Anda di halaman 1dari 22

Ovarian Hyperstimulation Syndrome

Ulilta Muktadira, Mono Valentino Yohanis

A. PENDAHULUAN
Sindrom hiperstimulasi ovarium (ovarian hyperstimulation
Syndrome-OHSS) adalah respon berlebihan terhadap induksi ovulasi dan
merupakan suatu komplikasi serius yang dapat menyebabkan kegagalan
fungsi organ. OHSS biasanya berhubungan dengan stimulasi gonadotropin
eksogen pada program invitro fertilization (IVF). Klinisi yang
memberikan obat gonadrotropin untuk pemicu ovulasi harus mengenali
dan mampu melakukan penatalaksanaan OHSS.1
OHSS adalah suatu sindrom yang dapat mengalami remisi sendiri,
perbaikan secara spontan akan terjadi dalam 10-14, namun dapat menetap
untuk waktu yang lebih lama, terutama apabila terjadi kehamilan dan akan
lebih berat bila terjadi kehamilan multipel. Sindrom ini mempunyai
spektrum manifestasi klinis yang luas, dari ringan hanya memerlukan
observasi dan bisa berobat jalan sampai yang berat, memerlukan
perawatan di Rumah Sakit. 2
Pengetahuan tentang definisi, etiologi, manifestasi klinik dan
penangan OHSS sangat penting diketahui, untuk mencegah dampak yang
bisa disebabkan oleh OHSS itu sendiri.

B. DEFINISI
Sindrom hiperstimulasi ovarium adalah komplikasi iatrogenik dari
respon berlebihan stimulasi ovarium. Sindrom ini hampir secara eksklusif
terkait dengan stimulasi gonadotropin eksogen. Dokter yang meresepkan
gonadotropin harus memiliki pengetahuan tentang pencegahan, diagnosis,
dan manajemen OHSS.1

1
Karena OHSS bersifat iatrogenik, dokter yang meresepkan
gonadotropin seharusnya mengidentifikasi wanita dengan peningkatan
risiko, menerapkan strategi pencegahan, dan manajemen wanita yang
mungkin berisiko berkembang OHSS yang lebih parah.1

C. ANATOMI OVARIUM3,4
Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentuk buah
almond. Ukuran ovarium cukup bervariasi, selama masa reproduksi
panjang ovarium 2,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm dan tebal 0,6
sampai 1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5 sampai 6 gram, ovarium
terletak di bagian atas rongga panggul dan bersandar pada lekukan dangkal
dinding lateral pelvis diantara pembuluh darah iliaka eksterna dan interna
yang divergen. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium. Ligamentum utero-ovarika memanjang dari bagian lateral
dan posterior uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke uterus atau kutub
bawah ovarium. Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari otot
serta jaringan ikat yang merupakan sambungan dari uterus. Ligamentum
infundibulopelvikum atau ligamentum suspensorium ovarii memanjang
dari bagian atas kutub tuba ke dinding pelvis yang dilewati pembuluh
ovarika dan saraf. 1,2,3

Gambar 1. Anatomi Ovarium

2
Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medulla. Korteks atau

lapisan luar, dalam lapisan ini terdapat ovum dan folikel de Graaf. Korteks

ovarium berbentuk kumparan yang diantaranya tersebar folikel primodial

dan folikel de Graaf dalam berbagai tahap perkembangan. Bagian paling

terluar dari korteks, yang kusam dan keputih-putihan, dikenal sebagai

tunika albugenia, pada permukaannya terdapat epitel kuboid yaitu epitel

germinal Waldeyer. Medulla atau bagian tengah dari ovarium, terdiri dari

jaringan ikat longgar yang merupakan kelanjutan dari mesovarium.

Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah kecil

serat otot polos yang berkesinambungan dengan yang berasal dari

ligamentum suspensorium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan

ovulasi dan memproduksi hormon yaitu hormon seks steroid (estrogen,

progesteron dan androgen) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perkembangan dan fungsi wanita normal. Hormon estrogen bertanggung

jawab atas pertumbuhan pola rambut aksila serta pubik dan berperan

dalam mempertahankan kalsium dalam tulang. Progesteron dipengaruhi

oleh estrogen sehingga dapat menimbulkan retensi cairan dalam jaringan,

juga dapat menyebabkan penumpukkan lemak.3

Ovarium terdiri dua buah yang memproduksi oocyte sesudah usia


pubertas. Selain itu ovarium menghasilkan dua jenis hormon, yaitu :
1. Oestrogen (= follicular hormone) yang dihasilkan oleh sel-sel follicle
pada ovarium, hormon ini mempengaruhi tanda-tanda sex secunder,
seperti pembesaran mamma, timbunan lemak pada regio glutea,
pertumbuhan rambut pada pubis dan axilla, selain itu juga

3
mempengaruhi pertumbuhan endomentrium selama siklus menstruasi
berlangsung.
2. Progesteron ( hormon copus luteum ), dihasilkan oleh corpus luteum,
yang berperan pada saat implantasi oocyte yang telah mengalami
fertilisasi, serta pertumbuhan awal dari embryo.

Produksi kedua hormon tersebut di atas dipengaruhi oleh hormon


gonadotropin yang dihasilkan oleh hypophyse pars distalis. Masih ada
hormon yang ketiga, yakni relaxin, yang dihasilkan oleh ovarium pada
masa hamil. Hormon ini berfungsi menghalangi otot uterus berkontraksi
sebelum waktunya.

Ovarium adalah suatu organ yang homolog dengan testis. Pada wanita
nullipara ovarium terletak di dalam fossa ovarica, yang berada pada
dinding lateral pelvis. Letaknya setinggi spina iliaca anterior superior,
difiksasi pada uterus, sehingga posisinya dapat berubah mengikuti
perubahan yang terjadi pada uterus. Fossa ovarica dibatasi di bagian
anterior sisa arteria umbilicalis, di bagian dorsal oleh ureter dan arteria
iliaca interna. Sebelum mengalami ovulasi pertama, permukaan ovarium
halus dan berwarna pink, setelah mengalami beberapa kali ovulasi maka
permukaannya menjadi kasar oleh karena jaringan ikat yang mengisi
follicle terkait, berwarna abu-abu. Ukuran panjang ovarium adalah kira-
kira 4 cm, lebar 2 cm dan tebal 1 cm, berat 7 gram, dipengaruhi oleh usia
dan siklus menstruasi.

Ovarium mendapatkan vascularisasi dari :

1. Arteria ovarica, berjalan di dalam ligamentum suspensorium ovarii,


berada di antara kedua lembaran ligamentum latum
uteri, mencapai mesovarium dan masuk kedalam ovarium melalui
hilus.

4
2. Ramus ovaricus a.uterina, berjalan ke arah
lateral di dalam ligamentum latum uteri menuju ke mesovarium,
dan mengadakan anatomose dengan arteria ovarica.
3. Vena ovarica sinistra bermuara kedalam vena renalis sinistra.
4. Vena ovarica dextra bermuara kedalam vena inferior.

Pembuluh lymphe dari ovarium berjalan bersamasama dengan vasa


ovarica menuju ke lymphnodus lumbalis.

Ovarium mendapat persarafan dari percabangan plexus ovaricus


yang mengandung komponen vasomotoris.

D. EPIDEMIOLOGI
Kejadian OHSS bervariasi antara berbagai jenis terapi fertilitas
dengan perawatan yang melibatkan derajat stimulasi ovarium. Dalam
siklus fertilisasi in vitro (IVF), OHSS ringan telah diperkirakan
mempengaruhi sekitar sepertiga dari siklus, sementara kejadian gabungan
OHSS sedang atau berat bervariasi dari 3,1% hingga 8%.5
Sebagian besar OHSS ringan memiliki sedikit perhatian klinis.
Namun, OHSS berat kadang-kadang dikaitkan dengan morbiditas yang
tinggi, dan kematian telah dilaporkan. OHSS terjadi hanya setelah
lonjakan hormon luteinizing atau pajanan terhadap hCG. Setelah
gonadotropin superovulasi untuk IVF, insiden yang dilaporkan OHSS
sedang adalah 3%-6%, dan untuk OHSS berat adalah 0,1%-2%. Bentuk
ringan, yang memiliki sedikit konsekuensi klinis, terjadi pada sekitar 20%-
33% dari siklus IVF.1
Laporan Pemantauan IVF di Eropa menganalisis data dari 25
Negara-negara Eropa, menemukan kejadian rawat inap karena OHSS
sebesar 0,3% pada tahun 2010. Data dari USA menunjukkan OHSS
menjadi komplikasi tersering dari terapi IVF, dengan kejadian OHSS
sedang atau berat pada tahun 2011 sebesar 1,1%. OHSS jarang terjadi
setelah ovulasi induksi dengan clomifene, atau induksi ovulasi

5
monofollicular dengan gonadotropin, tetapi ada telah dilaporkan. Sangat
jarang, OHSS dapat terjadi secara spontan, terkait dengan kehamilan.5
Peningkatkan risiko OHSS terjadi pada wanita dengan sebelumnya
riwayat OHSS, sindrom ovarium polikistik (PCOS), peningkatan jumlah
folikel antral (AFC) atau kadar tinggi hormon anti-Mullerian (AMH).
Penelitian lain juga menunjukkan penurunan risiko OHSS dalam siklus
IVF yang menggunakan gonadotropin releasing hormone (GnRH)
antagonis dibandingkan dengan penggunaan GnRH agonis sebagai
pengontrol hiperstimulasi ovarium. Hasil pengobatan juga mempengaruhi
kejadian OHSS, yang mana lebih tinggi pada siklus dengan konsepsi,
dibandingkan dengan siklus tanpa konsepsi, dan lebih tinggi lagi dalam
siklus menghasilkan kehamilan ganda, yang mana hCG endogen
merupakan hal yang penting.5

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi OHSS idiopatik, tetapi prosesnya terkait dengan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah ovarium dan daerah sekitarnya.
Keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik cairan
folikuler. β-hCG dan analognya, estrogen, estradiol, prolaktin, histamin,
dan prostaglandin semuanya terlibat dalam OHSS tetapi penelitian terbaru
memahami bahwa zat vasoaktif seperti interleukin, TNF-α, endothelin-1
dan VEGF yang dikeluarkan oleh ovarium telah terlibat dalam
meningkatkan permeabilitas vaskular.6
Gejala terjadinya OHSS adalah akibat peningkatan permeabilitas
kapiler, menyebabkan cairan berpindah dari intravaskuler ke ruang ketiga.
Faktor-faktor yang terlibat pada proses ini adalah :
 Peningkatan sekresi dan eksudasi cairan yang kaya protein dari
ovarium yang membesar atau permukaan peritoneum,
 Peningkatan kadar prorenin dan renin dalam cairan folikel,
 Perubahan respon angiotensin terhadap permeabilitas kapiler.

6
Vascular endothelial growth factor (VEGF), yang dikenal sebagai
faktor permeabilitas vaskuler, menjadi salah satu faktor yang paling
berperan dalam patofisiologi OHSS. VEGF adalah sitokin angiogenik
yang merupakan stimulator potensial dari endotel vaskuer dan berperan
penting dalam pertumbuhan folikel, fungsi korpus luteum, dan
angiogenesis ovarium. Kadar VEGF berkorelasi dengan beratnya OHSS,
dan rekombinan VEGF memproduksi efek yang serupa dengan OHSS
yang dapat dihilangkan dengan antiserum spesifik. Studi yang baru-baru
ini dilakukan, menemukan bahwa hCG meningkatkan ekspresi VEGF
dalam sel granulosa manusia dan meningkatkan konsentrasi serum VEGF.
Faktor lain yang mungkin terlibat baik langsung maupun tak langsung
melalui VEGF, termasuk angiotensin II, insulin like growth factor I (IGF-
1), epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF) a
dan b, basic fibroblast growth factor (BFGF), platelet-derived growth
factor (PDGF), interleukin-1b (IL1b).

Gambar 2. Patofisiologi OHSS

OHSS berat adalah kondisi sistemik yang diperkirakan dihasilkan


dari peptida vasoaktif yang dilepaskan dari sel granulosa dalam
hiperstimulasi ovarium. Secara klinis, perubahan fisiologis pada OHSS
berat adalah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan perubahan cairan dari intravaskular ke kompartemen ruang
ketiga seperti rongga peritoneum dan toraks. Penelitian telah menunjukkan

7
tingkat faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah serum untuk
berkorelasi dengan tingkat keparahan OHSS. Selain itu, hCG telah
ditunjukkan untuk meningkatkan ekspresi VEGF dalam sel granulosa
manusia, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi VEGF serum.
Mediator lain, seperti angiotensin II, insulin-like growth factor 1, dan
interleukin-6, juga terlibat dalam proses penyakit.1

F. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor di bawah ini meningkatkan risiko terjadinya OHSS :1
 Usia < 30 tahun,
 Sindroma ovarium polikistik,
 Kadar serum estradiol yang tinggi atau peningkatan yang cepat,
 Riwayat OHSS sebelumnya,
 Sejumlah besar folikel kecil (8 hingga 12 mm) terlihat pada USG
selama stimulasi ovarium,
 Pemberian hCG,
 Jumlah oosit > 20,
 Kehamilan dini,

G. GEJALA KLINIS
Diagnosis OHSS dibuat atas dasar klinis. Pasien biasanya datang
dengan distensi abdomen dan rasa tidak nyaman setelah injeksi pemicu
pematangan folikel sebelum pengambilan oosit. Waktu presentasi setelah
injeksi pemicu dibagi menjadi dua kelompok yaitu early dan late OHSS.
Early OHSS biasanya muncul dalam 7 hari setelah injeksi hCG biasanya
dikaitkan dengan respons ovarium yang berlebihan. Late OHSS biasanya
biasanya muncul 10 hari atau lebih setelah injeksi hCG dan biasanya
merupakan hasil hCG endogen yang berasal dari awal kehamilan.1,5,7
Gejala OHSS tidak spesifik dan tidak ada tes diagnostik untuk
kondisi tersebut. Gejala OHSS berupa perut kembung, nyeri
perut/ketidaknyamanan yang memerlukan analgesia, mual dan muntah,

8
sesak napas, oligouria, edema tungkai, pembengkakan vulva,
Komorbiditas terkait seperti trombosis.5

a. Nyeri perut, mual, muntah


Pembesaran ovarium menyebabkan nyeri perut, mual dan muntah.
Pembesaran mencapai 25 cm. Gejala lain berupa ketidaknyamanan
akibat peningkatan tekanan intraabdomen pada asites.5
b. Asites
Kebocoran cairan dari folikel, meningkatkan permeabilitas kapiler
karena pelepasan vasoaktif zat, atau pecahnya folikel yang terang-
terangan dapat menyebabkan asites.5
c. Peritonitis
Peritonitis lokal atau umum disebabkan oleh iritasi sekunder
peritoneum karena darah dari kista yang pecah, cairan yang kaya
protein, dan mediator inflamasi.5
d. Hipotensi dan / atau hipovolemia
Karena kebocoran cairan melalui pembuluh darah yang terganggu
baik di dalam dan di luar ovarium ada pergeseran cairan besar-besaran
dari intravesikular ke kompartemen ketiga menyebabkan hipovolemia
intravaskular, edema, asites, hidrotoraks, dan/atau hidroperikardium.5
e. Dispnea
Kemungkinan penyebab dispnea adalah manifestasi langka OHSS,
seperti efusi pleura, edema paru, atelektasis, emboli paru, ARDS dan
efusi perikardial.5
f. Hiperkoagulasi
Kemungkinan karena hemokonsentrasi dan hipovolemia dihasilkan
dari pergeseran cairan. Dapat terjadi peningkatan risiko trombosis
vena dan emboli paru. Emboli paru terjadi pada 4-12%.5
g. Ketidakseimbangan elektrolit
Ekstravasasi cairan dan disfungsi ginjal yang dihasilkan dari
penurunan perfusi menyebabkan oliguria. Peningkatan reabsorpsi

9
natrium dan air yang terjadi di tubulus proksimal, menyebabkan
ekskresi natrium urin rendah. Pertukaran hidrogen dan kalium untuk
natrium dalam tubulus distal berkurang, menyebabkan hiperkalemia
dan kecenderungan untuk menjadi asidosis.5
h. Gagal ginjal akut
Hipovolemia pada OHSS menyebabkan hemokonsentrasi dan
menciptakan kondisi hiperkoagulasi. Mikrotrombin tubulus
menyebabkan penurunan perfusi ginjal. Gagal ginjal akut dapat
terjadi.5

Tabel 1. Klasifikasi OHSS :1,6,7,8,9

Tanda pertama dari OHSS menjadi berat biaasanya perut


kembung karena sejumlah kecil asites, secara umum dapat dideteksi
dengan pemeriksaan fisik shifting dullness dan pemeriksaan
ultrasonografi. Akumulasi cairan intraperitoneal dini biasanya hanya dapat

10
dilihat melalui USG vagina, karena ovarium superovulasi membesar
membuat panggul sulit untuk dicitrakan dengan USG transabdominal.
Setelah OHSS menjadi berat, distensi abdomen akibat asites lebih mudah
terlihat. 1

H. DIAGNOSIS
Ketika OHSS dicurigai, dokter yang mengelola harus mencari
temuan riwayat dan klinis utama. Pasti ada menjadi riwayat stimulasi
ovarium yang diikuti oleh ovulasi atau pemberian hCG. Gejala klasik
OHSS sedang hingga berat termasuk sensasi kembung, sakit perut,
pertambahan berat badan yang cepat, dan pengeluaran urin menurun.
Diagnosis alternatif seperti infeksi panggul, perdarahan intraabdomen,
kehamilan ektopik, radang usus buntu, dan komplikasi kista ovarium
seperti torsi atau perdarahan harus selalu diingat.1
Setelah diagnosis ditegakkan, penilaian tingkat keparahan OHSS
akan mengarahkan manajemen lebih lanjut. Praktis klasifikasi keparahan
OHSS yang diusulkan oleh Navot et al. dan dimodifikasi oleh Mathur et
al.1, ditunjukkan pada Tabel 1. Diperlukan penilaian yang cermat dari
pasien untuk mengklasifikasikan keparahan penyakit. Hal ini mencakup
ulasan tentang stimulasi dan prediksi risiko berdasarkan usia, onset awal,
jumlah dan ukuran folikel selama stimulasi, jumlah telur yang diambil,
level estradiol puncak, dan level estradiol pada trigger. Juga termasuk
perkiraan output urin dan penambahan berat badan, dan harus
mengidentifikasi gejala-gejala seperti sakit perut, kembung, sesak napas,
dan kemampuan mempertahankan hidrasi oral.1
Pemeriksaan fisik harus mencakup pengukuran tanda-tanda vital,
berat badan, lingkar perut di umbilikus, dan penilaian asites, efusi pleural,
dan tanda-tanda penyakit tromboemboli vena. Pemeriksaan laboratorium
awal harus menyaring hemokonsentrasi dengan hematokrit dan/atau
pengukuran hemoglobin dan berat jenis urin.1

11
Temuan hasil laboratorium pada wanita dengan penyakit yang
serius akibat OHSS meliputi :9
 Hemokonsentrasi (hematokrit > 45%)
 Meningkatnya serum kreatinin (serum kreatinin > 1,2)
 Ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremi <135 mEq/L, hiperkalemi
>5,0 mEq/L)
 Lekosit > 15.000 /mm3
 Meningkatnya enzim hati

Pemeriksaan ultrasonografi biasanya akan menunjukkan diameter


ovarium 10-12 cm diisi dengan banyak kista luteal.

Gambar 3. USG Abdomen

I. PENATALAKSANAAN
Perawatan klinis OHSS tergantung pada keparahan, komplikasi,
dan ada atau tidaknya kehamilan. Regresi spontan terjadi lebih dari 10
hingga 14 hari dalam kasus ringan hingga sedang, tetapi mungkin saja
perlu waktu lebih lama jika implantasi terjadi. Derajat ringan OHSS tidak
memerlukan perawatan khusus. Evaluasi terdiri dari tes fungsi hati, USG
panggul, darah lengkap, dan profil koagulasi. Para pasien harus diarahkan
untuk melapor ke rumah sakit jika ada perkembangan dispnea, penurunan
volume urin, atau saat terdapat gejala yang tidak biasa seperti
pembengkakan kaki, mati rasa, pusing, dan masalah neurologis.9
Pasien dengan OHSS berat harus dirawat di rumah sakit untuk
perawatan jika terjadi sakit perut yang parah, mual dan muntah,

12
hemokonsentrasi, asites, oliguria atau anuria, penurunan tekanan darah,
takipnea atau dispnea, pusing atau sinkop, gangguan elektrolit
(hiponatremia dan hiperkalemia), atau uji fungsi hati abnormal.
Pengamatan yang cermat terhadap pasien OHSS sangat dianjurkan karena
penyakit ringan tiba - tiba dapat berkembang menjadi tahap lanjut.9
Rekomendasi untuk evaluasi dan pemantauan pasien yang dirawat
dengan OHSS meliputi :9
 Tanda-tanda vital tiap 2-8 jam berdasarkan keadaan klinis,
 Pemeriksaan fisik lengkap tiap hari, hindari pemeriksaan bimanual
pelvic,
 Berat badan dicatat tiap hari,
 Lingkar perut setinggi umbilikus diukur tiap hari,
 Pemeriksaan USG (asites, ukuran ovarium), diulang jika perlu untuk
kebutuhan terapi atau parasentesis,
 Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan tiap hari atau lebih sering
sesuai kebutuhan,
 Pulse oxymetry untuk pasien dengan gangguan pernafasan,
 Foto toraks dan ekokardiogram jika dicurigai terjadi efusi pleura atau
efusi perikardium,
 Pemeriksaan Kehamilan,
 Pemeriksaan elektrolit tiap hari,
 Pemeriksaan darah lengkap tiap hari atau lebih sering jika diperlukan
untuk panduan pemberian cairan
 Enzim hati, diulang jika perlu,
 Serum kreatinin, kreatinin klirens, berat jenis urin, diulang jika perlu.

a. Terapi Farmakologi9
1. Terapi Cairan: Kunci utama penatalaksanaan adalah untuk
memperbaiki volume peredaran darah dan ketidakseimbangan
elektrolit. Setiap usaha harus dibuat untuk mempertahankan

13
volume intravaskular yang normal dan untuk menjaga fungsi
ginjal. Penggantian volume seharusnya dimulai dengan cairan
kristaloid intravena 125-150 mL/jam. Hidrasi awal yang cepat
dapat dilakukan dengan bolus cairan intravena (500-1000 mL).
Cairan harus dikelola secara serius, dalam volume yang
dibutuhkan, untuk mempertahankan keluaran urin (>20-30 mL/
jam) dan untuk memperbaiki hemokonsentrasi. Dextrose 5% dalam
keadaan normal saline lebih disukai daripada Ringer laktat.
Ekspander koloid plasma mungkin digunakan jika perlu. Efek
bermanfaat dari plasma ekspander mungkin bersifat sementara
karena akan mendistribusikan kembali ke ruang ekstravaskular dan
dapat memperburuk asites. Penggunaan albumin, mannitol,
dextran, HES, atau fresh frozen plasma dengan tujuan
meningkatkan tekanan onkotik intravaskular dan mempertahankan
volume intravaskular direkomendasikan.
2. Penggantian elektrolit: Kalsium glukonat mungkin digunakan
untuk melindungi jaringan jantung terhadap hiperkalemia. Tanda-
tanda EKG hiperkalemia menunjukkan perlunya perawatan
mendesak dengan kalsium glukonat. Kayexalate juga mungkin
digunakan untuk menghilangkan kalium dari tubuh perlahan
dengan onset dalam 1-2 jam dan dapat diberikan secara oral atau
rektal enema retensi.
3. Anti Koagulan : Trombosis vena adalah komplikasi OHSS yang
paling mengancam jiwa. Faktor risiko untuk terjadinya
tromboemboli pada OHSS sedang hingga berat adalah sebagai
berikut: imobilisasi, tekanan yang disebabkan oleh ovarium besar
atau asites pada pembuluh panggul, dan hiperkoagulasi karena
kehamilan atau kadar estrogen yang tinggi. Penggunaan low-
molecular weight heparin (LMWH) memperbaiki risiko
komplikasi trombotik. Enoxaparin (40 mg/hari) atau dalteparin
(5000 IU/hari) direkomendasikan untuk tromboprofilaksis dengan

14
pemberian yang mudah dan tidak perlu pemantauan. Antikoagulasi
direkomendasikan untuk wanita hamil dan harus dilanjutkan
setidaknya sampai akhir trimester pertama.
4. Antibiotik : Pemberian antibiotik dalam pengobatan OHSS karena
kateterisasi berulang, venipuncture, drainase pleura, dan aspirasi
transvaginal dari cairan asites. Profilaksis antibiotik pra operasi
sangat tinggi direkomendasikan.
5. Diuretik : Terapi diuretik tanpa sebelumnya ekspansi volume
mungkin berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan
volume intravaskular dan memperburuk hipotensi. Diuretik dapat
meningkatkan viskositas darah dan meningkatkan risiko trombosis
vena. Pemberian diuretik biasanya terbatas pada manajemen edema
paru.
6. Dopamin : Dopamin digunakan pada pasien oliguria pada OHSS
berat dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin bekerja melalui
peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
7. Aspirasi cairan asites dan efusi pleura. Asites adalah ciri khas
OHSS. Yang paling umum alasan rawat inap adalah gejala akibat
asites. Aspirasi tidak disarankan untuk semua pasien. Parasentesis
diterapkan melalui metode transabdominal atau transvaginal.
b. Pembedahan9
Terapi pembedahan di lakukan pada OHSS dengan rupture kista, torsio
ovarium, kehamilan ektopik dan terminasi kehamilan.

J. PENCEGAHAN
Faktor risiko utama untuk OHSS adalah usia muda, indeks massa
tubuh rendah, ovarium polikistik sindrom (PCOS), dan riwayat OHSS.
Hormon serum anti-mullerian (AMH) adalah biomarker yang dapat
memprediksi risiko OHSS. Lee dan rekannya menyarankan bahwa tingkat
AMH> 3,36 ng/mL dapat memprediksi pengembangan OHSS
(sensitivitas=90,5% dan spesifisitas = 81,3%). Jumlah folikel antral (AFC)

15
juga merupakan prediksi dari OHSS. Tahun 2012, Jayaprakasan et al.
melaporkan bahwa AFC≥24 berkorelasi dengan peningkatan risiko OHSS
sedang hingga berat.9
Faktor risiko sekunder tergantung pada ovarium menanggapi
Controlled Ovarian Stimulation (COS), Pemantauan Ultrasound dan
serum E2 adalah komponen vital dari pengawasan untuk OHSS. Sejumlah
besar folikel tumbuh di hari pemicuan (> 14 folikel dengan diameter 11
mm) dan sejumlah besar oosit diambil adalah faktor risiko untuk OHSS.
Selama COS, pemantauan estradiol serum adalah prediktor signifikan
untuk mengendalikan risiko OHSS. Peningkatan cepat kadar estradiol dan
estradiol serum konsentrasi> 2500 pg/mL adalah faktor prediktif penting.
Namun, tidak ada yang mampu meramalkan OHSS secara independen.9

a. Pencegahan Primer9,10
1. Regimen induksi ovulasi: Risiko OHSS harus dinilai secara
individual berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik, hasil USG, dan
AFC. Pasien dengan PCOS berada pada risiko lebih tinggi untuk
OHSS. Dosis minimum gonadotropin harus digunakan untuk
induksi ovulasi pada pasien dengan PCOS, dan peningkatan
regimen lebih dipertimbangkan dari regimen step-down. Selama
rejimen ditingkatkan, induksi ovulasi dimulai dengan dosis rendah
gonadotropin (75 IU). Gonadotropin akan meningkat setelah 14
hari hanya jika respon ovarium sesuai dengan folikel yang tumbuh
>10 mm belum dikembangkan. Yang sepantasnya dosis akan
dilanjutkan hingga setidaknya diproduksi 1 folikel ≥18 mm.
2. Metformin: Metformin secara signifikan mengurangi risiko OHSS
sebesar 63% dan meningkatkan klinis tingkat kehamilan, tanpa
efek pada kelahiran hidup. Dosis harian antara 1000 dan 2000 mg
setidaknya 2 bulan sebelum COS direkomendasikan untuk
mencegah OHSS.

16
3. Inhibitor aromatase untuk induksi ovulasi: Inhibitor aromatase
bertindak melalui downregulation produksi estrogen oleh
menghambat enzim sitokrom p450. Meningkatkan sekresi FSH
melalui hipofisis dan mempromosikan folikulogenesis. Akibatnya,
mekanisme umpan balik negatif tetap ada dan mengurangi
kejadian OHSS selama induksi ovulasi. Namun, Ulasan terbaru
gagal ditampilkan perbedaan dalam tingkat OHSS setelah inhibitor
aromatase berbeda dengan yang lain obat induksi ovulasi.
4. Regimen individualisasi terapi IVF: COS harus menjadi
individual, dan pemberian gonadotropin harus disesuaikan dengan
setiap wanita untuk mencegah OHSS. Kombinasi AFC dan AMH
dianggap sebagai yang terbaik biomarker untuk memprediksi
kemungkinan suatu respon yang berlebihan.
5. Pemboran ovarium dengan laparoskopi pada pasien dengan PCOS:
pengeboran ovarium laparoskopi (LOD) atau kauterisasi ovarium
polikistik dapat dianggap sebagai metode alternatif untuk
meningkatkan ovulasi sebelum stimulasi ovarium. Keuntungan
utama dari LOD adalah mengurangi dosis dan durasi gonadotropin
untuk induksi ovulasi. LOD dapat dilakukan untuk satu atau kedua
indung telur, menginduksi 4-10 poin kauterisasi dengan
kedalaman 4–10 mm.
6. Alternatif human chorionic gonadotropin untuk memicu ovulasi:
Obat pilihan untuk memicu pematangan akhir folikel harus dipilih
berdasarkan prediksi risiko perkembangan OHSS. Harus Perlu
diingat bahwa tidak ada agen yang mampu sepenuhnya
menghilangkan risiko OHSS. HCG eksogen telah digunakan untuk
menginduksi LH melonjak untuk waktu yang lama. Namun, waktu
paruh yang lama mengarah ke efek luteotrophic yang lama,
sedangkan paruh LH adalah sekitar 60 menit dan hCG melebihi 24
jam.

17
7. GnRH antagonist protokol panjang sebagai alternatif untuk IVF
agonis: Telah terbukti bahwa pasien yang berisiko tinggi untuk
OHSS akan memiliki risiko minimal setelah menjalani Protokol
antagonis GnRH. Namun, ada kontroversi mengenai kemanjuran
dan angka kehamilan setelah GnRH protokol antagonis selama
tahun-tahun awal pemanfaatannya.

b. Pencegahan Sekunder9,10
Tindakan pencegahan sekunder harus dilakukan dilakukan pada
pasien dengan berlebihan Menanggapi COS.
1. Menunda pemberian Human chorionic gonadotropin: Pada pasien
di antaranya tercapai konsentrasi serum E2 berbahaya atau
pengembangan folikel dalam jumlah besar, memungkin
penundaan pemberian hCG selama beberapa hari hingga tingkat
E2 menurun atau plateau. Selama penundaan, tidak boleh
diberikan gonadotropin. Kadar estradiol serum biasanya berlipat
ganda setiap 2 hari, dan diameter folikel naik 1,5–2 mm per hari
saat folikel terkemuka telah mencapai 8-10 mm dan reseptor LH
telah muncul. Setelah pemberian gonadotropin dihentikan, folikel
dewasa terus tumbuh untuk ukuran 4 hari dan konsentrasi estradiol
serum terus meningkat selama sekitar 1 atau 2 hari. Penundaan
seharusnya tidak lebih dari 4 hari untuk menghindari penurunan
keberhasilan kehamilan. Meski begitu, masih ada kontroversi
mengenai manfaat dibandingkan untuk intervensi lain.
2. Cryopreservasi embrio: Penelitian terbaru telah melaporkan bahwa
metode yang paling efektif dalam mencegah OHSS adalah
penggunaan pemicu GnRHa dan kemudian cryopreservasi semua
embrio.
3. Pembatalan siklus: menunda pemberian HCG adalah satu-satunya
metode yang pasti untuk pencegahan OHSS. Nilai kritis estradiol
untuk menahan hCG untuk menghambat OHSS telah dilaporkan

18
dari 2000 pg/mL (untuk intrauterin inseminasi) hingga 4000
pg/mL (untuk siklus IVF) dalam studi yang berbeda. Namun
selama GnRH protokol antagonis tingkat estrodial tinggi
ditoleransi dengan baik.
4. Albumin: pemberian albumin intravena disarankan untuk
mencegah OHSS. Dihipotesiskan bahwa albumin mencegah bahan
vasoaktif yang akan dilepaskan dari corpus luteum dan
menghambat sintesis zat tambahan lain yang mungkin
menginduksi OHSS. Juga, efek onkotik dari albumin berfungsi
untuk mempertahankan intravaskular volume dan dapat mencegah
perkembangan hipovolemia, hemokonsentrasi, asites, dan efusi
pleura. Pemberian 20-50 g 25% albumin pada saat pengambilan
oosit telah diusulkan untuk mengurangi risiko OHSS. Kelemahan
albumin, termasuk reaksi alergi, dan virus/prion transmisi, harus
dipertimbangkan dan penggunaan rutinnya tidak dapat
direkomendasikan. Namun, tinjauan sistematis diterbitkan pada
2010 menyimpulkan bahwa profilaksis albumin intravena tidak
hanya gagal mengurangi insiden OHSS parah tetapi juga
mengurangi tingkat kehamilan.
5. Kalsium: Infus kalsium dapat mencegah OHSS berat, tetapi efek
yang diamati tidak lebih besar dari cabergoline. Dosis 10 mL
larutan kalsium glukonat 10% dalam 200 mL garam fisiologis
berhasil diinfuskan selama 40 menit selama uji klinis. Infus ini
diberikan 30 menit setelah pengambilan oosit pada hari
pengambilan ovum dan tiga hari pertama setelahnya.
6. Hydroxyethyl starch (HES) solution : Beberapa penelitian kecil,
efektifitas HES dibandingkan dengan albumin seharusnya
dievaluasi lebih lanjut. Dalam sebuah studi pada 100 pasien
berisiko tinggi OHSS dengan ≥20 folikel dan kadar estradiol
serum> 3000 pg / mL, dengan pemberian 1000 mL HES 6%
selama pengambilan oosit dan tambahan 500 mL 48 jam

19
kemudian, menyebabkan penurunan yang signifikan pada OHSS
berat. Ghahiri et al. Juga melaporkan bahwa dengan pemberian
1000 mL HES 6% pada hari pengambilan oosit, kejadian OHSS
lebih efektif berkurang dibandingkan dengan pemberian
cabergoline dan albumin manusia.
7. Agonis dopamin (cabergoline): VEGF, sebagai penyebab utama
OHSS, bertanggung jawab pada peningkatan permeabilitas kapiler
selama hiperstimulasi folikel ovarium dengan mengikat reseptor
VEGF 2. Cabergoline adalah agonis dopamin yang disarankan
berhasil mengurangi angka kejadian OHSS sedang (OR = 0,38,
95% CI = 0,19-0,78), dengan tidak ada efek signifikan pada
tingkat kehamilan klinis dan tingkat keguguran. Alvarez et al.
Melakukan penelitian pada pasien berisiko tinggi dengan
pemakaian setiap hari dosis oral 0,5 mg cabergoline selama 8 hari,
dimulai pada hari pemberian hCG, dan dicocokkan dengan
kelompok kontrol. Hasil mengungkapkan bahwa cabergoline aman
dengan hasil yang sebanding dengan hasil assisted reproductive
technology (ART). Selain itu, penelitian telah menunjukkan
bahwa cabergoline dapat menurunkan hematokrit, hemoglobin,
jumlah cairan asketik, dan laju OHSS sedang, tanpa efek pada
estradiol level. Demikian pula, Ulasan Cochrane oleh Tang et al.
menyimpulkan bahwa cabergoline efisien mengurangi tingkat
OHSS sedang, dengan tidak ada efek signifikan pada tingkat
kehamilan klinis dan tingkat keguguran, meskipun itu tidak dapat
mencegah OHSS berat. Jadi, pemberian cabergoline oral, dimulai
dari hari pemicu hCG dengan dosis 0,5 mg selama 8 hari,
direkomendasikan.
8. Vasopresin menginduksi blokade endotel vaskular sekresi faktor
pertumbuhan: Relcovaptan adalah vasopresin non-peptida
antagonis reseptor yang memiliki kemampuan menghambat VEGF

20
dengan menyesuaikan kelancaran pembuluh darah proliferasi otot
dan vasokonstriksi.
9. Aspirin dosis rendah: Penigkatan stimulasi ovarium dapat
menyebabkan hiperstimulasi trombosit, yang berhubungan dengan
OHSS. Karena itu, terapi aspirin dosis rendah (100 mg setiap hari,
dimulai pada hari pertama stimulasi ovarium) dapat mengurangi
risiko OHSS parah.
10. In vitro Maturation (IVM) : IVM dapat dianggap sebagai metode
alternatif yang lain untuk penanganan fertility pada pasien yang
berisiko OHSS. Mature dan Immature pengambilan oosit, diikuti
oleh IVM, akan menjadi metode yang efisien untuk pencegahan
OHSS selama stimulasi ovarium. Dalam sebuah Protokol IVM,
untuk wanita yang bereaksi berlebihan yang memiliki > 20 folikel
dengan rata-rata diameter >10 mm, gonadotropin seharusnya
berhenti dan 10.000 IU hCG seharusnya diberikan ketika folikel
terkemuka mencapai 12–14 mm. Koleksi oosit dilakukan 36 jam
kemudian diikuti oleh IVM.

K. PROGNOSIS
Prognosis pada kasus sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS)
ringan atau sedang sangat baik. Namun, morbiditas dan mortalitas terjadi
dalam kasus OHSS berat. Namun, prognosis baik pada OHSS berat jika
diberikan pengobatan yang tepat (atau memadai).
Kematian akibat OHSS sebagian besar disebabkan oleh syok
hipovolemik dan ketidakseimbangan elektrolit, perdarahan, dan
tromboemboli (hiperkoagulabilitas dapat membahayakan pasien).
Perkiraan tingkat kematian adalah 1 per 400.000-500.000 siklus
terstimulasi.11

21
Daftar Pustaka

1. Doron Shmorgun, Md, Ottawa On. The Diagnosis And Management Of


Ovarian Hyperstimulation Syndrome. Joint Sogc-Cfas Clinical Practice
Guideline. 2011. No 268
2. Chen, Su Et All. Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS):
New Strategies Of Prevention And Treatment. Department Of Obstetrics
And Gynecology, National Taiwan University Hospital, Taiwan. 2008.
Vol 107, No 7
3. Bagian Anatomi FK UNHAS. 2013. Buku Ajar Anatomi Biomedik II.
Makassar, Universitas Hasanuddin
4. Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
Jakarta: EGC
5. RCOG. The Management Of Ovarian Hyperstimulation Syndrome. Green-
Top Guideline No. 5. 2016. Hal 1-22
6. Kumar Pratap, Sait Sf, Sharma Alok, Kumar Mukesh. Ovarian
Hyperstimulation Syndrome. Journal Of Human Reproductive Sciences.
2011. Volume 4, Hal 70-75
7. Prakash Alka, Mathur Raj. Ovarian Hyperstimulation Syndrome. Royal
College Of Obstetricians And Gynaecologists. 2013. Hal 31-35
8. RCOG. Ovarian Hyperstimulation Syndrome. Royal College Of
Obstrecians & Gynaecologists. 2016. Hal 1-5
9. Jahromi, Bm Et All. Ovarian Hyperstimulation Syndrome. A Narrative
Review Of Its Pathophysiology, Risk Factors, Prevention, Classification,
And Management. Department Of Obstetrics And Gynecology Shiraz
Medical School Shiraz University Of Medical Sciences. 2018. Vol.43 No3
10. ASRM. Prevention And Treatment Of Moderate And Severe Ovarian
Hyperstimulation Syndrome: A Guideline. Practice Committee Of The
American Society For Reproductive Medicine. 2016. Vol. 106 No. 7
11. https://emedicine.medscape.com/article/1343572-overview

22

Anda mungkin juga menyukai