Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

Budidaya Ayam Lokal Pedaging


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada matakuliah pengantar ilmu
peternakan di program studi ilmu peternakan.
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Linda Herlina, MP.
Disusun oleh:

Yuliani
(200110140280)
Andhi Baskara Yudha (200110140281)
Andhika Mochammad Rizki (200110140282)
Desty Wahyu Kurniawati
(200110140283)
Rianty Pratiwi
(200110140284)
Kelas : E

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat


memberikan

rahmat

dan

hidayah-Nya

Allah SWT yang telah

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Makalah ini berjudul Budidaya


Ayam Lokal Pedaging. Shalawat beserta salam penulis sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunnah untuk keselamatan umat di
dunia.
Makalah

ini

merupakan

salah

satu

tugas

pada

matakuliah

pengantar ilmu peternakan di program studi Ilmu Peternakan Fakultas


Peternakan pada Universitas Padjadjaran. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Linda Herlina, MP., selaku
dosen pembimbing matakuliah Pengantar Ilmu Peternakan dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.Tentunya ada hal-hal yang ingin diberikan kepada
para pembaca dari makalah ini, oleh karena itu penulis berharap semoga
makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi banyak orang.
Penulis

menyadari

bahwa

masih

kekurangan-kekurangan dalam penulisan

sangat

banyak

terdapat

makalah ini, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para


pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis ucapkan
terima kasih.

Bandung , 12 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR.................................
2
DAFTAR ISI. 3
DAFTAR TABEL. 4
DAFTAR

ILUSTRASI

. 6
BAB I
PENDAHULUAN.. 8
BAB

II

KOMODITAS

PENGGOLONGAN.
2.1.

DAN

9
J

enis Ternak...... 9
2.2.
Hasil
Ternak......
14
2.3. Teknologi

Ternak..

16
2.4.

Skala

Usaha...

Sifat

Ternak

17
2.5.
18
2.6.

Makanan

Ternak.

18

2.7. Cara

Pemeliharaan..

20
BAB III

FAKTOR MAKRO, MIKRO DAN ANCAMAN LINGKUNGAN

24
3.1.

Faktor

Makro..

Faktor

Mikro...

24
3.2.
3.3.

25
Ancaman Lingkungan.
30

BAB

IV

PENUTUP.

37
4.1.

Kesimpulan..

37
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Konsumsi Pakan Ayam Lokal Pedaging Berdasarkan
Berat Badan Ayam
Umur (minggu)

1
2
3

Konsumsi Pakan
(gra
m/ekor/minggu)
50
90
160

Berat Badan
(gram/ekor)
80
120
210

4
5
6
7
8
9
10
11
12

200
260
290
340
390
440
480
530
590

280
350
460
520
590
640
700
760
810

Tabel 2. Koefisien Teknis Pada Ayam Lokal Pedaging


Koefisien teknis

2000

5000

10.000

plasma

plasma

plasma

60.000-

100.000-

>150.000

100.000

150.000

Pullet per kandang

2000

5000

10.000

Mortalitas (%)

Produksi telur

17,61-17.12

17,72 -17,12

17,72-17,12

92

94

94

2.25

2.2

2.2

62

62

62

Populasi (ekor)

(Kg/ekor)
Berat ayam tua per
ekor (Kg)
Jumlah panen
ayam tua Afkir/sisa
setelah
mortalitas (%)
Konversi pakan
(Kg/ekor)
Umur siklus

pemeliharaan
(Minggu)
Periode Produksi

0.7

0.7

0.7

Th Ke 1 (Tahun)

DAFTAR ILUSTRASI

Ayam Kedu Hitam

Ayam Nunukan

Ayam Kedu Cemani

Ayam Pelung

Ayam Kedu Putih

Ayam Sumatera

Ayam Gaok

Ayam Merawang

Ayam Sentul

Ayam Tolaki

Kandang Postal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Peternakan Tradisional
Pada peternakan tradisional khusunya pada pemeliharaan

ayam lokal pedaging, biasanya ayam dilepaskan dipekarangan


rumah. Ayam akan mencari makanannya sendiri dan sekedar
tambahan pakan dengan memanfaatkan makanan sisa dapur
untuk diberikan pada ayam. Biasanya pada peternakan secara
tradisional ini, jumlah ternaknya sedikit karena biasanya yang
mengurus ternak merupakan anggota keluarga dimana ternak
tersebut bisa dijadikan tabungan untuk keluarga. Selain itu, input
teknologinya pun rendah dan profit/keuntungannya juga rendah.
1.2.
Peternakan Semi
Tradisional
Pada peternakan semi tradisional, biasanya ayam lokal
pedaging dilepas dikandang umbaran. Pakan yang diberikan
merupakan pakan pabrik yang ditambah dengan pakan tambahan
yang dicampur guna menghemat biaya pengeluaran untuk pakan.
Biasanya pakan tambahan berupa jagung, sayur-sayuran, bekatul,
nasi, gabah dll. Makanan lainnya berupa makanan sisa dapur.
Pada peternakan semi tradisional ini, jumlah ternaknya masih
tergolong sedikit, namun input teknologinya mulai tinggi dan
profit yang didapatkan sedang dan tenaga kerjanya masih
anggota keluarga yang mempunyai usaha ternak tersebut.
1.3.
Peternakan Maju
Pada peternakan maju, skala ternak yang dipelihara banyak,
teknologi yang digunakan juga sudah canggih sehingga dapat
mempermudah tenaga kerja. Selain itu, tenaga kerja yang bekerja
sudah

spesifik

dalam

bidang

peternakan

sehingga

sudah

mengetahui dengan jelas tentang dunia ternak. Keuntungan yang


didapat juga sudah tinggi.

BAB II
KOMODITAS DAN PENGGOLONGAN
2.1. Jenis-Jenis Ayam Lokal Pedaging

Ayam lokal pedaging adalah sebutan di Indonesia bagi ayam


peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal
komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang dihasilkan
untuk kepentingan komersial tersebut. Nama ilmiah untuk ayam
lokal pedaging adalah Gallus domesticus. Aktifitas penternakan
ayam lokal pedaging telah ada sejak jaman dahulu.
Sosok ayam ayam lokal pedaging mudah dibedakan dari ayam
ras dan ayam buras lainnya. Pertama, corak dan warna bulunya yang
beragam menjadi ciri khas ayam kampung. Dibandingkan dengan
ayam ras, ayam kampung juga jauh lebih lincah dan aktif bergerak.
Bahkan, jika dipelihara secara umbaran, terbiasa hinggap atau
istirahat di dahan pohon yang cukup tinggi. Selain itu, ukuran
tubuhnya juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam ras. Bagi
mereka yang tinggal di lingkungan yang memelihara ayam lokal
pedaging, pasti sudah tidak asing dengan sosok ayam ini.
Ayam lokal pedaging merupakan salah satu jenis ternak unggas
yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara
. Bagi masyarakat Indonesia, ayam lokal pedaging sudah bukan hal
asing . Istilah "Ayam kampung" semula adalah kebalikan dari istilah

10

"ayam ras", dan sebutan ini mengacu pada ayam yang ditemukan
berkeliaran
semenjak

bebas
dilakukan

di

sekitar
program

perumahan

pengembangan,

Namun

demikian,

pemurnian,

dan

pemuliaan beberapa ayam lokal unggul, saat ini dikenal pula


beberapa ras unggul ayam lokal . Untuk membedakannya kini
dikenal istilah ayam buras (singkatan dari "ayam bukan ras") bagi
ayam lokal yang telah diseleksi dan dipelihara dengan perbaikan
teknik budidaya (tidak sekedar diumbar dan dibiarkan mencari
makan sendiri
Jenis atau varietas dari ayam lokal asli Indonesia adalah jenis
ayam lokal terbanyak di dunia. Namun sekarang ini banyak jenisjenis ayam lokal asli Indonesia yang hampir punah. Bahkan sudah
ada beberapa jenis-jenis ayam lokal asli Indonesia yang punah.
Sejarah Perkembangan Sejarah ayam lokal dimulai dari generasi
pertama ayam lokal yaitu dari keturunan ayam hutan merah (Gallus
gallus). Jenis ayam lokal sudah dikenal sejak jaman Kerajaan Kutai.
Pada saat itu, ayam lokal merupakan salah satu jenis persembahan
untuk kerajaan sebagai upeti dari masyarakat setempat. Keharusan
menyerahkan upeti menyebabkan ayam lokal selalu diternakan oleh
warga kampung dan menyebabkan ayam lokal tetap terjaga
kelestariannya. Di samping itu, ayam lokal memang sesuai dengan
selera

masyarakat

setempat.

Kebiasaan

beternak

ayam

lokal

tersebutlah yang menyebabkan ayam ini mudah dijumpai di tanah


air. Sampai sekarang sistem upeti dalam arti perpindahan barang
(ayam kampung/lokal) dari desa ke kota masih tetap ada. Bedanya,
saat ini perpindahan tersebut lebih bersifat bisnis.
Varietas Ayam lokal mempunyai banyak varietas dan spesies,
beberapa diantaranya yang penting yaitu :

11

1. Ayam Kedu
Nama ayam kedu berasal dari daerah yang memang banyak
dijumpai

jenis

ayam

ini,

yaitu

Desa

Kedu,

Kabupaten

Temanggung, Jawa Tengah. Ada dua pendapat mengenai asal


ayam ini. Ada yang percaya, ayam kedu merupakan ayam asli
Pulau Jawa yang kemudian diekspor ke Amerika pada tahun 1930an dan dikenal dengan nama black Java breed (ayam hitam asal
Jawa). Namun, ada juga pendapat yang mengatakan ayam kedu
merupakan ayam hasil persilangan antara ayam dorking yang
dibawa Raffles dengan ayam buras di daerah Dieng. Jengger pada
ayam jantan adalah tunggal bergerigi 5-7 buah dan berdiri
sedangkan pada betina jengger lebih kecil. Pial dan jengger yang
semula hitam berubah menjadi merah setelah mencapai umur 1 1.5 tahun.
Ayam ini memiliki ukuran standar ayam biasa dengan jengger
tunggal. Ayam kedu betina memiliki bobot sekitar 2-3 kg dan kedu
jantan memiliki bobot 2-4 kg. Umur ayam kedu rata-rata 6-8
tahun. Ayam kedu akan mulai bertelur pada umur 138-195 hari.
Produktivitas bertelur ayam kedu sekitar 124 butir per tahun
(34%). Namun, dengan pemeliharaan intensif menggunakan
kandang baterai, produktivitas dapat ditingkatkan.
Ayam kedu termasuk ayam buras yang potensial dijadikan
ayam petelur dan pedaging. Ayam kedu memiliki beberapa jenis,
di antaranya kedu hitam, kedu putih, dan kedu lurik atau blorok
(campuran). Produktivitas kedu hitam lebih tinggi daripada
produktivitas kedu putih atau campuran. Pada jenis kedu hitam
ada yang dikenal sebagai ayam cemani, yaitu jenis ayam yang
seluruh bagian tubuhnya berwarna hitam, hingga daging, tulang,

12

dan darahnya. Ayam cemani dengan kualitas seperti ini sangat


langka dan banyak dijadikan ayam koleksi. Sementara jenis kedu
hitam yang lain (bukan cemani) hanya memiliki warna hitam di
bagian bulunya.
Perbedaan mama kedu petelur dengan kedu dwifungsi adalah
bobot badannya. Bobot betina kedu petelur sekitar 1,5 kg,
sedangkan bobot betina kedu dwifungsi mencapai 2,5 kg.
Sementara bobot jantan kedu petelur 2-2,5 kg, sedangkan bobot
jantan kedu dwifungsi mencapai 3,5 kg. Kelebihan lain ayam kedu
adalah mudah beradaptasi dengan lingkungan baru serta tahan
terhadap stres dan penyakit.
a. Ayam Kedu Hitam
Ayam kedu hitam mempunyai penampilan fisik hampir hitam
semua, tetapi kalau diamati secara teliti warnanya tidak terlalu
hitam

Penampilan

kulit

pantat

dan

jengger

masih

mengandung warna kemerah-merahan . Bobot ayam kedu


hitam jantan dewasa antara 2 Kg 2,5 Kg, sedangkan yang
betinanya hanya 1,5 Kg . Ayam ini sering disamakan dengan
ayam cemani karena tampak serba hitam .
b. Ayam Kedu Cemani
Ayam kedu cemani memiliki penampilan sosok tubuh hitam
mulus, termasuk paruh, kuku, telapak kaki, lidah, telak (langitlangit mulut), bahkan daging dan tulangnya juga hitam. Sosok
tubuh ayam kedu jantan dewasa tinggi besar dan bobotnya
antara 3 Kg- 3,5 Kg, sedangkan yang betina dewasa berbobot
antara 2 Kg- 2,5 Kg .
c. Ayam Kedu Putih
13

Ayam kedu putih ditandai dengan warna bulu putih mulus,


jengger dan kulit mukanya berwarna merah, sedangkan kakinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan . Jenggernya tegak
berbentuk wilah . Bobot ayam jantan kedu putih dewasa
mencapai 2,5 Kg . Sedangkan bobot ayam kedu putih betina 1,2
Kg 1,5 Kg.
d. Ayam Kedu Merah
Ayam kedu merah ditandai dengan warna bulu hitam mulus,
tetapi kulit muka dan jengger berwarna merah, sedangkan kulit
badannya berwarna putih . Sosok tubuh ayam kedu merah
tinggi besar dengan bobot ayam jantan dewasa 3 Kg-3,5 Kg,
Sedangkan bobot ayam betina 2 Kg-2,5Kg .
2. Ayam Nunukan
Ayam ini merupakan jenis ayam buras yang potensial sebagai
ayam petelur. Ayam nunukan disebut juga ayam Tawao. Nama
ayam ini berasal dari daerah tempat ditemukannya banyak jenis
ayam ini, yaitu di Tarakan dan Nunukan, Kalimantan Timur. Salah
satu nama julukan untuk ayam nunukan adalah ayam cina karena
ada yang berpendapat ayam ini berasal dari daratan Cina bagian
selatan. Karakteristik ayam nunukan adalah warna bulunya merah
cerah atau merah kekuning-kuningan, bulu sayap dan ekor tidak
berkembang sempurna . Sementara paruh dan kakinya berwarna
kuning atau putih kekuning-kuningan dengan jengger dan pial
berwarna merah cerah. Jenggernya berbentuk wilah dan bergerigi
delapan . Stadium anak ayam sampai umur 45 hari cenderung
berbulu kapas . Berat badan ayam nunukan jantan dewasa 3,4 Kg
4,2 Kg, sedangkan yang betina 1,6 Kg 1,9 Kg . Ciri ayam
betina nunukan yang memiliki produktivitas bertelur yang baik
14

adalah yang memiliki ekor panjang. Bobot betina nunukan


dewasa mencapai 1,9 kg. Produktivitas bertelurnya mencapai 130
butir per tahun (sekitar 35%) dengan bobot telur rata-rata 50
gram per butir. Masa bertelurnya cukup lama, mencapai 3 tahun.
Produktivitas ini bisa ditingkatkan dengan pemeliharaan yang
intensif.
Berbeda dengan betinanya, ayam nunukan jantan memiliki
bulu sayap dan ekor yang pertumbuhannya tidak sempurna. Bulu
ekornya sangat pendek dan tampak seperti dipotong. Ciri lain
nunukan jantan adalah perawakannya cukup besar dengan bobot
mencapai lebih dari 4 kg saat dewasa. Jengger dan pial nunukan
jantan juga besar dan berwarna merah. Jenggernya tunggal
bergerigi delapan dan runcing.
3. Ayam Pelung
Ayam pelung merupakan jenis ayam buras yang awalnya
banyak terdapat di Jawa Barat, terutama di daerah Cianjur dan
Sukabumi. Namun, saat ini sudah banyak tersebar di berbagai
daerah di Indonesia. Ayam pelung memiliki sosok tubuh besar dan
tegap, temboloknya tampak menonjol . Kakinya panjang, kuat,
dan pahanya berdaging tebal . Ayam pelung jantan memiliki
Jengger berbentuk wilah yang besar, tegak, bergerigi nyata dan
berwarna merah cerah . Ayam pelung betina mempunyai jengger,
tetapi jengger terseebut tidak berkembang dengan baik.
Ayam pelung jantan termasuk jenis ayam buras dengan bobot
paling besar di antara jenis ayam buras lainnya. Bobotnya
mencapai 3,50-5,50 kg/ekor. Pada masa lalu bahkan mencapai 7,5
kg/ekor. Sementara itu, bobot betinanya maksimum 3,5 kg/ekor.
Besarnya pertumbuhan bobot ayam ini menjadikan ayam pelung
15

berpotensi sebagai ayam buras pedaging. Ayam pelung betina


mulai bertelur pada umur 165-210 hari. Produktivitas bertelurnya
mencapai 68 butir per tahun dengan bobot telur sekitar 42 gram
per butir. Ayam pelung. Berpotensi sebagai ayam pedaging, tetapi
hingga saat ini lebih sering dipelihara sebagai ayam klangenan
karena memiliki suara yang nyaring dan panjang
4. Ayam Sumatra
Ayam Sumatra merupakan ayam lokal dari Sumatra Barat.
Penampilan perawakannya tegap, gagah ,tetapi ukuran tubuhnya
kecil. Ayam Sumatra jantan berkepala kecil, tetapi tengkoraknya
lebar. Pipinya penuh (padat), keningnya tebal, dan pialnya
menggantung ke bawah. Paruh ayam Sumatra umumnya pendek
dan kukuh berwarna hitam, dengan cuping kecil dan berwarna
hitam. Ayam Sumatra memiliki jengger berbentuk wilah dan
berwarna merah. Kulit muka juga berwarna merah atau hitam,
ditumbuhi bulu halus yang jarang. Bobot ayam Sumatra jantan
dewasa 2 Kg, sedangkan yang betina 1,5 Kg .
5. Ayam Belenggek
Ayam

belenggek

berasal

dari

Sumatra

Barat,

tepatnya

dipedalaman Kabupaten Solok . Ayam ini pandai berkokok dengan


suara yang merdu dan iramanya bersusun-susun, panjang sampai
terdiri

atas

6-12

suku

kata.

Semakin

panjang

suku

katanya,semakin panjang kokoknya .


6. Ayam Gaok
Ayam gaok bersal dari madura dan Pulau Puteran, Kabupaten
Sumenep . Keistimewaan ayam gaok yaitu kokoknya memiliki
suara panjang yang hampir sama dengan ayam pelung yang
16

terdapat di Cianjur (Jawa Barat). Ayam Gaok jantan dewasa


memiliki bobot badan mencapai 4 Kg, sedangkan yang betina 2 2,5 Kg. Ayam Gaok jantan memiliki tampilan tubuh besar, tegap
dan gagah . Jenggernya besar berbentuk wilah dan berwarna
merah, dengan pial yang besar dan warnanya merah . Kakinya
berwarna kuning . Bulunya didominasi oleh warna kuning kehijauhijauan (wido), namun ada juga yang berwarna lain, seperti
merah dan hitam .
7. Ayam Merawang
Ayam

merawang

merupakan

ayam

lokal

yang

banyak

terdapat di daerah Bangka Belitung. Meskipun merupakan ayam


asli dari Cina, ayam merawang sudah dipelihara cukup lama oleh
masyarakat Bangka Belitung sehingga menjadi aset dan unggas
lokal unggulan. Ayam merawang memiliki warna bulu yang
seragam,

yaitu

cokelat

kemerahan

hingga

keemasan.

Penampilannya mirip dengan ayam ras petelur Rhode Island Red.


Ayam ini potensial sebagai ayam petelur. Daya tetas telurnya
cukup

tinggi,

mencapai

86,4%.Ayam

merawang,

meskipun

merupakan ayam asli dari Cina, saat ini sudah menjadi aset dan
unggas lokal unggulan di daerah Bangka Belitung.
8. Ayam Sentul
Ayam sentul merupakan ayam lokal yang berkembang di
wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ayam yang semula banyak
dijadikan ayam aduan ini, sekarang dimanfaatkan sebagai ayam
petelur atau pedaging. Penampilan fisik ayam sentul mirip dengan
ayam bangkok. Bentuk jengger dan pialnya cukup besar dan
lebar. Ada lima variteas ayam sentul berdasarkan warna bulunya,
yaitu sentul emas, sentul debu, sentul jambe, sentul batu, dan
17

sentul kelabu. Produksi bertelur ayam sentul sekitar 10-18 butir


per periode dengan bobot setiap telur sekitar 43 gram. Fertilitas
telur ayam sentul cukup tinggi, mencapai 80,4% dengan daya
tetas hingga 78,2%.
9. Ayam Tolaki
Ayam Tolaki, ayam ini berasal dari sulawesi tenggara. Ada
juga yang menyebutnya ayam butan atau ayam buras hutan,
bobot nya sekitar 2kg. Ayam tolaki jantan dewasa memiliki kaki
panjang dan kokoh, sisik kakinya kecil kecil rata dan coklat
kehitaman.
2.2 Hasil Ternak Ayam Lokal Pedaging
Ayam lokal pedaging adalah salah satu jenis unggas peliharaan.
Masyarakat mengenal dua jenis ayam peliharaan yang dimanfaatkan
sebagai sumber protein hewani dalam bentuk daging segar ataupun
dalam bentuk olahan. Produk olahan daging ayam baik ayam ras
maupun ayam lokal (kampung) dapat meningkatkan nilai tambah
ekonomi bagi peternak dan nilai guna bagi produsen maupun
konsumen. Adapun beberapa produk olahan daging ayam tersebut
antara lain chicken nugget, abon, ayam crispy, bakso, sosis, ayam
tepung beku, gelatin, Telur dan lain-lain.
Metoda pengolahan produk olahan tersebut relatif beragam,
tergantung kepada kelayakan rencana usaha, baik secara teknis
maupun ekonomis. Khusus kelayakan secara teknis telah berkembang
metode proses pengolahan yang relatif mampu mengolah daging
ayam menjadi berbagai produk olahan.Produk olahan daging ayam
merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan secara

18

terintegrasi bagi para peternak ayam dan pengusaha bidang industri


pangan.
1. Chicken Nugget
Produk ini merupakan produk yang sedang berkembang dan
banyak diminati semua lapisan, dari mulai anak-anak hingga
manusia lanjut usia (manula). Chicken nugget adalah suatu produk
berbahan baku daging ayam yang dicampur tepung terigu/tepung
roti dan susu. Produk olahan ini sebagai makanan yang memunyai
nilai gizi yang cukup baik dan tidak heran jika memunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi di pasaran. Oleh karena itu, pendirian
industri

chicken

menjanjikan

dan

nugget
dapat

memunyai

prospek

dikembangkan

yang

dalam

skala

cukup
kecil,

menengah maupun besar.


2. Abon Ayam
Produk ini merupakan produk olahan daging ayam yang
memunyai tingkat keawetan relatif lama, sehingga abon ayam
dapat dikembangkan sebagai produk yang dapat disimpan dan
disebarkan secara lebih luas. Abon ayam adalah suatu produk
olahan yang memunyai kandungan protein yang sangat tinggi
antara 60% 80 %. Berbagai kalangan konsumen menyukai jenis
produk ini.Abon ayam memunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
di pasaran dan dapat diproduksi dalam suatu industri skala kecil,
menengah, dan besar. Teknologi pengolahan abon ayam pada
prinsipnya

dapat

dilakukan

siapa

saja,

asalkan

menguasai

teknologinya.
3. Ayam Crispy

19

Produk ini merupakan produk olahan ayam beku yang dapat


disajikan dalam berbagai bentuk dan berbagai rasa. Ayam crispy
sangat disukai semua kalangan, terutama anak-anak. Produsen
ayam crispy relatif terbatas, maka produk ini menjadi suatu
peluang usaha yang dapat dikembangkan dalam skala kecil,
menengah, dan besar. Teknologi pengolahan ayam crispy pada
dasarnya tidak terlalu rumit dan dapat dilakukan siapa saja,
asalkan ditunjang sarana dan prasarana, juga fasilitas yang
memadai.
4. Bakso/Sosis Ayam
Produk bakso atau sosis sudah sangat dikenal di lingkungan
masyarakat, terutama bakso/sosis sapi, tetapi relatif sedikit
industri pengolah makanan tersebut. Padahal, bakso/sosis ayam
adalah produk olahan yang memunyai rasa dan nilai gizi yang
tidak kalah pentingnya dibandingkan produk bakso/sosis sapi.
Maka, produk ini memunyai peluang untuk dikembangkan menjadi
suatu usaha baik skala kecil, menengah, ataupun besar.
Teknologi

pengolahan

bakso

dan

sosis

ayam

dapat

dikembangkan secara bervariasi, tergantung pada kualitas dan


kapasitas yang diharapkan. Pada prinsipnya produk bakso/sosis
ayam merupakan produk alternatif/diversifikasi yang memunyai
nilai gizi yang cukup tinggi, terutama bagi anak-anak pada usia
pertumbuhan.

5. Ayam Tepung Beku

20

Produk ini merupakan produk olahan ayam yang disiapkan


dalam bentuk beku dan dapat dikonsumsi setelah digoreng. Ayam
tepung beku sampai saat ini dikenal di masyarakat dengan istilah
Fried Chicken. Teknologi pengolahan produk ini pada prinsipnya
ada

kemiripan

dengan

produk

olahan

ayam

crispy,

yaitu

menggunakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang sama.


Pada pelaksanaan usahanya dapat dijadikan satu dengan produk
olahan tersebut.
Teknologi pengolahan ayam tepung beku dapat dikembangkan
dalam skala kecil, menengah, dan besar. Metoda pengolahannya
dapat dengan mudah dilakukan oleh siapapun. Oleh karena itu,
produk

ini

merupakan

suatu

rencana

usaha

yang

cukup

berpeluang dan menjanjikan.


6. Gelatin
Produk ini merupakan produk yang dihasilkan dari tulang
ayam. Tulang yang dibuat gelatin adalah tulang yang secara fisik
banyak mengandung kolagen. Mengingat fungsi dan peranan
gelatin dalam pengolahan makanan serta obat-obatan adalah
cukup penting, maka salah satu alternatif untuk memproduksi
gelatin adalah memanfaatkan tulang ayam, sehingga dapat
menambah nilai ekonomis bagi pengusaha daging ayam.
Selama

ini,

banyak

beredar

bahan

makanan,

minuman

ataupun obat-obatan berupa kapsul dan tablet, dengan satu bahan


penunjangnya maupun sebagai bahan tambahan makanannya
adalah gelatin. Asal tulang hewan yang digunakan sebagai bahan
gelatin

tersebut

tidak

diketahui

spesiesnya.

Tentunya

menimbulkan keraguan bagi umat Islam jika produk gelatint


ersebut berasal dari hewan yang diharamkan.
21

7. Kemoceng
Kemoceng/sulak bulu ayam adalah peralatan rumah tangga
yang berfungsi untuk membersihkan debu/kotoran yang terbuat
dari bulu ayam atau bahan sintetis yang dirangkai dan disusun
menempel ke sebuah tangkai kayu/rotan(penjalin).
2.3. Teknologi Ternak
Peternak biasanya hanya mengandalkan pengamatan gerakan
anak ayam mendekat ke arah pemanas, menjauh dari pemanas atau
merata. Ada yang sambil mengulurkan tangan ke arah dalam ruang
pemanas untuk merasakan panasnya suhu. Hanya sedikit peternak
yang menggunakan thermometer, itupun hanya thermometer
dinding berisi air raksa yang lebih cocok dipasang di dinding rumah.
Untuk mengetahui kelembaban udara dalam ruang pemanas
peternak sulit bahkan tidak bisa dan kalaupun bisa, pasti tidak
akurat. Akibatnya, ayam menjadi tidak seragam pertumbuhannya,
feed intake (konsumsi pakannya) di bawah standar, otomatis
bobotnya dibawah standar. Untuk mengetahui suhu dan kelembaban
kandang, peternakan dapat menggunakan beberapa teknologi untuk
menunjang keberhasilan dalam beternak ayam lokal pedaging,
seperti :
1. Thermo Gun
Thermo Gun adalah alat canggih untuk mengukur temperatur
suatu tempat dengan keakuratan yang tinggi dengan sinar laser.
Tembakkan sinar laser pada suatu obyek, maka hasil pengukuran
temperatur akan langsung ditampilkan pada layar yang ada di
bagian belakang gagangnya. Thermo Gun sangat tepat dipakai

22

untuk memantau temperatur alas sekam (litter) selama masa


brooding

atau

pemanasan.

Mudah

digunakan,

ringan

dan

terjangkau harganya.

2. Thermohygrometer
Pertumbuhan ayam akan optimal pada tiap tahapannya dengan
kemampuan mengontrol suhu dan kelembaban udara di dalam
kandang dengan Thermohygrometer. Kemudahan pemakaiannya
memungkinkan pekerja kandang sekalipun untuk secara rutin
mengukur suhu dan kelembaban udara di dalam kandang hanya
dengan menekan 1 tombol pada ketinggian 20-30 cm di atas
permukaan lantai kandang, langsung seketika tertera di layar
berapa C suhunya dan berapa % kelembaban udaranya.
2.4 Skala Usaha
Ayam lokal atau yang sering disebut ayam kampung oleh
masyarakat

Indonesia

memliki

beberapa

tingkatan

pada

pemeliharaan atau usaha ternak yang digiati oleh pelaku usaha


ternak. Terdapat tiga tingakatan atau skala usaha dalam ternak
unggas ini yaitu,:
1. Sederhana ( 2000 ekor plasma )
Pada tingakatan ini bisa dibilang masih tingkatan rendah karena
hasil atau produksi masih terbilang rendah,namun untuk produsen
di Indonesia bisa terbilang besar. Biasanya hanya terdapat 1

23

rumah atau kandang untuk tingkatan seperti ini. Terdapat 60.000100.000 ekor ayam.
2. Maju (5000 ekor plasma)
Pada tingkatan ini, peternak sudah bisa mendirikan kawan industri
karena ayam yang dimiliki sangat banyak dan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar. Dalam lapangan terdapat 2-5
kandang yang total memilki 100.000-150.000 ekor ayam.
3. Lebih Maju (10.000 ekor plasma)
Pada tingakatan ini bisa dibilang kawasan industri peternakan
nasional karena memliki 5-10 kandang yang berisi >150.000 ekor
ayam.

2.5 Sifat Ternak


Beberapa kebiasaan atau sifat yang kampung yang meugikan, di antaranya
yaitu :
1. Kanibalisme
Kanibalisme pada ayam lokal adalah mematuk bahkan memakan kawan
sendiri. Kanibalisme pada ayam lokal dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu ayam kekurangan zat makanan, misalnya protein, mineral
dan air minum,; jumlah ayam dalam satu kandang terlalu padat,
sehingga ayam saling berebut tempat yang paling menyenangkan; udara
dalam kandang terlalu panas, karena sistem ventilasi kandang kurang
baik; ayam kekurangan grit.
2. Memakan telur

24

Peristiwa ayam memakan telur (egg eating) sering dijumpai pada


pemeliharaan ayam sistem kandang litter. Untuk menghindari ayam
memakan telurnya sendiri, zat-zat mineral (NaCl dan Ca)dan air minum
yang dibutuhkan ayam harus dipenuhi.
3. Rontok Bulu
Rontok bulu merupakan peristiwa alami yang wajar bagi ayam. Tetapi bila
hal ini terjadi terlalu cepat, jelas akan merugikan peternak ayam.

2.6 Makanan Ternak


Secara umum, kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi selama
minggu awal (0-8 minggu) dari kehidupan, oleh karena itu perlu
diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein,mineral
dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Faktor lainnya adalah
perbaikan genetik dan peningkatan manajemen pemeliharaan ayam
kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Setioko
dan Iskandar,

2005; Sapuri,

2006). Sampai saat ini standar gizi

ransum ayam lokal yang dipakai di Indonesia didasarkan rekomendasi


Scott et al. (1982) dan NRC (1994). Menurut Scott

et al. (1982)

kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu


antara 2600-3100 kkal/kg dan protein pakan antara 18% - 21,4%
sedangkan menurut NRC (1994) kebutuhan energi termetabolis dan
protein masing - masing 2900 kkal/kg dan 18%. Standar tersebut
sebenarnya adalah untuk ayam ras, sedangkan standar kebutuhan
energi dan protein untuk ayam lokal yang dipelihara di daerah tropis
belum ada. Oleh sebab itu kebutuhan energi dan protein untuk ayam
lokal di Indonesia perlu diteliti. Melihat proses metabolisme dan
mengadakan pelacakan terhadap nutrien dalam tubuh ternak yang
disertai

dengan

mengukur

komposisi

tubuh

ternak

pertumbuhan maupun fungsi-fungsi lain, maka kebutuhan

untuk
nutrien

khususnya energi dan protein pada ayam lokal dapat ditetapkan.

25

Pelacakan terhadap nutrien

tubuh ternak yang disertai dengan

mengukur komposisi tubuh ternak untuk menentukan kebutuhan


nutrien,

diharapkan

dapat

meningkatkan

perkembangan

serta

produktifitas ayam lokal.


Kebutuhan energi dan protein pada ayam lokal, Sturkie (1976)
menyatakan kebutuhan energi untuk unggas dinyatakan dengan
energi termetabolis (ME). Energi termetabolis diperoleh dengan
mengurangi energi ransum (GE) dengan energi ekskreta (feses dan
urine).

Dari

sejumlah

energi

tersebut

tidak

seluruhnya

dapat

digunakan langsung tetapi masih ada yang hilang dalam bentuk


panas (heat increment) selama proses metabolisme, sehingga yang
tinggal yaitu energi netto. Heat increment adalah banyaknya energi
yang hilang dalam bentuk panas yang ditimbulkan oleh banyak faktor
lain selain faktor makanan seperti panas yang hilang melalui proses
fermentasi, pencernaan, penyerapan, pembentukan dan pembuangan
energi.

Pada

saat

temperatur

lingkungan

dingin,

panas

yang

dihasilkan oleh tubuh (heat increment) akan digunakan untuk


maintenance. Pengukuran energi termetabolis pada ternak unggas
dapat menggunakan metode koleksi total (Sibbald, 1982). Kebutuhan
energi termetabolis dipengaruhi oleh genotip, jenis kelamin, umur
dan kondisi lingkungan.
Energi digunakan oleh ayam untuk kebutuhan hidup pokok dan
untuk produksi. Kebutuhan energi untuk hidup pokok meliputi
kebutuhan untuk metabolisme basal, aktivitas, dan pengaturan
temperatur/panas tubuh. Kebutuhan

6 energi untuk produksi

meliputi untuk pertumbuhan dan produksi telur, bulu, lemak, dan


untuk kerja. Pengukuran kebutuhan energi pada unggas dapat
dilakukan dengan berbagai metoda, diantaranya : pengukuran gas-

26

gas

respirasi,

percobaan

pakan

yang

disertai

dengan

teknik

pemotongan untuk pengukuran kandungan nutrien pada awal dan


akhir percobaan. Tillman et al.(1996) menyatakan bahwa tubuh
ternak dibangun dari zat zat makanan yang diperoleh dari ransum
yang dikonsumsi. Komposisi tubuh ternak dipengaruhi oleh umur,
jenis ternak dan makanan yang dimakan.
Protein merupakan salah satu nutrien yang perlu diperhatikan
baik dalam menyusun ransum maupun dalam penilaian kualitas
suatu bahan.

Protein dibutuhkan oleh ayam yang sedang tumbuh

untuk hidup pokok, pertumbuhan bulu dan pertumbuhan jaringan


( Scott et al., 1982 ). Wahyu (1992) menyatakan bahwa karkas ayam
biasanya mengandung protein 18 %

dalam jaringan tubuhnya dan

protein bulu 82 %. Untuk memenuhi kebutuhan protein sesempurna


mungkin, maka asam asam amino essensial harus disediakan dalam
jumlah yang tepat dalam ransum (Anggorodi, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat retensi protein adalah
konsumsi protein dan energi termetabolis ransum. Konsumsi protein
yang tinggi akan diikuti dengan retensi protein yang tinggi serta akan
terjadi penambahan bobot Badan bila energi dalam ransum cukup,
tetapi bila energi ransum rendah tidak selalu diikuti dengan
peningkatan bobot badan. Suatu ransum dengan kandungan energi
yang

kurang

walaupun

kandungan

protein

tinggi

akan

memperlihatkan 7 retensi nitrogen yang menurun (Wahyu, 1992).


Nieto

et al.

tergantung

(1995) menyatakan besarnya protein yang di retensi


dari

banyaknya

asam

amino

yang

diberikan

dan

tergantung pada kualitas dan kuantitas dari protein ransum.


Pengaruh Energi dan Protein Secara Umum Sampai saat ini
patokan kebutuhan zat zat nutrisi untuk ayam lokal belum tersedia

27

seperti yang digunakan untuk ayam ras pedaging dan ayam ras
petelur. Pemeliharaan ayam lokal secara tradisional erat kaitannya
dengan cara dan kebiasaan petani memberikan pakan. Ayam lokal
dibebaskan berkeliaran di sekitar rumah untuk mencari makan
sendiri. Ternak ayam dikandangkan atau dikurung hanya pada sore
dan malam hari. Pemeliharaan secara alamiah tersebut, ayam-ayam
akan mencukupi kebutuhan zat-zat nutrisi dari sumber tersedia di
lingkungannya.

2.7

Koefisien Teknis
Koefisien Teknis yaitu angka standar yg mematuhi kaidah-kaidah

yg sudah ditentukan. Koefisien Teknis dapat berbentuk persentase


(%), ukuran linier (m, cm), ukuran berat (gr, kg, ton), ukuran volume
(ml, l, cc), ukuran luas (m2, ha), ukuran waktu (jam, hari, minggu,
bulan, tahun), rasio antara sumber daya (Feed egg Ratio, Gain feed
Ratio).
Sistem pengukuran memerlukan patokan-patokan tertentu, untuk
menghitung besaran yang bersifat linier, luas bidang, besaran volume
atau jumlah berat, diperlukan angka standar yang mematuhi kaidahkaidah tertentu.
1. Koefisien yang berhubungan dengan masukan, misalnya satuan
ternak dan tingkat penggunaan sumber daya untuk masukan.
2. Koefisien teknis yang berhubungan dengan reproduksi, misalnya
angka kelahiran, service per conception pada ternak kawin suntik.
3. Koefisien

teknis

yang

berhubungan

dengan produksi, misalnya

pertambahan berat badan harian, produksi susu rata-rata per ekor


per hari, produksi telur rata-rata per ekor per hari.

28

4. Koefisien

teknis

yang

berhubungan

dengan ratio

sumber

daya, misalnya sex-ratio , feed-egg ratio, feed-gain ratio, bull-cow


ratio.
5. Koefisien

teknis

yang

biologis, misalnya

berhubungan

defresi

tahunan

dengan sifat
bangunan,

teknis
umur

non-

mesin,

pemakaian bahan baker.


Data dari tabel 2 yang terdapat pada tabel ilustrasi, maka dapat
diasumsikan bahwa makin besar skala usaha, makin diperlukan
kemampuan peternak yang besar sehingga efisiensi pengelolaan
dan hasil usaha lebih baik dilihat dari produksi telur dan mortalitas
ayam.

Pola

2000

mortalitas

ayam

petelur

mencapai

7%

dibandingkan dengan 6% untuk pola 5000 dan 10000. Produksi telur


Pola 5000 dan 10000 lebi tinggi (17,72 kg/ekor) dibandingkan
dengan Pola 2000 (17,61 kg/ekor). Produksi telur bervariasi dari
tahun ke tahun.

Koefisien teknis dipengaruhi beberapa faktor yaitu


1.
Bibit
a. Bagian tubuh tak ada yang rusak atau cacat, misalnya kaki utuh
dan leher lurus.
b. Otot gempal dan kuat, terutama di bagian paha dan dada.
Tulangnya juga kuat.
c. Susunan bulu teratur, saling menghimpit dan tampak mengkilat.
Kondisi bulu yang baik mencerminkan kondisi kulit yang baik pula.
d. Mata cerah dan pandangannya tampak tajam.

29

e. Gerakannya gesit yaitu mudah berontak bila dipegang.


f. Ukuran badannya sedang, tidak kurus dan tidak gemuk.
g. Induk jantan mempunyai jengger yang berwarna merah cerah,
kepala tampak kokoh, paruh pendek, tajam dan kuat.
h. Jarak ujung tulang dada dengan dubur berjarak minimal tiga jari
tangan.
2.
Pakan
a. Pakan tepung halus
adalah pakan yang didapat dari hasil penggilingan tanpa
dipadatkan. Saat diberikan kepada ayam, nantinya, pakan ini
dicampur

dengan

bahan

pakan

lainnya

sehingga

menjadi

homogen. Pada umumnya, ayam yang diberi makan dengan pakan


tepung adalah ayam berumur kurang dari seminggu. Lebih dari itu
biasanya menggunakan pakan remah atau pelet. Keuntungan
pakan

tepung

kerugiannya

adalah

adalah

harganya

pakan

mudah

yang

murah.

dikais

oleh

Sementara
ayam

dan

pencampuran yang tidak merata sehingga ada pemisahan bahan


yang

menyebabkan

ketidakseimbangan

nutrisi

yang

akan

dikonsumsi oleh ayam.


b. Pakan pelet
merupakan bahan pakan yang digiling kemudian dipadatkan.
Keuntungan dari bentuk pakan ini adalah sangat disukai ayam,
karena meningkatkan selera makan. Di samping, dapat menekan
tingkat pemborosan pakan. Karena itu, efisiensi pakan pelet jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan pakan tepung.
c. Pakan remah (crumble)
pada umumnya didapat dengan cara memecah pakan pelet
menjadi butiran-butiran kecil (remah). Peternak biasa memberikan
pakan ini untuk ayam umur 2 minggu sampai panen.
30

3.
Penyakit
a. Tetelo (New Castle Desease:ND)
Penyakit tetelo (New Castle Desease:ND)merupakan penyakit
ayam

yang

sangat

berbahaya

dan

sulit

ditanggulangi.

Penularannya dapat melalui berbagai media, antara lain : Kontak


langsung antara ayam sehat dengan ayam yang sakit; Tamu yang
masuk kedalam kompleks peternakan membawa bibit kuman
penyakit ini; Tempat makan dan minum yang kurang bersih,
sehingga mudah ditempeli oleh virus penyakit ini; Burung-burung
liar (misalnya burung gereja) yang ikut memakan makanan ayam.
Tingkat kematian akibat penyakit ini sangat tinggi, sekitar 10100%.
b. Pilek (snot)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri (Hemophilus galiarum).
Penularannya dapat melalui berbagai media, antara lain :Kontak
langsung antara ayam sehat dengan ayam yang sakit; Melalui
udara, debu, makanan dan alat-alat dalam kandang yang kurang
bersih;

Tamu

yang

masuk

kedalam

kompleks

peternakan

membawa bibit kuman penyakit ini; Burung-burung liar (misalnya


burung gereja) yang ikut memakan makanan ayam. Tingkat
kematian yang disebabkan oleh penyakit ini juga sangat tinggi.
c. Berak darah (Coccidiocis)
Berak darah (Coccidiocis) dapat menyerang ayam segala umur.
Penularannya

dapat

(seperti tikus, burung,

terjadi

melalui :

ayam

liar

binatang
yang

lain
masuk

kedalam kandang dan telah membawa bibit penyakit atau empat


makan dan minum yang kurang bersih.
d. Sesak napas

31

Sesak

napas

penyebabnya

adalah

bakteri

(Mycroplasma

gallisepticum). Penyakit ini menyerang alat-alat pernapasan,


sehingga ayam kesulitan untuk bernapas.
e. Berak Kapur
Berak kapur disebabkan oleh bakteri (Salmonella pullorum).
Penyakit ini lebih suka menyerang anak ayam dan ayam dara.
Penularannya melalui telur, kontak langsung antara ayam sehat
dengan ayam yang sakit dan peralatan penetasan dan peralatanperalatan kandang yang kurang bersih.

32

BAB III
FAKTOR MAKRO DAN MIKRO
3.1

Faktor Makro

Faktor-faktor makro pada pembudidayaan

ayam lokal pedaging

meliputi: iklim, edafik, biotik, teknologi, ekonomi finansial,dll.


a.

Kondisi Iklim
Kondisi Iklim yang mengalami perubahan tentunya diawali

dengan adanya fluktuasi kondisi cuaca. Parameter kondisi cuaca


antara lain curah hujan, suhu dan kelembaban. Kondisi cuaca terus
mengalami perubahan sehingga akan berlanjut kepada kondisi
makro yaitu perubahan iklim. Faktor cuaca yang paling dominan
adalah fluktuasi suhu dan kelembaban harian, akan menyebabkan
kondisi makro dan kondisi mikro mengalami daya adaptasi yang
luar biasa beratnya.
Yang Perlu diwasdai terkait Perubahan Iklim dan Cuaca

Nd (Tetelo/Aratan),

Crd (Ngorok),

Snot (Coryza),

Kholera (Berak Hijau)

Coccidiosis (Berak Darah)

33

Pullorum (Berak Kapur)


b.

Edafik
Curah

Hujan

memiliki

arti

yang

sangat

penting

dalam

penyediaan air minum. Peta curah hujan setiap bulan perlu


dipelajari untuk mengetahui jumlah bulan kering dan bulan basah
selama satu tahun. Air sebagian besar digunakan untuk kebutuhan
minum bagi ayam, untuk membersihkan kandang, dan peralatan
kandang. Bila ketersediaan air tidak mencukupi untuk kebutuhan
minum ayam, dapat mengakibatkan terganggunya produktivitas
ayam yang menyangkut ke faktor mikro pada pemeliharaan ayam.
c.

Ekonomi Finansial
Ayam lokal sesungguhnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Namun hal itu belum bisa menjadi sumber ekonomi yang


diandalkan untuk saat itu. Problem tersebut lebih disebabkan
karena manajemen bisnis ternak ayam lokal yang belum efektif
dan efisien. Menurut Prof Edjeng Suprijatna, Guru Besar Fakultas
Peternakan

Universitas

Diponegoro

(UNDIP)

Semarang,

ketidakefektifan ternak ayam lokal pedaging selama ini adalah


pada sistem pemeliharaan yang dibuat secara umbaran. Pada
model pemeliharaan ayam semacam ini, menurutnya penyakit
sulit dikontrol dan efisiensi pakan juga sangat rendah, sehingga
tidak menguntungkan.
Menurut Prof Edjeng Suprijatna, cara agar ternak ayam lokal
pedaging lebih menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, bahkan berpotensi ekspor adalah dengan ternak
ayam lokal yang dikandangkan. Ini penting untuk memudahkan
pengontrolan terhadap penyakit dan kesehatannya lebih terjaga.

34

Seperti diketahui selama ini penyakit tahunan kerap menyerang


ternak ayam lokal umbaran secara sporadis.
Keuntungan dari sistem ternak ayam lokal yang dikandangkan
adalah tingkat kematian ayam lokal yang bisa ditekan secara
significant. Selain masalah kesehatan, beberapa sifat buruk ayam
lokal juga bisa dikurangi dengan model seperti ini. Misalnya saja
sifat mengeram, dengan rekayasa genetik sifat mengeram ini bisa
dikurangi.
Sifat lain adalah sifat kanibal atau sifat agresif menyerang
ayam lain. Sifat agresif bisa dikurangi dengan cara seleksi dan
menggunaan kandang litter. Selain itu sifat agresif bisa dikurangi
dengan

penggunaan

ransum

dengan

serat

kasar

tinggi,

mengurangi kepadatan populasi dalam kandang dan membuat


kandang tidak terlalu terang. Menurutnya agar kandang tidak
terlalu terang pada siang hari kandang bisa diberi tirai.
d.

Faktor Biotik
Jenis hewan setempat yang mungkin menjadi predator yaitu

sesama ayam lokal pedaging sendiri karena bisa ayam tersebut


bisa terjadi kanibalisme yang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu ayam kekurangan zat makanan, misalnya protein, mineral
dan air minum; jumlah ayam dalam satu kandang terlalu padat,
sehingga ayam saling berebut tempat yang paling menyenangkan;
udara dalam kandang terlalu panas, karena sistem ventilasi
kandang kurang baik; ayam kekurangan gizi.
3.2

Faktor Mikro
a.
Breeding
Ciri-ciri bibit unggul ayam lokal pedaging :

Bagian tubuh tak ada yang rusak atau cacat.


35

Otot gempal dan kuat, terutama dibagian paha dan dada.


Susunan bulu teratur, saling menghimpit dan tampak
mengkilat.
Mata cerah dan pandangannya tampak tajam.
Gerakannya gesit yaitu mudah berontak bila dipegang.
Ukuran badannya sedang, tidak kurus dan tidak gemuk.

b.
Feeding
Metode pemberian pakan ada 3 metode, yaitu:
1.
Metode All Mash
Metode all mash adalah metode atau cara pemberian pakan
ternak ayam kedalam wadah yang berisi ransum dengan
kandungan nutrisi yang cukup dan disajikan ke ternak. Metode
2.

ini paling banyak digunakan oleh peternak Indonesia.


Metode Prasmanan
Metode prasmanan ini adalah metode yang digunakan dengan
memberikan berbagai macam makanan dalam wadah yang
berbeda. Berbagai macam pakan ini berupa biji-bijian, daundaunan, bahkan dari unsur hewani disajikan dalam wadah yang
berbeda. Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan

3.

ayam.
Metode Mash Grain
Metode ini berupa penggabungan metode di atas, hanya saja
ada

beberapa

unsur

yang

diperbanyak.

Dengan

tujuan

mendapatkan hasil yang optimal (memacu kuantitas dan


kualitas hasil ternak).
c.
Management
1) Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan ayam okal pedaging, terdapat 3 periode
pemeliharaan yaitu:
1. Periode starter (umur 1-30 hari)

36

Periode merupakan periode kritis bagi anak ayam dan


menetukan keberhasilan pemeliharaan periode selanjutnya.
pada periode ini dipengaruhi oleh keberhasilan pada periode
brooding.

Sebagai

dasar

untuk

memudahkan

dan

memperlancar pemeliharaan. Selanjutnya, perlu dievaluasi


hasil pemeliharaan baik tingkat kematian, jenis pakan dan
bobot ayam.
2. Periode grower (umur 30-60 hari)
Periode

ini

adalah

masa

pertumbuhan.

Ayam

sudah

sempurna pertumbuhan bulunya, dan sudah melewati masa


kritis

sehingga

tidak

memerlukan

lagi

induk

buatan.Pemeliharaannya pun sudah agak ringan.Yang perlu


diperhatikan adalah penjagaan kesehatan ayam, pemberian
pakan tambahan, serta pemberian vitamin pertumbuhan.
3. Periode finisher (umur 60 hari sampai panen)
Pemanenan ayam lokal pedaging biasanya dilakukan mulai
umur 80 hari atau sekitar 2,5-3 bulan. Berat rata-ratanya pada
umur 80 hari untuk ayam lokal betina mencapai 0,75 kg,
sedangkan jantan 0,9 kg.
2) Perkandangan
Pembuatan kandang ayam lokal yang baik akan membuat
hasil ternak ayam lokal menjadi optimal. Berbicara tentang
kandang ayam, berbeda kandang akan berbeda pula cara
pemeliharaannya, keunggulan dan kekurangan. Begitu pula
berdasarkan usia ayam. Baik itu usia baru lahir sampai siap
panen pun berbeda pula. Kandang ayam lokal yang baik ini

37

meliputi beberapa aspek yang harus dicermati oleh peternak


ayam lokal. Beberapa aspek yang harus dicermati yaitu
1. Biaya
Perkandangan

memerlukan

modal

besar

ke-2

setelah

pakan.Pembuatan kandang ayam yang baik tidak harus


menggunakan bahan yang mahal, namun kuat dan dapat
menjaga kehidupan dari si ayam lokal tersebut.
2. Kegunaan/ Fungsi
Setiap model kandang memiliki kelemahan dan kegunaan
masing-masing.Kegunaan

tersebut

masih

dibagi-bagi

menjadi beberapa tergantung umur si ayam. Misalkan kita


membuat kandang untuk sistem ren dan postal litter,
keunggulan dan kelemahan juga berbeda-beda.
3. Keamanan
Kandang ayam lokal yang baik harus membuat ayam
merasa

aman

dan

nyaman.Usahakan suhu

dalam

kandang ayam lokal memenuhi kebutuhan ayam. Kandang


yang lembab, terlalu panas, dan kurang aman, akan
menyebabkan pemangsa akan masuk ke kandang. Seperti
halnya ular, ular akan masuk ke kandang jika suhu dalam
kandang rendah, atau lembab. Kandang yang dekat dengan
sawah pun bisa dimasuki musang dan pemangsa lain. Tidak
hanya pemangsa, kita tahu bahwa di zaman sekarang masih
ada dan bahkan banyak tangan-tangan usil yang mengambil
ternak ayam.Oleh karena itu, sebaiknya dibuatkan kandang
yang terdapat pagar yang mengelilinginya.
4. Kualitas

38

Dalam pembuatan kandang, bahan kandang dibuat dari


bahan yang murah namun memiliki kualitas seperti kuat,
tahan lama, dan mampu menjaga ayam.
5. Jangka waktu
Jangka waktu penggantian kandang juga diperkirakan.Kita
tahu bahwa kandang tidak selamanya awet.Saat pembuatan
kandang, harus diperkirakan masa penggantian. Dengan
begitu kita akan memprediksi jumlah biaya dan waktu yang
akan dikeluarkan saat pergantian tersebut.
6. Lokasi/Tempat
Lokasi dan tempat mempengaruhi hasil ternak. Kondisi
kandang yang dekat jalan raya akan membuat ayam stress.
Maka dari itu kita memilih tempat untuk kandang yang
tenang dan bebas dari keramaian.Usahakan kandang ayam
berjarak 10 meter dari pemukiman.Tempat kandang ayam
berada di lahan yang sejuk, kalau bisa terhalang oleh
bangunan.Ini dimaksudkan agar ternak tidak terkena angin
langsung.Lokasi kandang berada di tempat yang kering dan
tidak lembab. Jika lembab akan mudah sekali terkena
penyakit.
3) Jenis Kandang
Secara umum dikenal 2 jenis kandang ayam, yaitu
1. Kandang postal
Istilah lain yang bisa dipakai untuk menyebut kandang postal
adalah litter system. Sistem kandang ayam lokal ini diadopsi
dari sistem kandang untuk budidaya ayam broiler (breeder),
dimana tingkat kepadatan 6-7 ekor/m 2. Idealnya, kandang ini
digunakan untuk pembesaran ayam kampung - dipelihara

39

hingga mencapai bobot konsumsi (0,8-1,2 kg). Biasanya,


kandang postal memiliki ketinggian 2,4 m.
2. Kandang panggung
Selain kandang postal, ada juga jenis kandang lain yang disebut
kandang panggung. Jenis kandang ini umumnya dibangun di
dataran rendah atau kawasan yang bawahnya basah (kolam
ikan

dan

sawah).

Istilah

penyebutannya

adalah longyam (balong ayam). Karena dibangun di dataran


rendah, kandang panggung untuk budidaya ayam memiliki
sirkulasi udara yang lebih baik. Udara bisa masuk melalui
samping dan bawah. Sehingga temperatur di dalam kandang
bisa disesuaikan. Ternak ayam lokal pun bisa merasa nyaman
berada

di

dalamnya. Lantai

jenis kandang

ayam

lokal ini

umumnya terbuka (sistem slat), yang terbuat dari bambu atau


kayu

reng

dengan

kerenggangan

2,5

cm.

Tujuannya

memudahkan udara masuk dari sela-sela lantai.


4) Pengendalian Penyakit
Ada tiga langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang ayam lokal
pedaging di suatu peternakan. Ketiga cara tersebut harus
dilakukan secara bersama-sama, karena setiap langkah hanya
mampu berfungsi optimal jika di tunjang oleh langkah lainnya.
Ketiga langkah tersebut sebagai berikut:
1. Mengurangi Populasi Bibit Penyakit di Sekitar Ayam dengan
Menjaga Sanitasi Kandang.
Peternak harus menjaga kebersihan kandang dan lingkungan
sekitarnya. Caranya yaitu dengan cara menjaga kebersihan

40

kandang setiap saat, mengganti alas kandang dengan yang


baru jika sudah mulai basah serta menimbulkan bau tidak
sedap, dan membuang bekas alas kandang harus ke tempat
yang jauh dari kandang.
2. Mencegah Kontak Antara Sumber atau Pembawa Bibit
Penyakit dan Ayam (Isolasi).
Dilakukan dengan cara membatasi kontak dunia luar dengan
ayam lokal pedagingmyang dipelihara misalnya dengan
mengatur lalu lintas keluar masuk karyawan; melarang
masuk orang yang tidak berkepentingan ke dalam kandang;
pencelupan atau penyemprotan disinfektan pada kendaraan,
barang, atau orang yang akan masuk kandang atau lokasi
kandang.Pakan ayam merupakan salah satu pembawa bibit
penyakit yang potensial. Di samping itu, perlu dicegah
adanya serangga, seperti lalat dan nyamuk dengan cara
memberantasnya menggunakan insektisida yang sesuai.
3. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Ayam Terhadap Penyakit
(Vaksinasi).
Ayam lokal merupakan jenis unggas yang memiliki daya
tahan

cukup

tinggi

terhadap

berbagai

jenis

penyakit

unggas.Meskipun demikian, ayam lokal tetap tidak memiliki


kekebalan permanen. Maka perlu dilakukan vaksinasi yaitu
proses

memasukkan

bibit

penyakit

yang

sudah

mati

(vaksinasi pasif) atau bibit penyakit yang sudah dilemahkan


(vaksinasi aktif) ke dalam tubuh ayam melalui injeksi, tusuk
sayap, sistem spray/ semprot dan mencampurkan didalam
air minum, serta tetes mata. Ayam lokal pedaging cukup
divaksin dengan vaksin ND dan gumboro.Vaksinasi ND
biasanya dilakukan saat ayam lokal berumur 4 hari, 30 hari,
3.3

75 hari, dan kemudian diulang setiap 3 bulan.


Ancaman Lingkungan

41

Menurut pakar kesehatan unggas Drh. Darjono , PhD., saat udara


dingin, kebanyakan peternak mengalami problema penyakit
pernafasan yang sangat berat. Udara dingin dan lembab yang masuk
kandang cenderung cepat jatuh ke lantai menggantikan udara hangat
di sana, menyebabkan ayam menggigil. Jika udara dingin, ayam
mendirikan bulunya untuk menyesuaikan kembali atau beradaptasi
terhadap kondisi baru tersebut (respon stress). Stress dapat
diakibatkan antara lain oleh cuaca (panas, dingin) dan beberapa
organisme patogen. Akibat stress dingin, misalnya : menggigil selama
transportasi, kuman yang biasanya tidak patogenpun dapat
menimbulkan penyakit yaitu tracheitis dan infeksi kantong udara
pada anak ayam. Bila stress bertambah berat dan berkepanjangan,
ayam akan mengambil cadangan gizi dalam tubuhnya yang
mengakibatkan ayam lebih peka terhadap penyakit. Stress diketahui
menurunkan jumlah lympocyt (menurunkan titer
antibodi/immunosupresion) hingga ayam lebih peka terutama
terhadap infeksi virus. Disamping itu, stress juga menaikkan jumlah
heterophil sehingga meningkatkan resistensi terhadap inveksi kuman.
Bila ventilasi kurang, maka baik kadar NH3, CO2 dan RH
kesemuanya akan tinggi, sebaiknya jika ventilasi cukup, baik kadar
NH3, CO2 dan RH kesemuanya akan rendah. Sangat jarang terjadi,
RH rendah tetapi kadar NH3 serta CO2 dalam kadar tinggi. Ventilasi,
sistem pendingin dan isolator adalah cara-cara penting untuk
mengatasi efek udara panas dan dingin. Sedangkan organisme
patogen dapat dikontrol melalui sanitasi yang baik dan program
vaksinasi yang memadai.
Kelembaban antara 70-80% dinilai kurang optimal sedangkan
kelembaban di atas 80% dinyatakan sangat buruk karena

42

kemungkinan kejadian penyakit pernafasan akan meningkat.


Kelembaban tinggi dapat menaikkan konsentrasi amonia di udara,
yang akan menaikkan ancaman infeksi kuman E. coli (konsentrasi 2050 ppm akan meningkatkan kemampuan menginfeksi kuman
patogen). Selain karena virus-virus tertentu (MD, IBD, CAV dan
Reovirus), immunosupresi dapat dihasilkan oleh jamur-jamur tertentu
penghasil toksin yang dapat tumbuh cepat pada kelembaban udara
tinggi. Saat perkembangan kedua jenis agen tersebut, respon stress
dapat terjadi. Bila respon stress tersebut dapat diminimalkan, efek
immunosupresi keduanya dapat dikurangi.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Jenis-jenis ayam lokal terdiri dari ayam kedu, ayam nunukan,
ayam pelung, ayam Sumatra, ayam cemani, ayam gaok, ayam
merawang dan ayam tolaki.
2. Hasil dari ternak yaitu chicken nugget, baso, sosis ayam,
kemoceng, abon ayam dll.
3. Teknologi ternak yang digunakan

yaitu

thermo

gun

dan

thermohygrometer.
4. Koefisien Teknis yaitu angka standar yg mematuhi kaidah-kaidah
yg

sudah

diantaranya

ditentukan.
koefisien

Koefisien
yang

teknis

terbagi

berhubungan dengan

menjadi

masukan;

koefisien teknis yang berhubungan dengan reproduksi, misalnya


angka kelahiran, service per conception pada ternak kawin suntik;
koefisien teknis yang berhubungan dengan produksi, misalnya
pertambahan berat badan harian, produksi susu rata-rata per ekor
43

per hari, produksi telur rata-rata per ekor per hari; dan koefisien
teknis yang berhubungan dengan ratio sumber daya, misalnya
sex-ratio , feed-egg ratio, feed-gain ratio, bull-cow ratio.
5. Sifat-sifat dari ayam lokal pedaging yaitu kanibalisme, memakan
telur dan rontok bulu.
6. Terdapat tiga tingakatan atau skala usaha dalam ternak unggas ini
yaitu sederhana ( 2000 ekor plasma ), maju (5000 ekor plasma)
dan lebih maju (10.000 ekor plasma)
7. Faktor-faktor makro pada pembudidayaan

ayam lokal pedaging

meliputi: iklim, edafik, biotik, teknologi, ekonomi finansial,dll.


8. Faktor mikro pda pembudidayaan ayam lokal pedaging meliputi
breeding, feeding dan management.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2013.

Ternak

Ayam

Kampung

Asli.

https://id-

id.facebook.com/TernakAyamKampungAsli (Diakses pada tanggal


12 November 2014 pukul 15.49 WIB)
Kinan.

2008.

Ancaman

Udara

Dingin

http://www.poultryindonesia.com

Pada

(Diakses

Peternakan
pada

Ayam.

tanggal

12

November 2014 pukul 15.49 WIB)


Nieto, R.C. Prieto, I Fernandez-Figarez and J.F. Augilera. 1995. Effect of
Dietary Protein Quality on Energy Metabolism in Growir Chickens.
British Journal of Nutritons.
Nuroso. 2002. Pembesaran Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari.
Jakarta: Penebar Swadaya.
44

Ridwan.

2014.

Ayam

kampung/

Kampung.

http://www.iklanhewan.com/ayam-

(Diakses pada tanggal 12 November 2014, pukul

16.53 WIB)
Rohmad.

2012.

Pengantar

Ilmu

Peternakan.

https://rohmatfapertanian.wordpress.com/materi-kuliah/
((Diakses pada tanggal 12 November 2014, pukul 17.23 WIB)
Sapuri, A. 2006. Evaluasi Program Intensifikasi Penagkaran Bibit Ternak
Ayam Buras di Kabupaten Pandeglang Buras di Kabupaten
Pandeglang (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian
Scott, M. L., M.C, Nesheim and R.J.Young. 1982. Nutritions of The
Chickens.
Second Ed. M. L. Scott and Associates Ithaca, New York.
Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil Penelitian dan
Dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Sibbald, 1982. Metodology, Feed Compositions Dash and Bibliography.
Agricultur Canada: Research Branch.
Sturkei, P.D. 1976. Avian Physiology. Third Edition. Heidelberg Berlin.
Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas, Cetakan Ke 3. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
.

45

Anda mungkin juga menyukai