Latar Belakang
Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung asam
amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan protein pada
daging sapi per 100 gram yaitu 22% lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam
dan domba yaitu 21% (Lukman et al. 2009). Badan Pusat Statistik (2014)
menyatakan bahwa di Indonesia konsumsi daging sapi rata-rata per kapita per
minggu pada tahun 2014 sebesar 0.005 kg dan untuk daging ayam sebesar 0.086
kg. Pangan asal hewan wajib memenuhi aspek aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
untuk memenuhi dan menjaga keamanan pangan asal hewan khususnya daging,
sehingga perlu pengawasan bahan pangan agar layak untuk dikonsumsi serta
menjamin keamanan pangan dari kemungkinan penularan penyakit zoonotik atau
keracunan makanan (foodborne infection dan foodborne intoxication).
Konsumsi daging, baik daging ruminansia dan daging unggas oleh
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi
sehingga memicu terjadinya peningkatan permintaan masyarakat terhadap daging.
Kota Depok merupakan wilayah dengan luas sekitar 200.3 km2 yang mengalami
perkembangan pesat. Jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 2 033 508 jiwa
dengan tingkat kepadatan mencapai 10 225 jiwa/km2 dan merupakan wilayah
perbatasan Ibukota Jakarta. Kota Depok memiliki masalah kependudukan akibat
tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi (Portal Resmi Pemerintah Kota
Depok 2015). Secara langsung maupun tidak langsung, kondisi ini dapat
memengaruhi ketersediaan pasokan daging sebagai salah satu bahan pangan yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Rumah potong hewan ruminansia (RPH-R) dan rumah potong hewan unggas
(RPH-U) merupakan salah satu fasilitas yang digunakan untuk pengawasan produk
asal hewan, khususnya daging. Menurut SNI 01-6159-1999, rumah potong hewan
(RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu yang digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan bagi konsumsi manusia (BSN 1999).
Secara umum RPH-R dan RPH-U memiliki fungsi sebagai tempat
pemotongan hewan yang higienis, tempat melaksanakan pemeriksaan antemortem
dan postmortem untuk mencegah foodborne disease, tempat pengawasan penyakit
hewan menular, dan sebagai sumber pendapatan daerah. Penanganan daging yang
higienis di RPH-R dan RPH-U harus memenuhi aspek kesejahteraan hewan,
dimulai dari pencegahan stres pada hewan sebelum dilakukan pemotongan. Stres
yang tinggi diketahui dapat menyebabkan penurunan kualitas daging dan masa
simpan (Lukman et al. 2009).
Daging yang ASUH tidak hanya diperoleh dari proses pemotongan daging di
RPH yang memiliki fasilitas yang baik, namun juga ditunjang dengan sumber daya
manusia maupun manajemen RPH-R dan RPH-U yang baik pula. Perlu adanya
evaluasi dan pengawasan oleh pihak-pihak terkait khususnya dokter hewan untuk
meningkatkan kualitas kinerja RPH-R dan RPH-U sebagai upaya mendapatkan
daging yang memenuhi syarat ASUH.
2
Tujuan
Manfaat
Kegiatan praktik RPH-R dan RPH-U bermanfaat bagi mahasiswa PPDH FKH
IPB dalam memahami standar-standar SNI yang ditetapkan untuk RPH-R dan
RPH-U khususnya mengenai penyediaan pangan asal hewan yang ASUH, mampu
menganalisa dan menangani kasus-kasus yang terjadi di RPH-R dan RPH-U, serta
mengetahui tugas dan pelayanan dokter hewan di Dinas Pertanian dan Perikanan
Kota Depok.
Kegiatan praktik RPH-R dan RPH-U bermanfaat bagi mahasiswa PPDH FKH
IPB dalam memahami standar-standar SNI yang ditetapkan untuk RPH-R dan
RPH-U khususnya mengenai penyediaan pangan asal hewan yang ASUH, mampu
menganalisa dan menangani kasus-kasus yang terjadi di RPH-R dan RPH-U, serta
mengetahui tugas dan pelayanan dokter hewan di Dinas Pertanian dan Perikanan
Kota Depok.
Gambaran Umum
Kondisi higiene dan sanitasi secara umum RPH-R Tapos masih terdapat
kekurangan. Rumah potong hewan ruminansia Tapos belum dilengkapi dengan
fasilitas bak celup di pintu masuk ke bagian jeroan, pemotongan belum dilengkapi
dengan fasilitas cuci tangan dengan sabun, serta tidak ada ruang ganti dan loker
bagi pegawai. Pengasah pisau dimasukkan ke dalam sepatu boot. Hal tersebut
memungkinkan mikroorganisme dari bagian tubuh dapat berpindah ke alat yang
digunakan untuk pemotongan hewan. Fasilitas di RPH-R Tapos memiliki
pemisahan ruang yang jelas secara fisik antara daerah kotor dan daerah bersih,
namun masih terlihat adanya pertukaran karyawan pada kedua daerah tersebut.
Rumah potong hewan ruminansia Tapos juga dilengkapi dengan sistem rel dan alat
penggantung untuk karkas di dalam bangunan utama RPH-R, namun terkadang
karkas yang digantung masih bersentuhan dengan lantai dan dinding tempat
pemotongan. Kondisi langit-langit bangunan yang memiliki celah yang
menyebabkan air hujan masuk ke dalam tempat pemotongan karkas. Genangan air
ketika hujan juga masih terlihat pada ruangan pembersihan kulit dan jeroan hijau.
Genangan air tersebut berasal dari saluran pembuangan air yang meluap saat hujan.
Higiene personal pekerja RPH-R Tapos juga masih terdapat kekurangan.
Pekerja yang terlibat langsung dengan karkas sudah mengenakan pakaian khusus
yang bersih dan sudah ada yang memakai apron, namun belum dilengkapi dengan
masker, tutup kepala, dan sarung tangan. Kondisi ini dapat menjadi sumber utama
pencemaran pada daging. Higiene dan sanitasi juga masih kurang diperhatikan di
tempat penanganan karkas dan proses transportasi karkas dan daging.
4
Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan Postmortem
Gambar 1 Posisi target pemingsanan dengan captive bolt pistol (PISC 2004)
Menurut Whittington dan Hewitt (2009), terdapat tiga jenis restraining box
tipe Mark pada pemotongan sapi dengan metode stunning, yaitu I, II, dan III. Setiap
restraining box memiliki kelebihan masing-masing yang bertujuan untuk
memanipulasi perilaku melarikan diri yang alami yang dimiliki setiap hewan dan
membantu dalam upaya proses restraining. Pada proses memasukkan hingga
restrain sapi ke Mark I, dibantu dengan menggunakan tali oleh petugas restrain.
Mark II merupakan bentuk peningkatan dari model Mark I dengan adanya dinding
yang dapat menahan dan membantu robohnya sapi. Mark III memiliki kelebihan
dengan adanya dinding jepit pada sisi kanan dan kiri sapi untuk membantu proses
restrain.
Menurut Australian Chief Veterinary Officer (2013), terdapat jenis
restraining box tipe Mark IV. Tipe tersebut dikembangkan sebagai fasilitas
penyembelihan sapi Australia yang sudah dipelihara di Indonesia, termasuk sapi-
sapi lokal Indonesia. Penggunaan restraining box tipe Mark IV dinilai telah sesuai
dengan ketentuan OIE pada Kode OIE-Bab 7.5 tentang penyembelihan hewan. Hal
tersebut menjadi alternatif terbaik dalam pemilihan restraining box. Restraining
8
box tipe Mark IV pada pemotongan sapi impor di RPH-R Tapos disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 2 Restraining box tipe hidrolik pada pemotongan sapi lokal di RPH-R
Tapos
Gambar 3 Restraining box tipe Mark IV pada pemotongan sapi lokal di RPH-R
Tapos
lebih diperketat dan dilakukan sosialisasi kepada pemilik sapi karena pentingnya
hewan betina produktif agar populasi sapi yang ada di Indonesia semakin
bertambah.
Gambaran Umum
Asal Ayam
Ayam yang dipotong di RPH-U Tapos berasal dari beberapa perusahaan
lokal, salah satunya D’Besto®. Ayam yang dipotong di RPH-U tapos juga berasal
dari kerja sama peternak lokal yang berada di wilayah Jawa, Cianjur, Purbalingga,
dan Cibitung. Manajemen pemeliharaan, kesehatan ayam, penyembelihan hingga
pengemasan dilakukan oleh pihak perusahaan. Pengguna jasa mengikuti aturan
penggunaan fasilitas pemotongan unggas yang telah ditetapkan oleh pihak RPH-U
Tapos.
Pemingsanan, penyembelihan
(killing), dan pengeluaran darah Penyimpanan karkas segar
(cold storage)
Pengemasan
Pencabutan bulu (defeathering)
dikumpulkan ke dalam wadah berisi air dan organ sejenis dari ayam lain di bawah
sistem rel. Pengemasan dilakukan secara terpisah dari karkas.
Permukaan lantai pada RPH-U Tapos terlihat rata dan tidak bergelombang,
RPH-U Tapos memiliki bangunan yang dilengkapi pintu dan jendela/ventilasi.
Ventilasi udara di dalam bangunan berfungsi dengan baik. Fasilitas pencucian
tangan tidak didesain sedemikian rupa agar tangan tidak menyentuh kran dan tidak
tersedianya tissue dan pengering tangan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
kontaminasi silang pada kran dengan daging unggas.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Australian Chief Veterinary Officer. 2013. Review of modified and copy Mark IV
type restraint boxes. Australia (AUS): Australian Government Department of
Agriculture, Fisheries, and Forestry.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Konsumsi rata-rata per kapita seminggu
beberapa macam bahan makanan penting 2007-2014 [Internet]. [diunduh
2016 Feb 24]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabel
Satatistik/view/id/950.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Pemotongan Hewan (SNI 01-6159-1999). Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Pemotongan Unggas (SNI 01-6160-1999). Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging
(Meat Cutting Plant) (Permentan Nomor 13/Permentan/OT.104/1/2010).
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif (Permentan Nomor
35/Permentan/OT.140/7/2011). Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2005. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner FKH IPB.
[PISC] Primary Industries Standing Committee. 2004. Livestock (Including)Poultry
at Slaughter Establishment. Model Code of Practice for the Welfare of
Animal. Collingwood (AUS): CSIRO Publishing.
Portal Resmi Pemerintah Kota Depok. 2015. Profil Kota [Internet]. [diunduh
tanggal 2016 Feb 25]. Tersedia pada: http://www.depok.go.id/profil-kota/.
Sams AR. 2001. First processing: slaughter through chilling. Di dalam: Sams AR,
editor. Poultry Meat Processing. Boca Raton (US): CRC Pr.
[USDA] United States Department of Agriculture. 1999. Generic HACCP Model
for Beef Slaughter. Washington (US): United States Department of
Agriculture.
Whittington P, Hewitt L. 2009. Review of the mark I, II, and III cattle restraining
boxes. Meat & Livestock Australia Limited. North Sydney (AUS): Meat &
Livestock Australia.
15
Setiap unit usaha pangan asal hewan wajib memiliki NKV dan harus
memenuhi persyaratan higiene-sanitasi untuk mendapatkan NKV. Pelaku usaha
pangan asal hewan yang wajib memiliki NKV adalah pelaku usaha dilakukan oleh
perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang berusaha di
bidang Rumah Pemotongan Hewan, Rumah Pemotongan Unggas, Rumah
Pemotongan Babi, usaha budidaya unggas petelur, usaha pemasukan (impor)/
pengeluaran (ekspor), usaha distribusi, usaha ritel, dan/atau usaha pengolahan
pangan asal hewan. Adapun pelaku usaha distribusi atau ritel pangan asal hewan
dapat berupa pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cold storage), dan
toko/kios daging (meat shop); pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu
(milk cooling centre), dan gudang pendingin susu; serta pelaku usaha yang
mengemas dan melabel telur.
Persyaratan NKV
Terdapat tata cara yang mengatur untuk memperoleh NKV sesuai dengan
BAB IV Pasal 8, 9, 10 Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit
Usaha Pangan Asal Hewan. Tata cara tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pelaku usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan melampirkan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis,
2. Kepala Dinas Propinsi setelah menerima permohonan NKV secara lengkap,
selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya
permohonan tersebut telah selesai melakukan pemeriksaan persyaratan,
3. Apabila permohonan belum memenuhi persyaratan, pemohon diminta untuk
melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud,
4. Apabila permohonan sudah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Propinsi
memberitahukan kepada pemohon bahwa akan dilakukan penilaian di unit usaha
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak terpenuhinya persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis,
5. Penilaian pemenuhan persyaratan unit usaha dilakukan oleh Tim Auditor NKV
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur. Tim Auditor
NKV terdiri dari 1 (satu) orang Ketua yang berpendidikan dokter hewan dan 2
(dua) orang Anggota. Tim Auditor mempunyai tugas menilai pemenuhan
persyaratan higiene-sanitasi suatu unit usaha pangan asal hewan sesuai pedoman
yang ditetapkan dan menggunakan daftar penilaian (audit check list),
6. Berdasarkan rekomendasi Tim Auditor Kepala Dinas Propinsi dapat menyetujui
atau menunda penerbitan NKV sampai dipenuhinya tindakan koreksi dimaksud
oleh pemohon atau menolak penerbitan NKV,
7. Apabila telah disetujui dan telah dipenuhinya tindakan koreksi, Kepala Dinas
Propinsi paling lambat dalam waktu 14 hari kerja menerbitkan NKV dalam
bentuk sertifikat dan keterangan hasil penilaian kepada pelaku usaha,
8. Apabila ditolak, Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 hari kerja
menolak penerbitan NKV dengan disertai alasan penolakan,
9. Kepala Dinas Propinsi menyampaikan salinan sertifikat dan keterangan hasil
penilaian kepada Direktur Jenderal Peternakan paling lambat dalam waktu 14
hari kerja setelah penerbitan NKV.
17
Masa berlaku NKV adalah selama unit usaha melakukan kegiatan proses
produksi, penanganan dan/atau pengolahan sepanjang masih memenuhi
persyaratan. Perubahan NKV dilakukan apabila terjadi perubahan pengelola usaha
dan nama unit usaha. Perubahan lokasi tempat usaha sepanjang masih berada dalam
wilayah propinsi yang sama wajib memperoleh NKV baru. Perubahan NKV
dilakukan berdasarkan permohonan pengelola unit usaha kepada Kepala Dinas
Propinsi dan selanjutnya diproses sesuai dengan tata cara memperoleh NKV baru.
NKV dapat dicabut oleh Kepala Dinas Propinsi karena alasan sebagai berikut.
1. Permintaan pemohon,
2. Tidak lagi memenuhi persyaratan administasi dan persyaratan teknis NKV,
3. Ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan proses produksi, penanganan,
dan/atau pengolahan,
4. Unit usaha tidak lagi melakukan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan
berturut-turut,
5. Unit usaha dinyatakan pailit,
6. Berpindahnya lokasi unit usaha ke wilayah propinsi yang berbeda, dan
7. Adanya rekomendasi dari Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan hasil
verifikasi dan surveilans Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan.
Pencabutan NKV dengan alasan tersebut dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut selang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Peringatan tersebut didasarkan pada laporan tertulis yang dibuat oleh Tim Auditor
yang melakukan surveilans.
DAFTAR PUSTAKA
Keterangan
Kriteria
√ ×
Persyaratan Lokasi
Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang √
(RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau
Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).
Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta √
letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak
menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.
Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di √
daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan
kontaminan lainnya.
Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk √
pengembangan rumah pemotongan hewan.
Persyaratan Sarana
Sarana jalan yang baik menuju Rumah Pemotongan Hewan √
yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan
kendaraan daging.
Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01- √
0220-1987.
Persediaan air yang minimum harus disediakan, yaitu: √
- Sapi, kerbau, kuda, dan hewan yang setara beratnya:
1000 Liter/ekor/hari
- Kambing, domba, dan hewan yang setara beratnya: 100
Liter/ekor/hari
- Babi: 450 Liter/ekor/hari.
Sumber tenaga listrik yang cukup √
Sebaiknya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau ×
air panas (suhu 80 °C)
- Rumah jaga √
- Gardu listrik √
- Menara air √
Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus dipagar √
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah keluar masuknya
orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain hewan
potong. Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari pintu
keluar daging.
Kompleks Rumah Pemotongan hewan babi harus dipisahkan √
dengan kompleks Rumah Pemotongan Hewan lain dengan
jarak yang cukup jauh atau dibatasi dengan tinggi pagar
minimal 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok
serta terletak di tempat yang lebih rendah daripada Rumah
Pemotongan Hewan lain.
Kendaraan pengangkut daging harus dimiliki oleh Rumah √
Pemotongan Hewan.
Rumah Pemotongan Hewan seyogyanya dilengkapi dengan:
- Ruang pendingin (chilling room) atau ruang pelayuan √
- Ruang pembeku √
- Ruang pembagian karkas (meat cutting room) dan √
pengemasan
- Laboratorium √
Sistem saluran pembuangan limbah cair:
- Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup √
besar, didesain agar aliran limbah mengalir dengan
lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah,
mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang
tikus dan rodensia lainnya. Saluran pembuangan
dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi dan
dibersihkan.
- Di dalam kompleks rumah pemotongan hewan, sistem √
saluran pembuangan limbah cair harus selalu tertutup
agar tidak menimbulkan bau.
- Di dalam bangunan utama, sistem saluran pembuangan √
limbah cair terbuka dan dilengkapi dengan grill yang
mudah dibuka-tutup, terbuat dari bahan yang kuat dan
tidak mudah korosif.
Bangunan utama Rumah Pemotongan Hewan terdiri dari:
- Daerah kotor:
Tempat pemingsanan, tempat pemotongan, dan tempat √
pengeluaran
Tempat penyelesaian proses penyembelihan √
(pemisahan kepala, keempat kaki sampai tarsus dan
karpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut)
Ruang untuk jeroan ×
Ruang untuk kepala dan kaki ×
Ruang untuk kulit √
21
Persyaratan Peralatan
seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah √
Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi serta mudah
dirawat.
Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus √
terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif,
mudah dibersihkan, dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel √
(railing system) dan alat penggantung karkas yang didisain
khusus dan disesuaikan dengan alur proses untuk
mempermudah proses pemotongan dan menjaga agar karkas
tidak menyentuh lantai dan dinding.
Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa ×
agar tangan tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci
tangan, dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti
lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering
mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka
disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan
dengan menggunakan kaki.
Sarana untuk mencuci tangan disediakan di setiap tahap proses ×
pemotongan dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau,
di tempat penurunan ternak hidup, kantor administrasi dan
kantor dokter hewan, ruang istirahat pegawai, dan/atau kantin
serta kamar mandi/WC.
Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana ×
untuk mencuci tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang
dilengkapi sabun, desinfektan, dan sikat sepatu.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih √
harus berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor,
misalnya pisau untuk penyembelihan tidak boleh digunakan
untuk pengerjaan karkas.
Ruang untuk jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan ×
untuk pengeluaran isi jeroan, pencucian jeroan, dan dilengkapi
alat penggantung hati, paru, limpa, dan jantung.
25
Laboratorium
Letak laboratorium berdekatan dengan kantor dokter hewan √
Konstruksi bangunan laboratorium harus memenuhi
persyaratan:
- Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari √
bahan yang kuat, kedap air, tidak mudah korosif, tidak
toksik, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi, serta
mudah perawatannya
28
Lantai:
- Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah √
korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
- Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak √
ada celah atau lubang
Langit-langit:
- Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi √
kotoran dan kondensasi dalam ruangan
- Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan √
yang kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah
dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau celah
terbuka pada langit-langit
Laboratorium didisain agar tidak dapat dimasuki tikus atau √
rodensia lain, serangga, dan burung.
Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan √
kesehatan dan keselamatan kerja.
Tata ruang didisain agar dapat menunjang pemeriksaan √
laboratorium.
Penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 √
luks. Lampu harus diberi pelindung.
Ventilasi di dalam ruang harus baik. √
Laboratorium dilengkapi dengan sarana pencuci tangan yang ×
dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang
senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering mekanik. Jika
menggunakan tissue, maka disediakan pula tempat sampah
tertutup yang dioperasikan menggunakan kaki.
Laboratorium dilengkapi dengan meja yang bagian √
permukaannya terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi, serta mudah
perawatannya.