* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
BAMBANG RIFKY YUDYANTORO. Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada
Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada Sapi Potong di Kecamatan
Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat
Nama : Bambang Ritky Yudyantoro
NIM : B04090125
Disetujui oleh
Pembimbing
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai Juni 2013
ini adalah kriptosporidiosis, dengan judul Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada
Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS yang
telah membimbing penulis mulai dari pemilihan materi penelitian hingga
penulisan skripsi. Terima kasih atas segala masukan dan sarannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda Bambang Suprayitno,
ibunda Endah Sudarti, kakanda Bambang Puguh Murdyantoro, adinda Kharisma
Ratna Widyantari, serta keluarga besar Geochelone FKH 46 atas doa, kasih
sayang, dan dukungannya kepada penulis selama. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada drh Arifin Budiman yang telah banyak membantu selama di
laboratorium. Penghargaan penulis sampaikan kepada Tim Peneliti
Kriptosporidiosis (Irwan Manshur A, Sarah Friska M, dan Natasha Larinzky S),
Tim Seminar (Hery Nur Ichsan dan Jessica Rizkina Wibowo), Wulandari Utami,
Ridho Septiadi, teman-teman seperjuangan C2 (Budi Setiawan, Danagata Kana,
Stephanus Wahyu Nugroho, Hendro Dwi Sugiyanto, dan Ifan Aria Munandar)
yang telah memberi semangat dan doa kepada penulis selama proses pengerjaan
skripsi. Penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Dr dra Nastiti
Kusumorini sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani studi
di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih atas segala
bimbingan dan arahannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
dosen dan staf di Institut Pertanian Bogor, terkhusus di Fakultas Kedokteran
Hewan yang telah dengan ikhlas mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan sebagai
bekal penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta bekal di kemudian hari.
Semoga skripsi ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR TABEL vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat 2
Bahan 3
Prosedur Penelitian 3
Analisis Data 4
Latar Belakang
Ookista yang berdinding tipis melakukan autoinfeksi dan ookista berdinding tebal
akan keluar bersama dengan tinja.
Gejala klinis kriptosporidiosis pada pedet adalah diare, demam, dan
penurunan nafsu makan (Rosie et al. 2003). Cryptosporidium parvum dapat
menyerang kantung empedu dan menyebabkan dinding kantung empedu menebal.
Dapat juga menyebabkan gangguan saluran respirasi dan menimbulkan gejala
klinis berupa batuk kronis, dyspnea, bronchiolitis, dan pneumonia (Hannah 2000).
Kriptosporidiosis dilaporkan telah terjadi diseluruh dunia dan menyerang
manusia dengan prevalensi cukup tinggi di beberapa Negara di Amerika Latin dan
Afrika. Hasil studi pada dua tempat di Brazil yaitu pada daerah Rio de Janeiro dan
Uberlandia menujukkan angka prevalensi 18.20% dan 13% (Marcelo dan Borges
2002).
Ookista Cryptosporidium sp. resisten terhadap pengaruh lingkungan yang
buruk sehingga parasit ini tahan terhadap klorinasi air yang berfungsi untuk
desinfeksi. Ookista Cryptosporidium parvum dapat bertahan dalam pemaparan
larutan klorin 1.05% dan 3% selama 18 jam (Hannah 2000). Beberapa ookista
tidak infektif pada temperatur -15 ºC selama 24 jam. Perlakuan pengeringan dapat
menurunkan populasi ookista. Tinja yang mengandung ookista dengan perlakuan
pengeringan dapat bersifat tidak infeksius (Fayer 2003).
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Alat
Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquades, feses sapi, gula sheater, larutan
Ziehl Neelsens A (pewarna karbol fuchsin), Ziehl Neelsens B (alkohol asam:HCl
3% dalam methanol 95%), dan Ziehl Neelsens C(pewarna biru metilen).
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Pengisian kuesioner dan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data
dari responden. Responden adalah petugas kandang atau pemilik kandang.
Ukuran Sampel
Target populasi sampel adalah sapi potong peternakan rakyat Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Sampel yang digunakan adalah 203 ekor sapi potong
dari 117 peternak. Sampel feses diambil dari sapi potong dewasa (>12 bulan),
anak (>6 sampai 12 bulan), pedet (0 sampai 6 bulan).
Jumlah sampel ditentukan dengan asumsi dugaan bahwa tingkat kejadian
penyakit parasit sebesar 50% dengan tingkat kepercayaan 90%. Menurut (Selvin
2004), besaran sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Analisis Data
Data dari pemeriksaan natif dan kuesioner dianalisis secara deskriptif. Uji
statistik untuk mengetahui pengaruh umur, pengaruh jenis kelamin, dan hubungan
faktor risiko dan infeksi kriptosporidiosis yang bersumber dari manajemen
peternakan diukur dengan menggunakan metode chi-square. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0.
Alas kandang yang digunakan oleh peternak dibagi menjadi 3, yaitu alas
kandang yang berupa semen, tanah dan lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa
penggunaan alas kandang pada Kecamatan Cipatujah dan Cikalong mayoritas
menggunakan kandang dengan alas tanah. Hal ini dapat memengaruhi tingginya
infeksi kriptosporidiosis. Artama (2005) menyebutkan bahwa salah satu penyebab
kasus kriptosporidiosis pada pedet adalah adanya kontak langsung dengan lantai
yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium sp. yang berasal dari ternak
dan lingkungan tercemar. Muhid et al. (2011) menyatakan bahwa faktor penyebab
tingginya prevalensi kriptosporidiosis adalah ternak yang ditempatkan pada
kandang dengan alas tanah, karena alas tanah menyebabkan kondisi kandang
menjadi lembab. Pernyataan tersebut sesuai dengan Castro et al. (2002) yang
menyatakan bahwa ternak yang menggunakan alas kandang tanah memiliki resiko
terinfeksi Cryptosporidium sp. lebih tinggi daripada ternak yang menggunakan
alas kandang semen.
Sistem pemeliharaan ternak sapi terdiri dari 3 cara, yaitu dikandangkan
terus-menerus (intensif), dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam
hari (semi-intensif), dan dilepas atau digembalakan secara terus-menerus
(ekstensif). Tabel 2 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak di
Kecamatan Cipatujah tergolong buruk, yaitu persentase ternak yang dikandangkan
secara terus-menerus (89.09%) lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang
dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari (9.09%), dan dilepas
6
Tabel 5 Nilai Odds ratio infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin
dan umur ternak
Cipatujah Cikalong
Peubah
P OR SK 95% P OR SK 95%
Jenis kelamin
- Jantan 4.232 1.923
0.013 1.273–14.071 0.451 0.349–10.582
- Betina 1.00 1.00
Umur
- Pedet vs Anak 0.666 1.455 0.264–8.009 0.784 0.667 0.036–12.270
- Pedet vs Dewasa 0.214 0.400 0.091–1.765 0.760 0.706 0.075–6.632
- Anak vs Dewasa 0.055 0.275 0.069–1.097 0.959 1.059 0.117–9.596
a
Keterangan : uji Regresi logistik: * signifikan (p<0.05). P: P- value, OR: Odds ratio, SK: Selang
Kepercayaan.
Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin ternak di
Kecamatan Cipatujah, diperoleh hasil bahwa pada sapi jantan (30%) lebih tinggi
daripada sapi betina (9.19%) dan pada Kecamatan Cikalong diperoleh hasil sapi
jantan (13.33%) lebih tinggi daripada sapi betina (7.40%) (Tabel 4). Hasil (Tabel
4) dianalisis secara statistika menunjukkan bahwa pada Kecamatan Cipatujah
hewan jantan dan betina berbeda nyata (p<0.05) (Tabel 5). Pada Tabel 5
menunjukkan bahwa sapi jantan di Kecamatan Cipatujah lebih beresiko 4.232 kali
daripada sapi betina. Hal ini tidak sesuai dengan Ayinmode dan Benjamin (2010)
yang menyatakan bahwa hewan betina memiliki resiko terinfeksi dua kali lebih
besar dibandingkan hewan jantan. Penyebab betina lebih beresiko terinfeksi
Cryptosporidium sp. dibandingkan jantan masih belum diketahui (Ayinmode dan
Benjamin 2010). Hasil yang diperoleh pada Kecamatan Cikalong menunjukkan
bahwa pada hewan jantan dan betina tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 5). Hasil
tersebut sesuai dengan Nasir et al. (2009) yang menyebutkan bahwa hewan betina
8
dan jantan memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp. tidak berbeda nyata
dikarenakan memiliki sistem imunitas yang sama. Penyebab hewan dapat
terinfeksi Cryptosoridium sp. dapat berasal dari dosis infeksi dan manajemen
ternak (Silverlas 2010).
Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. berdasarkan umur ternak pada
Kecamatan Cipatujah menunjukkan bahwa anak (28.57%) lebih tinggi daripada
pedet (20%) dan dewasa (8.97%). Pada Kecamatan Cikalong diperoleh hasil
bahwa pedet (15.38%) lebih tinggi daripada anak (0%) dan dewasa (8.10%). Hasil
(Tabel 4) dianalisis secara statistika menunjukkan bahwa faktor umur tidak
berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan Artama (2005) yang
menyatakan bahwa kejadian infeksi dapat terjadi pada semua tingkat umur
tergantung pada tatalaksana peternakan, yang meliputi penggabungan semua
ternak pada satu kandang, belum adanya saluran pembuangan maupun bak
penampungan kotoran ternak, dan limbah ternak yang belum tertangani dengan
baik. Namun, hal tersebut bertentangan dengan Faubert dan Litvinsky (2000) yang
menyatakan bahwa infeksi Cryptosporidium sp. lebih dominan pada pedet dan
anakan karena sistem kekebalannya belum terbentuk sempurna. Kriptosporidiosis
pada pedet kejadiannya mencapai 92% (Faubert dan Litvinsky 2000).
.
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP