Anda di halaman 1dari 23

PREVALENSI KASUS KRIPTOSPORIDIOSIS PADA SAPI

POTONG DI KECAMATAN CIPATUJAH DAN CIKALONG,


TASIKMALAYA, JAWA BARAT

BAMBANG RIFKY YUDYANTORO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Kasus


Kriptosporidiosis pada Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong,
Tasikmalaya, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Bambang Rifky Yudyantoro


NIM B04090125

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
BAMBANG RIFKY YUDYANTORO. Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada
Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.

Kasus kriptosporidiosis disebabkan oleh parasit Cryptosporidium sp. yang


sering terjadi pada ternak sapi potong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat prevalensi Cryptosporidium sp.yang menginfeksi sapi potong pada
peternakan rakyat di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian dimulai pada
bulan Oktober 2012 sampai Juni 2013 menggunakan sampel feses sapi sebanyak
203 sampel dari 117 peternak. Berdasarkan jenis kelamin, sampel terdiri dari 168
ternak betina dan 35 ternak jantan, sedangkan berdasarkan umur, ternak terdiri
dari 151 ternak dewasa, 24 anakan, dan 28 pedet. Sampel feses diperiksa dengan
menggunakan metode gula apung sheather, selanjutnya dilakukan pengamatan
menggunakan mikroskop cahaya. Persentase prevalensi Cryptosporidium sp. di
daerah Cipatujah (13,08%) lebih lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan
Cikalong (8,33%). Infeksi Cryptosporidium sp. lebih tinggi pada pedet dan anak
daripada sapi dewasa. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa prevalensi
kriptosporidiosis berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Cipatujah adalah
berbeda nyata (P<0.05), namun berdasarkan umur pada Kecamatan Cipatujah dan
Cikalong menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0.05).

Kata kunci: Cryptosporidium sp., jenis kelamin, prevalensi, sapi, umur

ABSTRACT

Cryptosporidiosis is caused by Cryptosporidium sp. often occurs in cattle.


This research aimed to determine the prevalence of Cryptosporidium sp infection
in cattle at Cipatujah and Cikalong regency, Tasikmalaya, West Java. The
research started in October 2012 to June 2013 used fecal specimens from 203
cattles of 117 farmers. Based on gender, sample consisted of 168 cows and 35
bulls. Based on age, consisted of 151 adult cattles, 24 heifers and 28 calves.
Sample of feces were examined by floating sheather sugar, then afterwards
observed using a light microscope. Percentage prevalence of Cryptosporidium sp
at Cipatujah regency (13.08%) was higher than at Cikalong regency (8.33%). The
infection of Cryptosporidium sp was higher in calves and heifers than adult
cattles. The result of statistical tests shows the prevalence of cryptosporidiosis
infection based on gender at Cipatujah regency is significant difference (P<0.05),
but based on age at Cipatujah and Cikalong regency are no significant difference
(P>0.05).

Keywords: age, cattle, Cryptosporidium sp., gender, prevalence


PREVALENSI KASUS KRIPTOSPORIDIOSIS PADA SAPI
POTONG DI KECAMATAN CIPATUJAH DAN CIKALONG,
TASIKMALAYA, JAWA BARAT

BAMBANG RIFKY YUDYANTORO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada Sapi Potong di Kecamatan
Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat
Nama : Bambang Rifky Yudyantoro
NIM : B04090125

Disetujui oleh

Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS


Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet


Wakil Dekan

Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada Sapi Potong di Kecamatan
Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat
Nama : Bambang Ritky Yudyantoro
NIM : B04090125

Disetujui oleh

Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS

Pembimbing

Tanggal Lulus: '"


~ 7 FEB /"4
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai Juni 2013
ini adalah kriptosporidiosis, dengan judul Prevalensi Kasus Kriptosporidiosis pada
Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS yang
telah membimbing penulis mulai dari pemilihan materi penelitian hingga
penulisan skripsi. Terima kasih atas segala masukan dan sarannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda Bambang Suprayitno,
ibunda Endah Sudarti, kakanda Bambang Puguh Murdyantoro, adinda Kharisma
Ratna Widyantari, serta keluarga besar Geochelone FKH 46 atas doa, kasih
sayang, dan dukungannya kepada penulis selama. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada drh Arifin Budiman yang telah banyak membantu selama di
laboratorium. Penghargaan penulis sampaikan kepada Tim Peneliti
Kriptosporidiosis (Irwan Manshur A, Sarah Friska M, dan Natasha Larinzky S),
Tim Seminar (Hery Nur Ichsan dan Jessica Rizkina Wibowo), Wulandari Utami,
Ridho Septiadi, teman-teman seperjuangan C2 (Budi Setiawan, Danagata Kana,
Stephanus Wahyu Nugroho, Hendro Dwi Sugiyanto, dan Ifan Aria Munandar)
yang telah memberi semangat dan doa kepada penulis selama proses pengerjaan
skripsi. Penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Dr dra Nastiti
Kusumorini sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani studi
di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih atas segala
bimbingan dan arahannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
dosen dan staf di Institut Pertanian Bogor, terkhusus di Fakultas Kedokteran
Hewan yang telah dengan ikhlas mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan sebagai
bekal penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta bekal di kemudian hari.
Semoga skripsi ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Februari 2014

Bambang Rifky Yudyantoro


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat 2
Bahan 3
Prosedur Penelitian 3
Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4


Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. pada ternak sapi rakyat Kecamatan
Cipatujah dan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya 4
Sistem manajemen peternakan di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong 5
Sistem manajemen ternak berdasarkan sumber air yang digunakan 6
Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin dan umur 7

SIMPULAN DAN SARAN 8


Simpulan 8
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
RIWAYAT HIDUP 11
DAFTAR TABEL

1. Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. 4


2. Sistem manajemen peternakan di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong 5
3. Sistem manajemen peternakan berdasarkan sumber air yang digunakan 6
4. Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin dan
umur 7
5. Nilai Odds ratio infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin
dan umur ternak 7
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah Indonesia mencanangkan adanya program swasembada daging


pada tahun 2014. Program peningkatan produksi ternak ruminansia sering
mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh penyakit parasiter. Hal
tersebut dapat menjadi kendala bagi tercapainya swasembada daging di Indonesia.
Sapi potong merupakan salah satu komoditi yang banyak diminati peternak
di Indonesia. Peternakan sapi potong menyediakan banyak lapangan kerja,
membantu meningkatkan produksi daging nasional, meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani peternak, serta meningkatkan pendapatan daerah. Ternak
sapi potong sangat rentan terkena kriptosporidiosis.
Kriptosporidiosis pada umumya menginfeksi ternak sapi yang berumur 1
sampai 6 bulan (Silverlas 2010). Infeksi yang terjadi pada ternak sapi dapat
disebabkan oleh parasit Cryptosporidium parvum (Sischo et al. 2000). Bagi
peternak dapat menyebabkan kerugian berupa peningkatan biaya pengobatan dan
perawatan untuk ternak yang terkena kriptosporidiosis. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena kriptosporidiosis
adalah dengan lebih memperhatikan sanitasi peralatan dan kandang serta
manajemen ternak.
Penyebaran penyakit kriptosporidiosis sangat luas dengan vertebrata sebagai
inangnya. Parasit keluar bersama tinja dan dapat mencemari lingkungan dalam
bentuk ookista. Ookista dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada
kondisi lingkungan buruk, serta pada air minum. Ookista umumnya dapat hidup
lama di air tetapi tidak dapat bertahan hidup pada pengeringan (Cook 1996).
Bentuk ookista bulat dan oval berukuran 4 hingga 6 mikrometer. Ookista terdiri
dari 4 sporozoit tetapi tidak selalu terlihat, refraktil dan terdiri dari 2 dinding tebal.
Parasit menyerang saluran pencernaan induk semang terinfeksi sehingga
menyebabkan diare akut bahkan dapat berlanjut menjadi kronis. Cryptosporidium
parvum menginfeksi mukosa intestinal baik pada manusia maupun spesies
mamalia lainnya. Infeksi dapat bersifat asimptomatis, diare akut dan self limiting
pada penderita immunocompromise (Sara et al. 2000).
Cryptosporidium sp. memiliki enam tahap perkembangan utama, yaitu
eksistasi (pelepasan sporozoit infektif), merogoni (multiplikasi aseksual dalam
jaringan epitel inang), gametogoni (pembentukan mikrogamet dan makrogamet),
fertilisasi (pembuahan, penyatuan mikrogamet dan makrogamet), pembentukan
dinding ookista, dan sporogoni (pembentukan sporozoit infektif dalam dinding
ookista) (Hannah 2000). Siklus hidup Cryptosporidium sp. diawali dengan
tertelannya ookista oleh induk semang. Kemudian di dalam usus terjadi proses
eksistasi ialah proses dilepaskannya sporozoit yang bersifat infektif. Sporozoit
masuk kedalam sel epitel usus kemudian berubah menjadi skizont yang berisi 6-8
merozoit. Merozoit masuk ke dalam sel epitel untuk membentuk meront tipe I
yang kemudian berubah menjadi meront tipe II, selanjutnya merozoit yang
dilepaskan akan membentuk mikrogamet dan makrogamet dan bersatu
membentuk zigot. Zigot menjadi ookista berdinding tebal dan berdinding tipis.
2

Ookista yang berdinding tipis melakukan autoinfeksi dan ookista berdinding tebal
akan keluar bersama dengan tinja.
Gejala klinis kriptosporidiosis pada pedet adalah diare, demam, dan
penurunan nafsu makan (Rosie et al. 2003). Cryptosporidium parvum dapat
menyerang kantung empedu dan menyebabkan dinding kantung empedu menebal.
Dapat juga menyebabkan gangguan saluran respirasi dan menimbulkan gejala
klinis berupa batuk kronis, dyspnea, bronchiolitis, dan pneumonia (Hannah 2000).
Kriptosporidiosis dilaporkan telah terjadi diseluruh dunia dan menyerang
manusia dengan prevalensi cukup tinggi di beberapa Negara di Amerika Latin dan
Afrika. Hasil studi pada dua tempat di Brazil yaitu pada daerah Rio de Janeiro dan
Uberlandia menujukkan angka prevalensi 18.20% dan 13% (Marcelo dan Borges
2002).
Ookista Cryptosporidium sp. resisten terhadap pengaruh lingkungan yang
buruk sehingga parasit ini tahan terhadap klorinasi air yang berfungsi untuk
desinfeksi. Ookista Cryptosporidium parvum dapat bertahan dalam pemaparan
larutan klorin 1.05% dan 3% selama 18 jam (Hannah 2000). Beberapa ookista
tidak infektif pada temperatur -15 ºC selama 24 jam. Perlakuan pengeringan dapat
menurunkan populasi ookista. Tinja yang mengandung ookista dengan perlakuan
pengeringan dapat bersifat tidak infeksius (Fayer 2003).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi


Cryptosporidium sp. yang menginfeksi sapi potong di peternakan rakyat
Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui prevalensi penyakit


kriptosporidiosis di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilaksanakan di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong,


Tasikmalaya, Jawa Barat. Proses pengamatan ini dilaksanakan di Laboratorium
Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet pada bulan
Oktober 2012 sampai Juni 2013.

Alat

Alat yang digunakan adalah timbangan, batang pengaduk, tabung reaksi,


plastik bening, sentrifugasi, mikroskop cahaya, gelas objek, gelas penutup, vial,
pipet, lemari pendingin, bunsen, dan rak.
3

Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquades, feses sapi, gula sheater, larutan
Ziehl Neelsens A (pewarna karbol fuchsin), Ziehl Neelsens B (alkohol asam:HCl
3% dalam methanol 95%), dan Ziehl Neelsens C(pewarna biru metilen).

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data
Pengisian kuesioner dan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data
dari responden. Responden adalah petugas kandang atau pemilik kandang.

Pengambilan Sampel Feses


Pengambilan sampel feses diambil dari rektum sapi atau diambil dari feses
yang baru dikeluarkan dengan mengambil bagian atas. Sampel feses kemudian
disimpan di dalam cool box untuk selanjutnya diperiksa di laboratorium. Setiap
sampel dimasukkan ke dalam plastik sampel dan diberi label.

Ukuran Sampel
Target populasi sampel adalah sapi potong peternakan rakyat Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Sampel yang digunakan adalah 203 ekor sapi potong
dari 117 peternak. Sampel feses diambil dari sapi potong dewasa (>12 bulan),
anak (>6 sampai 12 bulan), pedet (0 sampai 6 bulan).
Jumlah sampel ditentukan dengan asumsi dugaan bahwa tingkat kejadian
penyakit parasit sebesar 50% dengan tingkat kepercayaan 90%. Menurut (Selvin
2004), besaran sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n = Jumlah sampel feses sapi yang diambil.


P = Asumsi dugaan tingkat kejadian penyakit kriptosporidiosis.
L = Tingkat kesalahan 10% (0.1).

Pemeriksaan Sampel Feses dengan Gula Sheater


Sampel feses sebanyak 1 gram diencerkan dengan menggunakan air
sebanyak 14 ml. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm/10 menit.
Supernatan dibuang sedangkan sedimennya ditambahkan larutan gula sheater
hingga volume 15 ml. Kemudian dilakukan sentrifugasi kembali dengan
kecepatan 1500 rpm/10 menit. Supernatan diambil dan diperiksa di mikroskop
cahaya dengan perbesaran 450 kali (Castro et al. 2002).

Pewarnaan Sampel Feses


Ookista Cryptosporidium sp diwarnai dengan metode pewarnaan tahan
asam (Ziehl Neelsen). Larutan pewarnaan yang digunakan yaitu Ziehl Neelsen A
(pewarna karbol fuchsin), Ziehl Neelsen B (alkohol asam), dan Ziehl Neelsen C
(pewarna biru metilen). Ziehl Neelsen A berfungsi sebagai pewarna utama, Ziehl
Neelsen B berfungsi sebagai peluntur, sedangkan Ziehl Neelsen C berfungsi
4

sebagai pewarna penutup. Hasil positif terinfeksi Cryptosporidium sp.


menunjukkan warna merah pada ookista dan daerah sekitarnya berwarna biru
(Pinge et al. 2004).
Tahapan dalam pewarnaan Ziehl Neelsen ialah membersihkan objek gelas
menggunakan alkohol agar tidak terdapat lemak dan kotoran. Ookista yang
mengapung pada larutan gula sheater digunakan untuk membuat preparat ulas.
Preparat ulas dikeringkan di udara dan kemudian difiksasi diatas api. Larutan
Ziehl Neelsen A diteteskan pada preparat ulas yang telah difiksasi, dan
dikeringkan di atas api bunsen dengan cara dilewatkan hingga beberapa kali
selama 5−10 menit. Proses tersebut dilakukan agar Ziehl Neelsen A terserap ke
dalam sel,selanjutnya larutan Ziehl Neelsen B diteteskan hingga pewarnaan
terlihat pucat (pink) dan dicuci pada air mengalir kemudian keringkan di udara.
Tahapan berikutnya ialah larutan Ziehl Neelsen C diteteskan sebanyak 2 tetes
selama 3 menit, setelah itu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara.
Pengamatan dilakukan di mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Ookista
Cryptosporidium sp. akan berwarna merah muda.
Pewarnaan dengan menggunakan Ziehl Neelsen bertujuan untuk
menghindari adanya hasil positif palsu. Sampel feses positif Cryptosporidium sp.
pada pemeriksaan natif dilanjutkan dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, kemudian
diperiksa menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali.

Analisis Data
Data dari pemeriksaan natif dan kuesioner dianalisis secara deskriptif. Uji
statistik untuk mengetahui pengaruh umur, pengaruh jenis kelamin, dan hubungan
faktor risiko dan infeksi kriptosporidiosis yang bersumber dari manajemen
peternakan diukur dengan menggunakan metode chi-square. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. pada ternak sapi rakyat Kecamatan


Cipatujah dan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp.


Kode Kecamatan Jumlah Sampel Jumlah sampel positif Prevalensi (%)
Cipatujah 107 14 13.08
Cikalong 96 8 8.33

Tabel 1 menunjukkan tingkat prevalensi kriptosporidiosis pada Kecamatan


Cipatujah (13.08%) lebih tinggi dibandingkan Kecamatan Cikalong (8.33%).
Manajemen ternak yang baik dapat mengurangi potensi terjadinya infeksi
Cryptosporidium sp. pada peternakan sapi rakyat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Artama (2005) yang menyatakan tingkat infeksi kasus
kriptosporidiosis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencemaran lingkungan,
perkembangan respon imun, suhu, kelembaban, dan letak wilayah. Silverlas
5

(2010) menyatakan bahwa infeksi Cryptosporidium sp. dapat disebabkan oleh


dosis infeksi, dan manajemen ternak.
Faktor manajemen ternak seperti alas kandang, sistem pemeliharaan dan
frekuensi membersihkan kandang dapat menjadi penyebab adanya infeksi
kriptosporidiosis pada sapi. Sistem manajemen peternakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sistem manajemen peternakan di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong
Cipatujah Cikalong
Manajemen Peternakan
N n* % N n* %
Alas Kandang
- Semen 55 11 20 62 8 12.91
- Tanah 55 44 80 62 38 61.29
- Lainnya 55 0 0 62 16 25.80
Sistem Pemeliharaan
- Dikandangkan terus-
55 49 89.09 62 9 14.51
menerus
- Dilepas pada siang hari
dan dikandangkan pada 55 5 9.09 62 42 67.75
malam hari
- Dilepas/ digembalakan
55 1 1.82 62 11 17.74
terus-menerus
Frekuensi membersihkan kandang
- Setiap hari 55 46 83.64 62 59 95.16
- Seminggu sekali 55 4 7.27 62 2 3.22
- Beberapa kali dalam 55 5 9.09 62 1 1.62
seminggu
Keterangan: N: jumlah peternak, n*: jumlah peternak pengguna, %: persentase n*

Alas kandang yang digunakan oleh peternak dibagi menjadi 3, yaitu alas
kandang yang berupa semen, tanah dan lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa
penggunaan alas kandang pada Kecamatan Cipatujah dan Cikalong mayoritas
menggunakan kandang dengan alas tanah. Hal ini dapat memengaruhi tingginya
infeksi kriptosporidiosis. Artama (2005) menyebutkan bahwa salah satu penyebab
kasus kriptosporidiosis pada pedet adalah adanya kontak langsung dengan lantai
yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium sp. yang berasal dari ternak
dan lingkungan tercemar. Muhid et al. (2011) menyatakan bahwa faktor penyebab
tingginya prevalensi kriptosporidiosis adalah ternak yang ditempatkan pada
kandang dengan alas tanah, karena alas tanah menyebabkan kondisi kandang
menjadi lembab. Pernyataan tersebut sesuai dengan Castro et al. (2002) yang
menyatakan bahwa ternak yang menggunakan alas kandang tanah memiliki resiko
terinfeksi Cryptosporidium sp. lebih tinggi daripada ternak yang menggunakan
alas kandang semen.
Sistem pemeliharaan ternak sapi terdiri dari 3 cara, yaitu dikandangkan
terus-menerus (intensif), dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam
hari (semi-intensif), dan dilepas atau digembalakan secara terus-menerus
(ekstensif). Tabel 2 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak di
Kecamatan Cipatujah tergolong buruk, yaitu persentase ternak yang dikandangkan
secara terus-menerus (89.09%) lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang
dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari (9.09%), dan dilepas
6

atau digembalakan terus menerus (1.82%). Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp.


lebih tinggi pada ternak yang dikandangkan secara terus-menerus, karena pada
umumnya ternak defekasi dan mengkonsumsi pakan dan air pada tempat yang
sama (Muhid et al. 2011). Sistem pemeliharaan ternak pada Kecamatan Cikalong
tergolong baik, karena persentase ternak yang dilepas pada siang hari dan
dikandangkan pada malam hari (67.75%) lebih tinggi dibandingkan dengan ternak
yang dikandangkan secara terus-menerus (14.51%), dan ternak yang dilepas atau
digembalakan secara terus-menerus (17.74%).
Frekuensi membersihkan kandang termasuk faktor yang dapat memengaruhi
prevalensi infeksi kriptosporidiosis pada ternak sapi. Kandang yang dibersihkan
secara terus-menerus dapat mengurangi tumpukan feses sapi yang berpotensi
sebagai media penyebab infeksi kriptosporidiosis. Frekuensi membersihkan
kandang pada Kecamatan Cipatujah dan Cikalong terdiri dari 3, yaitu dibersihkan
setiap hari, seminggu sekali, dan beberapa kali dalam seminggu. Tabel 2
menunjukkan bahwa persentase kandang yang dibersihkan setiap hari pada
Kecamatan Cipatujah dan Cikalong lebih tinggi dibandingkan dengan kandang
yang dibersihkan seminggu sekali, dan beberapa kali dalam seminggu. Kandang
yang jarang dibersihkan menyebabkan adanya tumpukan kotoran yang dapat
mengakibatkan kondisi kandang menjadi lembab. Office International des
Epizooties (2004) menyebutkan kondisi lingkungan yang basah dan cukup lembab
dapat menyebabkan ookista Cryptosporidium sp. bertahan hidup selama berbulan-
bulan, namun ookista Cryptosporidium sp. tidak dapat bertahan lama pada kondisi
kering.
Salah satu faktor penyebab infeksi Cryptosporidium sp. adalah sumber air
yang digunakan oleh peternak sapi. Sumber air yang digunakan oleh peternak sapi
rakyat di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat yaitu air
sumur gali, air sumur pantek, dan air sungai/ telaga/ kolam disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Sistem manajemen peternakan berdasarkan sumber air yang digunakan
Jumlah Pengguna
Kode
Sumber Air Jumlah Persentase
Kecamatan N
pengguna (%)
Air sumur gali Cipatujah 55 54 98
Cikalong 62 62 100
Air sumur pantek Cipatujah 55 0 0
Cikalong 62 0 0
Air sungai/ Cipatujah 55 1 1.81
telaga/ kolam Cikalong 62 5 8.06
Keterangan: N: jumlah peternak
Sumber air dapat menjadi faktor penyebab infeksi Cryptosporidium sp.
karena rute penularannya fecal-oral melalui air minum yang terkontaminasi
ookista Cryptosporidium sp. yang infektif (Smith dan Nichols 2009). Pada Tabel
3 menunjukkan penggunaan sumber air yang berasal dari sumur gali pada
Kecamatan Cipatujah dan Cikalong lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
sumber air sumur pantek dan sumber air yang berasal dari sungai/telaga/kolam.
Peternak sapi di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong tidak ada yang menggunakan
sumber air yang berasal dari sumber air sumur pantek. Resiko terjadinya
kontaminasi Cryptosporidium sp. relatif lebih tinggi pada air sungai/ telaga/
kolam karena pada umumnya digunakan sebagai air minum dan tempat
7

memandikan ternak. Menurut Barbara et al (2004) kriptosporidiosis dapat


ditularkan melalui air sungai, air danau ataupun menelan air dalam jumlah sedikit
ketika berenang. Air permukaan yang tercemar ookista Cryptosporidium sp. dapat
mencapai 97% (Barbara et al. 2004). Ookista Cryptosporidium sp. dapat bertahan
lama pada lingkungan buruk karena memiliki struktur berdinding ganda (Barer
danWright 1990).
Tabel 4 Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin dan
umur
Cipatujah Cikalong
Peubah Persentase
N Positif Persentase (%) N Positif
(%)
Jenis kelamin
- Betina 87 8 9.19a 81 6 7.40a
- Jantan 20 6 30b 15 2 13.33a
Umur
- Pedet 15 3 20a 13 2 15.38a
- Anak 14 4 28.57a 9 0 0a
- Dewasa 78 7 8.97a 74 6 8.10a
Keterangan: N: jumlah ternak, a,b : huruf kecil superskrip yang berbeda yang mengikuti angka
pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Tabel 5 Nilai Odds ratio infeksi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin
dan umur ternak
Cipatujah Cikalong
Peubah
P OR SK 95% P OR SK 95%
Jenis kelamin
- Jantan 4.232 1.923
0.013 1.273–14.071 0.451 0.349–10.582
- Betina 1.00 1.00
Umur
- Pedet vs Anak 0.666 1.455 0.264–8.009 0.784 0.667 0.036–12.270
- Pedet vs Dewasa 0.214 0.400 0.091–1.765 0.760 0.706 0.075–6.632
- Anak vs Dewasa 0.055 0.275 0.069–1.097 0.959 1.059 0.117–9.596
a
Keterangan : uji Regresi logistik: * signifikan (p<0.05). P: P- value, OR: Odds ratio, SK: Selang
Kepercayaan.
Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. berdasarkan jenis kelamin ternak di
Kecamatan Cipatujah, diperoleh hasil bahwa pada sapi jantan (30%) lebih tinggi
daripada sapi betina (9.19%) dan pada Kecamatan Cikalong diperoleh hasil sapi
jantan (13.33%) lebih tinggi daripada sapi betina (7.40%) (Tabel 4). Hasil (Tabel
4) dianalisis secara statistika menunjukkan bahwa pada Kecamatan Cipatujah
hewan jantan dan betina berbeda nyata (p<0.05) (Tabel 5). Pada Tabel 5
menunjukkan bahwa sapi jantan di Kecamatan Cipatujah lebih beresiko 4.232 kali
daripada sapi betina. Hal ini tidak sesuai dengan Ayinmode dan Benjamin (2010)
yang menyatakan bahwa hewan betina memiliki resiko terinfeksi dua kali lebih
besar dibandingkan hewan jantan. Penyebab betina lebih beresiko terinfeksi
Cryptosporidium sp. dibandingkan jantan masih belum diketahui (Ayinmode dan
Benjamin 2010). Hasil yang diperoleh pada Kecamatan Cikalong menunjukkan
bahwa pada hewan jantan dan betina tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 5). Hasil
tersebut sesuai dengan Nasir et al. (2009) yang menyebutkan bahwa hewan betina
8

dan jantan memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp. tidak berbeda nyata
dikarenakan memiliki sistem imunitas yang sama. Penyebab hewan dapat
terinfeksi Cryptosoridium sp. dapat berasal dari dosis infeksi dan manajemen
ternak (Silverlas 2010).
Tingkat prevalensi Cryptosporidium sp. berdasarkan umur ternak pada
Kecamatan Cipatujah menunjukkan bahwa anak (28.57%) lebih tinggi daripada
pedet (20%) dan dewasa (8.97%). Pada Kecamatan Cikalong diperoleh hasil
bahwa pedet (15.38%) lebih tinggi daripada anak (0%) dan dewasa (8.10%). Hasil
(Tabel 4) dianalisis secara statistika menunjukkan bahwa faktor umur tidak
berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan Artama (2005) yang
menyatakan bahwa kejadian infeksi dapat terjadi pada semua tingkat umur
tergantung pada tatalaksana peternakan, yang meliputi penggabungan semua
ternak pada satu kandang, belum adanya saluran pembuangan maupun bak
penampungan kotoran ternak, dan limbah ternak yang belum tertangani dengan
baik. Namun, hal tersebut bertentangan dengan Faubert dan Litvinsky (2000) yang
menyatakan bahwa infeksi Cryptosporidium sp. lebih dominan pada pedet dan
anakan karena sistem kekebalannya belum terbentuk sempurna. Kriptosporidiosis
pada pedet kejadiannya mencapai 92% (Faubert dan Litvinsky 2000).
.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Faktor umur ternak tidak berbeda nyata sehingga tidak berpengaruh


terhadap infeksi Cryptosporidium sp. Jenis kelamin pada Kecamatan Cipatujah
memiliki hasil berbeda nyata yang ditunjukkan dengan hewan jantan memiliki
resiko terinfeksi Cryptosporidium sp lebih tinggi dibandingkan dengan hewan
betina. Alas kandang dan sistem pemeliharaan ternak pada Kecamatan Cikalong
lebih baik daripada Kecamatan Cipatujah. Frekuensi membersihkan kandang pada
Kecamatan Cipatujah dan Cikalong tergolong baik. Sumber air yang digunakan
sudah cukup baik, yaitu berasal dari air sumur gali.
.
Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada peternakan rakyat di


Kecamatan Cipatujah dan Cikalong untuk memperhatikan penggunaan alas
kandang dan sistem pemeliharaan ternak. Sumber air yang digunakan sebaiknya
tidak menggunakan sumber air yang berasal dari sungai/ telaga/ kolam.
9

DAFTAR PUSTAKA

Artama K. 2005. Prevalensi Infeksi Cryptosporidium parvum pada Sapi Bali di


Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Karangasem Bali [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ayinmode BA, Benjamin OF. 2010. Prevalence of Cryptosporidium infection in
cattle from South Western Nigeria. Vet archive. 80(6):723-731.
Barbara K, Darling S, Lemley A. 2004. A Waterborne Pathogen. USDA Water
Quality Program. Cornell University Cooperative Extension.
Barer MR, Wright AW. 1990. Cryptosporidium and Water. (GB): University of
Newcastle upon Tyne. hlm 271-277.
Castro HJA, Losadaand YAG, Aresmazas E. 2002. Prevalence of and risk factor
invold in the spread of neonatal bovine Cryptosporidiosis in Galacia (NW
Spain). Vet Parasitol. 106(1):1-10.
Cook G. 1996. Manson’s Tropical Disease. Ed 20. London. WB Saunders.
Faubert GM, Litvinsky Y. 2000. Natural transmission of Cryptosporidium parvum
between dams and calves on a dairy farm. J Parasitol. 86(3):495-500.
Fayer R. 2003. Basic Biology of Cryptosporidium parvum. United State (US):
Kansas State University [Internet]. [diunduh 2013 Mei 10]. Tersedia pada:
http://www.ksu.edu/par asitology/basicbio.
Hannah G. 2000. Cryptosporidium parvum: an Emerging Pathogen. Ohio (US):
Kenyon College [Internet]. [diunduh 2013 Juni 4]. Tersedia pada:
http://biology.kenyon.edu/slonc/bio38/hannahs/crypto.htm.
Marcelo S dan AS Borges. 2002. Some aspecs of protozoan infection in
immunocompromised patient – a review. Mem Inst Oswaldo Cruz. Rio de
Janeiro. 97 (4) : 443-457.
Muhid A, Roberston I, Josephine NG, Ryan U. 2011. Prevalence of and
management factors contributing to Cryptosporidium sp. Infection in pre-
weaned and post-weaned calves in Johor, Malaysia. Experiment Parasitol.
127:534–538.
Nasir A, Avais M, Khan MS, Ahmad N. 2009. Prevalence of Cryptosporidium
parvum infection in Lahore (Pakistan) and its association with diarrhea dairy
calves. Int J Agric Biol. 11:221-224.
[OIE] Office International des Epizooties Collaborating Center Iowa State
University College of Veterinary Medicine. 2004. Cryptosporidiosis. United
State (US): Iowa State University.
Pinge VS, Douglas C, Antony W. 2004. Cyclospora infection masquerading as
coeliac disease. Med J. 180(6):295-296.
Rosie HA, JC David, M Avner, MC Joe, DK Martyn. 2003. An outbreak of
cryptosporidiosis associated with animal nursery at regional fair. CDI. 27 (2):
244-249.
Sara MD, Okhuysen PC, Salameh BM, Dupont HI dan Chappel AL. 2000. Fecal
antibodies to Cryptosporidium parvum in healthy volunteers. Infect Immun.
68:5068-5074.
Selvin S. 2004. Statistica Analysis of Epidemiology Data. London (GB): Oxford
University Pr.
10

Silverlas C. 2010. Cryptosporidium Infection in Dairy Cattle (Thesis). Uppsala


(SW): Swedish University of Agricultura Sciences.
Sischo WM, Atwill ER, Lanyon LE, George J. 2000. Cryptosporidia on dairy
farms and the role these farms may have in contaminating surface water
supplies in the Northeastern United States. Prev Vet Med. 43: 253-367.
Smith HV, Nichols RAB. 2009. Cryptosporidium: Detection in water and food.
Exp Parasitol. 19:1-2.
11

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 22 Juni 1991 di Kabupaten Rembang, Jawa


Tengah. Penulis merupakan putra kedua dari 3 bersaudara pasangan Bambang
Suprayitno dan Endah Sudarti. Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Pendidikan
formal yang pernah ditempuh penulis sebelumnya yaitu SD Negeri Kutoharjo 2
Rembang pada tahun 1997, SMP Negeri 2 Rembang pada tahun 2003, dan SMA
Negeri 1 Rembang pada tahun 2006.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata
kuliah yang diselenggarakan di FKH IPB. Penulis pernah menjadi asisten
praktikum Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan pada tahun ajaran
2013/2014 dan Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis pada tahun ajaran
2012/2013. Penulis juga aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan. Beberapa
lembaga kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis yaitu paduan suara Gita
Klinika FKH IPB, STERIL FKH IPB, dan Wakil Ketua Himpunan Minat dan
Profesi (HIMPRO) Satwaliar.
Selain aktif di Lembaga Kemahasiswaan kampus, penulis juga aktif dalam
beberapa kegiatan non-kampus sebagai ketua kegiatan kunjungan satwa akuatik
yang dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Penulis menjadi ketua
dalam kegiatan penyadartahuan satwa liar (kukang) yang merupakan acara rutin
yayasan International Animal Rescue (IAR), selain itu penulis juga menjadi
anggota dalam kegiatan Ekspedisi Satli I yang dilaksanakan di Karimunjawa,
Jepara, Jawa Tengah.
12

Anda mungkin juga menyukai