Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK RUMAH POTONG HEWAN

RUMINANSIA DAN RUMAH POTONG HEWAN UNGGAS


DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
KABUPATEN BOGOR
14–25 SEPTEMBER 2015

KELOMPOK G2
PPDH ANGKATAN III 2014/2015
Adam Kustiadi Nugraha, SKH B94144301
Aditia Dwi Cahyono, SKH B94144302
Andi Kurniawan, SKH B94144307
Irene Soteriani Uren, SKH B94144324
Novialita Aesa Putri, SKH B94144334
Nurul Masyita Khusna, SKH B94144335
Singgih Pratiknyo Sundawa, SKH B94144343
Vian Puput Wijaya, SKH B94144349

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Kegiatan : Praktik Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Rumah


Potong Hewan Unggas PPDH FKH IPB
Tempat : Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Rumah Potong
Hewan Unggas Kabupaten Bogor
Waktu : 14–25 September 2015
Pelaksana : Kelompok G2 Angkatan III Tahun 2014/2015
Nama Anggota : Adam Kustiadi Nugraha, SKH B94144301
Aditia Dwi Cahyono, SKH B94144302
Andi Kurniawan, SKH B94144307
Irene Soteriani Uren, SKH B94144324
Novialita Aesa Putri, SKH B94144334
Nurul Masyita Khusna, SKH B94144335
Singgih Pratiknyo Sundawa, SKH B94144343
Vian Puput Wijaya, SKH B94144349

Disetujui oleh

Dosen pembimbing Pembimbing lapang

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi drh Ade Kusmiawati, MSi
NIP. 19640430 198803 1 002 NIP. 19680210 199803 2 005

Diketahui oleh

Wakil Dekan Koordinator PPDH


Bidang Akademik dan Kemahasiswaan RPH-R/RPH-U dan Kedinasan
FKH IPB

Prof drh Agus Setiyono, MS PhD ApVet drh Ardilasunu Wicaksono, MSi
NIP. 19630810 198803 1 004 NIP. 19860920 201404 1 001

Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga laporan kegiatan praktik kedinasan di Dinas Pertanian
dan Perikanan Kabupaten Bogor dapat berhasil diselesaikan. Laporan ini disusun
berdasarkan kegiatan kedinasan yang dilaksanakan di Dinas Pertanian dan
Perikanan Kabupaten Bogor pada tanggal 14–25 September 2015. Penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan, yaitu kepada Kepala Dinas
Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor; Dr drh Wiwin Winarsih, MSi APVet
selaku ketua program pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) Fakultas
Kedokteran Hewan IPB; drh Ardilasunu Wicaksono, MSi selaku koordinator
PPDH Bagian Kedinasan, RPH-R, dan RPH-U; Dr med vet drh Denny Widaya
Lukman, MSi selaku dosen pembimbing dalam kampus; drh Ade Kusmiawati,
MSi selaku pembimbing lapang selama kegiatan ini; dan seluruh dokter hewan,
pegawai Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor, pegawai Rumah
Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) Cibinong, RPH-R Elders, serta Rumah
Potong Hewan Unggas (RPH-U) Sierad atas segala bimbingan dan bantuannya.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dalam membantu
memahami hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat veteriner. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menghasilkan
karya yang lebih baik.

Bogor, April 2017

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Waktu Kegiatan 2
RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA CIBINONG 2
Keadaan Umum 2
Sarana dan Prasarana 3
Kondisi Penerapan Higiene dan Sanitasi 6
Kegiatan Pemeriksaan Antemortem 8
Kegiatan Pemeriksaan Postmortem 10
Pengawasan Pemotongan Ternak Betina Produktif 11
Pengendalian Penyakit Hewan Menular 12
Praktik Penerapan Kesejahteraan Hewan 12
RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA ELDERS 15
Keadaan Umum 15
Sarana dan Prasarana 16
Kondisi Penerapan Higiene dan Sanitasi 18
Kegiatan Pemeriksaan Antemortem 18
Proses Pemotongan 19
Kegiatan Pemeriksaan Postmortem 20
Pengawasan Pemotongan Ternak Betina Produktif 20
Pengendalian Penyakit Hewan Menular 20
Pengolahan Karkas 21
Praktik Penerapan Kesejahteraan Hewan 21
RUMAH POTONG HEWAN UNGGAS SIERAD 22
Keadaan Umum 22
Penerapan Higiene dan Sanitasi 23
Kegiatan Pemeriksaan Antemortem 24
Proses Penyembelihan Ayam 25
Kegiatan Pemeriksaan Postmortem 27
Pemantauan Penerapan Kesejahteraan Hewan 27
Pengolahan Limbah Cair dan Padat 28
PEMBAHASAN 29
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
DAFTAR TABE
Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Cibinong

1 9
2 Hasil pemeriksaan postmortem di RPH-R Cibinong 11
3 Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Elders 19
4 Hasil pemeriksaan postmortem di RPH-R Elders 20
5 Hasil penilaian higiene dan sanitasi RPH-U Sierad 23
6 Hasil pengamatan terhadap penerapan kesrawan di RPH-U Sierad 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kantor RPH-R Cibinong (A), rumah jaga (B) 3


2 Kandang penampungan hewan (A), kandang karantina (B) 4
3 Ruang kotor dan ruang bersih. Pemotongan metacarpus dan metatarsus (A),
pengulitan karkas (B), pelepasan dan pemotongan daging (C) 5
4 Bak celup berisi desinfektan 7
5 Fasilitas dan peralatan di ruang kotor. Fasilitas pencuci tangan (A), troli
pengangkut ternak setelah pemotongan (B), stunning box (C), bak
penampungan air (D) 7
6 Posisi pemingsanan 2 cm di atas garis silang antara mata dan tanduk 10
7 Captive bolt stun gun tipe non-penetrating 10
8 Proses pemingsanan 14
9 Unloading dock dan jalur unloading dock ternak (A), jalur penggiring (B) 15
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu pangan asal hewan yang memiliki sumber protein
tinggi. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini
memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang
sangat dibutuhkan oleh manusia. Meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf
hidup penduduk di Indonesia menyebabkan permintaan produk untuk pemenuhan gizi
semakin meningkat, terutama permintaan pangan tinggi protein. Permintaan daging sapi
di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pengetahuan terhadap pentingnya
konsumsi protein hewani. Peningkatan ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan
jumlah sapi yang dipotong, yaitu 1 324 154 ekor pada tahun 2010 menjadi 1 519 178
ekor pada tahun 2011 untuk memenuhi permintaan daging sapi (BPS 2015).

Kriteria daging yang diedarkan ke konsumen harus memenuhi persyaratan aman,


sehat, utuh, dan halal (ASUH). Kriteria ini menjadi salah satu persyaratan penting yang
harus dipenuhi dalam proses pemotongan hewan hingga menjadi produk daging yang
siap dikonsumsi. Hal ini berkaitan dengan dasar hukum yang tertera dalam Undang-
Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 61 ayat 1 bahwa
“Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah potong dan
mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner
dan kesejahteraan hewan”.
Pemerintah maupun swasta memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
proses penyediaan daging ASUH, yaitu dengan mendirikan rumah potong hewan
ruminansia (RPH-R) dan rumah potong hewan unggas (RPH-U). Pendirian RPH-R
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor
13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia
dan Unit Penanganan Daging serta Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang RPH-R
dengan Nomor 01-6159-1999 dan tentang RPH-U dengan Nomor 01-6160-1999 (BSN
1999a; BSN 1999b).
Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan
menyatakan bahwa RPH-R adalah kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu yang digunakan sebagai
tempat memotong hewan bagi konsumsi manusia. Standar Nasional Indonesia Nomor
01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas menyatakan bahwa RPH-U adalah
kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan
teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi
masyarakat umum. Secara umum RPH-R atau RPH-U memiliki fungsi sebagai tempat
memotong hewan yang higiene untuk memperoleh daging yang ASUH, tempat
melaksanakan pemeriksaan antemortem dan postmortem, tempat pengamatan penyakit
hewan menular, dan sebagai sumber pendapatan daerah. Fungsi tersebut dapat berjalan
secara optimal dengan adanya dokter hewan yang memiliki kompetensi di bidang
kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) (BSN 1999a; BSN 1999b).
Tujuan

Kegiatan praktik profesi di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,


RPH-R Cibinong, RPH-R Elders, dan RPH-U Sierad bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan calon dokter hewan mengenai prosedur pemotongan
hewan yang benar mulai dari pemeriksaan antemortem, proses pemotongan, dan
pemeriksaan postmortem; menambah pengetahuan praktis dan analitis calon dokter
hewan dalam menghadapi permasalahan yang ada di masyarakat terutama mengenai
kesehatan masyarakat veteriner; memahami cara-cara pengendalian penyakit strategis,
zoonosis, dan pengelolaan limbah yang berhubungan dengan RPH; memperkaya
pengetahuan calon dokter hewan mengenai kelayakan produk asal hewan terutama
daging untuk dikonsumsi oleh masyarakat; dan meningkatkan kemampuan menganalisis
kondisi di RPH yang berhubungan dengan profesi dokter hewan.

Manfaat

Manfaat yang diambil dari kegiatan praktik di RPH-R dan RPH-U adalah
mahasiswa calon dokter hewan mampu menangani kasus-kasus yang terjadi di RPH-R
dan RPH-U dalam menghasilkan produk hewan yang ASUH serta memahami dan
menghayati profesi di bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat terutama tentang kesehatan masyarakat veteriner.

Waktu Kegiatan

Kegiatan di RPH dilaksanakan pada tanggal berbeda, di RPH-R Cibinong


dilakukan pada tanggal 16–18 September 2015, RPH-U Sierad dilakukan pada tanggal
19 dan 21 September 2015, serta RPH-R Elders dilakukan pada tanggal 22 dan 23
September 2015.

RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA CIBINONG

Keadaan Umum

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 62 menyatakan “Pemerintah daerah


kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang memenuhi persyaratan
teknis”. Rumah potong hewan ruminansia yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor adalah RPH-R Cibinong, merupakan unit pelaksana teknis (UPT)
yang mulai beroperasi pada tahun 1996. Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong
dikepalai oleh drh Ade Kusmiawati dibantu oleh 2 dokter hewan; 7 orang juru sembelih
halal; 4 orang keurmaster, yaitu orang yang bertugas memeriksa kualitas daging yang
akan dikonsumsi; 1 petugas kesejahteraan hewan (kesrawan), dan 4 petugas
pemingsanan. Rumah potong hewan difungsikan sebagai tempat pemotongan ternak
ruminansia besar (sapi dan kerbau) dengan jumlah rata-rata pemotongan 20–30 ekor
sapi setiap hari. Pemotongan dilakukan pada malam hari pukul 22.00–02.00 WIB.

Sarana dan Prasarana

Standar sarana prasarana yang harus ada di RPH sudah tertuang dalam Permentan
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) dan SNI 01-6159-1999 tentang Rumah
Potomg Hewan. Sarana prasarana yang harus ada meliputi akses jalan ke RPH,
ketersediaan sumber air, sumber listrik, fasilitas bangunan dan tata letak, fasilitas
peralatan, serta fasilitas penanganan limbah.
Kantor administrasi dan kantor dokter hewan di RPH-R Cibinong sudah
memenuhi persyaratan Permentan Nomor 13 Tahun 2010 Pasal 17, yaitu memiliki
ventilasi dan penerangan yang baik; luas kantor administrasi disesuaikan dengan jumlah
karyawan, didesain untuk keselamatan dan kenyamanan kerja, serta dilengkapi dengan
ruang pertemuan; dan kantor dokter hewan terpisah dengan kantor administrasi. Kantin
di RPH-R Cibinong kurang memenuhi persyaratan baik secara higiene maupun luas dan
segi kenyamanan. Fasilitas tempat peribadahan seperti mushola juga tersedia. Kamar
mandi dan toilet sudah memenuhi persyaratan, baik secara kebersihan maupun luas
sehingga cukup nyaman untuk digunakan. Rumah jaga terletak strategis, berada di dekat
bangunan utama, dan tidak terlalu jauh dari pintu keluar masuk kompleks RPH-R.
Desain yang digunakan memenuhi standar keamanan dan keselamatan kerja serta
memungkinkan petugas jaga dapat mengawasi dengan leluasa keadaan di sekitar RPH.

A B

Gambar 1 Kantor RPH-R Cibinong (A), rumah jaga (B)

Sarana prasarana di RPH-R Cibinong sudah memiliki akses jalan yang baik dan
dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan dan daging. Tempat parkir yang tersedia
dapat menampung semua kendaraan. Sumber air yang digunakan untuk proses
pemotongan sudah tercukupi sesuai dengan Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat
Cutting Plant) yang menyatakan sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air
bersih dalam jumlah cukup minimum 1 000 L/ekor/hari. Sumber tenaga listrik tersedia
terus-menerus disertai lampu yang terang sesuai dengan Permentan Nomor 13 Tahun
2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant), yaitu lampu penerangan mempunyai pelindung, mudah
dibersihkan, dan mempunyai intensitas cahaya 540 luks untuk area pemeriksaan
postmortem dan 220 luks untuk area pengerjaan proses pemotongan.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong memiliki kandang penampungan
sementara atau kandang istirahat sekitar 20 m2 atau satu ekor sapi memiliki luas
kandang sekitar 1.5 x 2.5 m. Standar kandang penampungan menurut Permentan Nomor
13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), yaitu memiliki daya tampung 1.5 kali dari
rata-rata jumlah pemotongan hewan setiap hari; memiliki ventilasi dan penerangan yang
baik; atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik, dan dapat melindungi hewan
dengan baik dari panas dan hujan; tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang
dibuat landai ke arah saluran pembuangan agar mudah dibersihkan; lantai terbuat dari
bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air, tidak licin, dan landai ke
arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
Jalur penggiring hewan dari kandang penampungan menuju tempat
penyembelihan dilengkapi dengan pagar yang kuat di kedua sisinya. Lebar jalur
penggiring hanya cukup untuk 1 ekor sehingga hewan tidak dapat kembali lagi ke
kandang penampungan. Hewan akan masuk ke ruang pemingsanan tetapi jalur menuju
ruang pemingsanan menanjak sehingga menyulitkan sapi untuk masuk. Hal ini
membutuhkan waktu yang banyak dan menjadi tidak efisien.
Kandang penampungan khusus ternak betina produktif menurut Permentan
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) harus ada di dalam kompleks RPH. Kandang
penampungan ternak betina produktif di RPH-R Cibinong terpisah dengan kandang
hewan seleksi yang akan dipotong. Syarat kandang penampungan ternak betina
produktif harus memiliki fasilitas yang sama dengan kandang penampungan ternak
disertai dengan kandang jepit untuk pemeriksaan status reproduksi. Ternak betina
produktif tidak ditemukan selama kegiatan praktik lapang di RPH-R Cibinong. Kandang
isolasi di RPH-R Cibinong terletak jauh dari kandang penampungan dan bangunan
utama. Kandang tersebut didesain tertutup sehingga dapat dibedakan dengan kandang
penampungan ternak sehat dan terletak lebih rendah. Fasilitas kandang isolasi dibuat
sama dengan kandang penampungan.

A B

Gambar 2 Kandang penampungan hewan (A), kandang karantina (B)


Kompleks RPH-R Cibinong memiliki batas bangunan berupa pagar tembok, pintu
masuk hewan terpisah dengan pintu keluar karkas dan daging. Kompleks RPH-R
Cibinong memiliki daerah kotor yang terpisah secara fisik dari daerah bersih. Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) menyatakan bahwa
daerah kotor adalah daerah yang meliputi area pemingsanan atau perebahan hewan, area
penyembelihan, area pengeluaran darah, area pemotongan karkas (pemisahan kepala,
keempat kaki sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada, dan
isi perut), ruang untuk jeroan hijau, ruang untuk jeroan merah, ruang untuk kepala dan
kaki, ruang untuk kulit, dan pengeluaran jeroan. Daerah bersih meliputi area untuk
pemeriksaan postmortem, penimbangan karkas, pengeluaran karkas dan daging. Daerah
kotor dan bersih sudah dapat dibedakan, namun sekat antara kedua daerah tersebut tidak
jelas. Karyawan di daerah bersih masih sering keluar masuk ke daerah kotor demikian
sebaliknya.
Ruang pelepasan daging (deboning room) dan pemotongan daging (cutting room)
sudah memenuhi SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan, namun ada
beberapa aspek yang harus diperbaiki, yaitu ruang hendaknya didesain untuk mencegah
serangga, burung, rodensia, dan binatang pengganggu lain agar tidak masuk dan
bersarang. Hal ini dikarenakan ruangan cukup terbuka, tidak terdapat sekat atau penutup
yang jelas, dan terhubung dengan udara luar. Selain itu higiene dan sanitasi ruangan
tidak dijaga dengan baik, banyak karyawan yang keluar masuk ruang pelepasan daging
sehingga mencemari ruangan.

A B

Gambar 3 Ruang kotor dan ruang bersih. Pemotongan karpus dan tarsus (A),
pengulitan karkas (B), pelepasan dan pemotongan daging (C).

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah


Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant)
menyatakan bahwa area pemuatan (loading) karkas dan daging ke dalam kendaraan
angkut harus memenuhi persyaratan, yaitu dapat meminimalisasi terjadinya kontaminasi
silang pada karkas dan daging, memiliki ketinggian lantai yang disesuaikan dengan
ketinggian kendaraan angkut karkas dan daging, memiliki fasilitas pengendalian
serangga, serta memiliki fasilitas pencucian tangan akan tetapi area pemuatan di RPH-R
Cibinong tidak memenuhi unsur-unsur tersebut, yaitu karkas yang sudah dipotong
menjadi empat bagian langsung diangkut oleh kuli panggul menuju kendaraan pembawa
daging, kendaraan hanya dialasi dengan plastik, dan sebagian besar kendaraan tidak
memiliki penutup sehingga karkas dapat terkontaminasi.
Sarana penanganan limbah yang ada di RPH-R Cibinong memenuhi persyaratan
SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan. Sarana penanganan limbah berjarak
sekitar 10 m dari bangunan utama, memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah
yang dihasilkan, dan dilengkapi saluran pembuangan agar limbah dapat mengalir lancar.
Fasilitas penanganan limbah padat dan cair terletak dekat dari tempat pemotongan,
namun tidak mengganggu atau menjadi polutan di area pemotongan. Hal ini
dikarenakan pembuangan limbah cair dalam keadaan tertutup sehingga tidak
menimbulkan bau. Penanganan limbah padat yang sudah menumpuk diolah menjadi
bahan pembuat pupuk tanaman dengan sistem pengolahan yang sederhana. Desain yang
dibuat ditujukan agar mudah diawasi, mudah dirawat, tidak menimbulkan bau, dan
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan sesuai dengan rekomendasi upaya
pengelolaan lingkungan dari dinas yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan.

Kondisi Penerapan Higiene dan Sanitasi

Penerapan higiene dan sanitasi di RPH-R Cibinong dapat dilihat dari tersedianya
fasilitas bak celup yang berisi desinfektan di pintu masuk ke bangunan utama RPH-R
(Gambar 4), fasilitas cuci tangan dengan sabun dan tissue (Gambar 5A), ruang ganti dan
loker bagi pegawai, serta pemisahan antara daerah kotor dan daerah bersih. Desinfektan
yang digunakan di RPH dapat berasal dari golongan halogen (klor), golongan alkohol
(etanol), golongan fenol (cresol), maupun golongan aldehid (formaldehid). Desinfektan
berperan dalam memutus rantai infeksi dari mikroorganisme masuk ke RPH dan keluar
dari RPH. Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong dilengkapi dengan sistem rel
(railing system), namun karkas diangkut oleh kuli panggul.

Gambar 4 Bak celup berisi desinfektan


Higiene personal karyawan RPH-R Cibinong masih terbilang kurang baik.
Karyawan yang terlibat langsung dengan karkas tidak mengenakan pakaian khusus yang
bersih dan ada beberapa diantaranya yang menggunakan baju yang sama setiap hari.
Karyawan juga tidak memakai apron, masker, tutup kepala, dan sarung tangan, serta
masih ada yang merokok selama bekerja. Kondisi ini dapat menjadi sumber utama
pencemaran pada karkas dan daging.

A B

C D

Gambar 5 Fasilitas dan peralatan di ruang kotor. Fasilitas pencuci tangan (A), troli
pengangkut ternak setelah pemotongan (B), stunning box (C), bak
penampungan air (D).

Pedagang sapi dan/atau pedagang daging masih bebas keluar masuk tempat
pemotongan tanpa mengenakan perlengkapan sesuai standard operational procedure
(SOP) RPH-R. Pedagang tersebut masuk ke dalam ruang pemotongan hewan tanpa
melewati bak celup serta sesekali terlihat merokok. Kondisi ini dapat menjadi sumber
utama kontaminasi pada karkas dan daging. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah
membatasi keluar masuknya para pedagang dan mengadakan sosialisasi bagi para
pedagang yang terlibat dalam proses pemotongan tentang SOP higiene personal RPH-R.
Karkas dari RPH-R Cibinong didistribusikan ke pasar tradisional daerah Jakarta,
Bogor, dan Depok. Proses distribusi karkas dilakukan dengan mobil bak terbuka dan
tidak semua dialasi terpal. Hal ini dapat mencemari karkas selama perjalanan karena
terjadinya kontak dengan debu dan kotoran. Permukaan kendaraan dan bagian atas
karkas hendaknya dilapisi dengan terpal atau plastik bersih untuk menghindari
kontaminasi selama perjalanan.
Kegiatan Pemeriksaan Antemortem

Kegiatan penerimaan hewan di RPH-R Cibinong dimulai saat sapi datang dan masuk
melalui gerbang RPH. Hewan akan diperiksa kelengkapan administrasinya meliputi
surat keterangan kesehatan hewan (SKKH), surat jalan, surat izin pengeluaran ternak,
serta surat pembebasan dari Balai Karantina Pertanian (jika ternak berasal dari luar
pulau). Sapi yang telah memiliki kelengkapan administrasi selanjutnya diturunkan dari
kendaraan pengangkut di tempat penurunan hewan (unloading dock), proses ini disebut
unloading.
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong.
Pemeriksaan antemortem di RPH-R Cibinong dilakukan pada sore hari. Pemeriksaan ini
dilakukan secara sistematis oleh dokter hewan atau paramedik atau petugas kesehatan
hewan dibawah pengawasan dokter hewan kurang dari 24 jam sebelum hewan dipotong.
Tujuan pemeriksaan antemortem adalah sebagai acuan penentuan kelayakan
pemotongan hewan serta menghindari pemotongan hewan yang sakit. Temuan klinis
yang menunjukkan sapi sakit tidak ditemukan selama praktik lapang di RPH-R
Cibinong. Pemeriksaan antemortem yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan
kesehatan hewan secara umum. Pemeriksaan antemortem di RPH-R Cibinong dilakukan
pada kandang penampungan hewan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi,
seperti pemeriksaan sikap berdiri dan bergerak, kebersihan lubang kumlah, cermin
hidung, nafsu makan, dan respon hewan terhadap kondisi sekitar. Keputusan setelah
antemortem adalah diizinkan disembelih tanpa syarat, diizinkan disembelih dengan
syarat, penyembelihan ditunda, tidak diizinkan dipotong, atau dimusnahkan.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Cibinong


Sapi jantan Sapi betina
Temuan Total
Waktu Jumlah Jumlah Keputusan
klinis Ras Ras (ekor)
(ekor) (ekor)
Selasa, 16 Tidak Brahman 13 Brahman 6 19 Diizinkan
September 2015 ada Cross Cross disembelih
kelainan
Rabu, 17 Tidak Brahman 25 Brahman 0 25 Diizinkan
September 2015 ada Cross Cross disembelih
kelainan
Kamis, 18 Tidak Brahman 22 Brahman 0 22 Diizinkan
September 2015 ada Cross Cross disembelih
kelainan
Jumlah 60 6 66

Jumlah sapi yang datang setiap hari relatif tetap yang didatangkan dari berbagai
feedlot. Jumlah sapi yang dipotong setiap hari berbeda-beda, jumlah tersebut tergantung
dari permintaan pedagang yang dipengaruhi oleh permintaan konsumen. Sapi yang
dipotong di RPH-R Cibinong juga memiliki jenis (breed) yang sama, yaitu Brahman
Cross (BX). Sapi BX merupakan sapi hasil domestikasi sapi Brahman dengan sapi dari
daratan Amerika yang memiliki pertumbuhan baik serta tahan terhadap iklim tropis dan
penyakit.

Kegiatan Pemotongan

Sapi yang dinyatakan lolos pada pemeriksaan antemortem selanjutnya dipotong


pada malam hari. Kegiatan pemotongan dilakukan pada pukul 22.00–02.00 WIB.
Jumlah sapi yang dipotong setiap harinya berkisar antara 20–30 ekor sapi. Sapi yang
awalnya berada dalam kandang penampungan akan digiring ke tempat pemotongan.
Sapi diarahkan menuju tempat pemotongan menggunakan jalur penggiring yang
langsung berhubungan dengan stunning box. Teknik penggiringan sapi dilakukan secara
manual dengan menggunakan tongkat agar sapi bergerak dari kandang menuju jalur
penggiring.
Sapi yang telah masuk dalam stunning box akan mengalami proses pemingsanan.
Proses pemingsanan dilakukan di dalam stunning box yang menjepit bagian tubuh dan
leher sapi. Posisi pemingsanan dilakukan di daerah frontal sekitar 2 cm di atas garis
menyilang dari daerah mata menuju pangkal tanduk (Gambar 6). Alat pemingsanan
yang digunakan di RPH-R Cibinong adalah captive bolt stun gun tipe non-penetrating
(Gambar 7). Alat non-penetrating captive bolt stun gun akan menembakkan baut (bolt)
berukuran panjang 121 mm dan diameter 11.91 mm yang berbentuk kepala jamur
(mushroom-headed) dengan tenaga pendorong berupa cartridge yang menghasilkan
cukup tenaga untuk menyebabkan trauma ke korteks otak tanpa penetrasi ke dalam
tengkorak. Sapi yang telah pingsan langsung disembelih oleh juru sembelih halal sesuai
dengan syariat Islam. Posisi penyembelihan adalah pada ventral leher, yaitu 8-10 cm di
belakang lengkung rahang bawah. Hal ini dilakukan demikian agar trakea, vena
jugularis, arteri karotis, dan esofagus terpotong.

2 cm

Gambar 6 Posisi pemingsanan 2 cm di atas garis silang antara mata dan tanduk (HSA
2013)
Gambar 7 Captive bolt stun gun tipe non-penetrating

Kegiatan Pemeriksaan Postmortem

Ternak yang sudah disembelih kembali dipastikan kematiannya dengan


memeriksa refleks pupil. Pemeriksaan refleks pupil dilakukan dengan cara mengarahkan
senter ke mata ternak. Pada pemeriksaan tersebut diamati adanya refleks pupil menjadi
sempit akibat cahaya. Ternak yang sudah mati tidak akan menunjukkan refleks pupil
akibat tidak adanya kerja saraf otak menandakan otak sudah berhenti bekerja. Ternak
yang sudah mati dipisahkan antara kepada dengan badannya. Ternak digantung untuk
mempercepat proses pengeluaran darah. Proses selanjutnya adalah pengulitan dan
pengeluaran jeroan. Beberapa organ akan melalui pemeriksaan terlebih dahulu.
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan pada organ dan karkas
pada proses pemotongan hewan. Pemeriksaan ini dilaksanakan setelah organ dipisahkan
dari karkas yang meliputi proses pemilahan (sorting) untuk memisahkan bagian yang
dianggap normal dan abnormal (Lukman et al. 2009). Pemeriksaan ditujukan untuk
meneguhkan diagnosa antemortem dan menjamin bahwa daging yang diedarkan aman
untuk dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem dilakukan di bawah pengawasan dokter
hewan atau orang yang ditunjuk oleh dokter hewan berwenang.
Pemeriksaan dilakukan pada bagian karkas dan organ, termasuk paru-paru,
jantung, hati, limpa, ginjal, dan kelenjar pertahanan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara inspeksi, palpasi, dan insisi. Insisi hanya dilakukan pada bagian yang menunjukkan
kelainan. Keputusan pemeriksaan postmortem tergantung dari hasil pemeriksaan
keseluruhan yang mencakup pemeriksaan antemortem serta postmortem pada kepala,
organ, dan karkas. Bagian dari organ ataupun karkas yang tidak layak dikonsumsi
disarankan untuk dibuang (trimming) dan tidak boleh didistribusikan. Jika kelainan pada
suatu organ sudah bersifat general, maka seluruh organ harus diafkir atau dibuang
seluruhnya. Hasil pemeriksaan postmortem secara keseluruhan tidak ditemukan adanya
kelainan selama praktik lapang di RPH-R Cibinong.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Cibinong


Waktu ∑ Sapi Jenis ∑ sapi yang Keputusan
yang Kelainan mengalami
dipotong kelainan
(ekor) (ekor)
Selasa, 16 September Tidak ada Layak
19 0
2015 kelainan konsumsi
Rabu, 17 September Tidak ada Layak
25 0
2015 kelainan konsumsi
Kamis, 18 September Tidak ada Layak
22 0
2015 kelainan konsumsi
Jumlah 60 0

Pengawasan Pemotongan Ternak Betina Produktif

Pengawasan pemotongan ternak betina produktif dilakukan oleh dokter hewan


atau petugas teknis di bawah pengawasan dokter hewan saat pemeriksaan antemortem.
Pengawasan dilakukan untuk melindungi populasi ternak betina produktif (Kementan
2011). Menurut UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 18 ayat 1, yaitu ternak betina
produktif diseleksi untuk pemuliaan dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit,
sedangkan ternak betina tidak produktif akan disingkirkan untuk dijadikan ternak
potong.
Larangan pemotongan ternak betina produktif terdapat dalam Permentan Nomor
35 Tahun 2011 tentang Pengendalian Ternak Ruminansia Betian Produktif Pasal 21 ayat
1 menyatakan “Ternak ruminansia betina produktif dilarang untuk dipotong kecuali
untuk keperluan penelitian, pemuliaan, dan/atau pengendalian dan penanggulangan
penyakit hewan”. Selain itu, larangan pemotongan ternak betina produktif juga terdapat
dalam sesuai UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 18 ayat 4 menyatakan “Setiap
orang dilarang menyembelih [ternak] ruminansia kecil betina produktif atau [ternak]
ruminansia besar betina produktif”. Pelanggaran terhadap pemotongan ternak betina
produktif akan dikenakan sanksi pidana sesuai UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang
perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pasal 86 huruf b, yaitu setiap orang yang menyembelih ternak ruminansia besar betina
produktif dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun serta denda
paling sedikit 100 juta rupiah dan paling banyak 300 juta rupiah.
Hasil pengamatan di RPH-R Cibinong tidak ditemukan pemotongan sapi betina
produktif. Pemotongan hanya dilakukan pada sapi BX betina tidak produktif sebanyak 6
ekor pada Selasa, 16 September 2015. Sapi BX betina yang dipotong merupakan sapi
yang mengalami kelainan pada organ reproduksi sehingga diperbolehkan untuk
dipotong. Menurut Kementan (2011), kriteria ternak betina produktif terdiri atas ternak
betina yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 8 tahun, tidak cacat
fisik, organ reproduksi normal dan/atau tidak cacat permanen, serta memenuhi
persyaratan kesehatan hewan. Hal ini menunjukkan sapi betina yang tidak sesuai dengan
kriteria ini serta masih layak dijadikan ternak potong maka diperbolehkan untuk
dipotong.
Pengendalian Penyakit Hewan Menular

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 35 menyatakan “Penyakit


[hewan] [menular] adalah penyakit yang ditularkan antara [hewan] dan [hewan],
[hewan] dan manusia, serta [hewan] dan media pembawa [penyakit] [hewan] lain
melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti
air, udara, tanah, [pakan], peralatan, dan manusia, atau melalui media perantara
biologis: seperti virus, bakteri, [ameba], atau jamur”. Pengendalian penyakit hewan
menular di RPH-R Cibinong diawasi langsung oleh dokter hewan. Setiap hewan yang
terindikasi menderita penyakit hewan menular akan dilakukan karantina di kandang
isolasi (Gambar 2B).

Praktik Penerapan Kesejahteraan Hewan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18


Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 1 ayat 42 menyatakan
“Kesejahteraan [hewan] adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik
dan mental [hewan] menurut ukuran perilaku alami [hewan] yang perlu diterapkan dan
ditegakkan untuk melindungi [hewan] dari perlakuan [setiap] [orang] yang tidak layak
terhadap [hewan] yang dimanfaatkan manusia”. Aspek kesrawan yang diterapkan pada
RPH-R meliputi proses penurunan, penampungan, penggiringan, dan penyembelihan
ternak. Penerapan kesrawan di RPH-R bertujuan untuk memperoleh kualitas daging
yang ASUH.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong memiliki 2 unloading dock yang
telah memenuhi syarat SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan sebagai
tempat untuk menurunkan ternak. Ketinggian unloading dock telah disesuaikan dengan
tinggi truk atau kendaraan pengangkut sehingga ternak tidak cedera akibat melompat
atau tergelincir. Unloading dock juga dilengkapi dengan pagar di sekitarnya sehingga
ternak tidak dapat keluar dari jalur penggiring menuju kandang penampungan. Selain
itu, unloading dock juga memiliki permukaan lantai yang tidak licin dan tidak curam
sehingga ternak tidak tergelincir atau jatuh.
Penerapan kesrawan di kandang penampungan di RPH-R Cibinong dapat dilihat
dari luas kandang sekitar 20 m2. Setiap 1 ekor sapi membutuhkan luas kandang sekitar
1.5 x 2.5 m sehingga dalam 1 kandang idealnya berisi 10 ekor sapi. Kenyataannya
terdapat kandang yang berisi lebih dari 10 ekor sapi. Ternak diberi minum ad libitum
dan pakan untuk ternak yang tidak dipotong lebih dari 12 jam semenjak kedatangan.
Pemberian sekam sebagai alas di dalam kandang penampungan. Pemeriksaan kondisi
ternak dilakukan saat penerimaan ternak oleh dokter hewan. Menurut OIE (2011),
kesejahteraan hewan di kandang penampungan berupa ternak dibiarkan dalam satu
kawanan dan senantiasa bersama; hewan dapat berdiri atau berbaring tanpa
menyebabkan cedera dan stres; penyediaan bedding yang dapat membantu mengurangi
risiko cedera, jumlah bedding dipertimbangkan agar tidak tercampur dengan manur; air
minum tersedia sejak kedatangan hewan dan setiap saat kecuali tenak akan langsung
disembelih; ternak yang disembelih dalam waktu lebih dari 12 jam harus mendapatkan
pakan sejak kedatangan tenak; hewan dapat disemprot dengan air atau dapat pula
menurunkan temperature kandang dengan menggunakan kipas untuk mencegah heat
stress; dan kondisi kesehatan hewan diinspeksi setiap pagi dan sore oleh dokter hewan.
Jalur penggiring dari kandang menuju tempat penyembelihan dilengkapi dengan
pagar yang kuat di kedua sisi dan lebarnya hanya untuk 1 ekor sapi. Proses
penggiringan sapi menuju tempat penyembelihan sudah baik, namun sapi yang sulit
digiring diperlakukan tidak sesuai dengan kaidah kesrawan, seperti dipukul atau ditarik
paksa. Menurut OIE (2011), kaidah kesrawan yang patut diterapkan antara lain ternak
yang akan digiring melalui jalur penggiring tidak boleh dipaksa untuk bergerak dengan
kecepatan yang lebih dari semestinya; penggunaan peralatan penghalau harus
dipertimbangkan agar penggunaannya sesuai dan tidak menimbulkan stres; tidak
menyakiti hewan seperti memukul, menampar, menendang, memelintir ekor,
menggunakan cuit, menekan mata, menekan telinga, atau menekan organ genital
eksternal; dan menghindari berteriak dengan suara keras ke arah hewan atau membuat
suara yang terlampau keras untuk membuat hewan bergerak.
Proses pemingsanan sebelum penyembelihan telah diterapkan di RPH-R
Cibinong. Hal ini bertujuan agar ternak mendapatkan perlakuan sesuai dengan kesrawan
sehingga mengurangi stres sebelum penyembelihan. Alat pemingsanan yang digunakan
di RPH-R Cibinong adalah captive bolt stun gun tipe non-penetrating. Captive bolt stun
gun tipe non-penetrating merupakan alat pemingsanan yang hanya menyebabkan
pingsan dan tidak menyebabkan kerusakan fisik. Menurut MUI (2009), pemingsanan
diperbolehkan dengan syarat tertentu untuk menjaga kehalalan daging. Sayaratnya
adalah pemingsanan hanya menyebabkan ternak pingsan sementara, tidak menyebabkan
kematian, dan tidak menyebabkan cedera permanen. Pemingsanan dilakukan oleh
operator yang sudah terlatih sehingga dapat menjamin ketepatan penggunaan stunning
gun. Menurut OIE (2011), pemingsanan dikatakan benar jika hewan langsung pingsan
dan tidak mencoba bangun kembali, badan dan otot hewan menjadi kaku segera setelah
penembakan, ritme napas terhenti, dan kelopak mata hewan terbuka dengan bola mata
mengarah lurus ke depan.
Pemotongan ternak secara konvensional, yaitu tanpa pemingsanan masih
dilakukan di RPH-R Cibinong tetapi hanya dilakukan jika banyaknya permintaan
pemotongan ternak sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam proses
pemotongan. Hal ini dilakukan mengingat RPH-R Cibinong hanya mempunyai satu set
stunning box dan kandang jepit. Ternak yang akan disembelih secara konvensional
dimasukkan ke kandang jepit melalui jalu penggiringan dan direbahkan secara manual
menggunakan kandang jepit. Sapi yang telah direbahkan segera disembelih sesuai
dengan syariat Islam oleh juru sembelih halal.
Gambar 8 Proses pemingsanan (HSA 2013)

Penyembelihan dilakukan oleh juru sembelih halal sesuai syariat Islam


menggunakan pisau yang tajam dengan sekali tekan tanpa diangkat. Menurut OIE
(2011), hewan yang telah dipingsankan dengan metode yang reversibel harus segera
disembelih tanpa adanya jeda waktu. Batas maksimum dari pemingsanan ke
penyembelihan dengan metode non-penetrating captive bolt adalah 20 detik. Menurut
MUI (2009), alat yang digunakan untuk menyembelih harus tajam. Hal ini bertujuan
agar trakea, esofagus, arteri karotis, dan vena jugularis dapat terpotong sekaligus. Juru
sembelih halal di RPH-R Cibinong telah memiliki sertifikat dan surat izin menyembelih
(SIM) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Juru sembelih halal melakukan pengasahan
pisau secara berkala untuk menjaga ketajaman pisau, namun untuk kebersihan pisau dan
asahan kurang terjaga karena masih disimpan di dalam sepatu bot atau digantung di luar
sepatu bot.
Ternak yang telah disembelih dibiarkan mati sempurna sekitar 2-3 menit agar
darah keluar sempurna. Hal ini dilakukan oleh juru sembelih halal untuk memastikan
ternak mati sempurna sebelum dilanjutkan ke proses selanjutnya. Menurut OIE (2011),
setelah penyembelihan, ternak tidak boleh diberikan perlakuan pengulitan kulit paling
sedikit 30 detik atau dalam beberapa kasus hingga seluruh refleks otak berhenti.
A B

Gambar 9 Unloading dock dan jalur unloading dock ternak (A), jalur penggiring (B)

RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA ELDERS

Keadaan Umum

Elders adalah salah satu perusahaan Australia yang didirikan pada tahun 1839.
Elders telah mempunyai reputasi dan catatan panjang sebagai penasehat bisnis yang
dapat dipercaya, pemasok, dan agen bagi produsen utama dari Australia selama 170
tahun. PT Elders mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1990. PT Elders Indonesia
merupakan perusahaan bagian dari PT Elders Trading yang bergerak di bidang
peternakan yaitu feedlot dan RPH. PT Elders Indonesia mulai beroperasi pada tahun
2000 di bidang penggemukan sapi impor dari Australia yang bertempat di Provinsi
Lampung sedangkan RPH bertempat di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Saat ini, PT Elders Indonesia telah memiliki izin usaha impor untuk
penggemukan, penjualan sapi, dan penjualan daging beku. Wilayah penggemukan sapi
di Lampung memiliki luas 50 Ha dengan kapasitas 8 000 ekor sapi yang digunakan
untuk menampung sapi potong impor dari Australia. Rumah Potong Hewan Elders di
Bogor terletak di dalam kampus Institut Pertanian Bogor, sedangkan PT Elders
Indonesia di Lampung terletak dekat dengan bandara sehingga proses pemeriksaan
karantina dapat mudah dilakukan. Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders telah
memiliki sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP), sertifikat Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP), dan International Organization for Standardization
(ISO) 9001.
Praktik HACCP di RPH-R Elders meliputi 8 critical control point (CCP), yaitu
pemeriksaan antemortem yang dilakukan oleh dokter hewan 1 jam sebelum pemotongan
untuk menjamin sapi yang dipotong adalah sapi yang sehat; pemeriksaan postmortem
meliputi pemeriksaan hati, jantung, paru-paru, dan ginjal; pengontrolan suhu chiller
yang merupakan tempat penyimpanan karkas setelah penyembelihan selama 24 jam
sebelum diproses lebih lanjut pada suhu -5 °C untuk menjaga agar suhu karkas
berada di bawah 20 °C hingga ke bagian karkas paling dalam; pemeriksaan kebocoran
plastik kemasan pada proses vakum; trimming ulang dilakukan sebelum packing jika
masih ada bagian yang perlu dihilangkan; pengontrolan suhu chiller box pada kisaran 0–
1 °C agar daging berada pada kisaran suhu 0–4 °C; pemeriksaan ulang produk dari
kebocoran dan kerusakan kemasan; pengontrolan suhu blast freezer pada kisaran -45
sampai -25 °C; serta pengontrolan suhu selama distribusi pada kisaran 0–4 °C.
Kegiatan di RPH-R Elders dimulai dengan pemotongan ternak pada pukul 07.30–09.30
WIB dan dilanjutkan kembali pada pukul 10.00–12.00 WIB. Rumah Potong Hewan
Ruminansia Elders memiliki sarana yang memenuhi syarat RPH-R seperti tercantum
dalam Permentan Nomor 13 Tahun 2010 Pasal 5, yaitu RPH-R wajib memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis (lokasi, sarana pendukung, konstruksi
dasar dan desain bangunan, serta peralatan).

Sarana dan Prasarana

Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders sudah memiliki akses jalan yang baik
dan dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan dan daging dengan tempat parkir yang
memadai. Sumber air yang digunakan untuk proses pemotongan sudah mencukupi, baik
untuk memenuhi proses higiene dan sanitasi tempat pemotongan, tempat produksi, serta
kebutuhan personal karyawan. Menurut Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat
Cutting Plant), sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih disediakan
paling kurang 1 000 L/ekor/hari. Sumber tenaga listrik tersedia terus-menerus dan
dilengkapi dengan lampu yang terang. Fasilitas untuk penanganan limbah padat dan cair
terletak di tempat yang terpisah dari tempat pemotongan sehingga tidak mengganggu
atau menjadi polutan di area pemotongan dan pengolahan.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders memiliki jarak kandang penampungan
dengan bangunan utama tidak sesuai dengan SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong
Hewan, yaitu kandang penampungan berjarak kurang dari 10 m dari bangunan utama.
Menurut SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan kandang penampungan
ternak minimal berjarak 10 m dari bangunan utama. Kandang penampungan di RPH-R
Elders sudah sesuai dengan standar kandang penampungan menurut Permentan Nomor
13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), yaitu memiliki daya tampung 1.5 kali dari
rata-rata jumlah pemotongan hewan setiap hari, memiliki ventilasi, dan menunjang
penerangan yang baik. Tersedia tempat air minum untuk hewan yang didesain landai ke
arah saluran pembuangan agar mudah dibersihkan. Selain itu, lantai terbuat dari bahan
yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air, tidak licin, dan mengarah ke
saluran pembuangan sehingga mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Atap kandang
penampungan terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik, dan dapat melindungi hewan
dari panas dan hujan. Terdapat jalur penggiring dari kandang menuju tempat
penyembelihan yang dilengkapi dengan pagar yang kuat di kedua sisinya dan lebar jalur
hanya untuk 1 ekor ternak.
Kandang penampungan ternak betina produktif menurut Permentan Nomor 13
Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) harus ada di dalam kompleks RPH-R.
Kandang penampungan ternak betina produktif merupakan kandang penampung yang
terpisah dan memiliki batas. Syarat kandang penampungan ternak betina produktif harus
memiliki fasilitas yang dilengkapi dengan kandang jepit untuk pemeriksaan status
reproduksi. Namun kandang penampungan ternak betina produktif di RPH-R Elders
tidak tersedia.
Kompleks RPH-R Elders dibatasi dengan pagar, tetapi pintu masuk hewan dan
keluarnya karkas serta daging tidak terpisah. Menurut BSN (1999b), masuknya hewan
dan keluarnya karkas serta daging harus melalui pintu yang terpisah. Bangunan dan tata
letak dalam kompleks RPH-R memiliki daerah kotor yang terpisah dari daerah bersih.
Menurut Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), daerah kotor terdiri
atas area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan area pengeluaran
darah, area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki
sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan perut), ruang
untuk jeroan hijau, ruang untuk jeroan merah, ruang untuk kepala dan kaki, serta ruang
untuk kulit. Daerah bersih terdiri atas area untuk pemeriksaan postmortem,
penimbangan karkas, pemrosesan karkas dan daging, pengepakan, penyimpanan, serta
pengeluaran karkas dan daging. Pada RPH-R Elders antara daerah kotor dan bersih
sudah terpisah ditandai dengan adanya sekat yang jelas antara kedua daerah tersebut.
Karyawan di daerah bersih dan kotor dapat dibedakan berdasarkan seragam yang
dipakai dengan SOP yang sudah terstandardisasi.
Ruang pelepasan daging dan pemotongan daging serta pengepakan daging sudah
memenuhi SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan, yaitu terletak di daerah
bersih dan berdekatan dengan ruang pendingin atau pelayuan dan ruang pembeku.
Ruangan ini dilengkapi dengan meja dan fasilitas pemotongan karkas yang terawat serta
ruangan tidak terlalu luas, namun tetap efisien.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah
Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant)
menyatakan bahwa area pemuatan karkas dan daging ke dalam kendaraan angkut karkas
dan daging harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu dapat meminimalisasi
terjadinya kontaminasi silang pada karkas dan daging, ketinggian lantai yang
disesuaikan dengan ketinggian kendaraan angkut karkas dan daging, dilengkapi dengan
fasilitas pengendalian serangga seperti pemasangan lem serangga, dan memiliki fasilitas
pencucian tangan. Daging dari RPH-R Elders sudah dikemas dengan jaminan higiene
yang baik sehingga tidak terkontaminasi oleh mikroba dan terhindar dari serangga.
Kendaraan yang digunakan untuk transportasi daging sudah memenuhi standar dan
suhunya selalu dijaga pada 0 oC agar daging tidak rusak selama proses pendistribusian.
Sarana penanganan limbah yang ada di RPH-R Elders berjarak sekitar 10 m dari
bangunan utama. Unit penanganan limbah memiliki kapasitas sesuai dengan volume
limbah yang dihasilkan serta sudah terdapat saluran yang terpisah antara limbah cair dan
padat. Teknologi yang digunakan ditujukan agar pengolahan limbah mudah diawasi dan
dirawat, tidak menimbulkan bau, dan memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan dari dinas yang mengatur
fungsi kesehatan lingkungan.
Kantor administrasi dan kantor dokter hewan di RPH-R Elders sudah memenuhi
persyaratan Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong
Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), yaitu memiliki
ventilasi dan penerangan yang baik, dirancang untuk keselamatan dan kenyamanan
kerja, serta dilengkapi dengan ruang pertemuan. Kantor dokter hewan terpisah dengan
kantor administrasi. Kompleks RPH-R Elders tidak luas, namun kantin dan mushola
tetap berada di lingkungan RPH-R Elders.
Rumah jaga terletak strategis dan berada di dekat bangunan utama, tidak jauh dari
pintu keluar masuk kompleks RPH-R Elders. Desain yang digunakan memenuhi standar
keamanan dan keselamatan kerja serta memungkinkan satpam dapat mengawasi dengan
leluasa keadaan di sekitar RPH-R dari dalam rumah jaga.

Kondisi Penerapan Higiene dan Sanitasi

Praktik higiene dan sanitasi di RPH-R Elders yang dilakukan karyawan sudah
sesuai dengan SOP yang berlaku. Pemeliharaan kondisi kebersihan diri maupun
lingkungan telah diatur dalam peraturan SOP yang berlaku di RPH-R Elders. Standar
operasi yang berlaku antara lain menggunakan alat pelindung diri (APD) yang terdiri
atas baju seragam bersih, sepatu bot, apron, tutup kepala, masker bagi yang memelihara
jenggot dan/atau kumis, dan dua jenis sarung tangan (baja dan kain); karyawan yang
sakit tidak diperbolehkan untuk masuk ke area pemotongan ataupun pelepasan daging;
tidak diperkenankan makan minum, merokok, meludah, terlalu banyak berbicara, bersin
dan batuk ke arah daging; mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan;
serta tidak memakai perhiasan, jam tangan, dan peralatan komunikasi.
Tindakan penerapan peraturan tentang pemeliharaan sanitasi yang diterapkan di
RPH-R Elders terdiri atas pintu masuk dilengkapi dengan bak desinfektan pencelupan
sepatu bot yang berguna untuk mencegah kontaminasi dari luar dan sebaliknya;
pencucian tangan dengan menggunakan sabun saat akan masuk dan keluar ruang
penyembelihan, ruang pelepasan ataupun ruang pengemasan daging; sudah terdapat
pembagian ruangan antara ruang bersih dan ruang kotor; memelihara kebersihan alat-
alat yang digunakan selama dan sesudah pemotongan; serta penggunaan pakaian yang
berbeda pada daerah kotor dan bersih.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders juga dilengkapi dengan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). Limbah cair dari hasil produksi diproses dengan cara
diendapkan pada beberapa tempat penampungan air sehingga limbah yang dihasilkan
dari RPH-R tidak mencemari lingkungan secara langsung. Limbah padat ditampung
pada suatu tempat dan diolah menjadi pupuk.

Kegiatan Pemeriksaan Antemortem

Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong.


Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan yang bertujuan untuk
memastikan hewan yang dipotong adalah hewan sehat serta untuk mengendalikan
penyakit hewan menular dan zoonosis. Pemeriksaan antemortem di RPH-R Elders
dilakukan secara inspeksi dengan metode screening. Screening adalah metode
pemeriksaan antemortem yang dilakukan pada sekelompok sapi dengan mengamati
secara umum kondisi sapi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi, meliputi
pemeriksaan sikap berdiri dan bergerak dari segala arah, pengamatan lubang kumlah,
cermin hidung, nafsu makan, dan respon hewan terhadap kondisi sekitar. Keputusan
setelah antemortem adalah diizinkan disembelih tanpa syarat, diizinkan disembelih
dengan syarat, penyembelihan ditunda, tidak diizinkan dipotong, atau dimusnahkan.
Tabel 3 Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Elders
Jenis Kelamin Temuan
Tanggal Asal Ras Keputusan
Jantan Betina Klinis

23
Great Giant Brahman Tidak ada Diizinkan
September 26 0
Livestock Cross kelainan dipotong
2015

Proses Pemotongan

Ternak yang akan dipotong merupakan sapi yang dinyatakan sehat setelah
melewati pemeriksaan antemortem. Pemotongan di RPH-R Elders dilakukan pada pukul
07.30–09.30 dan 10.00–12.00. Sapi yang dipotong di RPH Elders adalah sapi ras
Brahman Cross yang berasal dari feedlot Elders yang berasal dari Great Giant
Livestock. Jumlah sapi yang dipotong setiap harinya sekitar 26 ekor. Sapi yang akan
dipotong, digiring ke tempat pemotongan dan diarahkan menuju jalur penggiring untuk
masuk ke stunning box.
Ternak yang masuk ke dalam stunning box akan melalui proses pemingsanan
untuk mengurangi kesakitan pada saat ternak disembelih. Pemingsanan dilakukan
menggunakan captive bolt stun gun tipe non-penetratin. Alat tersebut menembakan baut
berukuran panjang 121 mm dan diameter 11.91 mm dengan tenaga pendorong berupa
cartridge yang menghasilkan cukup tenaga untuk menyebabkan trauma ke korteks otak
tanpa penetrasi ke dalam tengkorak. Catridge yang digunakan ada 3 jenis, yaitu catridge
yang berwarna hijau, merah, dan hitam. Cartridge hijau (3G) digunakan untuk sapi dan
babi dengan bobot rendah sekitar 100 kg. Cartridge merah (4G) digunakan untuk hewan
dengan bobot yang berat. Cartridge hitam (4.5G) digunakan untuk hewan tua dan
pejantan dengan bobot badan yang sangat besar (AS 2016).
Alat pemingsanan tersebut diarahkan 2 cm di atas titik persilangan antara dua
garis imajiner yang ditarik dari bagian luar sudut mata menuju pangkal tanduk yang
berseberangan seperti pada Gambar 7. Sapi yang telah dipingsankan langsung
disembelih sesuai dengan syariat Islam oleh juru sembelih halal. Penyembelihan
dilakukan dengan pisau yang tajam pada bagian ventral leher, yaitu 8–10 cm di
belakang lengkung rahang bawah. Penyembelihan harus memutuskan 3 saluran
sekaligus dalam satu tarikan pisau yaitu trakea, pembuluh darah (vena jugularis, arteri
karotis), dan esofagus. Oleh karena itu, ketajaman pisau harus selalu diperhatikan oleh
juru sembelih.

Kegiatan Pemeriksaan Postmortem

Pemeriksaan postmortem yang dilakukan di RPH-R Elders, meliputi pemeriksaan


jeroan merah seperti paru-paru, jantung, hati, dan ginjal yang disesuaikan dengan hasil
temuan antemortem. Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan dengan
cara inspeksi, palpasi, dan insisi jika diperlukan. Trimming atau pembuangan akan
dilakukan jika ditemukan kelainan pada organ. Hasil pemeriksaan postmortem pada saat
praktik lapang menunjukkan tidak ada kelainan pada paru-paru, jantung, hati, dan ginjal
sehingga organ tersebut layak untuk dikonsumsi.
Tabel 4 Hasil pemeriksaan postmortem di RPH-R Elders
∑ sapi yang
Organ yang Jenis mengalami
No Asal Hewan Keputusan
diperiksa Kelainan kelainan
(ekor)

Tidak ada Layak


1 Great Giant Livestock Paru-paru 0
kelainan dikonsumsi

Tidak ada Layak


2 Great Giant Livestock Jantung 0
kelainan dikonsumsi

Tidak ada Layak


3 Great Giant Livestock Hati 0
kelainan dikonsumsi

Tidak ada Layak


4 Great Giant Livestock Limpa 0
kelainan dikonsumsi

Tidak ada Layak


5 Great Giant Livestock Ginjal 0
kelainan dikonsumsi

Pengawasan Pemotongan Ternak Betina Produktif

Ternak betina produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di
bawah 8 tahun, atau ternak betina yang berdasarkan hasil pemeriksaan reproduksi oleh
dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan,
dinyatakan memiliki organ reproduksi normal serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi
induk. Dasar hukum larangan pemotongan ternak betina produktif adalah tentang
perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pasal 18 ayat 4. Setiap orang yang menyembelih ternak betina produktif dipidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit 100 juta
rupiah dan paling banyak 300 juta rupiah. Sapi yang dipotong di RPH-R Elders
merupakan sapi BX yang sudah steril atau sapi steer.
Pengendalian Penyakit Hewan Menular

Pengendalian penyakit hewan menular di PT Elders dilakukan pada feedlot yang


terletak di Lampung. Sapi yang dikirim ke RPH-R Elders sudah dipastikan tidak
terjangkit penyakit hewan ataupun penyakit hewan menular. Kelainan akibat trauma
selama transportasi dan unloading (seperti pincang atau lumpuh) akan diambil
keputusan pemotongan darurat di tempat.
Pengolahan Karkas

Karkas adalah bagian tubuh dari hewan yang telah mengalami proses pemotongan
setelah kepala dan kaki dipisahkan, dikuliti, serta isi rongga perut dan dada dikeluarkan.
Karkas yang baik untuk dikonsumsi adalah karkas dari hewan yang pemeriksaan
antemortem dan postmortemnya sehat. Karkas yang diafkir atau ditolak adalah daging
yang banyak mengandung darah; warna, bau, dan konsistensi yang menyimpang;
terdapat parasit atau tumor, serta berasal dari ternak yang menderita penyakit hewan
menular atau zoonosis.
Pengolahan karkas pada RPH-R Elders dilakukan 24 jam setelah penyembelihan.
Produk didistribusikan ke hotel, restoran, dan supermarket seperti Hypermart atau
Giant. Produk yang dipasarkan berupa potongan besar daging yang diberi label Elders
Classic Cuts dan potongan-potongan kecil dengan label Elders Classic Portion Cuts.
Daging dikemas berdasarkan bagian-bagian yang umum dikenal seperti tenderloin,
chuck, striploin, shin shank, knuckle, rump, silver side, top side, brisket, blade, cuberoll,
dan lain-lain. Selain itu, RPH-R Elders juga menerima pesanan-pesanan khusus dengan
spesifikasi daging tertentu sesuai pesanan konsumen. Daging diproses secara higienis
dengan menggunakan mesin vakum untuk merekatkan plastik kemasan, kemudian
dilakukan pencelupan ke air panas dengan suhu 80 °C selama kurang lebih 1–2 detik.
Proses tersebut dinamakan deep shrinking yang bertujuan untuk meminimalisasi
cemaran mikroorganisme.

Praktik Penerapan Kesejahteraan Hewan

Aspek kesrawan yang diterapkan dari suatu RPH-R meliputi proses penurunan,
penampungan, pengistirahatan, pemingsanan, dan penyembelihan. Ternak yang datang
dari feedlot melalui transportasi darat diturunkan menggunakan fasilitas unloading dock
yang telah memenuhi syarat SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan. Proses
penurunan dilakukan dengan cara bagian belakang truk yang membawa ternak merapat
pada bagian unloading dock agar ternak dapat turun dengan aman dan langsung berjalan
menuju kandang penampungan untuk beristirahat. Tindakan pengistirahatan dilakukan
selama 24 jam dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi ternak. Hewan yang
disembelih dalam keadaan lelah dan stres akan menghasilkan kualitas daging yang
buruk akibat cadangan glikogen yang lebih sedikit.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders memiliki 4 pen yang umumnya diisi
maksimal 30 ekor sapi untuk mencegah sapi berdesak-desakan dalam 1 pen. Ternak
yang akan disembelih dipuasakan atau tidak diberi pakan tetapi tetap diberi minum
secara ad libitum. Hal ini dilakukan untuk menjaga isi usus tetap kosong. Pemuasaan
dilakukan pada ternak yang akan disembelih sekitar 6 jam sebelum penyembelihan.
Ternak yang berada di penampungan lebih dari 6 jam tetap diberikan pakan. Ternak
dibersihkan dengan air sebelum melalui proses pemingsanan agar kebersihan personal
dan peralatan tetap terjaga serta ternak tidak stres sehingga kualitas daging tetap baik.
Menurut OIE (2011), ternak dibiarkan dalam satu kawanan dan senantiasa bersama;
hewan dapat berdiri atau berbaring tanpa menyebabkan cedera dan stres; air minum
tersedia sejak kedatangan hewan dan setiap saat kecuali tenak akan langsung
disembelih; ternak yang disembelih dalam waktu lebih dari 12 jam harus disediakan
pakan sejak kedatangan tenak; hewan dapat disemprot dengan air atau dapat pula
menurunkan temperatur dengan penggunaan kipas untuk mencegah heat stress; dan
kondisi kesehatan hewan diinspeksi setiap pagi dan sore oleh dokter hewan.
Proses penggiringan ternak dari kandang penampungan menuju stunning box
dilakukan dengan memperhatikan kesrawan. Sapi tidak dipukul, tidak diteriaki dan tidak
ditarik. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari sapi merasa stres sebelum disembelih
dan akan berpengaruh terhadap kualitas daging. Penerapan kesrawan pada proses
penggiringan ternak di RPH-R Elders sudah sesuai rekomendari OIE.
Ternak yang masuk stunning box melalui jalur penggiring dipingsankan
menggunakan captive bolt stun gun tipe non-penetrating. Proses pemingsanan
dilakukan oleh operator yang telah mendapatkan pelatihan stunning. Operator memakai
hearing protective device (HPD) selama proses pemingsanan. Pemingsanan ternak
sebelum penyembelihan dilakukan untuk mengurangi stres pada ternak. Hal ini
merupakan salah satu penerapan kesrawan di RPH-R. Proses penyembelihan di RPH-R
Elders sudah menerapkan prinsip kesrawan dan syariat Islam. Penyembelihan dilakukan
langsung setelah ternak pingsan oleh juru sembelih halal yang telah bersertifikat dan
memiliki SIM MUI. Penyembelihan menggunakan pisau yang tajam dengan sekali
tekan tanpa diangkat dan memutus tiga saluran (trakea, esofagus, dan pembuluh darah).
Juru sembelih halal melakukan pengasahan pisau secara berkala untuk menjaga
ketajaman pisau. Ternak yang telah disembelih dibiarkan mati sempurna sekitar 2–3
menit agar darah keluar sempurna. Juru sembelih halal memastikan ternak telah mati
sempurna sebelum melakukan proses selanjutnya. Menurut OIE (2011), setelah
penyembelihan, ternak tidak boleh diberikan perlakuan pengulitan kulit paling sekidit
30 detik atau dalam beberapa kasus hingga seluruh refleks otak berhenti.

RUMAH POTONG HEWAN UNGGAS SIERAD

Keadaan Umum

Perusahaan PT Sierad Produce Tbk adalah sebuah badan hukum yang dibentuk
pada tahun 2001 sebagai hasil gabungan empat perusahaan yang melakukan bisnis inti
dari Sierad Group. Empat perusahaan itu adalah PT Anwar Sierad, PT Sierad Produce
Tbk, PT Sierad Feedmill, dan PT Sierad Grains. Bisnis keempat perusahaan tersebut
meliputi produksi pakan ternak dan produksi utama, peternakan dan penetasan, rumah
potong dan produksi lanjutan serta nilai tambah dari berbagai produk daging ayam,
peralatan peternakan ayam, dan produksi tepung ikan. Divisi RPH-U Sierad beralamat
di Jalan Raya Parung Km 19 Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
16330.
Rumah Potong Hewan Unggas Sierad berkomitmen menyediakan produk dengan
standar internasional. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang diterima,
antara lain HACCP, ISO 9001, dan sertifikat halal dari MUI. Pelaksanaan teknologi
biosekuriti yang ketat menjamin produk yang higiene, sehat, dan aman untuk
dikonsumsi. Target pemasaran RPH-U Sierad adalah restoran seperti Kentucky Fried
Chicken (KFC), McDonalds, D’Besto, dan supermarket seperti Giant dan Hypermart.

Penerapan Higiene dan Sanitasi

Komplek RPH-U Sierad terbagi dalam beberapa bangunan, terdiri atas koperasi
yang nantinya akan menjual produk RPH-U Sierad, bangunan utama (ruang bagian
human resource development, kantor administratif, kantor direksi, ruang mesin dan
teknisi, serta bangunan proses produksi), dan bangunan pengolahan bulu ayam untuk
dijadikan pakan ternak berupa tepung bulu.

Tabel 5 Hasil penilaian higiene dan sanitasi RPH-U Sierad


Unsur Penilaian Kategori
Bangunan
Baik
Baik
Kebersihan lingkungan Baik
Suplai air bersih
Kebersihan peralatan
Proses
Baik
Baik
Penanganan karkas Baik
Penanganan jeroan merah
Penanganan jeroan hijau
Personal
Baik
Baik
Kesehatan Baik
Kebersihan diri
Kebiasaan

Rumah Potong Hewan Unggas Sierad sangat menjaga kualitas produk yang
dihasilkan. Selain itu, RPH-U Sierad juga memperhatikan higiene dan sanitasi personal.
Setiap karyawan wajib menggunakan pakaian kerja sesuai area kerja masing-masing.
Pakaian kerja yang digunakan baju dan celana khusus, penutup kepala, masker, serta
sepatu bot. Karyawan RPH-U Sierad tidak diperbolehkan memakai perhiasan dan make
up pada saat bekerja yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi.
Karyawan disediakan ruang khusus untuk mengganti pakaian dengan pakaian
kerja. Terdapat ruang untuk mandi dan loker untuk menyimpan barang. Ruang tersebut
dibuat terpisah antara laki-laki dan perempuan. Karyawan akan melewati bak
perendaman sepatu bot yang berisi desinfektan untuk meminimalisasi kontaminasi
sebelum memasuki pintu produksi. Karyawan diwajibkan mencuci tangan dengan air
dan sabun setelah melalui bak perendaman sepatu bot.
Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas
menyatakan bahwa ruang bangunan utama RPH-U dibagi menjadi dua, yaitu daerah
kotor dan daerah bersih. Daerah kotor merupakan area yang meliputi penurunan ayam,
pemeriksaan antemortem, penggantungan unggas hidup, pemingsanan, penyembelihan,
pencelupan ke air panas, pencabutan bulu, pencucian karkas, pengeluaran jeroan,
penanganan jeroan, dan pemeriksaan postmortem. Daerah bersih merupakan daerah
yang meliputi area pencucian, pendinginan, seleksi, penimbangan, pemotongan karkas,
deboning, pengemasan dan penyimpanan. Daerah produksi di RPH-U Sierad sudah
sesuai dengan persyaratan bangunan RPH-U menurut SNI Nomor 01-6160-1999
tentang Rumah Potong Unggas, yaitu adanya pemisahan daerah kotor dan daerah bersih.
Selain itu, karyawan dari daerah kotor tidak diperbolehkan masuk ke daerah bersih,
begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan salah satu persyaratan higiene karyawan
dan perusahaan menurut SNI Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas.
Penerapan biosekuriti di RPH-U Sierad secara umum sudah cukup baik ditandai
dengan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk kawasan RPH-U, kecuali
mendapatkan izin. Hal ini sesuai dengan SNI Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah
Potong Unggas bahwa salah satu syarat higiene karyawan dan perusahaan menyatakan
bahwa orang lain yang hendak memasuki bangunan utama RPH-U harus mendapatkan
izin dari pengelola dan mengikuti peraturan yang berlaku.
Lingkungan di RPH-U Sierad dijaga tetap bersih. Tidak ditemukan sampah yang
menumpuk atau berserakan di sekitar bangunan. Untuk menjalankan proses produksi,
seekor ayam membutuhkan minimal 12 L air. Jumlah itu telah mencakup kebutuhan
untuk membersihkan ruangan produksi (daerah kotor dan bersih), peralatan, dan
transportasi yang digunakan untuk mengangkut ayam dan hasil produksi. Jumlah
tersebut belum memenuhi standar minimum kebutuhan air bersih menurut SNI Nomor
01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas, yaitu sebesar 25–30 L/ekor. Suplai air
bersih selalu terpenuhi karena RPH-U Sierad memiliki sistem pengolahan air baku dan
sistem daur ulang air limbah yang digunakan sebagai sumber air untuk proses produksi.

Kegiatan Pemeriksaan Antemortem

Proses produksi di RPH-U Sierad dimulai pada pagi hari pukul 08.00 WIB sampai
dengan selesai. Jumlah maksimum pemotongan adalah 40 000 ekor per hari dengan
kapasitas mesin pemotong 7 000 ekor ayam per jam. Ayam yang datang ke RPH-U
Sierad berasal dari peternakan milik PT Sierad Produce Tbk. Ayam-ayam tersebut
disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh dokter hewan
di peternakan.
Ayam yang baru sampai di RPH-U dihitung dan ditimbang untuk mengantisipasi
jumlah ayam yang kurang atau untuk mengetahui tingkat susut ayam selama proses
transportasi. Selain itu, ayam diistirahatkan selama minimal 2 jam sebelum proses
penyembelihan. Tujuan pengistirahatan adalah untuk memulihkan kondisi ayam dan
menghilangkan stres akibat proses transportasi. Sebelum proses penyembelihan, ayam
sebaiknya dipuasakan selama minimal 8–12 jam, tetapi tetap diberi minum
(Kementan 2010a). Penanganan ayam setelah sampai di RPH-U Sierad, yaitu ayam
hanya diistirahatkan sebentar (±15 menit) sebelum proses penyembelihan dan
penimbangan ayam dilakukan secara acak.
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan ayam sebelum proses
penyembelihan. Tujuan pemeriksaan antemortem, yaitu untuk memperoleh ayam yang
cukup istirahat; menghindari penyembelihan ayam yang sakit untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya pencemaran pada tempat pemotongan, alat, dan pekerja;
sebagai bahan informasi awal untuk pemeriksaan postmortem; serta memastikan bahwa
kondisi ayam tidak mengalami penyimpangan (Kementan 2010a). Menurut SNI Nomor
01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas, pemeriksaan antemortem adalah
pemeriksaan kesehatan unggas sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas
pemeriksaan berwenang. Pemeriksaan antemortem di RPH-U Sierad dilakukan segera
setelah ayam tiba oleh seorang dokter hewan pada beberapa ayam yang diambil secara
acak pada keranjang di atas truk pengangkut. Pemeriksaan antemortem dilakukan secara
inspeksi dan palpasi.
Menurut Kementan (2010a), parameter pemeriksaan antemortem meliputi
keaktifan ayam, kebersihan bulu, mulut, hidung, mata dan kloaka, warna jengger/pial
dan ceker, pernapasan, serta pergerakan kepala. Hasil pemeriksaan antemortem
memberikan gambaran ayam akan masuk proses selanjutnya atau dikembalikan. Jika
terdapat ayam yang terlihat tidak sehat atau mati akan dipisahkan dan dinekropsi.
Nekropsi dilakukan untuk meneguhkan diagnosa dengan mengamati lesio patologi pada
ayam. Beberapa penyakit unggas yang dapat menyebabkan ayam ditolak
penyembelihanya di RPH-U Sierad, yaitu avian influenza (AI), Newcastle disease (ND),
salmonelosis, dan fowl cholera.
Keputusan hasil pemeriksaan antemortem, meliputi dipotong tanpa ada perlakuan
(ayam dinyatakan sehat), penundaan penyembelihan atau pemotongan dilakukan
terakhir (ditemukan adanya gejala penyakit saluran pernafasan atas), serta ditolak untuk
dipotong (jika pemeriksaan antemortem mengarah ke high pathogenic avian influenza
(HPAI) dan salmonelosis) (Kementan 2010a). Pada saat praktik lapang di RPH-U Sierad
tidak ditemukan adanya penyimpangan atau kelainan pada ayam sehingga keputusan
pemeriksaan antemortemnya adalah dipotong tanpa ada perlakuan.

Proses Penyembelihan Ayam

Ayam yang dinyatakan sehat berdasarkan pemeriksaan antemortem, kemudian


ditimbang secara acak yang diambil dari dalam keranjang. Ayam yang telah ditimbang
selanjutnya diistirahatkan kembali (selama ±2 jam). Proses pemotongan ayam dimulai
dengan menggantung kedua kaki ayam pada leg hanger. Jika ditemukan ayam yang
mati karena proses transportasi, maka bangkai tersebut akan dikumpulkan dan
dilaporkan untuk diproses sebagai pakan ternak. Ayam yang mati ditandai kepalanya
dengan methylen blue supaya tidak disalahgunakan. Ayam yang mati karena sakit akan
diambil sampel untuk dilakukan pengujian di Laboratorium Anwar Sierad. Ayam lain
yang 1 truk dengan ayam yang sakit akan ditahan dahulu dan ditanyakan kepada
planning process inventory control (PPIC) apakah ayam tersebut diterima atau ditolak.
Kapasitas mesin pemotong yang dimiliki RPH-U Sierad dapat memotong 7 000
ekor ayam per jam. Ayam yang digantung tersebut melewati ruang kotor dan
dipingsankan dengan arus listrik sebesar 60–65 V selama 3 detik yang dialirkan melalui
alat yang bernama stunner. Setelah itu ayam akan dipotong oleh juru sembelih halal
yang telah tersertifikasi MUI. Jumlah juru sembelih halal yang dimiliki RPH-U Sierad
adalah 4 orang, yang terdiri atas 2 orang sebagai pemotong inti dan 2 orang lainnya
sebagai pemotong cadangan. Lama pengeluaran darah agar keluar sempurna, yaitu
selama 4–5 menit sehingga jalur penggantung ayam dibuat berkelok.
Setelah proses pemotongan dilakukan proses pencelupan ke air panas untuk
memudahkan pelepasan bulu. Proses tersebut dilakukan secara bertahap. Tahap pertama
soft scalding, yaitu perendaman dalam air bersuhu 38–45 °C selama 3 menit. Tahap
kedua hard scalding, yaitu merendam ayam dalam air bersuhu 59–60 °C selama 1.5
menit. Proses selanjutnya adalah pencabutan bulu ayam yang dilakukan dengan alat
plucker. Saat proses pencabutan bulu, dilakukan penyemprotan dengan air dingin yang
bertujuan mencegah kerusakan kulit. Setelah pencabutan bulu dilakukan pemisahan
kepala sampai leher. Selain itu, dilakukan pemotongan ceker menggunakan leg cutter.
Ceker ayam kemudian dicuci, dipotong kukunya secara manual, dan dikemas dengan
kantung plastik atau sesuai dengan permintaan konsumen.
Ayam masuk area pengeluaran jeroan yang meliputi penggantungan karkas pada
shackle, pembukaan kloaka dan pengeluaran jeroan, serta penyemprotan air sebelum
karkas masuk daerah bersih. Proses pengeluaran jeroan diawali dengan membuat lubang
secara otomatis pada bagian kloaka dengan diameter 3 cm menggunakan mesin
opening. Selanjutnya, jeroan berupa hati, jantung, lemak abdomen, usus, tembolok, dan
paru-paru dikeluarkan secara otomatis dengan mesin eviscerating. Sisa jeroan dan
lemak abdomen yang belum terambil akan dibersihkan secara manual oleh operator.
Jeroan merah dan jeroan hijau kemudian dibersihkan dan dipisahkan. Jeroan merah akan
dilakukan pemeriksaan postmortem untuk melihat ada atau tidaknya kelainan organ,
sedangkan jeroan hijau akan diolah menjadi pakan ternak.
Karkas ayam masuk ke area bersih, kemudian dimasukkan ke dalam bak chilling
yang berisi air es dengan suhu 2 °C (selama ±30 menit) sehingga dicapai suhu karkas
menjadi 4 °C. Bak chilling merupakan CCP 3. Pada bagian ini terdapat petugas yang
akan memeriksa tingkat cemaran dari karkas yang sebelumnya diproses di area kotor.
Selanjutnya dilakukan penimbangan hasil produksi dan seleksi. Karkas yang telah
diseleksi sesuai permintaan konsumen kemudian dipisahkan sebagai bahan baku yang
selanjutnya akan diolah. Karkas yang mengalami penyimpangan, seperti memar,
keropeng, atau tulang yang patah akan melalui proses deboning. Suhu ruangan bersih
dijaga agar tetap stabil pada suhu 12–18 °C. Produk yang dihasilkan, antara lain daging
ayam utuh, daging potongan, daging tanpa tulang, dan daging ayam berbumbu. Proses
pembumbuan atau marinasi dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen dan bumbu
yang digunakan telah disediakan oleh konsumen.
Proses produksi selanjutnya adalah pendinginan di dalam ruang pendingin pada
suhu -2 sampai 4 °C untuk ayam segar selama maksimal 3 hari. Ayam beku disimpan
selama maksimal 12 jam pada suhu -20 sampai -40 °C di ruang blast freezer, kemudian
dipindahkan ke dalam cold storage dengan suhu -20 °C selama maksimal 6 bulan. Hal
ini sesuai dengan SNI Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas mengenai
ruang penyimpanan beku yang bersuhu maksimal -20 °C. Ruang chilling merupakan
CCP 4, yaitu ruangan dilengkapi dengan metal detector. Blast freezer dan pengemasan
merupakan CCP 5. Saat akan didistribusikan, suhu karkas ayam segar dijaga di bawah 4
°C sedangkan ayam beku harus bersuhu -18 °C. Biasanya karkas ayam yang berada di
dalam cold storage sudah dikemas untuk dikirim ke konsumen. Produk yang telah
disimpan akan didistribusikan keesokan harinya menggunakan truk yang juga dijaga
suhu penyimpanannya agar kualitas produk terjaga. Produk tersebut keluar melalui
pintu khusus dan sebelumnya dilakukan pengecekan kembali. Titik tersebut merupakan
CCP 6 yang diterapkan di RPH-U Sierad.

Kegiatan Pemeriksaan Postmortem


Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas
menyatakan bahwa pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan dan
karkas unggas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa yang
berwenang. Pemeriksaan postmortem bertujuan untuk meneguhkan diagnosa
antemortem, mendeteksi dan mengeliminasi kelainan-kelainan pada karkas sehingga
karkas ayam aman dan layak dikonsumsi (Kementan 2010a).
Pemeriksaan postmortem dilakukan pada saat pengeluaran jeroan, penanganan
jeroan, dan seleksi karkas. Organ yang menjadi perhatian penting untuk diperiksa oleh
dokter hewan di RPH-U Sierad, yaitu hati, jantung, usus, ampela, dan limpa. Ayam akan
diafkir apabila ditemukan kelainan. Karkas akan kembali diperiksa setelah memasuki
daerah bersih. Pemeriksaan karkas dilakukan untuk mengetahui adanya lesio penyakit
yang belum teramati.

Pemantauan Penerapan Kesejahteraan Hewan

Ayam yang akan dipotong didatangkan dari peternakan PT Sierad Produce Tbk
dan diistirahatkan beberapa saat sebelum pemotongan. Tujuan pengistirahatan ayam
adalah untuk mengurangi stres perjalanan dan menjaga kualitas daging yang dihasilkan.

Tabel 6 Hasil pengamatan terhadap penerapan kesrawan di RPH-U Sierad


Aspek Penerapan di RPH-U Sierad
Bebas dari rasa sakit, luka dan Ayam sebelum dipotong dilakukan pemingsanan
penyakit untuk mengurangi rasa sakit

Bebas dari rasa ketidaknyamanan Dilakukan penyiraman dan pengeringan ayam


sebelum disembelih untuk menurunkan suhu
lingkungan dan ayam sehingga suasana lebih nyaman
Bebas dari rasa takut dan stres Ayam diistirahatkan setelah tiba di RPH-U Sierad
untuk meminimalkan stres

Prinsip kesrawan yang wajib untuk dilaksanakan dalam setiap kegiatan yang
melibatkan hewan, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa sakit dan
penyakit, bebas dari rasa ketidaknyamanan, bebas dari rasa takut dan stres, serta bebas
mengekspresikan perilaku alamiahnya. Penerapan sistem kesrawan di RPH-U Sierad
sudah cukup baik. Transportasi yang digunakan untuk mengangkut ayam menuju RPH-
U Sierad, yaitu sebuah truk dengan keranjang-keranjang yang berisi ayam.
Setelah melalui proses penurunan ayam akan diistirahatkan sebentar untuk
meminimalkan stres yang kemungkinan terjadi pada ayam selama proses transportasi.
Selain itu, ayam disiram dengan air untuk memperbaiki suhu lingkungan dan ayam yang
meningkat selama perjalanan. Cara ini diharapkan akan memberikan sedikit rasa
nyaman pada ayam. Ayam kemudian dikeringkan kembali dengan pengering. Sebelum
disembelih, ayam dipingsankan terlebih dahulu dengan mengalirkan air berarus listrik
sebesar 60–65 V melalui alat bernama stunner. Hal ini merupakan salah satu aspek
kesrawan, yaitu mengurangi rasa sakit yang diderita pada saat proses penyembelihan.
Ayam yang tiba di RPH-U Sierad tidak diberi makan dan minum karena proses
pengistirahatan sampai pemotongan ayam hanya beberapa menit.
Pengolahan Limbah Cair dan Padat

Pengolahan limbah cair di RPH-U Sierad melalui proses pengolahan limbah


modern. Limbah cair akan diendapkan padatannya sehingga terbentuk air jernih dan
akan melewati kolam indikator untuk mengetahui tingkat keamanan air tersebut
sebelum dilepas ke lingkungan. Pengolahan limbah padat meliputi pengolahan darah,
bangkai, dan bulu. Darah akan diambil oleh penampung sedangkan bangkai akan
dicacah dan ditetesi methylene blue. Bulu akan masuk ke dalam instalasi pengolahan
bulu untuk diolah menjadi tepung bulu.
Rumah Potong Hewan Unggas Sierad melakukan berbagai usaha dalam mengolah
limbah untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan. Limbah darah dan bangkai yang
dihasilkan oleh proses produksi RPH-U ini diserahkan ke pengumpul khusus sehingga
tidak ada darah hasil pemotongan yang dibuang dan digunakan untuk pakan ternak.
Limbah bulu ayam akan disaring dari saluran limbah, kemudian diolah menjadi tepung
bulu yang sarana pendukungnya sudah dimiliki oleh Sierad.
Limbah air di RPH-U ini akan diproses kembali melalui sistem pengolahan air
limbah yang dapat digunakan kembali. Unit pengolahan air limbah di RPH-U Sierad
meliputi tangki utama disertai filter. Sebelum memasuki tangki utama, air limbah akan
disaring kembali sehingga dipastikan tidak ada limbah padat yang masuk ke tangki
utama. Setelah itu, limbah akan dialirkan menuju tangki kedua. Pada saat limbah
dipompa memasuki tangki secara berkala akan ada polimer yang menetes dan mengalir
bersama limbah. Polimer inilah berfungsi untuk membentuk flok besar yang berasal dari
kotoran pada limbah. Flok ini akan dipisahkan dari bagian cairnya sehingga terbentuk
air yang lebih bersih. Air tersebut akan mengalir menuju tangki pemurnian, yaitu tangki
yang ditambahkan bahan kimia untuk menjernihkan air dan mengendapkan sisa-sisa
padatan pada air. Selanjutnya air akan masuk ke dalam bak kontrol yang berisi ikan
sebagai indikator. Apabila air telah mencapai batas aman, ikan tidak akan mati. Hal ini
mengartikan bahwa air telah siap digunakan kembali.
Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas
menyatakan bahwa sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar dan
didesain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah
dirawat dan dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, serta mudah diawasi
dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan
dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi dan dibersihkan. Sistem saluran
pembuangan limbah di RPH-U Sierad terbuat dari semen yang membentuk parit disertai
filter untuk menyaring limbah padat.

PEMBAHASAN

Sarana dan Prasarana di RPH-R Cibinong secara umum sudah sesuai dengan
Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) dan SNI 01-6159-1999
akan tetapi terdapat beberapa aspek yang harus diperbaiki. Salah satunya adalah ruang
hendaknya didesain untuk mencegah serangga, burung, rodensia, dan binatang
pengganggu lain agar tidak masuk dan bersarang. Hal ini dikarenakan ruangan di
kompleks RPH-R cukup terbuka, tidak terdapat sekat atau penutup yang jelas, dan
terhubung dengan udara luar. Sekat antara daerah bersih dan kotor tidak jelas sehingga
banyak pertugas di daerah bersih masih sering keluar masuk ke daerah kotor demikian
sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran daerah bersih.
Penerapan higiene dan sanitasi di RPH-R Cibinong belum diterapkan secara
maksimal. Lantai dan dinding RPH-R banyak yang retak sehingga mikroorganisme
berkembang lebih cepat terutama jika proses pembersihan dan desinfeksi tidak
dilakukan secara sempurna. Persyaratan bangunan utama RPH menurut Permentan
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) adalah sudut pertemuan dinding dan lantai
harus berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm, namun lantai bangunan RPH-
R Cibinong masih memiliki sudut menyiku. Hal ini dapat menyebabkan kotoran
terkumpul di bagian lantai yang menyiku karena sulit untuk dibersihkan dan dapat
menjadi sumber kontaminasi.
Setiap RPH hendaknya memiliki rancangan yang baik mengenai kesrawan.
Tujuan rancangan adalah untuk menjaga kesrawan tetap pada tingkat yang baik sejak
hewan datang hingga disembelih. Hewan yang sampai di unloading dock dan
dipindahkan hingga ke stunning box hendaknya dengan memperhatikan beberapa aspek
seperti tertuang dalam Terrestrial Animal Health Code (OIE 2011), diantaranya kondisi
hewan dinilai sejak kedatangan; hewan yang sakit atau cedera, sekiranya perlu untuk
dilakukan penyembelihan segera, hendaknya disembelih secara manusiawi atau sesuai
dengan rekomendasi OIE; hewan tidak boleh dipaksa untuk bergerak dengan kecepatan
yang lebih dari semestiya; hewan yang akan disembelih tidak diperkenankan berjalan di
atas hewan lain; hewan tidak diperkenankan melihat hewan lain disembelih; serta
hewan ditangani sebagaimana mungkin untuk mencegah hewan stres atau terluka.
Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong perlu meningkatkan kesrawan melalui
pelatihan petugas penanganan ternak karena terdapat beberapa aspek kesrawan yang
belum dijalankan dengan baik.
Sarana prasarana RPH-R Elders memiliki jarak kandang penampungan dengan
bangunan utama tidak sesuai dengan SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan.
Kandang penampungan berjarak kurang dari 10 m dari bangunan utama. Kandang
penampungan ternak betina produktif di RPH-R Elders tidak tersedia, meskipun
menurut Permentan Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) harus ada di dalam
kompleks RPH-R. Ruang pelepasan daging dan pemotongan daging serta pengepakan
daging sudah memenuhi SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Potong Hewan, yaitu
terletak di daerah bersih dan berdekatan dengan ruang pendingin atau pelayuan dan
ruang pembeku. Rumah Potong Hewan Ruminansia Elders sudah dikemas dengan
jaminan higiene yang baik sehingga tidak terkontaminasi oleh mikroba dan terhindar
dari serangga. Kendaraan yang digunakan untuk transportasi daging sudah memenuhi
standar dan suhunya selalu dijaga pada 0 oC agar daging tidak rusak selama proses
pendistribusian. Sarana penanganan limbah yang ada di RPH-R Elders berjarak sekitar
10 m dari bangunan utama. Unit penanganan limbah memiliki kapasitas sesuai dengan
volume limbah yang dihasilkan serta sudah terdapat saluran yang terpisah antara limbah
cair dan padat.
Praktik higiene dan sanitasi di RPH-R Elders oleh karyawan sudah sesuai dengan
SOP yang berlaku. Pemeliharaan kondisi kebersihan diri maupun lingkungan telah
diatur dalam peraturan SOP yang berlaku di RPH-R Elders. Tindakan penerapan
peraturan tentang pemeliharaan sanitasi yang diterapkan di RPH-R Elders terdiri atas
pintu masuk dilengkapi dengan bak desinfektan pencelupan sepatu bot yang berguna
untuk mencegah kontaminasi dari luar dan sebaliknya; pencucian tangan dengan
menggunakan sabun saat akan masuk dan keluar ruang penyembelihan, ruang pelepasan
ataupun ruang pengemasan daging; adanya pembagian ruangan antara ruang bersih dan
ruang kotor; pemeliharaan kebersihan alat-alat yang digunakan selama dan sesudah
pemotongan; serta penggunaan pakaian yang berbeda pada daerah kotor dan bersih.
Penerapan higiene dan sanitasi RPH-U Sierad sudah baik sesuai dengan SNI
Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas yang menyatakan bahwa ruang
bangunan utama RPH-U dibagi menjadi dua, yaitu daerah kotor dan daerah bersih.
Penerapan biosekuriti di RPH-U Sierad secara umum sudah cukup baik ditandai dengan
orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk kawasan RPH-U, kecuali mendapatkan
izin. Hal ini sesuai dengan SNI Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas
bahwa salah satu syarat higiene karyawan dan perusahaan menyatakan bahwa orang lain
yang hendak memasuki bangunan utama RPH-U harus mendapatkan izin dari pengelola
dan mengikuti peraturan yang berlaku.
Kegiatan pemeriksaan antemortem dan postmortem sudah sesuai menurut SNI
Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas, yaitu pemeriksaan antemortem
dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Pemeriksaan antemortem di RPH-U
Sierad dilakukan segera setelah ayam tiba oleh seorang dokter hewan pada beberapa
ayam yang diambil secara acak pada keranjang di atas truk pengangkut. Jika terdapat
ayam yang terlihat tidak sehat atau mati akan dipisahkan.
Penerapan kesejahteraan hewan di RPH-U Sierad sudah cukup baik. Ayam
diistirahatkan sebentar untuk meminimalkan stres yang kemungkinan terjadi pada ayam
selama proses transportasi. Selain itu, ayam disiram dengan air untuk memperbaiki suhu
lingkungan yang meningkat selama perjalanan. Cara ini diharapkan akan memberikan
sedikit rasa nyaman pada ayam. Ayam kemudian dikeringkan kembali dengan
pengering. Sebelum disembelih, ayam dipingsankan terlebih dahulu dengan
mengalirkan air berarus listrik. Hal ini merupakan salah satu aspek kesrawan, yaitu
mengurangi rasa sakit yang diderita pada saat proses penyembelihan. Ayam yang tiba di
RPH-U Sierad tidak diberi makan dan minum karena proses pengistirahatan sampai
pemotongan ayam hanya beberapa menit.
Pengolahan limbah cair dan padat di RPH-U Sierad terbuat dari semen yang
membentuk parit disertai filter untuk menyaring limbah padat. Hal ini sudah sesuai
dengan SNI Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas yang menyatakan
bahwa sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar dan didesain agar
aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, serta mudah diawasi dan dijaga agar
tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi
dengan penyaring yang mudah diawasi dan dibersihkan.
Keamanan pangan didefinisikan sebagai jaminan bahwa pangan tidak akan
menyebabkan bahaya bagi konsumen saat disiapkan dan/atau dikonsumsi sesuai dengan
tujuan penggunaannya (WHO/FAO 2009). Keamanan pangan menurut UU Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Jaminan mutu dan
keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen. Keamanan
pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu
pangan yang ada. Hal ini membawa dampak perubahan, mulai dari bisnis pangan tanpa
adanya pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi
bagi jaminan mutu secara total. Konsumen menyadari bahwa produk yang aman didapat
dari bahan baku yang ditangani dengan baik serta diolah dan didistribusikan dengan
baik akan menghasilkan produk akhir yang baik. Selain itu, adanya beberapa kasus
penyakit dan keracunan makanan membuat konsumen dan pelaku usaha produk pangan
asal hewan menyadari pentingnya jaminan keamanan pangan.
Codex Alimentarius Commission (CAC) telah menganjurkan dan
merekomendasikan konsep HACCP sebagai langkah untuk mengatasi masalah
keamanan pangan pada setiap industri pengolah pangan (WHO/FAO 2009). Hazard
analysis critical control point adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan
kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap
produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol bahaya
tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan kepada pengujian
produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang
tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Hazard analysis critical control point dapat diterapkan
dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku pangan,
penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari
pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Penerapan HACCP perlu memenuhi
prasyarat dasar industri pangan, yaitu telah diterapkannya Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP). Keuntungan
yang diperoleh industri pangan dengan penerapan sistem HACCP, yaitu meningkatkan
keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan
konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi
pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir, serta mengurangi limbah dan
kerusakan produk. Tujuh prinsip penting HACCP yang harus diterapkan, yaitu membuat
daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk mengendalikan bahaya,
menetapkan titik kendali kritis (Critical Control Point = CCP), menetapan batas/limit
kritis untuk setiap CCP, menetapkan sistem/prosedur pemantauan untuk setiap CCP,
menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan, menetapkan prosedur verifikasi
untuk membuktikan bahwa sistem HACCP berjalan dengan baik dan benar, serta
membuat catatan dan dokumentasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan kegiatan magang profesi di Dinas Peternakan dan Perikanan


Kabupaten Bogor didapatkan simpulan, yaitu RPH-R Cibinong secara umum sudah
sesuai dengan SNI, namun masih perlu ditingkatkannya higiene dan sanitasi untuk
menunjang pelaksanaan penyembelihan hewan dan penanganan karkas. Rumah Potong
Hewan Ruminansia Elders sudah sesuai dengan SNI dan menghasilkan daging yang
ASUH. Pemeriksaan antemortem dan postmortem pada kedua RPH-R tidak ditemukan
adanya penyimpangan serta pemotongan betina produktif tidak ditemukan pada kedua
RPH-R. Rumah Potong Hewan Unggas Sierad sudah baik dan sesuai dengan SNI
sehingga mampu menghasilkan daging yang ASUH.

Saran

Aspek higiene dan sanitasi merupakan aspek terpenting yang harus ditingkatkan
oleh RPH-R dan RPH-U sehingga akan mengurangi kontaminasi terhadap daging yang
dipasarkan dan menghasilkan produk daging yang ASUH. Penerapan higiene personal
merupakan kesadaran yang harus dipupuk sejak awal pada petugas RPH-R dan RPH-U.
Aspek higiene dan sanitasi personal dari karyawan di RPH-R Cibinong perlu
ditingkatkan. Penerapan kesejahteraan ayam pada RPH-U perlu ditingkatkan terutama
dalam proses unloading ayam ke RPH-U dan penumpukan boks ayam hidup tidak
terlalu tinggi sehingga dapat mengurangi stres ayam.

DAFTAR PUSTAKA

[AS] Accles and Shelvoke. 2016. Cash magnum concussion non penetrating captive bolt
[Internet]. [diunduh 2017 Mar 31]. Tersedia pada:
http://www.acclesandshelvoke.co.uk/downloads/dl/file/id/8/product/0/.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah ternak yang dipotong di rumah potong
hewan dan di luar rumah potong hewan yang dilaporkan (ekor) [Internet].
[diunduh 2015 Sep 25]. Tersedia pada: http://bps.go.id/index.php/linkTabel
Statis/1507.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999a. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Potong Hewan (SNI 01-6159-1999). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999b. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Potong Unggas (SNI 01-6160-1999). Jakarta (ID): BSN.
[HSA] Human Slaughter Association 2013. Captive-bolt stunning of livestock
[Internet]. [diunduh 2017 Apr 1]. Tersedia pada: https://www.hsa.org.uk/
downloads/publications/captiveboltstunningdownload.pdf.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010a. Pedoman Produksi dan Penanganan Daging
Ayam yang Higienis. Jakarta (ID): Kementan.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010b. Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah
Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).
Jakarta (ID): Kementan.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 35/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pengendalian Ternak
Betina Produktif. Jakarta (ID): Kementan.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR.
2009. Higiene Pangan. Pisestyani H, editor. Bogor (ID): Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, FKH
IPB.
[MUI] Majelis Ulama Indonesia. 2009. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12
Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. Jakarta (ID): MUI.
Slaughter of animals
[OIE] Office International des Epizooties. 2011. Terrestrial Animal Health Code. Vol
ke-1. Paris (FR): Office International des Epizooties.
[RI] Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

[RI] Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[RI] Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Sekertariat Negara.
[WHO/FAO] World Health Organization/Food and Agriculture Organization of the
United Nations. 2009. Food Hygiene Basic Text. Ed ke-4. Roma (IT): WHO/FAO.

Anda mungkin juga menyukai