Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019

UNIVERSITAS HALU OLEO

OPEN FRAKTUR SEGMENTAL LEFT TIBIA GRADE IIIA

PENYUSUN

Elda Citra Sari, S.Ked

K1A113110

PEMBIMBING

dr. Tri Tuti Hendrawati, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

A. PRIMARY SURVEY

Dilakukan pada hari Sabtu, 16 Februari 2019 pukul 18.20 WITA di IGD RS

Bahteramas.

Air way : Jalan napas bebas, cervical spine control

Breathing : Frekuensi napas 24x/menit, spontan, pernapasan

torakoabdominal, pergerakan dinding dada

simetris, reguler

Circulation : Tekanan darah 100/70 mmHg

Nadi 120x/menit regular, kuat angkat

Disability : Glasgow Coma Scale (E4M6V5), Isochoric

pupil, Ø 2.5 m/2.5 mm, Light reflex +/+

Environment : Suhu 36,5OC/Axillar

B. SECONDARY SURVEY

1. Identitas
Nama : An. Fahrul

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 4 tahun

Alamat : Desa Tolihe, Konawe Selatan


Pekerjaan :-

Tanggal Masuk : 16 Februari 2019

DPJP : dr. Muh. Rizal Alisi, Sp.OT

No. Rekam Medik : 54 83 69

2. Anamnesis (Alloanamnesis, Tanggal 16 Februari 2019 Pukul 18.25

Wita)

a. Keluhan utama

Nyeri tungkai kiri bawah

b. Anamnesis Terpimpin

Sejak ±6 jam yang lalu akibat terkena mesin pemotong rumput

c. Mekanisme Trauma

Pasien sedang bermain, lalu ayahnya menyalakan mesin pemotong

rumput dan tiba-tiba pasien berlari kemudian kakinya terkena mesin

pemotong rumput.

d. Riwayat Trauma

- Riwayat pengobatan sebelumnya (+) di RSUD Konawe Selatan

(IVFD, analgetik, antibiotik, imobilisasi dengan spalak, jahit situasi.

e. Keluhan Tambahan

-
3. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalista

Keadaan umum : Sakit sedang

Status Gizi : Gizi baik

Kesadaran : Composmentis

2. Tanda Vital

Tekanan darah: 100/70 mmHg

Nadi: 116 x/m, regular, kuat angkat

Pernapasan: 24x/m, tipe torakoabdominal, regular, simetris

Suhu: 36,60 C/Axillar

VAS 4/10

3. Status Present

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Dalam batas normal

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Thorax : Dalam batas normal

Abdomen ; Dalam batas normal

Ekstremitas atas : Dalam batas normal

Ekstremitas Bawah : Status lokalis

Alat Kelamin : Dalam batas normal


4. Status Lokalis

Regio Cruris Sinistra

Inspeksi : Deformitas (-), hematoma (+), swelling (+) Wound (+)

multipel vulnus caesum ukuran 10 cm x 4cm x 3 cm, 8,6 cm x

3 cm x 3 cm, 7 cm x 3 cm x 3 cm, bone expose (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+), Krepitasi (+)

ROM : Gerakan aktif dan pasif knee joint sinistra dan ankle joint

sinistra terbatas karena nyeri

NVD : sensibilitas (+), teraba pulsasi A. dorsalis pedis sinistra, CRT

≤ 2 detik.

5. Foto Klinis
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium ( 16 Februari 2018)

PARAMATER HASIL NILAI RUJUKAN

WBC 16,57 4000-10000/uL

HEMOGLOBIN 10,8 12-16 g/dl

HEMATOKRIT 32,2 37-48 vol%

PLATELET 287 150000-400000/mm³

Pemeriksaan X-Ray

X-Ray Cruris Sinistra AP/Lat

Kesan : Fraktur segmental 1/3


proksimal os tibia sinistra
4. Resume

An. Fahrul, 4 tahun, nyeri tungkai kiri bawah, ± 6 jam yang lalu akibat

terkena mesin pemotong rumput. Pada status generalisata ditemukan

kesadaran kompos mentis, sakit sedang, gizi baik. Tanda vital dalam batas

normal. Status lokalis: regio cruris sinistra: inspeksi hematoma (+), swelling

(+), wound (+) multipel vulnus caesum 10 cm x 4cm x 3 cm, 8,6 cm x 3 cm x

3 cm, 7 cm x 3 cm x 3 cm, bone expose (+). Palpasi: nyeri tekan (+). ROM :

Gerakan aktif dan pasif knee joint sinistra dan ankle joint sinistra terbatas

karena nyeri. NVD: sensibilitas (+), teraba pulsasi, CRT ≤ 2 detik.

Pemeriksaan laboratorium leukosit 16,57 10^3/uL. Pada pemeriksaan X-Ray

Cruris AP/Lat didapatkan gambaran fraktur segmental 1/3 proksimal os tibia

sinistra

5. Diagnosis

Open Fraktur Segmental Left Tibia Grade IIIA

6. Diagnosis Banding

- Muscle contusion Left cruris

- Neurovascular damage left cruris

- Sindrome compartemen of Left cruris

7. Rencana Terapi

a) Non Farmakologi

1. Istrirahat
2. Imobilisasi

3. Elevasi

4. Edukasi

5. Rawat Luka

b) Farmakologi (Persiapan Operasi)

 IVFD

 Inj Antibiotik

 Inj Analgetik

Konsul Bedah Orthopedi

8. Dokumentasi Operasi
9. Follow Up

Tanggal Keadaan Klinis Penatalaksanaan

17/02/2019 S : Nyeri tungkai kiri bawah  Non Farmakologi:

O : BP : 100/70 mmHg  Istirahat

HR : 94 x/m  Imobilisasi

RR : 20 x/m  Elevasi

T : 36.6 0C  Edukasi
A : PH1 Open Fracture Segmental
 Rawat Luka
Left Tibia Grade IIIA
 Farmakologi:

 IVFD RL 28 TPM

 Cefotaxime 250 mg/ 12 Jam /IV

 Paracetamol 250 mg/ 12 Jam/ IV

 Operatif:

 Debridement

18/02/2019 S : Nyeri tungkai kiri bawah  Non Farmakologi:

O : BP : 100/70 mmHg  Istirahat

HR : 88 x/m  Imobilisasi

RR : 20x/m  Elevasi

T : 36.6 0C  Edukasi
A : PH2  Farmakologi:
Open Fracture

 Cefotaxime 250 mg/ 12 Jam /IV


Segmental Left Tibia Grade IIIA

+ POH1 Debridement Paracetamol 250 mg/ 12 Jam/IV

19/02/2019  Non Farmakologi:


S : Nyeri tungkai kiri bawah

berkurang  Istirahat

O : BP : 100/70 mmHg  Imobilisasi

HR : 88 x/m  Elevasi

RR : 20x/m  Edukasi
T : 36.6 0C  Farmakologi:
A : PH3 Open Fracture
 Cefotaxime 250 mg/ 12 Jam /IV
Segmental Left Tibia Grade IIIA
 Paracetamol 250 mg/ 12 Jam/IV
+ POH2 Debridement

20/02/2019  Non Farmakologi:


S : Nyeri tungkai kiri bawah

berkurang  Istirahat

O : BP : 100/70 mmHg  Imobilisasi

HR : 88 x/m  Elevasi

RR : 20x/m  Edukasi
T : 36.6 0C  Farmakologi:
A : PH4 Open Fracture
 Cefotaxime 250 mg/ 12 Jam /IV
Segmental Left Tibia Grade IIIA
 Paracetamol 250 mg/ 12 Jam/IV
+ POH3 Debridement
21/02/2019  Non Farmakologi:
S : Nyeri tungkai kiri bawah

berkurang  Istirahat

O : BP : 100/70 mmHg  Imobilisasi

HR : 88 x/m  Elevasi

RR : 20x/m  Edukasi
T : 36.6 0C  Farmakologi:
A : PH5 Open Fracture
 Cefotaxime 250 mg/ 12 Jam /IV
Segmental Left Tibia Grade IIIA
 Paracetamol 250 mg/ 12 Jam/IV
+ POH4 Debridement

22/02/2019  Non Farmakologi:


S : Nyeri tungkai kiri bawah

berkurang  Istirahat

O : BP : 100/70 mmHg  Imobilisasi

HR : 88 x/m  Elevasi

RR : 20x/m  Edukasi
T : 36.6 0C  Rawat Luka
A : PH6 Open Fracture
 Farmakologi:
Segmental Left Tibia Grade IIIA
 Cefadroxil 200 mg/ 12 Jam
+ POH5 Debridement
 Paracetamol 3 cth/ 8 Jam

23/02/2019  Non Farmakologi:


S : Nyeri tungkai kiri bawah

berkurang  Istirahat
O : BP : 100/70 mmHg  Imobilisasi

HR : 88 x/m  Elevasi

RR : 20x/m  Edukasi

T : 36.6 0C  Rawat Luka

A : PH7 Open Fracture


 Casting
Segmental Left Tibia Grade IIIA
 Farmakologi:
+ POH6 Debridement
 Cefadroxil 200 mg/ 12 Jam

 Paracetamol 3 cth/ 8 Jam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang.

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,

kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat

faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). World

Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta

orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan

lalu lintas (WHO, 2011). Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas

kurang lebih 12.000 orang pertahun, sehingga dapat disimpulkan trauma dapat

menyebabkan biaya perawatan yang sangat besar, angka kematian yang tinggi,

hilangnya waktu kerja yang banyak serta menyebabkan kecacatan sementara

maupun permanen pada masyarakat.1,2

Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia,

fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang

paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang

dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang

mengalami fraktur pada tulang femur (Depkes RI, 2011).2

Fraktur cruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini

diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya


ditutupi jaringan subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur

cruris terbuka yang menimbulkan masalah dalam pengobatan.2

B. Anatomi Tibia dan Fibula

Tibia adalah tulang medial besar tungkai bawah. Tibia berartikulasi dengan

condylus femoris dan caput fibula di atas, dan dengan talus dan ujung distal

fibula di bawah. Ia memiliki ujung atas yang melebar, dan ujung bawah lebih

sempit. Pada ujung atasnya terdapat condylus medialis dan lateralis (kadang-

kadang disebut plateau tibialis medialis dan lateralis), yang berartikulasi dengan

condylus medialis dan lateralis femur, dipisahkan oleh cartilago semilunaris

medialis dan lateralis (meniscus medialis dan lateralis). Yang memisahkan

permukaan atas sendi condylus tibialis adalah area intercondylaris anterior dan

posterior; diantara kedua area ini terdapat eminentia intercondylaris. Condylus

lateralis memiliki facies artikularis circularis untuk caput fibulae pada aspek

lateralnya. Condylus medialis mempunyai sebuah alur pada aspek posteriornya

untuk insersio m. Semimembranosus. Corpus tibia berbentuk segitiga pada

potongan melintang, dengan tiga batas (margo) dan tiga permukaan (facies).

Yakni, facies lateralis, facies medialis dan facies posterior. serta tiga buah tepi

yaitu margo anterior , margo medialis, margo interosseus. Pada pertemuan margo

anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang menjadi tempat

melekat lig. Pattelae. Margo anterior membulat dibagian bawah, tempat ia

menyatu dengan malleolus medialis. Margo lateral atau interossea menjadi

tempat perlekatan membrana interossea. Ujung bawah tibia sedikit melebar dan
pada aspek inferiornya tampak sebuah permukaan sendi berbentuk pelana untuk

talus. Ujung bawahnya memanjang ke bawah membentuk malleolus medialis.

Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus. Ujung bawah tibia

memiliki lekukan lebar dan kasar pada permukaan lateralnya untuk berartikulasi

dengan fibula.3
Gambar1. Anatomi Tibia dan Fibula

C. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi

jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan keotot dan

sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ

tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau

gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth,2005). Faktor faktor yang

mempengaruhi terjadinya fraktur:4


1. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai

tulang, arah serta kekuatan tulang.

2. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,

kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

D. Diagnosis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak

di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan

fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan

neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur

dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.

1. Anamnesis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan

bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,

diskrepansi), gangguan fungsi muskuloskeletal akibat rasa nyeri, putusnya

kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila gejala klasik

tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis

konfigurasinya belum dapat ditentukan. Anamnesis dilakukan untuk

menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian

yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur

sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia

konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit

lain.5
2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:

deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi /

feel (nyeri tekan). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu

diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,

meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami

nyeri, efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi :

pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan

gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi

yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain

meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan

politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah

pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan

pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan

pemeriksaan klinis dan radiologis.5

3. Pemeriksaan Penunjang

Walaupun penampakan dan tingkat keparahan fraktur dapat terlihat

melalui gejala-gejala klinisnya yang tampak, pemeriksaan radiologi masih

tetap dibutuhkan mendokumentasi lokasi dan luas fraktur serta

mengidentifikasi kemungkinan cedera tulang lainnya. Pemeriksaan radiologis

untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran,

anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal
fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang

cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum

tindakan dan sesudah tindakan.5 Radiography (X-rays) adalah modalitas

imaging trauma yang utama pada lesi traumatik yang melibatkan tulang.

Sebagian besar lesi-lesi tulang dapat terdokumentasikan cukup dengan

radiofrafi standar ini. Lokasi dan asal dari fraktur biasanya sudah dapat

didemonstrasikan pada foto polos. Walaupun demikian, perbatasan jaringan-

jaringan lunak sulit dinilai. Posisi yang sering digunakan yaitu posisi

anteroposterior (AP) dan posisi lateral.6

Secara radiologis konvensional, karakteristik tulang dapat dinilai

berdasarkan klasifikasi dibawah ini:

 Arah garis fraktur : fraktur transversal, oblik, dan spiral

 Hubungan antar fragment fraktur: displacement, angulasi, shortening,

rotasi, avulsi/ amputasi.

 Jumlah fragment fraktur: fraktur sederhana dan fraktur kominutif/

segmental

 Adanya hubungan dengan udara bebas: fraktur terbuka dan fraktur

tertutup
E. Klasifikasi

1. Berdasarkan Kerusakan Jaringan Disekitarnya1

a. Fraktur Tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih

utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.

Derajat fraktur tertutup menurut Tscherne yaitu;

 Derajat 0 ; fraktur sederhana tanpa/ disertai dengan sedikit kerusakan

jaringan lunak

 Derajat 1 ; fraktur disertai dengan abrasi superfisial atau luka memar

pada kulit dan jaringan subkutan

 Derajat 2 ; fraktur yang lebih berat dari derajat 1 yang disertai dengan

kontusio dan pembengkakan jaringan lunak

 Derajat 3 ; fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan

lunak yang nyata dan terdapat ancaman terjadinya sindrome

komparetemen

b. Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena

adanya hubungan dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka

potensial terjadi infeksi osteomielitis.n Menurut Gustilo Anderson

1990, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu :

 Derajat I: laserasi < 1cm, kerusakan jaringan tidak berarti dan luka

relatif bersih
 Derajat II: laserasi >1 cm tidak ada kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi dan ada kontaminasi

 Derajat III: luka lebar dan dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan

disekitarnya, kontaminasi hebat.

 Derajat IIIA; tulang yang fraktur masih ditutupi oleh jaringan

lunak

 Derajat IIIB; terdapat periosteal stripping yang luas dan

penutupan luka dilakukan dengan flap lokal atau flap jauh

 Derajat IIIC; fraktur disertai dengan kerusakan pembuluh darah.

2. Berdasarkan Bentuk Patah Tulang

 Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen

 Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya

pemisahan.

 Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang

didekatnya

3. Berdasarkan Garis Patahnya

 Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.

 Fraktur baterfly adalah fraktur yang dengan 2 garis fraktur, dengan

ujung fraktur salah satu bertemu dan apabila bagian fraktur hilang

tidak akan menyebabkan shortening (pemendekan)

 Oblique yaitu garis patah miring

 Spiral yaitu garis patah melingkar tulang


 Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen

tulang patah menjadi beberapa bagian.

Gambar 2. Tipe fraktur

F. Penatalaksanaan

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi kedalam 1

 Konservatif

 Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan

K-wire

 Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang Eksisi

fragmen tulang dengan pengganti dan protesis.

1. Penanganan Fraktur Non Bedah

Penanganan tanpa bedah dapat dilakukan :7


Gambar 3. Pengobatan traksi dan casting7

a) Traksi Tulang

Traksi tulang didasarkan pada berat badan untuk menahan tulang yang

patah dengan cara menaruh pin pada kaki yang patah.

b) Casting dan brancing

Casting dan brancing menahan tulang pada tempatnya sampai sembuh.

Namun, pada banyak kasus fraktur tidak kembali pada tempatnya

disebabkan adanya otot – otot yang menarik fragmen tulang. Hanya

fraktur yang terdiri dari dua bagian dan stabil yang dapat diobati

dengan cara seperti ini.

2. Penanganan Fraktur dengan Bedah

 External Fiksasi Sementara

Fiksasi eksternal. Dalam jenis operasi ini, pin atau sekrup logam

ditempatkan ke tulang di atas dan di bawah situs fraktur. Pin dan

sekrup melekat pada bar di luar kulit. Perangkat ini adalah bingkai

penstabil yang menahan tulang pada posisi yang tepat. Karena


mereka mudah digunakan, fiksator eksternal sering memakai ketika

seorang pasien memiliki beberapa luka dan belum siap untuk operasi

yang lebih lama untuk memperbaiki fraktur. Sebuah fixator eksternal

memberikan stabilitas yang baik dan sementara sampai pasien cukup

sehat untuk operasi terakhir.

Gambar 4. Pemasangan Eksternal Fiksasi Tibia dan Fibula


Gambar 2. X-Ray Genu
Dekstra
 Dekstra
Intramedullary Nailing

Intramedullary Nailing. Saat ini, metode yang paling ahli bedah

gunakan untuk mengobati fraktur poros tibia adalah nail

intramedullar. Selama prosedur ini, batang logam yang dirancang

khusus dimasukkan ke dalam saluran tibia. Batang melewati fraktur

untuk mempertahankan posisinya.


Gambar 5. Pemasangan Intramedullary NailingTibia dan Fibula
Gambar 2. X-Ray Genu
Dekstra Internal Fixation) Dekstra
 ORIF (Open Reduction

Hingga abad terakhir, dokter mengandalkan gips dan splint

untuk mendukung dan menstabilkan tulang dari luar tubuh.

Munculnya prosedur bedah steril mengurangi risiko infeksi,

memungkinkan dokter untuk secara internal mengatur dan

menstabilkan tulang yang retak.11,12

Fiksasi internal memungkinkan untuk dirawat di rumah sakit

lebih pendek, memungkinkan pasien untuk kembali ke fungsi

sebelumnya, dan mengurangi kejadian nonunion (penyembuhan yang

tidak tepat) dan malunion (penyembuhan dalam posisi yang tidak

benar) dari tulang yang patah.11,12

Implan yang digunakan untuk fiksasi internal terbuat dari

stainless steel dan titanium, yang tahan lama dan kuat. Jika sendi
harus diganti, bukannya tetap, implan ini juga bisa terbuat dari kobalt

dan krom. Implan yang cocok dengan tubuh dan jarang menyebabkan

reaksi alergi

Plate seperti splint internal yang menahan potongan tulang

yang patah bersama. Mereka melekat pada tulang dengan sekrup. Plat

dapat dibiarkan di tempat setelah penyembuhan selesai, atau mereka

dapat dilepas.

Sekrup digunakan untuk fiksasi internal lebih sering daripada

jenis implan lainnya. Meskipun sekrup adalah perangkat sederhana,

ada desain yang berbeda berdasarkan jenis fraktur dan bagaimana

sekrup akan digunakan. Sekrup datang dalam berbagai ukuran untuk

digunakan dengan tulang dengan ukuran berbeda. Sekrup dapat

digunakan sendiri untuk menahan patah tulang, serta dengan plat,

nail atau rods. Setelah tulang sembuh, sekrup mungkin dapat tanpa

dibuka ataupun dibuka. 8,9


Gambar 6. Pemasangan ORIF Tibia dan Fibula
Gambar 2. X-Ray Genu
G. Prognosis10 Dekstra Dekstra

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6

minggu), lansia (> 8 minggu).


BAB III

DISKUSI KASUS

An. Fahrul, 4 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri

bawah sejak ±6 jam yang lalu akibat terkena mesin pemotong rumput.

Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang.

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,

kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan

bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,

diskrepansi), gangguan fungsi muskuloskeletal akibat rasa nyeri, putusnya

kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular.

Pada status generalisata ditemukan kesadaran kompos mentis, sakit

sedang, gizi baik. Tanda vital dalam batas normal. Status lokalis: regio cruris

sinistra: inspeksi hematoma (+), swelling (+), wound (+) multipel vulnus

caesum multipel vulnus caesum 10 cm x 4cm x 3 cm, 8,6 cm x 3 cm x 3 cm,

7 cm x 3 cm x 3 cm, bone expose (+). Palpasi: nyeri tekan (+), kreptasi (+).

ROM : Gerakan aktif dan pasif knee joint sinistra dan ankle joint sinistra

terbatas karena nyeri. NVD: sensibilitas (+), teraba pulsasi, CRT ≤ 2 detik.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:

deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi /

feel (nyeri tekan). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu

diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,

meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,

efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi

aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan

/ moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang

berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi

kepala, toraks, abdomen, pelvis.

Pemeriksaan laboratorium leukosit 16,57 10^3/uL. Pada pemeriksaan X-

Ray Cruris AP/Lat didapatkan gambaran fraktur segmental 1/3 proksimal os

tibia sinistra.

Walaupun penampakan dan tingkat keparahan fraktur dapat terlihat

melalui gejala-gejala klinisnya yang tampak, pemeriksaan radiologi masih

tetap dibutuhkan mendokumentasi lokasi dan luas fraktur serta

mengidentifikasi kemungkinan cedera tulang lainnya. Secara radiologis

konvensional, karakteristik tulang dapat dinilai berdasarkan klasifikasi

dibawah ini:

 Arah garis fraktur : fraktur transversal, oblik, dan spiral


 Hubungan antar fragment fraktur: displacement, angulasi, shortening,

rotasi, avulsi/ amputasi.

 Jumlah fragment fraktur: fraktur sederhana dan fraktur kominutif/

segmental

 Adanya hubungan dengan udara bebas: fraktur terbuka dan fraktur

tertutup

Open Fraktur Segmental Left Tibia Grade IIIA. Gejala klasik fraktur

adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang

patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi

muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan

neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose

fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat

ditentukan.

Terapi non farmakologi berupa istrirahat, imobilisasi, elevasi, edukasi,

rawat luka dan terapi farmakologi pemberian IVFD, antibiotic dan

analgetikinjeksi lalu konsul Bedah Orthopedi dan dilakukan debridement dan

casting.

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi kedalam konservatif,

reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-

wire dan reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang Eksisi

fragmen tulang dengan pengganti dan protesis.


Penanganan fraktur non bedah dengan casting dan brancing menahan

tulang pada tempatnya sampai sembuh. Namun, pada banyak kasus fraktur

tidak kembali pada tempatnya disebabkan adanya otot – otot yang menarik

fragmen tulang. Hanya fraktur yang terdiri dari dua bagian dan stabil yang

dapat diobati dengan cara seperti ini.

Anda mungkin juga menyukai