Anda di halaman 1dari 17

Dosen : Dr. Ir. Rukmiasih, M.

Si

Fitriani Eka Puji Lestari, S.Pt, M.Si

Gilang Ayuningtyas, S.Pt, M.Si

Ir. Asep Tahyana

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN PEMELIHARAAN ITIK

Disusun Oleh:

TNK54/Praktikum 2/Kelompok 2

1. Achmad Ardyansyah (J3I117070)


2. Indah Annisa Barus (J3I117006)
3. Iqbal Sallim Siregar (J3I117130)
4. Kharleita Insani (J3I217137)
5. Rasyid Hadi Putra (J3I117131)
6. Usagi Aprilia Maskur (J3I217141)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

0
2019

1
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................2
1.2 Tujuan.......................................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................3
Ternak Itik......................................................................................................................................3
Itik Alabio.......................................................................................................................................4
Sistem Pemeliharaan Itik................................................................................................................6
Pakan..............................................................................................................................................6
BAB III...............................................................................................................................................7
MATERI DAN METODE.................................................................................................................7
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................................................................7
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................................................7
3.3 Prosedur Kerja..........................................................................................................................7
BAB IV...............................................................................................................................................8
HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................................................8
4.1 Hasil..........................................................................................................................................8
4.1.1 Konsumsi pakan................................................................................................................9
4.1.2 Produksi telur....................................................................................................................9
4.1.3 Feed Conversion Ratio (FCR) Produksi.....................................................................10
4.1.4 Duck Day.........................................................................................................................12
BAB V..............................................................................................................................................13
KESIMPULAN................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................14
LAMPIRAN.....................................................................................................................................15
Daftar Piket...................................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Itik merupakan ternak monogastrik yang dapat dimanfaatkan daging dan
telurnya untuk dikonsumsi manusia. Ternak itik di Indonesia merupakan salah
satu jenis unggas lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil
telur yang berguna untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Telur merupakan
salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang paling lengkap dan
mempunyai asam amino essensial yang paling tinggi jika dibandingkan dengan
hasil ternak lainnya. Menurut Srigandono (1991) populasi itik tersebar hampir
diseluruh wilayah Indonesia, maka itik dikenal dengan nama menurut daerah atau
lokasi asal berkembangnya. Nama tersebut adalah itik Tegal berasal dari Jawa
Tengah, itik Mojosari berasal dari Jawa Timur, itik Bali berasal dari Bali, dan itik
Alabio barasal dari Kalimantan.

Manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan keseimbangan


zat nutrisi dan pengawasan yang ketat terhadap kesehatan ternak serta pemilihan
konstruksi kandang yang tepat ternyata menghasilkan produktivitas itik lokal yang
tinggi. Sistem pemeliharaan itik dikategorikan kedalam tiga macam yaitu secara
ekstensif atau tradisional, semi intensif, dan intensif. Menurut Purba et al.( 2005)
itik yang dipelihara pada sistem intensif pada umur 72 minggu mampu bertelur
sebanyak 220 butir/ekor/tahun.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara pemeliharaan itik
bukan hanya sekedar dalam teori saja.
2. Mahasiswa dapat memanajemen pengolahan dalam pemberdayaan itik
agar menghasilkan produksi telur yang tinggi walaupun belum
seefektif seperti yang dihasilkan oleh peternak- peternak lainnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Itik
Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di
samping ayam. Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan dibandingkan dengan
ayam ras sehingga dalam pemeliharaannya pun mudah dan tidak banyak
mengandung resiko. Populasi itik di Indonesia memang tidak sebanyak populasi
ayam. Pada tahun 2011, populasi ayam Kampung sudah mencapai sekitar 274,8
juta ekor. Ayam pedaging mencapai populasi tertinggi yakni 1,041 juta ekor,
sedangkan ayam petelur populasinya sebesar 110,3 juta ekor. Sementara itu,
populasi itik pada tahun yang sama hanya sekitar 49,3 juta ekor (Direktorat
Jendral Peternakan, 2012).

Rose (1997) menggambarkan taksonomi itik sebagai berikut :

Kingdom : Animalia,

Filum : Chordata,

kelas : Aves,

ordo : Anseriformes,

famili : Anatidae,

genus : Anas, Carina, Anser

spesies : Anas platyrhynchos (domestic ducs)

Carina moschata (Muscovy duck)

Itik merupakan jenis unggas air (waterfowl) karena unggas ini suka berenang
di perairan. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), ternak itik mempunyai
kelebihan dibanding ternak unggas lain. Kelebihan tersebut yaitu:

4
a. Itik mampu mempertahankan produksi lebih lama dibanding ayam
sehingga dapat mengurangi biaya penggantian itik setiap tahunnya.

b. Pada sistem pemeliharaan sederhana, itik mampu berproduksi dengan baik


(itik gembala yang dipelihara di sawah dengan kandang sederhana dari
bambu dan sebagian ditutup atap jerami mampu berproduksi dengan baik).

c. Angka kematian (mortalitas) itik pada umumnya kecil, sehingga itik


dikenal sebagai unggas yang tahan terhadap penyakit.

d. Itik bertelur pada pagi hari sehingga pengumpulan telur hanya dilakukan
satu kali. Waktu kosong pada siang dan sore hari dapat digunakan peternak
untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain.

e. Itik dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Apabila pakan ini


diberikan ke unggas lain maka kemungkinan unggas tersebut tidak mampu
berproduksi.

f. Produksi telur asin hanya dapat dibuat dari telur itik. Sementara itu daging
itik juga sangat populer di beberapa tempat seperti di Kalimantan dan Bali.

Itik Alabio
Terdapat beberapa jenis itik domestik yang banyak dikembangkan di
Indonesia. Jenis itik terbagi menjadi beberapa tipe yakni itik pedaging, petelur dan
itik ornamental atau hias. Itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) merupakan itik
petelur asli Indonesia. Itik ini berasal dan berkembang pesat di daerah Kalimantan
Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Itik ini dinamakan itik
Alabio karena itik yang berasal dari Amuntai - Kalimantan Selatan ini banyak
dipasarkan di Kecamatan Alabio (Windhyarti 2003). Namun menurut Suharno
dan Amri (2002), sebenarnya yang menghasilkan itik itu bukanlah Kecamatan
Alabio, melainkan Desa Mamar Tegalsari. Di desa ini banyak terdapat pembibit-
pembibit itik. Namun demikian, karena pemasarannya banyak dilakukan di Alabio
maka nama Alabio lebih melekat sebagai nama itik ini.

5
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) mengkarakteristikkan itik
Alabio sebagai berikut:

a. Postur tubuh agak miring dibandingkan dengan itik jenis lain.


b. Warna bulu cenderung agak cerah, dari cokelat muda sampai abu-abu
dengan bercak cokelat sampai kehitaman yang semakin ke punggung
semakin gelap.
c. Warna paruh dan kaki kekuningan.
d. Perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat dari warna bulunya. Itik jantan
berbulu abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang
melengkung keatas, sedangkan warna bulu itik betina cokelat muda keabu-
abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher dan kepala sedikit
kehitaman.

Srigandono (1986) menambahkan, telur itik Alabio mempunyai ciri-ciri


berwarna hijau keabu-abuan serta kerabang agak tebal. Selain itu, itik Alabio
berjalan agak membungkuk.

Itik Alabio merupakan jenis itik yang banyak dikembangkan dikarenakan


produksi telurnya yang tinggi dan dapat dimanfaatkan dagingnya. Keunggulan itik
Alabio selain mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat terhadap penyakit
(sehingga berumur panjang), tingkat produksi telurnya bervariasi yakni itik Alabio
yang dipelihara secara tradisional (digembalakan) menghasilkan telur 130 butir/
tahun. Bila dipelihara secara intensif dapat berproduksi antara 200-250 butir
telur/tahun.Menurut Gunawan et al.(1994), berat telur rata-rata itik Alabio sekitar
65-70 g/butir.

Saat dewasa bobot badan itik jantan dapat mencapai 1,75 kg dan bobot badan
betina dapat mencapai 1,6 kg (Suharno dan Setiawan, 2001). Menurut Wasito dan
Rohaeni (1994), masa dewasa itik Alabio betina adalah pada umur enam bulan
dengan masa betelur 8-10 bulan per tahun dan dapat mencapai umur 4,5 tahun,
setelah itu itik Alabio di afkir.

6
Sistem Pemeliharaan Itik
Sistem pemeliharaan itik dikategorikan kedalam tiga macam yaitu secara
ekstensif atau tradisional, semi intensif, dan intensif. Pada pemeliharaan ekstensif,
tempat pemeliharaan kelompok itik berpindah-pindah untuk mencari tempat
penggembalaan yang banyak tersedia pakannya (Siregar, 2000).

Pemeliharaan semi Intensif adalah pemeliharaan dengan cara mengurung itik


pada saat-saat tertentu, biasanya pada malam hari sampai pagi hari setelah itu
dilepas sekitar halaman kandang atau dikembalikan di tempat penggembalaan
yang dekat. Sistem pemeliharaan Intensif adalah pemeliharaan secara mendalam
dan sungguh-sungguh. Memelihara itik secara intensif dengan dikandangkan ialah
beternak stanpa air (pemeliharaan itik sistem kering), 100% dikurung dan tidak
diberi air untuk berenang, air disediakan hanya untuk air minum (Siregar, 2000).

Pakan
Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi kesuksesan
peternak, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak untuk pakan berkisar
antara 60% - 70% dari total biaya produksi, di samping kebutuhan gizi yang
terkandung di dalamnya pakan juga harus memiliki kecukupan kuantitas maupun
kualitas (Murtidjo, 2002). Efisiensi pakan dapat dilakukan, misalnya dengan
memanfaatkan limbah industri pertanian menjadi bahan baku pakan (Suharno dan
Amri, 2004). Pakan ternak itik pada prinsipnya tidak berbeda dengan pakan ternak
ayam, perbedaannya hanya terletak pada kadar protein. Kadar protein pada
ransum itik relatif tinggi dan penyediaan air lebih banyak dibandingkan dengan
ransum yang diberikan pada ternak ayam (Wahyu, 1997)

7
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pemeliharaan Itik dilakukan pada Sabtu, 2 Februari 2019 sampai
Kamis, 9 Mei 2019 bertempat di Kandang Itik Kampus Gunung Gede Sekolah
Vokasi Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan


Alat:

1. Kandang Itik 6. Selang air


2. Tempat makan 7. Sapu lidi
3. Tempat minum
4. Timbangan
5. Egg tray

Bahan:

1. Itik Alabio
2. Pakan
3. Air

3.3 Prosedur Kerja


1. Sexing Itik jantan dan betina (dilakukan di awal pemeliharaan)
2. Seleksi Itik jantan dan betina (dilakukan di awal pemeliharaan)
3. Penimbangan konsumsi pakan pada Itik
4. Pemberian pakan pada Itik dilakukan setiap pagi dan sore serta pemberian
air minum dan membersihkan tempat pakan dan halaman kandang setelah
pakan habis
5. Menimbang dan mengumpulkan telur di egg tray

8
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Bobot
Total Produksi FCR Butir
Mingg produksi FCR
konsumsi telur %DD telur (gram /
u Ke- telur Bobot telur
pakan (Butir) butir)
(gram)
1 58800 98 6870 20,90 600,00 8,56
2 62160 42 2640 8,96 1.480,00 23,55
3 62160 140 8907 29,85 444,00 6,98
4 62160 180 11285 38,38 345,33 5,51
5 62160 155 9610 33,05 401,03 6,47
6 62160 88 5337 18,76 706,36 11,65
7 62160 193 12283 41,15 322,07 5,06
8 62160 232 14462 49,47 267,93 4,30
9 62160 224 14114 47,76 277,50 4,40
10 62160 81 4813 17,27 767,41 12,92
11 62160 20 1313 4,26 3.108,00 47,34
12 62160 40 2636 8,53 1.554,00 23,58
13 62160 103 6530 24,12 603,50 9,52
14 53280 167 10579 45,63 319,04 5,04

9
4.1.1 Konsumsi pakan

Grafik konsumsi pakan total


64000
62000
`Konsumsi pakan total (gram)

60000
58000
56000 Kons Pakan
54000
52000
50000
48000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu Ke-

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan dalam jumlah dan
waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan zat makanan lain (Wahyu, 2004). Palatabilitas atau rasa ransum
merupakan sifat performan dari bahan – bahan sebagai akibat dari keadaan fisik
dan kimiawi yang dimiliki bahan – bahan pakan tersebut. Hal ini tercermin oleh
organoleptik seperti penampilan, bau, rasa, tekstur, dan temperatur.

4.1.2 Produksi telur

250 Grafik produksi telur(Butir)

200

150
Butir telur

Prod telur
100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu ke-

10
16000 Grafik berat produksi telur total
14000
Berat produksi telur (Gram) 12000
10000

8000
BB prod telur
6000

4000

2000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu Ke-

Berdasarkan hasil pemeliharaan didapatkan fluktuasi produksi telur itik hal


ini sesuai dengan menurut Purba et al. (2001) yang mengemukakan bahwa rata-
rata produksi telur itik Alabio pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih
stabil bila dibandingkan dengan sistem kandang litter. Prasetyo et al. (2003)
menyatakan bahwa produksi itik MA (Mojosari-Alabio) dan MM (Mojosari
Mojosari) selama 3 bulan pada umur 7 bulan produksi masing-masing sebesar
79,4% dan 52,47%.

4.1.3 Feed Conversion Ratio (FCR) Produksi

FCR butir telur


3500
3000
(Gram pakan / butir telur)

2500
2000
FCR butir telur
1500
1000
500
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu Ke-

11
FCR bobot telur
50
45
40
35
FCR Bobot telur

30
25 FCR bobot telur
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu ke-

Konversi pakan untuk produksi telur merupakan perbandingan antara


jumlah pakan yang dikonsumsi (g) dengan produksi telur (butir) yang dihasilkan.
Nilai konversi pakan digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan
(Ensminger, 1992). Semakin tinggi nilai konversi pakan maka efisiensi
penggunaan pakan semakin rendah (Ensminger, 1992), dari tabel ini kita dapat
melihat penurunan angka fcr di minggu 8 dari minggu 7 yang berarti jika
disandingkan dengan pendapat ahli ini merupakan efisiensi pakan yang semakin
baik karena nilai konversi semakin turun.

12
4.1.4 Duck Day

% Duck Day
70

60

50
% DD
40 BA rataan %DD menurut
% DD

literatur
30 BB rataan %DD menurut
literatur
20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu Ke-

Menurut (Maijon Purba,dkk, 2005) Rata-rata produksi telur dari masing-


masing 10 ekor bahwa rataan produksi telur yang dicapai itik Alabio selama 23
minggu lebih tinggi kecuali minggu ke-7 dan ke-8. Rata-rata produksi itik Alabio
pada kedua minggu tersebut adalah 5,40 ± 2,11 dan 5,00 ± 2,82
butir/ekor/minggu. Puncak produksi itik Alabio lebih awal yaitu dicapai pada
minggu ke-4 dengan produksi ratarata 7 butir ekor-1 minggu-1. Penurunan
produksi telur pada itik Mojosari semenjak minggu ke-9 sampai ke-23 lebih tajam
dibandingkan dengan itik alabio.
%DD pemeliharan itik petelur yang kami lakukan di kampus IPB Gunung
Gede di bawah standard dari literatur yang kami dapatkan, hal ini mungkin
disebabkan karena, kesalahan manajemen pemeliharaan, pemberian pakan,
Human error, Strees ternak, cuaca, dan faktor lainnya.

13
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa


pelaksanaan budidaya ternak itik belum memperoleh hasil yang baik, hal ini
disebabkan karena perolehan nilai % duck day yang lebih renadah dari literatur
yang kami dapatkan, dan FCR butir telur yang tinggi, yang menyebabkan biaya
operasional membesar, sehingga jika produk telur itik dijual dengan harga pasar,
maka kemungkinan usaha dari budidaya itik alabio petelur akan mengalami
kerugian.

Hal yang mempengaruhi kegagalan produksi telur itik yang maksimal.


diantaranya bisa disebabkan oleh kesalahan manajemen pemeliharaan, kesalahan
dalam pemberian pakan, ternak stres, kesehatan ternak, Human error (lupa
piket/tidak piket).

14
DAFTAR PUSTAKA
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. Instate Publisher, Inc.
Danville, Illiones.
Gunawan B et al. 1994. Korelasi phenotipik dan genetik beberapa sifat produksi
telur itik Alabio, Khaki Campbell, Tegal dan persilangannya. Prosiding
Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Unggas dan Aneka
Ternak. Ciawi, 20-22 Februari 1994. Balai Penelitian Ternak. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor. hlm. 49-54.
Prasetyo, L. H., B. Brahmantiyo & B. Wibowo. 2003. Produksi telur persilangan
itik Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Purba, M., L. H.Prasetyo & B. Brahmantiyo. 2001. Produktivitas dua bangsa itik
lokal: Alabio dan Mojosari pada sistem kandang battery dan litter.
Prosiding Lokakarya Unggas Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Purba Maijon, dkk.2005. Pola Rontok Bulu Itik Betina Alabio dan Mojosari serta
Hubungannya dengan Kadar Lemak Darah (Trigliserida), Produksi dan
Kualitas Telur. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Rose. 1997. Principles of Poultry Science. Cab. International, United Kingdom.
Siregar, S. 2000. Itik Petelur : Jenis, Teknis Pemeliharaannya dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Srigandono. 1991. Ilmu Unggas Air. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University
Press.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Wahyu J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Jogjakarta:Gadjah Mada University Press.
Wahyu, J., 2004 Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wasito, Rohaeni ES. 1994. Beternak Itik Alabio.Jogjakarta: PT. Kanisius.

15
LAMPIRAN

Daftar Piket

No Nama NIM Jumlah Piket


1 Achmad Ardyansyah J3I117070 36
2 Indah Annisa Barus J3I117006 22
3 Iqbal Sallim Siregar J3I117130 36

4 Kharleita Insani J3I217137 30


5 Rasyid Hadi Putra J3I117131 31
6 Usagi Aprilia Maskur J3I217141 37

16

Anda mungkin juga menyukai