapi betina umur 5
bulan dan sapi jantan umur 4 bulan. Sapi jantan dijual untuk penggemukan atau
dijadikan pejantan jika menunjukan performa bagus. Sedangkan betina untuk
produksi susu serta anak.
Berikut ini program pemberian pakan pedet di farm BBPTU & HPT
Baturraden :

Tabel 6 Program pemberian pakan pedet


Grup Kelompok umur Standard pemberian pakan
Susu Calf Starter Konsentrat Hijauan
(Liter/eko (Kg/ekor/hari) (Kg/ekor/hari) (Kg/ekor/hari)
r hari)
Janta Betin Janta Betin Janta Betin
n a n a n a
1 1 hari s/d 7 hari Colostru
m
2 8 hari s/d 1 bulan 6 0,25 0,25 2,5 2,5
3 1 bulan s/d 2 bulan 8 0,50 0,50 7,5 7,5
4 2 bulan s/d 3 bulan 10 0,75 0,75 10 10
5 3 bulan s/d 4 bulan 8 1 1 0,25 0,25 12,5 12,5
6 4 bulan s/d 5 bulan 6 1,25 1 0,5 0,5 15 15
7 5 bulan s/d 6 bulan 4 2 1,75 20 17,5
Standard Pemberian Pakan Pedet
25
Konsumsi (Kg/ekor/hari)
20
Susu
(Liter/ekor/hari)
15 Calf S (Jantan)

Calf S (Betina)
10

Konsentrat
5 (Jantan)
Konsentrat
(Betina)
0
1 hari 8 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan Hijauan (jantan)
s/d 7 s/d 1 s/d 2 s/d 3 s/d 4 s/d 5 s/d 6
hari bulan bulan bulan bulan bulan bulan Hijauan (Betina)
Umur pedet

Bagan 6 Standard pemberian pakan pedet

Gambar 8 Pemberian pakan pedet


5.2.5 Sanitasi Kandang

Sanitasi merupakan hal yang penting agar sapi pedet terhindar dari berbagai
penyakit. Sanitasi kandang pedet di BBPTU & HPT Baturraden dilakukan secara
intensif meliputi membersihkan kotoran feses menggunakan sekop, serta
membersihkan tempat pakan dan tempat air minum. Sanitasi lingkungan didaerah
lingkungan kandang berupa menyapu lingkungan area kandang dengan
menggunakan sapu lidi. Menurut Abidin (2002) menyatakan bahwa kandang atau
tempat yang kotor merupakan sumber utama hidupnya kuman dan akan
menimbulkan penyakit. Penggantian bedding pada kandang box pedet dilakukan
dengan mengganti alas berupa jerami dengan jerami baru, penggantian bedding ini
dilakukan pada semua kandang pedet. Untuk sanitasi dikandang ikat dilakukan
dengan menghancurkan feses dan disalurkan ke selokan. Pada kandang Free Stall
Barn sanitasi dilakukan dengan menyerok dan menghancurkan feses lalu disiram
air dan dibuka genangan air untuk mendorong feses ke sekolan. Feses mengalir ke
perkebunan atau tempat HPT.

Gambar 9 Sanitasi kandang 1 Gambar 10 Sanitasi kandang

5.2.6 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Penyakit yang sering terjadi menyerang ternak pedet adalah penyakit diare
dan kembung. Menurut (Nurdin,2016) menyatakan bahwa penyakit diare
disebabkan oleh pengelolaan yang sangat minim, seperti lingkungan yang kotor
dan kekurangan susu sehingga kondisi tubuh menurun.Menurut (Azizzadeh et al ,
2012) Kematian pedet tertinggi disebabkan oleh diare. Ciri-ciri penyakit diare
pada pedet yakni dilihat dari kotoran feses yang cair dan feses berwarna hijau
muda. Penanganan penyakit diare di BBPTU & HPT Baturraden adalah dengan
pemberian anti bakteri colibact bolus cair dengan dosis 1 ml per 20 kg bobot
badan dan vitamin biosalamin dengan dosis 3 ml per ekor yang dilakukan dengan
cara intramuscular. Pencegahan penyakit diare dapat dilakukan sedini mungkin
dengan pemberian kolostrum tepat waktu, susu diberikan dalam keadaan hangat,
berikan rumput yang kering atau telah dilayukan, kandang selalu bersih, dan pedet
ditempatkan pada kandang individu.
Penyakit kembung (bloat) adalah kondisi terlalu merengangnya rumen dan
retikulum oleh banyaknya gas berasal dari fermentasi, baik bercampur dengan
makanan padat maupun terpisah. Penyebab terjadinya bloat adalah gangguan
eruktasi, absorps CO2, dan gangguan flatus (Ako 2013). Penanganan penyakit
kembung yang pertama dilakukan yaitu dengan metode herbal yaitu dengan
menggunakan kunyit yang dicampur bersama gula merah dan air hangat.
Kemudian penanganan selanjutnya yaitu pengobatan secara tradisional dengan
pemberian minyak kayu putih secukupnya yang dicampur dengan irisan bawang
merah secukupnya, pemberian dilakukan dengan cara mengoleskan pada bagian
perut pedet yang membesar. Pemberian obat timpanol dalam bentuk cair atau anti
bloat dengan dosis 25 ml per ekor dengan menggunakan tambahan air hangat
sebanyak 100 ml, pemberian obat dilakukan dengan metode oral.
Pencegahan penyakit selanjutnya pada ternak pedet yaitu dengan pemberian
obat cacing flukicide dengan kandungan 12.5% dilakukan pada umur 6 bulan pada
pedet lepas sapih. Pemberian dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan dosis 6 ml
per 100 kg bobot badan diberikan dengan metode oral yang dilakukan oleh
keswan BBPTU & HPT Baturraden.
Gambar 11 persediaan obat - obatan 1
5.3 Manajemen Pemeliharaan Dara

Pemeliharaan dara di BBPTU-SP & HPT, Baturraden, meliputi pemberian


pakan dan air minum, sanitasi kandang, sistem perkawinan, pemeriksaan
kebuntingan, penanganan kelahiran induk dara serta pencegahan dan penanganan
penyakit sapi dara.
5.3.1 Pemberian Pakan dan Minum

Pemberian pakan sapi dara di UPTD BPT-SP dan HPT terdiri dari pakan
hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dan legume Indigofera yang sebelum diberikan hijauan tersebut di
potog-potong menggunakan mesin chopper. Pencacahan atau pemotongan ini
bertujuan agar meningkatkan tingkat palatabilitas pada pakan. Menurut pendapat
Tilman et al (1998), bahwa perlakuan pakan yang dipotong atau digiling dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan meningkatkan pencernaan. Pemberian pakan
hijauan dilakukan dengan frekuensi tiga kali yaitu pagi, siang dan sore hari pada
pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 15.00 WIB. Jumlah pemberian pakan hijauan
pada sapi dara sebanyak 50 kg/ekor/hari , yang ditakar menggunakan mesin
jaylor.

Gambar 13 Distribusi pakan 1


Gambar 12 Gudang pakan 1
Gambar 15 pengumpulan pakan

Gambar 14 Pemberian feed


suplement

Gambar 16 Truk paka

Pakan konsentrat yang diberikan di BBPTU & HPT Baturraden untuk sapi
dara diberikan 5 kg/ekor/hari, dilakukan dengan frekuensi dua kali yaitu pagi dan
sore pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB. Konsentrat yang diberikan yaitu konsentrat
komersil yang kandungannya nutrisinya sesai dengan yang dibutuhkan sapi.
Pemberian konsentrat menggunakan ember yang memeliki takaran 5 kg, dan
diberikan setelah pakan rumput. Sudono et al (2003) menyatakan bahwa
pemberian pakan berupa rumput 10% dan konsentrat 1-1.5% dari bobot hidup.
Selain itu, konsentart diberikan bersamaan dengan pemberian mineral, hal ini
bertujuan untuk menguatkan otot dan tulang sehingga ternak tidak mudah
terserang penyakit dan tidak mudah ambruk. Pemberian mineral sebanyak 0,5 kg
– 2 kg/100 kg pakan, menurut Achroni (2013) menyatakan bahwa mineral
berfungsi untuk membentuk tulang (kerangka), gigi, darah, jaringan tubuh, dan
untuk berproduksi serta merupakan komponen enzim yang berfungsi penting
dalam proses metabolisme.

Tabel 7 Program pemberian pakan dara


Jadwal pemberian pakan dan minum sapi dara

Frekuensi pemberian Pemberian pakan / Ekor / Hari Pemberian


/ Ekor / hari air minum
Pagi (Jam 08.00 Siang (Jam 12.00 Sore (Jam 15.00 / Ekor /
WIB) WIB) WIB) Hari
Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Silase (kg) Hijauan Konsentrat
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)

3x 2x ±16,66 ±2,5 ±16,66 ±2 ±16,66 ±2,5 Ad libitum


Sumber : BBPTU & HPT Baturraden 2019

Keterangan : Pemberian pakan tambahan silase sifatnya tidak kontinyu artinya


hanya diberikan pada saat tersedia bahannya dan stoknya.

Selain pemberian pakan utama berupa konsentart dan hijauan. Sapi perah
dara diberi pakan tambahan yaitu silase. Silase merupakan pakan yang diawetkan
dengan cara fermentasi secara anaerob dari bahan baku yang berupa tanaman
hijauan yang dimasukkan ke dalam sebuah tempat yang disebut silo selama
kurang lebih 3 minggu. Silase yang digunakan berupa tebon tanaman jagung tanpa
adanya tambahan apapun. Pemberian silase dilakukan dengan frekuensi satu kali
dengan jumlah 2 kg/ekor/hari pada pukul 12.00 WIB. Pemberian pakan tambahan
silase sifatnya tidak kontinyu artinya hanya diberikan pada saat tersedia bahannya
dan stoknya.
Air minum yang diberikan di BBPTU & HPT Baturraden pada sapi perah
ara dilakukan secara adlibitium. Menurut Siregar (1995), bahwa cara yang paling
baik untuk memenuhi kebutuhan air minum ternak ruminansia adalah dengan
penyediaan air yang selalu ada dalam kandang sekitar 30 liter – 40 liter/ekor/hari.

5.3.2 Sistem Perkawinan

Perkawinan sapi dara di BBPTU & HPT Baturraden menggunakan sistem


perkawinan inseminasi buatan (IB). Sistem perkawinan buatan ini dipilih karena
lebih praktis dan mudah serta dapat memperoleh bibit pejantan yang memiliki
mutu genetik yang baik. Perkawinan pertama kali untuk sapi dara dilakukan pada
umur 15 sampai 18 bulan dengan kisaran bobot badan 285 sampai 300 kg, tinggi
gumba 115 dan sudah dewasa kelamin. Diharapkan pada umur 24-25 bulan sapi
dapat beranak pertama dan memproduksi susu dengan baik. Perkawinan pertama
seekor ternak dara tergantung pada 2 faktor utama yaitu umur dan berat badan
(Nurdin 2016). BBPTU & HPT Baturraden melakukan inseminasi buatan dengan
mengamati kondisi sapi dara birahi. Deteksi birahi pada sapi dara dengan
melakukan pengamatan sebagai berikut :
1. Vulva bengkak dan mengeluarkan lendir,
2. Sebelum birahi, sapi mencoba menaiki sapi lain. Pada waktu birahi, sapi
bersedia dinaiki sapi lain,
3. Nafsu makan turun.
Deteksi estrus atau birahi ini penting dilakukan untuk meningkatkan
reproduksi tersebut. Kegagalan dalam deteksi ini akan menyebabkan kerugian dari
waktu, tenaga, biaya dan pakan. Syarif E & Harianto B (2011) menyatakan bahwa
periode birahi sapi perah betina rata-rata 21 hari sekali. Sementara itu, masa birahi
sapi perah betina terjadi selama 8-12 jam untuk sapi betina dewasa (sudah pernah
melahirkan) dan sekitar 15 jam untuk sapi dara (belum pernah melahirkan).
Menurut (Murti ,2014) menyatakan bahwa birahi kurang dari 1 hari dengan lama
panas 14-18 jam. Hal yang perlu di lakukan adalah petugas harus lebih
mengamati kondisi sapi birahi dan melakukan persiapan inseminasi buatan.
Gambar 17 alat IB Gambar 18 proses IB
sapi 1
Gambar 19 Proses IB
2
5.3.3 Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan yang dilakukan di BBPTU & HPT Baturraden


dilakukan oleh petugas ATR (Asisten teknis Reproduksi) yaitu dengan perabaan
uterus melalui palpasi rektal setelah 30 – 40 hari setelah terjadi perkawinan.
Setelah dinyatakan bunting dilakukan palpasi rektal kembali 90 -120 hari untuk
menghindari terjadinya inseminasi buatan kembali dan abortus. Diagnosa
kebuntingan dilakukan dengan cara palpasi rektal pada usia kebuntingan 90 hari,
pada usia tersebut perbedaan cornua lebih terasa karena cornua diisi oleh cairaan
fetus (Feradis 2010). Jika dalam pemeriksaan hari ke 90 sapi tidak menunjukkan
bunting, maka sapi tersebut di inseminasi buatan (IB) kembali dengan melihat
tanda sapi birahi. Lama kebuntingan pada sapi perah adalah 281 hari. Apabila
kebuntingannya kembar, maka masa kebuntingan menjadi lebih pendek, apabila
pedet jantan maka masa kebuntingan akan menjadi beberapa hari lebih lama
(Nurdin 2016).
Pemberian pakan pada sapi bunting berupa pakan hijauan dan konsentrat
perlu perhatian khusus. Pakan hijauan diberikan pada pagi dan sore hari sebanyak
50 kg per ekor per hari, sedangkan pakan konsentrat diberikan 6 kg/e/hari.
Menurut pendapat Ako (2013) menyatakan bahwa sapi yang bunting
membutuhkan tambahan energi untuk pertumbuhan jaringan tubuh janin dalam
uterus. Pemberian air minum diberikan secara adlibitum dengan mengisi bak air
minum yang telah tersedia atau dengan tempat minum otomatis.
5.3.4 Penanganan Kelahiran Induk

Penanganan kelahiran induk bunting yang dilakukan BBPTU & HPT


Baturraden yaitu dengan proses persalinan secara alami, dan jika terjadi hambatan
pada saat proses persalinan, maka tindakan yang dilakukan petugas kandang
adalah dengan cara membantu pedet keluar dengan cara menarik kaki depannya
duluan, dan menariknya sampai pedet berhasil keluar, selanjutnya pedet / sapi
dibersihkan dari organ – organ sisa pasca keuntingan.
Selanjutnya pedet diberikan kolostrum, Menurut (Supar, 2001) anak sapi
memerlukan antibodi maternal dari kolostrum induk karena tidak memiliki sistem
pertahanan humoral pada saat lahir, dan setelah beberapa jam kemudian pedet
dipisah dari induknya dan pedet dipindahkan ke kandang khusus pedet.
5.3.5 Pencegahan dan Penanganan Penyakit Sapi Dara

Pencegahan penyakit selanjutnya yang dilakukan oleh BBPTU & HPT


Baturraden untuk sapi dara yaitu dengan pemberian obat cacing. Metode
pemberian obat cacing dengan metode oral menggunakan spuid dosis 6 ml per
100 kg bobot badan. Pemberian obat cacing dilakukan 3 bulan sekali oleh petugas
keswan. Efek pengeluaran cacing sekitar 20 hari setelah pemberian obat cacing.
Hal ini bertujuan untuk mencegah dan meminimalisir penyakit cacing pada sapi
dara. Nurdin (2011) menyatakan bahwa pemberian obat cacing wajib dilakukan
setiap 3-4 bulan sekali, mengingat daur hidup cacing umumnya adalah sekitar 4-6
bulan maka pemberian obat cacing tersebut diharapkan dapat memutus daur
hidupnya dan pengambilan sampel feses pada sapi dara dilakukan 3 bulan sekali
oleh keswan yang bertugas.
Salah satu lainnya untuk menghindari penyakit yaitu dengan pemotongan
kuku yang dilakukan tidak menentu. Terdapat tempat khusus untuk melaksanakan
pemotongan kuku yaitu kandang jepit, pemotongan kuku dilakukan setiap 6 bulan
sekali apabila kuku panjang .“Pemotongan kuku sebaiknya dilakukan 6 bulan
sekali untuk mencegah terjadinya foot root , atau pododermatitis yang disebabkan
oleh fusobacterium necrophorum dan Bac.Melanogenicus” (Rukmana 2009).
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah untuk menguji brucelossis suatu penyaikit
yang bersifat zoonosis, yang dilakukan setiap satu bulan sekali.
Penyakit yang sering terjadi selain cacingan adalah bloat pada sapi perah
dara. Hampir sama dengan pedet hanya saja pada sapi dara yang perlu menjadi
perhatian adalah hindari pakan yang berembun atau basah. Pengobatan alternatif
untuk penyakit Bloat ini adalah beri campuran air hangat dengan minyak kelapa.
Alternatif lain adalah menggunakan Throkard untuk mengeluarkan gas dan
mengurangi tekanan pada daerah rumen yang menggembung. Kemudian beri
antibiotik. (Hayati R da Sudrajad 2013).

Gambar 21 Pemberian obat pada sapi


Gambar 20 Proses pemotongan kuku
sapi
6 MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI LAKTASI

6.1 Perkandangan

Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga


pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak yang
sehat dan nyaman (sugeng,2003).
Kandang Laktasi yang berada di BBPTU & HPT Baturraden dibedakan
berdasarkan massa laktasi yang terdiri dari kandang Individu dan Free Stall Barn
Tabel 8 Ukuran kandang Free Stall Barn
Parameter kandang Ukuran
Panjang kandang 48,5 meter
Lebar kandang 34,8 meter
Jarak beeding 3,55 meter
Lebar beding atas 1,63 meter
Panjang beeding atas 24,18 meter
Lebar jalan tengah 6,3 meter
Kemiringan lantai 50
Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.
6.1.2 Kandang Individu atau Ikat

Kandang individu atau ikat yang ada di BBPTU & HPT Baturraden
merupakan kandang sapi laktasi kandang tersebut merupakan kandang semi
modern yang bertipe permanen terbuat dari beton. Arah kandang membujur dari
timur ke barat terdiri atas dua baris yang saling membelakangi tail to tail, didepan
area kandang terdapat kolam dipping untuk kaki tipe kandang terbuka, tipe atap
monitor lantai terbuat dari semen alasnya dari karpet karet, tiang dan kerangka
dari besi serta atap dari seng. Proses pemerahan sapi dilepas dan digiring lewat
gang way menuju tempat pemerahan.
Gambar 22 kandang individu/ikat
6.1.3 Kandang Free Stall Barn

Kandang Free Stall Barn yang ada di BBPTU & HPT Baturraden
merupakan kandang sapi laktasi kandang tersebut merupakan kandang modern,
arah kandang membujur dari arah timur kearah barat terdiri dari dua baris sejajar
dengan ada pengunci kepala sapi agar pada saat makan tidak bolak balik, didepan
area kandang terdapat kolam dipping untuk kaki, tipe kandang terbuka, tipe atap
monitor, lantai terbuat dari semen alasnya dari karpet karet, tiang dan kerangka
dari besi serta atap dari seng Kapasitas dari kandang Free Stall Barn adalah 150
ekor. Untuk proses pemerahan sapi digiring lewat gang way menuju tempat
pemerahan.

Gambar 23 kanndang Free Stall Barn

6.2 Manajemen Pemberian Pakan Sapi Laktasi

Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam


periode-periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi
pakan, dan bobot badan sesuai dengan kebutuhan per ekor sapi. Pakan sapi perah
yang diberikan di BBPTU & HPT Baturraden yaitu hijauan, konsentrat, dan pakan
tambahan (silase), dengan frekuensi pemberian konsentrat dua kali sehari pada
pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB, pemberian
hijauan dilakukan tiga kali sehari pada pukul 08.00 WIB, siang pada pukul 12.00
WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Sedangkan pemberian rumput
tambahan (silase ) hanya diberikan siang hari pukul 10.00 WIB. Pemberian air
minum dilakukan dengan ad-libitum mengingat susu yang dihasilkannya
mengandung 87% air sehingga kebutuhan air pada sapi harus terpenuhi.
Pemberian pakan tiap kandang laktasi jumlahnya berbeda karena, pemberian
pakan sapi laktasi di BBPTU & HPT Baturraden disesuaikan dengan periode
laktasi (produksi susu), semakin tinggi produksi susu yang dihasilkan semakin
tinggi juga pemberian pakan per ekor sapi.

Gambar 26 Mobil pendistribusian


pakan sapi

Gambar 24 Gudang pakan 2

Gambar 27 Truk pengangkut pakan


Gambar 25 Pendistribusian pakan sapi 2
sapi 2

Gambar 28 Lokasi chpper hijauan

Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada kandang laktasi dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 9 Program pemberian pakan induk laktasi


Jadwal pemberian pakan dan minum sapi perah dewasa
Frekuensi pemberian Pemberian pakan / Ekor / Hari Pemberian
/ Ekor / hari air minum
Pagi (Jam 08.00 Siang (Jam 12.00 Sore (Jam 16.00 / Ekor /
WIB) WIB) WIB) Hari
Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Silase (kg) Hijauan Konsentrat
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)

3x 2x 11,66 ± 5± 11,66 ± 0± 11,66 ± 5± Ad libitum

Keterangan : Pemberian pakan tambahan silase sifatnya tidak kontinyu artinya


hanya diberikan pada saat tersedia bahan dan stoknya.
Pakan konsentrat yang digunakan memiliki formulasi bahan pakan sebagai
berikut :

Tabel 10 Formulasi bahan konsentrat yang digunakan


Nama Bahan % Bahan segar

Bungkil Kelapa 20

Bungkil Kedelai 4

Pollard 26

Mineral 2

CGF (Corn Gluten Meal) 5

DDGS (Distilers Dried Orains With Soluble) 15

Onggok 23

Dedak 5

Total 100
Gambar 29 Recording pengambilan HPT
6.3 Sanitasi Kandang

Sanitasi kandang atau cleaning merupakan proses pembersihan kandang


agar tetap terjaga kebersihannya. Hal ini penting untuk diperhatikan karena,
dengan lingkungan yang bersih dan sehat dapat mempengaruhi kualitas susu yang
dihasilkan. Pada BBPTU & HPT Baturraden pembersihan kandang dilakukan
setiap 2-3 kali sehari dengan memandikan ternak, membersihkan lantai kandang,
selokan feses tempat pakan dan minum pada pagi dan sore hari sebelum dan
sesudah diperah serta di sianghari sebelum diberi pakan.

Gambar 30 Proses sanitasi kandang 2


Gambar 31 Proses sanitasi kandang 2
6.4 Pemerahan

Tugas terpenting seorang peternak yang menjalankan usaha sapi perah


adalah memerah. Pada saat inilah peternak memanen hasil kerjanya. Manajemen
yang baik dan sempurna merupakan kunci sukses bagi usaha peternakan sapi
perah. Dalam hal ini termasuk perlakuan yang diberikan seorangpeternak terhadap
rangsangan masalah pemerahan, lamanya kering kandang, pencegahan terhadap
penyakit, frekuensi pemerahan, jarak perkawinan (service periode), dan jarak
melahirkan (calving interval) (Saleh, 2004). Pemerahan terbagi atas tiga bagian
yang terdiri dari persiapan, pemerahan, dan penanganan hasil.
6.4.1 Persiapan

Persiapan berperan terhadap kualitas susu yang akan dihasilkan. Pada


BBPTU & HPT Baturraden, proses persiapan dimulai dengan memandikan ternak
terutama pada bagian ambing dan puting, hal ini dilakukan untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan sapi yang akan diperah. Kemudian membersihkan
kandang (sanitasi kandang) yang dilakukan agar kandang sapi bersih sehingga
susu tidak terkontaminasi dengan bakteri. Menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan seperti, milk can, mesin perah, kain lap ambing, air hangat dengan
temperature 48 – 57oC dan strip cup, membersihkan atau sterilisasi alat-alat
pemerahan sehingga waktu digunakan dalam keadaan bersih.
6.4.2 Pemerahan

Pemerahan sapi perah laktasi di BBPTU & HPT Baturraden dilakukan dua
kali pemerahan dalam satu hari, pemerahan ini dilakukan sesuai dengan produksi
susu yang dihasilkan. Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan
memberikan produksi susu yang lebih baik dari pada pemerahan yang tidak
teratur dan seimbang. Sebelum pemerahan dilakukan, ambing terlebih dahulu di
cuci agar susu tidak terkontaminasi oleh kotoran. Kemudian menyiapkan
peralatan yang sebelumnya telah dibersihkan untuk memerah. Pemerahan
dilakukan menggunakan alat perah otomatis, alat ini sudah bisa langsung
digunakan tanpa menguras energy yang lebih dari pekerja. Peralatan pemerahan
yang disiapkan yaitu mesin perah, ember, kain, milk can.
Sistem pemerahan pada BBPTU & HPT Baturraden menggunakan mesin.
Mesin perah yang digunakan yaitu pipeline system (sistem pipa) dan mesin perah
portable system. Mesin perah pipeline system digunakan pada kandang pemerahan
farm limpakuwus yang susunya langsung dialirkan ke cooling unit sehingga lebih
efektif, mempermudah proses pemerahan dan lebih terjaga kualitas susu.
Sedangkan pada kandang di farm tegalsari menggunakan portable system yang
mesin perahnya dapat dipindahkan dari satu ternak ke ternak lain, namun susu
hasil pemerahan harus dipindah dengan menyaring susu mesin portable ke milk
can. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan susu dengan benda asing seperti
kotoran atau bulu yang ikut saat proses pemerahan. Kemudian di angkut oleh
petugas kandang dengan menggunakan gerobak ke cooling unit agar susu tetap
terjaga kualitasnya. Untuk susu yang diperah untuk kebutuhan pedet langsung
dipisahkan dan diberikan langsung pada pedet. Setelah selesai dilkukan
pemerahan, puting sapi di dipping menggunakan masofilm. Menurut Safangat dkk
(2013) teat dipping setelah pemerahan harus dilakukan karena dapat mencegah
mikroba masuk kedalam puting sehingga mastitis dapat di cegah dan
dikendalikan. Lalu alat pemerah di cuci dengan air panas.

Gambar 32 Mesin perah otomatis

Gambar 33 Proses pemerahan susu sapi


6.4.3 Penanganan hasil

Susu yang dihasilkan dari sapi di BBPTU & HPT Baturraden diperah
melalui pipa maupun menggunakan mesin perah portable akan dimasukan ke
dalam coolong unit (bulk cooler) yang bersuhu 3-5oC yang dilengkapi dengan
pengaduk (agrigator). Hal ini dilakukan untuk menjaga susu tidak tercemari
bakteri atau bakteri patogen yang ada pada susu tidak dapat berkembang karena
susu adalah salah satu hasil pangan dari hewan yang mudah rusak (perishable).
Susu segar setiap hari dijual kepada konsumen pada pagi hari setelah pemerahan
dalam bentuk kemasan plastik per 1 L. Sisa susu segar yang tidak dikemas,
disimpan di cooling unit.
Pencatatan produksi susu dilakukan disetiap kandang selama satu minggu
sekali pada hari rabu. Hal ini untuk mengetahui kemampuan berproduksi susu dari
setiap ekor sapi perah induk yang dipelihara di BBPTU & HPT Baturraden. Dari
kemampuan berproduksi susu tersebut akan dapat ditentukan apakah sapi-sapi
perah yang dipelihara ekonomis untuk dipelihara terus, dan apakah sapi perah
induk dapat dijadikan bibit atau tidak.

Gambar 34 Mesin pengolahan susu Gambar 37 Mesin pengolahan susu 2

Gambar 35 Milk Can

Gambar 38 Ruang pengolahan susu

Gambar 36 Proses pengolahan susu

Gambar 39 Penyimpanan susu


Gambar 40 Truk pengangkut susu
6.5 Pemeliharaan Sapi Kering Kandang

Masa kering kandang merupakan masa saat sapi perah berproduksi namun
harus diberhentikan pemerahannya. Masa kering kandang biasa terjadi pada akhir
bulan ketujuh usia kebuntingan. Masa kering kandang juga merupakan masa
persiapan indukan mejelang melahirkan (Syarif dan Harianto, 2011).
6.5.1 Proses Kering Kandang

Nurdin (2011), menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengeringkan


sapi tersebut yaitu : 1) Pemerahan berselang, yaitu dengan memerah sapi tersebut
1 kali sehari kemudian 1 kali dalam 2 hari, 1 kali dalam 3 hari dan selanjutnya
tergantung pada kondisi produksi susunya. Dengan adanya air susu yang tidak
dikeluarkan atau tertinggal dalam ambing, maka akan menekan alveoli sehingga
tidak mensekresikan air susu lagi; 2) Pemerahan tidak lengkap. Cara ini dilakukan
dengan melakukan pemerahan seperti biasa sampai air susu habis dalam 1 hari
dan dilakukan beberapa hari. Kemudian dilakukan pemerahan berselang sampai
air susu tinggal sedikit lalu pemerahan dihentikan; 3) Penghentian pemerahan
secara tiba-tiba. Selama 3 hari sebelum masa pengeringan, makanan penguat
tidak diberikan dan rumput hanya diberikan lebih kurang 2/3 dari biasanya.
Namun cara ini kurang baik dilakukan pada sapi-sapi yang berproduksi tinggi,
sebab jika penghentian pemerahan dilakukan pada tiba-tiba akan mengakibatkan
rasa sakit pada sapi tersebut dan ambing akan menjadi bengkak.
BBPTU & HPT Baturraden menerapkan metode pengeringan secara
berselang atau bertahap yaitu hanya diperah satu kali dalam sehari, pemerahan
dilakukan pada pagi hari. Pemerahan berselang dilakukan pada umur kebuntingan
7 bulan selama 30 hari. Pada saat produksi susu sapi dapat menghasilkan 4 liter
susu, namun jika kurang dari 30 hari produksi susu kurang dari 4 liter, maka
pengeringan secara berselang dapat dihentikan atau tidak diperah sama sekali.
Menurut Fanani (20013), hal ini dilakukan untuk merangsang pemberhentian
produksi susu, agar fetus dalam kandungan tetap terjaga nutrisinya, mencegah
terjadinya distokia pada saat melahirkan, dan menjaga kesehatan induknya agar
induk tidak kekurangan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokoknya serta menjaga
kualitas produksi susu tetap tinggi pada periode berikutnya.
6.5.2 Periode Sapi Kering Kandang

Waktu pengeringan pada ternak yang diterapkan di BBPTU & HPT Cikole
adalah ternak yang memasuki umur kebuntingan 7 bulan. Waktu pengeringan
ternak berlangsung selama 2 bulan atau 60 hari. Waktu pengeringan sangat
berpengaruh terhadap produksi susu pada laktasi berikutnya. Waktu kering yang
optimal yaitu berkisar diantara 40 sampai 69 hari. Apabila waktu pengeringan
terlalu singkat, misalnya 20 sampai 29 hari akan berdampak pada penurunan
produksi susu pada laktasi berikutnya (Schaeffer dan Henderson, 1972., cit.
Anggraeni, 2007).
Berdasarkan pada uraian diatas, maka waktu pengeringan yang diterapkan di
BBPTU & HPT Baturraden, sudah sesuai dengan materi yang didapat di
perkuliahan, yaitu pengeringan pada ternak selama 2 bulan atau 60 hari sebelum
sapi tersebut melahirkan. Menurut Fanani (2009), sapi kering kandang dimasukan
ke dalam kandang melahirkan. Panjang pendeknya kering kandang mempengaruhi
produksi susu laktasi berikutnya. Kering kandang yang terlalu pendek akan
mengakibatkan produksi susu berkurang 5-10% pada masa laktasi berikutnya,
sedangkan kering kandang yang dilakukan lebih dari 60 hari tidak akan
menambah produksi susu. Menurut Anggraeni (2007), lama kering yang singkat
dapat merugikan pada produksi susu selanjutnya maka waktu tersebut cukup
untuk memberikan waktu bagi sel-sel epithel ambing untuk beregresi, proliferasi,
dan diferensiasi.
6.5.3 Pemberian Pakan Sapi Kering Kandang

Pakan yang diberikan pada sapi yang sedang mengalami kering kandang di
BBPTU & HPT Baturraden berupa hijauan dan konsentrat komersial, dengan
tambahan silase. Pakan yang diberikan pada sapi yang sedang kering kandang
berbeda dengan pakan yang diberikan pada sapi laktasi yang belum dikeringkan.
Sapi kering kandang diberikan pakan hijauan sebanyak 50 kg/ekor/hari dengan
frekuensi pemberian sebanyak tiga kali dalam sehari dan pemberian konsentrat
komersial sebanyak 5 kg/ekor/hari dengan frekuensi pemberian sebanyak satu kali
dalam sehari. Ternak kering juga diberikan silase sebanyak 5 kg/ekor/hari dengan
frekuensi pemberian sebanyak satu kali dalam sehari. Namun perbedaan
pemberian pakan terletak pada pemberian konsentrat. Konsentrat yang diberikan
pada sapi kering lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrat yang diberikan
pada sapi laktasi. Hal ini dimaksudkan agar produksi susu berkurang. Ako (2013),
menyatakan bahwa ciri-ciri fisiologis ternak pada masa kering adalah tingkat
kebutuhan nutrisi rendah, kebutuhan digunakan untuk memenuhi hidup pokok,
dan perkembangan janin.
Gambar 41
Penggiringan sapi Gambar 42 Lahan Gambar 43 Distribusi
penggembalan pakan sapi

6.5.4 Kesehatan Dan Reproduksi

Kesehatan ternak merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan


dalam manajemen pemeliharaan sapi perah karena, ternak yang sehat akan
memiliki produktifitas (memberikan hasil) yang optimal. Sapi perah yang terkena
penyakit akan mengakibatkan penurunan produksi susu atau lebih parahnya
menyebabkan kematian. Upaya penanganan kesehatan pada ternak meliputi
pencegahan, pengendalian, pengobatan, dan rehabilitative (pemulihan).
Pencegahan dan pengobatan penyakit harus dilakukan dengan cara yang baik dan
tepat. Pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan cara membersihkan kandang,
memberikan hijauan yang baik, memberikan obat cacing secara berkala,
memberikan vaksinansi dan pemberian vitamin dan mineral agar mempunyai daya
tahan terhadap penyakit (Williamson dan Payne, 1993).
Manajemen kesehatan berhubungan dengan proses reproduksi, sapi yang
sehat proses reporduksinya pun akan baik. Reproduksi adalah suatu proses untuk
menghasilkan keturunan guna mempertahankan kelangsungan hidup dari suatu
spesies makhluk hidup. Menurut Feradis (2010), reproduksi adalah suatu
kemewahan fungsi tubuh secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan individual
tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan.
Reproduksi dapat berlansung setelah hewan mengalami pubertas dan diatur oleh
kelenjar - kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkannya.
Sapi betina memiliki siklus reproduksi antara lain pubertas, siklus estrus,
perkawinan, kebuntingan, kelahiran, serta laktasi. Pubertas merupakan usia
dimana pertama kali hewan jantan dapat berejakulasi dan hewan betina dapat
berovulasi. Pubertas biasa disebut juga dewasa kelamin, yaitu waktu dimana alat –
alat reproduksi telah berkembang dengan baik dan ternak harus segera
dikawinkan. Sapi yang telah siap untuk dikawinkan biasanya akan menunjukan
gejala estrus yang ditandai dengan bagian vulva terlihat merah, bengkak, serta
keluarnya lendir. Menurut Franson (1993), siklus estrus pada sapi perah rata – rata
adalah 20 hari untuk sapi dara dan 21 – 22 hari untuk sapi dewasa. Interval 12
antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode berikutnya disebut
sebagai suatu siklus estrus. Siklus estrus pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau
periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, et al., 2001).
Pada BBPTU & HPT Baturraden manajemen kesehatan dan reproduksi
diawasi dan ditangani oleh Keswan (Kesehatan Hewan) dan bantuan dari
paramedik. Hal yang dilakukan untuk penanganan penyakit yaitu penyakit yang
dialami oleh sapi tersebut, sanitasi kandang, pengontrolan kesehatan, dan
pengobatan khusus untuk penyakit tertentu.
6.5.5 Pencegahan Penyakit dan Penangannya

Pencegahan yang dilakukan di BBPTU & HPT Baturraden meliputi sanitasi,


vaksinasi, pemotongan kuku, pemotongan tanduk (dehorning), pemberian
antibiotik, dan uji mastitis.
Sanitasi bertujuan untuk mematikan bibit penyakit. Sanitasi yang
dilakukan di BBPTU & HPT Baturraden meliputi sanitasi kandang, sanitasi
ternak, dan sanitasi peralatan produksi. Sanitasi kandang dilakukan dengan
membersihkan feses, mengalirkan selokan agar tidak tersumbat, pembersihan
tempat pakan, dan tempat minum dengan rutin. Pegawai kandang sebaiknya
menggunakan seragam sesuai SOP yang telah ditetapkan oleh BBPTU & HPT
Baturraden. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan biosecurity area perkandangan
dalam agar tidak tercemar bakteri atau virus. Sanitasi pada ternak dilakukan
dengan cara memandikan sapi dan menyikat bagian tubuh yang sulit dihilangkan
kotorannya pada pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal ini bertujuan agar
ternak terjaga kesehatannya dan pada saat proses pemerahan sapi dalam keadaan
bersih sehingga susu tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Sanitasi
peralatan dilakukan dengan cara membersihkan peralatan mesin perah
mengggunakan air panas dan desinfektan.
Vaksinasi adalah salah satu program pencegahan penyakit. Pada BBPTU
& HPT Baturraden program vaksinasi dilakukan untuk penyakit Brucellosis
karena termasuk daerah tertular. Brucellosis adalah penyakit yang menyerang
organ reproduksi. Pemberian vaksin Brucellosis di BBPTU & HPT Baturraden
dilakukan hanya sekali seumur hidup karena, di daerah tersebut tertular bibit
penyakit Brucellosis, sehingga dilakukan pencegahan dengan memvaksin sapi
yang sehat. Pada sapi umur 4-12 bulan dengan vaksin strain RB 51, dengan dosis
2 ml per ekor diberikan secara subkutan. Pemberian obat cacing dilakukan setiap
6 bulan sekali dalam bentuk cair dan tablet pada sapi umur 4 bulan (pedet lepas
sapih). Sapi dara dan dewasa diberi obat flukoside 12.5 % berbentuk cair dengan
dosis 6 ml per 100 kg bobot badan sedangkan untuk pedet dan dara yang belum di
IB diberi obat klosan berbentuk tablet dengan dosis 1 tablet per 20 kg bobot
badan.
Pemotongan kuku bertujuan agar sapi terhindar dari infeksi
mikroorganisme dan sapi dapat berdiri tegak sempurna. Di BBPTU & HPT
Baturraden pemotongan kuku dilakukan 6 bulan sekali pada hari selasa dan rabu.
Pemotongan kuku dilaksanakan di Kandang jepit agar mempermudah petugas
dalam pelaksanaannya. Pemotongan kuku dilakukan bila kuku sudah panjang.
Pemotongan kuku sebaiknya dilakukan 6 bulan sekali untuk mencegah terjadinya
foot root , atau pododermatitis yang disebabkan oleh fusobacterium necrophorum
dan Bac.Melanogenicus (Rukmana 2009).
Pemotongan tanduk (dehorning) dilakukan pada saat pedet berumur 1
sampai 3 bulan. Tujuan dari pemotongan tanduk adalah agar sapi tidak agresif saat
dewasa nanti.

Gambar 44
Persediaan obat -
obatan
Gambar 45
Gambar 46
Pemotongan kuku
Penyuntikan obat
sapi
6.5.5.1 Diare atau Mencret

Diare merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh


protozoa, virus, bakteri, jamur atau pakan. Kuman yang lazim menyebabkan diare
adalah Escherichia coli. Bakteri ini bisa masuk melalui pakan, air minum,
peralatan atau lingkungan kandang yang tidak bersih (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Penyakit ini sering ditemukan di BBPTU & HPT Baturraden. Hal ini
disebabkan perubahan fisiologis misalnya perubahan lingkungan ternak, meliputi
perubahan pakan, perpindahan ternak, perubahan cuaca, dan pergantian
pemeliharaan. Perubahan pakan diantaranya, ternak mengkonsumsi pakan dengan
kualitas yang kurang baik, salah satunya hijauan yang terlalu muda karena
pemotongan dipagi hari menyebabkan kandungan air yang tinggi belum mencapai
puncak rumput, sebaiknya pemotongan dilakukan pada siang hari pada kisaran
jam 11.00 WIB sehingga kandungan air sudah menyebar keseluruh bagian
rumput. Selain itu, disebabkan oleh mikroorganisme yang mencemari kandang,
karena kandang yang kurang bersih (tempat pakan & minum yang tidak pernah
disikat) ( Subronto, 1985).
Ciri dan gejala umum pada penyakit diare adalah sapi sering mengangkat
ekornya walaupun tidak membuang kotoran hal ini terlihat jelas pada pedet yang
mengalami mencret, feses cenderung cair, nafsu makan berkurang, dan bulu sapi
terlihat kusam.
Penanganan penyakit ini dilakukan di BBPTU & HPT Baturraden dengan
memberikan colibacbolus cair sebanyak 20 ml, lalu disuntik secara intramuskular.
Lalu diberikan colibactbolus 1 tablet. Penanganan ini dilakukan sehari sekali
hingga sapinya sembuh.
6.5.5.2 Mastitis atau Radang Ambing

Mastitis adalah peradangan jaringan internal kelenjar ambing, mastitis


merupakan masalah utama karena dapat menyebabkan penurunan produksi susu
dalam jumlah besar. Susu yang dihasilkan oleh sapi penderita mastitis dapat
mengalami perubahan secara fisik, kimiawi, patologis dan bakteriologis, demikian
pula dengan jaringan kelenjar ambingnya (Samad 2008). Secara fisik pada air
susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan
konsistensi.

Pada sapi perah, kejadian mastitis lebih sering disebabkan oleh infeksi
bakteri dibandingkan oleh agen penyebab lainnya seperti cendawan atau kapang
(Karimuribo et al, 2008). Faktor yang menyebabkan mastitis yaitu, lingkungan,
terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi
dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta
peternak itu sendiri dan peralatan yang digunakan.

Mastitis dibagi menjadi dua macam, mastitis klinis dan subklinis. Pada
BBPTU & HPT Baturraden yang sering ditemukan adalah gejalas mastitis
subklinis. Yang ditandai dengan keadaan abnormalitas pada ambing dan susu
yang dihasilkan. Secara fisik perubahan susu yang terjadi adalah menggumpal
atau cair seperti air, terdapat darah atau nanah pada susu. Mastitis klinis juga
menunjukkan gejala panca radang, yaitu panas, bengkak, sakit, terasa keras dan
sakit bila dipegang (Nurdin, 2011). Pada BBPTU & HPT Baturraden penanganan
penyakit ini dilakukan dengan membuang susu pada ambing yang mengalami
peradangan sampai tuntas, menggunakan full hand (seluruh jari). Hal ini bertujuan
untuk membuang atau mengeluarkan kuman yang terdapat dalam ambing yang
dapat menyebabkan penularan pada ambing-ambing lainnya lalu, menyuntikkan
obat mastilax dengan dosis 5 ml melalui puting sapi intramammary 1syringe yang
mengalami radang, dan dilakukan selama 3 hari. Susu sapi yang telah diberikan
obat tidak boleh dikonsumsi selama tiga hari. Pada fase kering diberikan obat
dryclox untuk mencegahnya bakteri masuk. Setelah pemerahan dilakukan,
celupkan puting pada cairan iodine. Cara pengobatan mastitis pada sapi kering
kandang dan sapi laktasi sama, yang berbeda yaitu kandungan obat yang
digunakan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap mastitis adalah
dengan membersihkan lantai kandang secara teratur, menjaga keadaan ambing
tetap bersih dan higienis setiap akan dilakukan pemerahan, melakukan teat
dipping setelah pemerahan dengan menggunakan larutan yodium dan melakukan
pemeriksaan mastitis secara rutin.

Tabel 11 Parameter Air Susu Sapi Normal dengan Mastitis


(SNI 01-3141-1998)
Air Susu pada Sapi Normal Air Susu pada Sapi Mastitis

Warna Putih kekuningan Putih pucat agak kebiruan

Rasa Agak manis Getir atau agak asin


Bau Harus asam Asam

Konsistensi Cair, emulasi rata Pecah, lebih cair, endapan

6.6 Reproduksi

6.6.1Deteksi Estrus

Deteksi estrus yang tepat merupakan faktor yang penting dalam program
perkawinan agar fertilisasi dapat dilakukan pada saat yang tepat. Deteksi estrus
yang dilakukan di BBPTU & HPT Baturraden menggunakan cara manual atau
visual dengan melihat sapi yang mengeluarkan tanda – tanda estrus (vulva merah,
bengkak, dan mengeluarkan lendir). Sapi yang terdeteksi estrus kemudian dicatat
nomor eartag dan disesuaikan dengan data pencatatan untuk melihat tanggal
beranak terakhir. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui masa kosong pada sapi
tersebut. Sapi di BBPTU & HPT Baturraden yang telah dilewati masa kosong 60
hari akan dilakukan inseminasi. “Sapi birahi yang telah melewati masa kosong 60
sampai 70 hari adalah sapi yang layak untuk diinseminasi, karena perkawinan atau
inseminasi sebaiknya dilakukan sekitar 60 hari setelah partus” (Feradis 2010).
6.6.2 Sistem Perkawinan

Sistem perkawinan dibagi menjadi dua cara yaitu perkawinan alam dan
perkawinan buatan yang biasa dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB).
Perkawinan alam merupakan perkawinan yang terjadi secara alami tanpa campur
tangan manusia, sedangkan perkawinan buatan atau Inseminasi Buatan (IB)
adalah perkawinan dengan bantuan terknologi serta campur tangan manusia.
Menurut Fanani (2009), Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah upaya
memasukkan semen kedalam saluran reproduksi hewan.Secara umum teknik IB
terdiri dari dua metode yakni metode inseminasi vaginaskop atau speculum dan
metode rectovaginal. Keberhasilan kebuntingan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satu faktor yang dominan adalah posisi deposisi semen dalam saluran
reproduksi ternak betina. Faktor inseminator dalam pelaksanaan Inseminasi
Buatan (IB) adalah salah satu dari lima aspek penentu keberhasilan IB, yakni
kualitas semen beku ditingkat peternak, pengetahuan dan kepedulian peternak
dalam melakukan deteksi birahi, Body Condition Score (BCS) sapi, kesehatan
ternak terutama yang terkait dengan alat-alat reproduksi, serta keterampilan dan
sikap inseminator, dan waktu IB yang tepat (Feradis 2010). Body Condition Score
(BCS) sapi yang dikawinkan sekitar BCS 3-4.Perkawinan yang dilakukan di
BBPTU & HPT Baturraden adalah perkawinan buatan atau yang disebut
Inseminasi Buatan (IB). Persiapan dalam melakukan inseminasi sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah perkawinan ternak. Persiapan
inseminasi tersebut meliputi: proses pengecekan data – data sapi yang estrus,
kebersihan alat – alat inseminasi, proses dalam pengambilan straw dari container,
serta persiapan air hangat untuk thawing straw dengan suhu yang tepat. Waktu
yang tepat dalam melakukan inseminasi adalah kunci proses perkawinan. Kriteria
dalam perkawinan yang diterapkan di BBPTU & HPT Baturraden yaitu dilakukan
pada dara berumur 14 sampai 16 bulan dengan kisaran bobot badan 285 – 300 Kg
sehingga dihrapkan pada umur 24- 25 bulan dapat beranak pertama dan
mengasilkan produksi susu.
Prosedur pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) yang dilakukan di BBPTU &
HPT Baturraden yaitu diawali melapor kepada pihak inseminator jika terdapat
sapi yang estrus agar pihak inseminator dapat menentukan waktu yang tepat untuk
pelaksanaan IB, prosedur yang kedua adalah mempersiapkan alat – alat inseminasi
(gunting arteri, insemination gun, plastic sheet, glove, termos straw, termos
thawing,pingset dan menyiapkan air untuk thawing dengan suhu 35 sampai 37°
C), prosedur yang ketiga adalah inseminator menggunakan sarung tangan (glove)
yang telah diberi pelicin untuk melakukan palpasi rektal. Setelah itu ambil straw
yang berisi semen beku di dalam termos straw yang diisi N2 cair, kemudian
melakukan proses pencairan (thawing) menggunakan air hangat suhu 35 sampai
37° C selama 30 detik tetapi jika menggunakan air biasa proses pencairan
(thawing) dilakukan selama >30 detik. Jumlah straw yang dibawa inseminator
disesuaikan dengan jumlah sapi yang akan di inseminasi di BBPTU & HPT
Baturraden.
Proses inseminasi dilakukan oleh inseminator yang telah mempunyai
sertifikat. Setelah semen dicairkan (thawing), straw dimasukan kedalam IB gun
dan gunting sumbat lab yang berada di ujung straw serta tutup menggunakan
plastic sheet, dan kencangkan cincin IB gun. Setelah itu tembakan semen pada
cervix posisi 1 cm dari ujung cervix, kemudian catat identitas sapi yang telah di
inseminasi pencatatan meliputi no. Recording dan nama straw yang di IB kan.
6.7 Pemasaran

6.7.1 Rantai Tataniaga

Rantai tataniaga pemasaran susu di BBPTU & HPT Baturraden ada 2 yaitu
dikirim ke koperasi dan ada yang olah langsung menjadi berbagai produk.

Koperasi

Susu dari peternakan


Pelanggan /
BBPTU & HPT
Konsumen Susu sapi
Baturraden
Unit Pengolahan
Susu Sapi BBPTU
& HPT Baturraden

Bagan 7 Rantai tataniaga produk susu BBPTU SP & HPT Baturraden


6.7.2 Produk dan Harga Susu

Susu yang didapatkan hasil pemerahan di BBPTU & HPT Baturraden diolah
dan diberi kemasan. Ada bermacam produk yang dihasilkan yaitu susu UHT,
permen caramel dan yogurt. Pelaksanaan produksi hanya dilakukan pada saat
event tertentu atau apabila ada pesanan.
Berikut ini adalah tabel jenis produk dan harga produk yang dihasilkan oleh
BBPTU & HPT Baturraden :

Tabel 12 Harga jual produk susu


Jenis produk Volume kemasan Harga jual per unit
Susu sapi (per liter) 1 liter Rp 6.000,- - Rp 7.000,-
Permen susu 100 gram Rp 10.000,-

Sumber : BBPTU & HPT Baturraden (Juli – Agustus) 2019.

7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang kami lakukan di BBPTU &
HPT Baturraden, dapat diambil kesimpulan, bahwa manajemen pemeliharaan sapi
perah dari mulai laktasi, dara dan pedet sudah sesuai dengan standar. Mulai dari
pedet antara lain sanitasi, pemberian kolostrum, pakan, pertambahan bobot badan,
penanganan penyakit pada pedet sesuai sehingga menghasilkan bibit yang baik.
Serta pemeliharaan pada dara yang optimal dan sesuai dengan literatur yang
ditemukan dari mulai pakan, perkawinan, dan kebuntingan. Manajemen pada sapi
laktasi juga sudah di dilakuakn dengan cukup baik karena sudah sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP), yang diberlakukan oleh BBPTU & HPT Baturraden,
sehingga produksi susu sapi yang di hasilkan dapat mencapai rata-rata produksi
susu sapi FH di Indonesia .
7.2 Saran

Berdasarkan hasil praktek kerja lapang di BBPTU & HPT Baturraden dapat
disarankan bahwa perlu adanya pertimbangan persentase jumlah sapi produktif
(sapi laktasi, induk kering), dan sapi kurang produktif (sapi afkir/dibiarkan), atau
rasio Sapi pejantan/jantan, yang dalam sebuah farm karena persentase sapi
produktif (induk laktasi) berpengaruh terhadap cash flow , karena jika persentase
popuasi sapi kurang produktif terlalu banyak maka hasil penjualan susu terbebani
oleh modal operasional sapi – sapi yang kurang produktif.
Disamping itu juga perlu diperhatikan rasio jumlah pegawai yang bekerja di
BBPTU & HPT dan jumlah sapi yang dipelihara, karena dalam skala industri
sudah tidak efisien dengan pengeluaran tenaga kerga, dan hasil dari produk
penjualan susu yang dihasilkan, dan diharapkan BBPTU & HPT Baturraden,
menambah skala usaha, agar modal tenaga kerja menjadi lebih efisien, dan juga
memberi kesempatan lowongan kerja bagi masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. .Jakarta PT. Agro Media Pustaka
Achroni, Daud. 2013. Kiat Khusus Usaha Ternak Sapi Perah Skala Kecil.
Yogyakarta. Trans Idea Publishing.
Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonimus. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Anggraeni. 2007. Pengaruh Lama Kering Pada Produksi Susu Sapi Perah.
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 2007. Balai Penelitian Ternak.
Bogor. 167-173
Azizzadeh, et al. 2012. Factors Affecting Calf Mortality in Iranian Holstein Dairy
Herds. Preventive Veterinary Medicine. 104 (2012) : 335-340
Ditjenpkh, ‘Direktorat Jendral Pertanian dan Kesehatan Hewan’, 2014,
www.ditjenpkh.pertanian.go.id [Diakses 9 September 2019]
Djaja, W et al. 2009. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah. Pusat Penelitian
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Fanani et al. 2013. Kinerja Produksi Sapi Perah Peternakan Friesian Holstein
(PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. Tropical Animal
Husbandry. 2(1): 21-27
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Afabeta. Bandung
Fikar dan Ruhyadi. 2010. Buku Pintar dan Bisnis Ternak Sapi Potong .
Agromedia. Jakarta
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Frandson, R, D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.
Karimuribo, et al. 2008. Prevalence of Subclinical Masitis dan Associated Risk
Factors in Smallholder Dairy Coes in Tanzania. Vet Rec., 163 (1); 16-21
Marawali, et al. 2001. Dasar – Dasar Ilmu Reproduksi Ternak. Jakarta (ID).
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Badan
Kerja Sama PTN Indonesia Timur
Mukhtar, Ashry. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Surakarta: LPP UNS Press.
Murti, T, W. 2014. Ilmu Manajemen dan Industri Ternak Perah. Bandung.
Pustaka Reka Cipta.
Nurdin, Ellyza. 2016. Ternak Perah dan Prospek Perkembangannya. Edisi
Pertama. Plantaxia. Surabaya.
Nurdin E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Purwanto, H., D. Muslih. 2006. Tata Laksana Pemeliharaan Pedet Sapi Perah.
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian.
Rasyaf, M. 2004. Makanan Ayam Broiler. Jakarta : Penebar Swadaya
Rustamadji, B. 2004. Dairy Science I. Laboratory of Dairy Animal. Faculty of
Animal Science. Gadjah Mada University.
Rukmana. 2009. Pemeliharaan Sapi Perah Secara Intensif.Titian Ilmu. Bandung.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susus dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi
Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Samad, M, A. 2008. Animal Husbandry dan Veterinery Science. Vol II.
Myemensingh (Bangladesh): Bangladesh Agricultural University.
Schaeffer, et al. 1972. Effects of Days Dry and Days Open on Holstein Milk
Production. J Dairy Sci. 55 : 107 – 112
Setjenper,’Sekretariat Jendral Pertanian’, 2014,
www.epublikasi.setjen.pertanian.go.id [Diakses 9 September 2019]
Siregar, S. 1992. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha Sapi Perah.
Penebar Swadaya. Jakarta
Siregar. 1995. Sapi Perah., Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. PT
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B. 2003. Teknis Pemeliharaan Ternak Sapi dan Analisis Usaha.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Soetarno, T. 2003. Manajemen Ternak Perah. Hand Out Mata Kuliah Ternak
Perah. Fakultas Peternakan Universitas Gagjah Mada. Yogyakarta.
Sudono, et al. 2003. Beternak Sapi Perah Secaa Intensif. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.
Sugeng, B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Sugeng, Y, B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supar. 2001. Pemberdayaan plasma Nutfah Mikroba Veteriner Dalam
Pengembangan Peternakan: Harapan Vaksin Escerrechia Coli
Enterotoksigenik, Enterpatogenik dan Verotoksigenik Isolate Local Untuk
Pengendalian Kolibasilosis Neonatal pada Anak Sapi dan Babi. Wartazoa
11 :36-43..
Syarif, E, K. Dan Harianto. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta :
Agromedia Pusaka.
Tilman, et al. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke-6, Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Yani, A. 2007. Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara Pada Kandang Sapi
Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Tesis Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor

LAMPIRAN Produk hasil olahan susu (Permen)

Kandang jepit BBPTU SP & HPT


Baturraden

Proses pemasangan eartag

Kandang isolasi
Kandang Frehstall Recording evaluasi

Rearing Manggala

Recording card pedet baru lahir

Recording pakan pedet


Recording jumlah ternak BBPTU SP SOP farm
DAN HPT Baturraden

Data ternak Limpakuwus

Anda mungkin juga menyukai