Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

PENETASAN TELUR
DOSEN : - Ir. Rukmiasih, MS
- -Gilang Ayuningtyas SPt MSi
- Fitri Eka Pujilestari SPt Msi
- Asep Taryana

LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN PEMELIHARAN PUYUH

KELOMPOK 2
1. Achmad Ardyansyah/J3I117070
2. Iqbal Sallim Siregar/J3I117130
3.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK

SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Puyuh merupakan salah satu jenis aves yang banyak di Indonesia terutama
strain Coturnix coturnix japonica I.Puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) yang
mudah didomestikasi dan mempunyai keunggulan terutama dalam kemampuan
tumbuh dan berkembang biak secara cepat.Puyuh jenis ini dapat mengasilkan telur
sebanyak 250-300 butir per ekor dalam kurun waktu satu tahun.Puyuh betina mulai
bertelur pada umur 35 hari dan puncak produksinya terjadi pada umur lima bulan
dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali (Nataamijaya,2004).

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan


manusia dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan sumber protein
hewani lain seperti daging.Nikai gizi telur puyuh tidak kalah dengan telur unggas
laim,sehingga dapat menambah variasi dalam penyediaan sumber protein
hewani.Secara umum kandungan telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen)
47,4%,kuning telur (yolk) 31,9% dan kerabang serta membrane kerabang
20,7%.kandungan protein telur puyuh sekitar 13,1%,sedangkan kandungan lemak
telur puyuh sekitae 11,1% (Listyowati,2009)

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi telur puyuh adalah dengan
mengoptimalkan manajemen budidaya puyuh melalui pengaturan sistem
pencahayaan.Cahaya natural ataupun cahaya artificial yang diterima oleh puyuh dapat
menstimulasi peningkatan fungsi biologis sehingga memacu masak kelamin
(Kasiyati,2009).Produktivitas puyuh dapat dilihat dari pertumbuhan, jumlah telur
yang diproduksi dan kualitas telur.Masak kelamin aves betina ditandai dengan
keluarnya telur pertama kali (Balthzart and Ball,1998).Cahaya mutlak diperlukan
karena berfungsi sebagai penghangat,penerangan dan pada masa produksi
pencahayaan yang baik mampu meningkatkan produksi telur hingga 75%
(Kasiyati,2009).

1.2 Tujuan praktikum

Agar mahasiswa dapat mengetahui manajemen pemeliharan pada puyuh dan


mengetahui apa saja kendala yang dihadapi pada mesin penetasan dan telur yang
ditetaskan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Puyuh

Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya adalah


tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat diadu, dan
bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis puyuh yang
lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini termasuk famili
Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan jenis yang lain, coturnix
dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun.

Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya terjadi
pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas umur 14
bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang dari 50 kali.
Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan.
Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan
biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke dalam jenis ini
Coturnix coturnix japonica.

2.2 Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah suatu


proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi yang tinggi
dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang cukup dan
bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
produksinya (Bruce dan Tailor, 1994). Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam
usaha peternakan puyuh adalah bibit puyuh, pakan, tenaga kerja, kandang, obat-
obatan, vaksin, dan bahan penunjang.

2.2.1 Kandang

Faktor produksi kandang terkait dengan lokasi peternakan. Menurut Rahardi et al.
(1995), pemilihan lokasi peternakan sebaiknya didasarkan atas halhal berikut:

1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan


ketertiban dan kepentingan umum.

2) Tidak terletak di pusat kota, berjarak sekurang-kurangnya 250 meter dari


pemukiman penduduk dan berjarak tidak kurang dari 250 meter dengan lokasi
peternakan lain.

3) Lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dekat dengan
sumber air, dan mudah dijangkau. Adapun fungsi kandang adalah untuk melindungi
ternak dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti angin dan
sengatan sinar matahari serta mempermudah penanganan ternak yang dilakukan.
Selain itu, pembuatan kandang perlu memperhatikan jenis ternak, teknik dan
konstruksi, serta bahan yang sederhana dan murah. Kepadatan kandang juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi sifat kanibal (saling patuk), tidak meratanya konsumsi
pakan dan kegerahan pada ternak.

2.2.2 Pakan

Pakan adalah faktor yang sangat penting untuk keberhasilan beternak puyuh.
Pakan merupakan faktor produksi yang menuntut biaya paling besar, yaitu sekitar 60-
80% dari biaya produksi (Rahardi et al. 1995). Pakan yang dapat diberikan pada
puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet, remahremah, dan tepung.
Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh. Komposisi pakan tersebut adalah
jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak halus,
kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian pakan berdasarkan umur puyuh perlu
diperhatikan. Pada umur 0-5 minggu puyuh perlu diberi pakan yang kaya protein.
Selain pakan utama berupa konsentrat tepung komplit, puyuh perlu diberi pakan
tambahan berupa dedaunan segar.

2.2.3 Bibit

Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk
dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut dapat
dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa disebut
Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan puyuh dengan
produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya mengusahakan bibit
sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk menjamin kelangsungan
produksi. Pada saat memulai usaha peternakan burung 11 puyuh, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang baik untuk bibit misalnya
menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal daerah sebaiknya tidak sama.

2.2.4 Obat-obatan, vaksin, dan vitamin

Peternak harus selalu memperhatikan gejala-gejala yang terlihat dari ternak.


Untuk itu peternak harus selalu memiliki bahan dan peralatan yang digunakan dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak yaitu vaksin dan obat-obatan.
Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres. Untuk mencegahnya perlu pemberian
vitamin dan antibiotika. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan sehingga
ternak puyuh dapat tumbuh secara optimal
BAB III

MATERI DAN METODE

1.1. Waktu dan Tempat

Praktikum dimulai dari sanitasi ruangan dan desinfeksi pada mreti 2019.
Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan di Kandang Puyuh Kampus Gunung Gede
Sekolah Vokasi IPB.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh
dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi
dan palabilitas pakan. Ransum yang dikonsumsi ternak digunakan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat nutrisi lain. Zat makanan yang dikandungnya akan
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi ternak.
Menurut Rasyaf (1994), selain kandungan zat makanan yang terkandung didalam
ransum, kesehatan ternak dan manajemen pemberian pakan akan mempengaruhi
konsumsi pakan dari ternak tersebut. Pada penelitian ini puyuh yang baru menetas
ditempatkan dalam kandang stater. Seluruh dinding kandang ditutupi oleh papan kayu
untuk menjaga suhu didalam kandang tetap stabil agar puyuh dapat cepat beradaptasi
dan memiliki pertumbuhan optimal. Kandang diberi dua tempat makan dan satu
tempat minum dengan pemberian pakan diberikan sebanyak dua kali sehari pada pagi
dan sore hari.

4.2 Konversi Pakan/FCR

Konversi pakan adalah jumlah ransum yang dikonsumsi dibanding dengan


produksi daging yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi kualitas ransum, teknik
pemberian, bentuk dan konsumsi pakan (Amrulloh, 2003). Konversi pakan sebagai
tolak ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang dikonsumsi puyuh untuk
mampu menjadi jaringan tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot badan adalah
cara yang dianggap masih terbaik (Suparyanto, 2005).

4.3 Produksi Telur

Produksi telur adalah banyaknya telur yang dihasilkan oleh seekor


unggas/puyuh dalam jangka waktu tertentu (Bachari et. al., 2006). Burung puyuh
mampu menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir/ekor/tahun, dengan bobot telur
rata-rata 10 gram/butir, memiliki warna coklat tua,biru, putih dengan bintikbintik
hitam pada kerabang telur, pigmen kerabang telur berupa ooporpirin dan biliverdin
(Randall dan Bolla, 2008, dalam Putra, 2013). Produksi telur puyuh umur 6-17
minggu berkisar antara 51,79% sampai 62,50%, dengan rataan produksi telur sebesar
57,01% (Bachari et. al., 2006). Burung puyuh yang sedang bertelur berumur lebih dari
42 hari (SNI 2006). Burung puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 41 hari,
puncak produksi terjadi pada umur 5 bulan dengan persentase telur 96% (Djulardi et.
al., 2006 dalam Setyawan et. al., 2012). Produksi telur pada puyuh umur 6-10 minggu
selama satu bulan rata-rata 39,95% dengan rataan konversi ransum 6,44 (Sudrajat et.
al., 2014). Pada umur 11-13 minggu produksi telur puyuh mulai stabil dan mendekati
puncak produksi, sehingga rataan produksi telurnya lebih tinggi yaitu sekitar 88,52%
(Triyanto, 2007).

BAB V

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Bachari, I., R. Roeswandy, dan A. Nasution. 2006. Pemanfaatan solid dekanter dan
suplementasi mineral zinkum dalam ransum terhadap produksi burung puyuh
(Coturnix coturnix japonica) umur 6-17 minggu dan daya tetas. Jurnal
Agribisnis Peternakan. 2:72-77.

Kasiyati.2009.Umur Masak Kelamin dan Kadar Estrogen Puyuh (Coturnix coturnix


japonica L) Setelah emberian Monokromatik.Tesisi.IPB.Bogor.

Listyowati.E.2009.Tatalaksana Budidaya Puyuh Secara Komersial.Penebar


Swadaya.Jakarta.

Listyowati.E and Roospitari.K.1995.Tata Laksana Budi Daya Puyuh Secara


Komersial.Penebar Swadaya.Jakarta.

Naatamijaya.A.2004.Fenotipe Reproduksi Dua Galur Puyuh Jepang (Coturnix


coturnix japonica L) ada Dua Suhu Ruangan Berbeda.JITV Vol 8 (4) : 220-
226.

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Petelur. Edisi ke VII. Penebar Swadaya: Jakarta

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Sudrajat D, D. Kardaya, E. Dihansih, dan S.F.S Puteri. 2014. Performa produksi telur
burung puyuh yang diberi ransum mengandung kromium organik. JITV.
19(4): 257-262

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (coturnix coturnix japonica)


Periode Produksi Umur 6-13 Minggu pada Lama Pencahayaan yang Berbeda.
Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai