Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung asam
amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan protein pada
daging sapi per 100 gram yaitu 22% lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam
dan domba yaitu 21% (Lukman et al. 2009). Badan Pusat Statistik (2014)
menyatakan bahwa di Indonesia konsumsi daging sapi rata-rata per kapita per
minggu pada tahun 2014 sebesar 0.005 kg dan untuk daging ayam sebesar 0.086
kg. Pangan asal hewan wajib memenuhi aspek aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
untuk memenuhi dan menjaga keamanan pangan asal hewan khususnya daging,
sehingga perlu pengawasan bahan pangan agar layak untuk dikonsumsi serta
menjamin keamanan pangan dari kemungkinan penularan penyakit zoonotik atau
keracunan makanan (foodborne infection dan foodborne intoxication).
Konsumsi daging, baik daging ruminansia dan daging unggas oleh
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi
sehingga memicu terjadinya peningkatan permintaan masyarakat terhadap daging.
Kota Depok merupakan wilayah dengan luas sekitar 200.3 km2 yang mengalami
perkembangan pesat. Jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 2 033 508 jiwa
dengan tingkat kepadatan mencapai 10 225 jiwa/km2 dan merupakan wilayah
perbatasan Ibukota Jakarta. Kota Depok memiliki masalah kependudukan akibat
tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi (Portal Resmi Pemerintah Kota
Depok 2015). Secara langsung maupun tidak langsung, kondisi ini dapat
memengaruhi ketersediaan pasokan daging sebagai salah satu bahan pangan yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Rumah potong hewan ruminansia (RPH-R) dan rumah potong hewan unggas
(RPH-U) merupakan salah satu fasilitas yang digunakan untuk pengawasan produk
asal hewan, khususnya daging. Menurut SNI 01-6159-1999, rumah potong hewan
(RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu yang digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan bagi konsumsi manusia (BSN 1999).
Secara umum RPH-R dan RPH-U memiliki fungsi sebagai tempat
pemotongan hewan yang higienis, tempat melaksanakan pemeriksaan antemortem
dan postmortem untuk mencegah foodborne disease, tempat pengawasan penyakit
hewan menular, dan sebagai sumber pendapatan daerah. Penanganan daging yang
higienis di RPH-R dan RPH-U harus memenuhi aspek kesejahteraan hewan,
dimulai dari pencegahan stres pada hewan sebelum dilakukan pemotongan. Stres
yang tinggi diketahui dapat menyebabkan penurunan kualitas daging dan masa
simpan (Lukman et al. 2009).
Daging yang ASUH tidak hanya diperoleh dari proses pemotongan daging di
RPH yang memiliki fasilitas yang baik, namun juga ditunjang dengan sumber daya
manusia maupun manajemen RPH-R dan RPH-U yang baik pula. Perlu adanya
evaluasi dan pengawasan oleh pihak-pihak terkait khususnya dokter hewan untuk
meningkatkan kualitas kinerja RPH-R dan RPH-U sebagai upaya mendapatkan
daging yang memenuhi syarat ASUH.
2

Tujuan

Kegiatan praktik RPH-R dan RPH-U bertujuan meningkatkan pengetahuan


mahasiswa PPDH FKH IPB dalam melakukan pemeriksaan antemortem dan
postmortem, tata laksana penerapan higiene dan sanitasi, pemantauan dan
penerapan kesejahteraan hewan, serta pengawasan pemotongan hewan betina
produktif di RPH-R dan RPH-U.

Manfaat

Kegiatan praktik RPH-R dan RPH-U bermanfaat bagi mahasiswa PPDH FKH
IPB dalam memahami standar-standar SNI yang ditetapkan untuk RPH-R dan
RPH-U khususnya mengenai penyediaan pangan asal hewan yang ASUH, mampu
menganalisa dan menangani kasus-kasus yang terjadi di RPH-R dan RPH-U, serta
mengetahui tugas dan pelayanan dokter hewan di Dinas Pertanian dan Perikanan
Kota Depok.

Waktu dan Tempat Kegiatan

Kegiatan praktik RPH-R dan RPH-U bermanfaat bagi mahasiswa PPDH FKH
IPB dalam memahami standar-standar SNI yang ditetapkan untuk RPH-R dan
RPH-U khususnya mengenai penyediaan pangan asal hewan yang ASUH, mampu
menganalisa dan menangani kasus-kasus yang terjadi di RPH-R dan RPH-U, serta
mengetahui tugas dan pelayanan dokter hewan di Dinas Pertanian dan Perikanan
Kota Depok.

RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA (RPH-R) TAPOS

Gambaran Umum

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Pasal 4 Tahun 2010, RPH-R


Tapos merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman,
sehat, utuh, dan halal (ASUH). Fungsi yang lain yaitu sebagai sarana untuk
melaksanakan pemotongan secara benar, pemeriksaan kesehatan hewan sebelum
dipotong dan pemeriksaan karkas dan jeroan, serta pemantauan dan pemetaan
penyakit hewan dan zoonosis. Rumah potong hewan milik pemerintah bertujuan
menyediakan tempat dan jasa bagi para pengusaha yang akan melakukan
pemotongan hewan. Tenaga kerja di RPH-R Tapos berjumlah sekitar 50 orang yang
meliputi tenaga medis, administrasi, produksi, kebersihan, dan keamanan. Kegiatan
pemotongan hewan di RPH-R Tapos tidak hanya dilakukan oleh pegawai RPH-R
Tapos, tetapi juga dilakukan oleh pegawai-pegawai dari pihak beberapa pengusaha
sapi.
RPH-R Tapos telah aktif secara fungsional sejak Maret 2010. Kegiatan yang
dilakukan di RPH-R Tapos Kota Depok adalah pemotongan sapi dengan kapasitas
produksi kandang yang tersedia sebesar 200 ekor/hari dengan produksi rata-rata 20
3

sampai 30 ekor/hari. Kegiatan pemotongan di RPH-R mulai dilakukan pada pukul


20.00 sampai 02.00 WIB. Kegiatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan antemortem
pada sapi di kandang penampungan, pemotongan sapi dan pemeriksaan
postmortem, pemisahan daging dan jeroan, serta penimbangan dan pendistribusian
daging sapi.
Pihak RPH-R juga melakukan pencatatan terhadap sapi-sapi yang baru
didatangkan pada buku catatan dan mempersiapkan kandang sesuai kebutuhan.
Distribusi daging dari RPH-R menggunakan kendaraan yang disediakan oleh dinas
sebagai sarana transportasi untuk pengangkutan sapi ke pedagang, namun
umumnya para pedagang lebih sering menggunakan mobil pribadi. Sapi yang
dipotong di RPH-R Tapos berasal dari Bali (ras Bali) dan impor dari Australia
(Brahman cross). Sapi yang akan dipotong didatangkan dan dikelola oleh
pengusaha sapi dan pedagang daging. Pihak RPH-R bertugas sebagai pemeriksa
kesehatan hewan sebelum dan sesudah pemotongan. Pemotongan satu ekor sapi
dikenakan biaya sebesar Rp40 000.
RPH-R Tapos telah memiliki izin operasional berupa Surat Keputusan
Pembentukan RPH-R yang dikeluarkan oleh Wali Kota Depok Nomor 58 Tahun
2004 tentang pembentukan, susunan organisasi, tugas pokok dan fungsi unit
pelaksanaan teknis daerah rumah pemotongan hewan pada Dinas Pertanian Kota
Depok. Sertifikat halal sudah dimiliki oleh RPH-R Tapos sejak tahun 2015, namun
RPH-R Tapos belum memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

Penerapan Higiene dan Sanitasi

Kondisi higiene dan sanitasi secara umum RPH-R Tapos masih terdapat
kekurangan. Rumah potong hewan ruminansia Tapos belum dilengkapi dengan
fasilitas bak celup di pintu masuk ke bagian jeroan, pemotongan belum dilengkapi
dengan fasilitas cuci tangan dengan sabun, serta tidak ada ruang ganti dan loker
bagi pegawai. Pengasah pisau dimasukkan ke dalam sepatu boot. Hal tersebut
memungkinkan mikroorganisme dari bagian tubuh dapat berpindah ke alat yang
digunakan untuk pemotongan hewan. Fasilitas di RPH-R Tapos memiliki
pemisahan ruang yang jelas secara fisik antara daerah kotor dan daerah bersih,
namun masih terlihat adanya pertukaran karyawan pada kedua daerah tersebut.
Rumah potong hewan ruminansia Tapos juga dilengkapi dengan sistem rel dan alat
penggantung untuk karkas di dalam bangunan utama RPH-R, namun terkadang
karkas yang digantung masih bersentuhan dengan lantai dan dinding tempat
pemotongan. Kondisi langit-langit bangunan yang memiliki celah yang
menyebabkan air hujan masuk ke dalam tempat pemotongan karkas. Genangan air
ketika hujan juga masih terlihat pada ruangan pembersihan kulit dan jeroan hijau.
Genangan air tersebut berasal dari saluran pembuangan air yang meluap saat hujan.
Higiene personal pekerja RPH-R Tapos juga masih terdapat kekurangan.
Pekerja yang terlibat langsung dengan karkas sudah mengenakan pakaian khusus
yang bersih dan sudah ada yang memakai apron, namun belum dilengkapi dengan
masker, tutup kepala, dan sarung tangan. Kondisi ini dapat menjadi sumber utama
pencemaran pada daging. Higiene dan sanitasi juga masih kurang diperhatikan di
tempat penanganan karkas dan proses transportasi karkas dan daging.
4

Pemeriksaan Antemortem

Pemeriksaan antemortem di RPH-R Tapos dilakukan setiap dua kali sehari,


pada pagi hari pukul 09.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Pemeriksaan
antemortem dilakukan secara berkelompok di kandang penampungan saat hewan
diistirahatkan sekitar 12 sampai 24 jam sebelum disembelih. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara inspeksi, seperti pemeriksaan lubang kumlah dan cermin
hidung, nafsu makan, dan respon hewan terhadap kondisi sekitar. Jumlah sapi yang
dipotong setiap hari berbeda-beda. Jumlah tersebut tergantung dari permintaan
pedagang yang dipengaruhi oleh permintaan konsumen. Sebagian besar sapi yang
dipotong selama mahasiswa PPDH mengikuti kegiatan praktik RPH-R adalah sapi
impor dari Austalia (Brahman Cross). Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R
Tapos disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan antemortem di RPH-R Tapos


Hari, Jenis/ras Jenis Asal Jumlah Keputusan
Kelainan
Tanggal hewan kelamin hewan (ekor) pemeriksaan
Senin, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 24 TAK Layak
22/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 9 TAK Layak
disembelih
Selasa, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 15 TAK Layak
23/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 7 TAK Layak
disembelih
Rabu, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 21 TAK Layak
24/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 7 TAK Layak
disembelih
Kamis, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 26 TAK Layak
25/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 10 TAK Layak
disembelih
Sapi/Limosin ♂ Australia 1 TAK Layak
disembelih
Jumat, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 27 TAK Layak
26/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 9 Luka di Layak
mata, disembelih
hidung, dan
kaki (tali
kekang)
Sabtu, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 52 Luka pada Layak
27/02/2016 Cross palpabrae (1 disembelih
ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 16 Luka pada Layak
mata (1 disembelih
ekor)
Minggu, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 47 TAK Layak
28/02/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 4 TAK Layak
disembelih
5

Hari, Jenis/ras Jenis Asal Jumlah Keputusan


Kelainan
Tanggal hewan kelamin hewan (ekor) pemeriksaan
Senin, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 44 Eksudat Layak
29/02/2016 Cross pada nasal disembelih
(1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 10 TAK Layak
disembelih
Selasa, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 43 TAK Layak
01/03/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 8 TAK Layak
disembelih
Rabu, Sapi/Brahman ♂ dan ♀ Australia 40 TAK Layak
02/03/2016 Cross disembelih
Sapi/lokal ♂ Bali 10 Prolaps Layak
bulbi (1 disembelih
ekor)
Keterangan: TAK = tidak ada kelainan

Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong


sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang (Kementan
Nomor 13/Permentan/OT.104/1/2010). Hasil pemeriksaan antemortem selama
kegiatan praktik di RPH-R Tapos menunjukkan bahwa kondisi kesehatan sapi
secara umum dalam keadaan baik sehingga layak untuk dipotong.

Pemeriksaan Postmortem

Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala, dan


karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang (SNI
01-6159-1999). Hasil pemeriksaan postmortem ditemukan lumuran darah pada
beberapa bagian di paru-paru. Selain itu, ditemukan juga paru-paru yang
mengalami hepatisasi dan antrakosis sehingga terjadi peradangan. Terdapat lesio
perkejuan, infeksi parasit Fasciola gigantica (fasciolosis), dan abses ditemukan
pada hati serta akumulasi eksudat suppurativa (abses) ditemukan pada limpa.
Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan organ tersebut layak dikonsumsi
atau harus diafkir. Hasil pemeriksaan postmortem sapi di RPH-R Tapos disajikan
pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan postmortem sapi di RPH-R Tapos


Hari, Jenis/ras Jenis Asal Jumlah Keputusan
Kelainan
tanggal hewan kelamin sapi (ekor) pemeriksaan
Senin, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 24 Abses hati Pengafkiran
22/02/2016 Cross ♀ dan limpa organ hati dan
(1 ekor) limpa
Sapi/lokal ♂ Bali 9 TAK Layak konsumsi
Selasa, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 15 Hepatisasi Layak konsumsi
23/02/2016 Cross ♀ paru-paru,
antrakosis
Sapi/lokal ♂ Bali 7 TAK Layak konsumsi
6

Hari, Jenis/ras Jenis Asal Jumlah Keputusan


Kelainan
tanggal hewan kelamin sapi (ekor) pemeriksaan
Rabu, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 21 Abses hati Pengafkiran
24/02/2016 Cross ♀ dan limpa organ limpa dan
(1 ekor), hati
antrakosis
(1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 7 TAK Layak konsumsi
Kamis, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 26 Antrakosis Layak konsumsi
25/02/2016 Cross ♀ (2 ekor)
Hepatitis
(1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 10 TAK Layak konsumsi
Sapi/Limosin ♂ Australia 1 TAK Layak konsumsi
Jumat, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 27 Antrakosis Layak konsumsi
26/02/2016 Cross ♀ (1 ekor)
Emfisema
(1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 9 Emfisema Layak konsumsi
(2 ekor)
Antrakosis
(1 ekor)
Sabtu, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 52 Antrakosis Layak konsumsi
27/02/2016 Cross ♀ (5 ekor)
Abses hati
(1 ekor)
Emfisema
(5 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 16 TAK Layak konsumsi
Minggu, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 47 Antrakosis Layak konsumsi
28/02/2016 Cross ♀ (2 ekor)
Fasciolosis
(1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 4 TAK Layak konsumsi
Senin, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 44 Antrakosis Layak konsumsi
29/02/2016 Cross ♀ (2 ekor)
Emfisema
(3 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 10 TAK Layak konsumsi
Selasa, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 43 Abses Hati Layak konsumsi
01/03/2016 Cross ♀ (1 ekor)
Sapi/lokal ♂ Bali 8 TAK Layak konsumsi
Rabu, Sapi/Brahman ♂ dan Australia 40 TAK Layak konsumsi
02/03/2016 Cross ♀
Sapi/lokal ♂ Bali 10 TAK Layak konsumsi
Keterangan: TAK = tidak ada kelainan

Penerapan Kesejahteraan Hewan

Proses penurunan hewan dari truk pengangkut, kondisi kandang


penampungan, pengistirahatan, kesediaan pakan dan minum, serta proses
penyembelihan yang dilakukan dengan tepat merupakan aspek kesejahteraan
hewan (kesrawan) yang dapat ditinjau dari suatu RPH-R. Jika dinilai berdasarkan
7

kandang penampungan dan istirahat hewan, RPH-R Tapos memiliki kandang


penampungan yang kapasitasnya cukup memenuhi standar.
Proses penyembelihan di RPH-R Tapos dilakukan dengan penerapan syariat
Islam (kehalalan) dan kesejahteraan hewan. Proses penyembelihan dengan
pemingsanan (stunning) dan tanpa pemingsanan (non-stunning) merupakan dua
cara yang dilakukan di RPH-R Tapos. Penyembelihan yang dilakukan tanpa
pemingsanan, secara langsung sapi dimasukkan ke dalam restraining box tipe
hidrolik (Gambar 2), kemudian direbahkan dan disembelih menggunakan pisau
yang tajam. Penyembelihan dengan cara ini dilakukan umumnya pada sapi lokal.
Sapi impor seperti ras Brahman Cross asal Australia dimasukan ke dalam
restraining box tipe Mark IV dan disembelih dengan metode penyembelihan
dengan pemingsanan. Berdasarkan praktik di lapangan, proses penyembelihan
dengan pemingsanan secara mekanis tidak mengandung unsur kesejahteraan hewan
karena dapat menembus tempurung kepala dan mengenai otak. Metode
penyembelihan dengan pemingsanan yang dilakukan di RPH-R Tapos dengan
menembakkan peluru pada bagian frontal tempurung kepala sapi menggunakan
captive bolt pistol. Penembakan dilakukan sebanyak satu kali saat dilakukan
penyembelihan dengan pemingsanan. Posisi target pada kepala sapi disajikan pada
Gambar 1.

Gambar 1 Posisi target pemingsanan dengan captive bolt pistol (PISC 2004)

Menurut Whittington dan Hewitt (2009), terdapat tiga jenis restraining box
tipe Mark pada pemotongan sapi dengan metode stunning, yaitu I, II, dan III. Setiap
restraining box memiliki kelebihan masing-masing yang bertujuan untuk
memanipulasi perilaku melarikan diri yang alami yang dimiliki setiap hewan dan
membantu dalam upaya proses restraining. Pada proses memasukkan hingga
restrain sapi ke Mark I, dibantu dengan menggunakan tali oleh petugas restrain.
Mark II merupakan bentuk peningkatan dari model Mark I dengan adanya dinding
yang dapat menahan dan membantu robohnya sapi. Mark III memiliki kelebihan
dengan adanya dinding jepit pada sisi kanan dan kiri sapi untuk membantu proses
restrain.
Menurut Australian Chief Veterinary Officer (2013), terdapat jenis
restraining box tipe Mark IV. Tipe tersebut dikembangkan sebagai fasilitas
penyembelihan sapi Australia yang sudah dipelihara di Indonesia, termasuk sapi-
sapi lokal Indonesia. Penggunaan restraining box tipe Mark IV dinilai telah sesuai
dengan ketentuan OIE pada Kode OIE-Bab 7.5 tentang penyembelihan hewan. Hal
tersebut menjadi alternatif terbaik dalam pemilihan restraining box. Restraining
8

box tipe Mark IV pada pemotongan sapi impor di RPH-R Tapos disajikan pada
Gambar 3.

Gambar 2 Restraining box tipe hidrolik pada pemotongan sapi lokal di RPH-R
Tapos

Gambar 3 Restraining box tipe Mark IV pada pemotongan sapi lokal di RPH-R
Tapos

Pengendalian Pemotongan Hewan Betina Produktif

Hasil pengawasan terhadap pemotongan hewan betina produktif di RPH-R


Tapos yaitu tidak ditemukan adanya pemotongan hewan betina produktif. Ternak
yang dipotong di RPH-R Tapos didominasi oleh ternak jantan. Sapi betina yang
dipotong di RPH-R Tapos merupakan sapi impor afkir asal Australia yang telah
melewati pemeriksaaan alat reproduksi terlebih dahulu. Pengendalian ternak
ruminansia betina produktif diatur dalam Permentan Nomor
35/permentan/OT.140/7/2011. Sapi betina produktif dilarang untuk dipotong
karena organ reproduksinya masih berfungsi secara normal dan dapat beranak.
Betina produktif merupakan ternak ruminansia besar yang melahirkan kurang dari
5 kali atau berumur di bawah 8 tahun dan ternak ruminansia kecil yang melahirkan
kurang dari 5 kali atau berumur dibawah 4 tahun 6 bulan, tidak cacat fisik, organ
reproduksi normal, dan atau tidak cacat permanen serta memenuhi persyaratan
kesehatan hewan. Kegiatan pemotongan sapi betina lokal produktif tidak pernah
dilakukan di RPH-R Tapos. Pengawasan pemotongan betina produktif ini harus
9

lebih diperketat dan dilakukan sosialisasi kepada pemilik sapi karena pentingnya
hewan betina produktif agar populasi sapi yang ada di Indonesia semakin
bertambah.

RUMAH PEMOTONGAN HEWAN UNGGAS (RPH-U) TAPOS

Gambaran Umum

Rumah potong hewan Unggas (RPH-U) Tapos melakukan pemotongan


sekitar 1000 sampai 2000 ekor setiap pemotongan. Proses produksi di RPU ini
meliputi penurunan, penyembelihan, processing, dan seleksi. Produk yang
dihasilkan RPH-U tersebut meliputi karkas utuh dan jeroan. Sarana yang harus
dimiliki oleh RPH-U di antaranya adalah jalan yang baik yang dapat dilalui
kendaraan pengangkut unggas hidup dan daging unggas, tenaga listrik yang
memadai, memiliki persediaan air bertekanan 1.05 kg/cm2 (15 psi), serta fasilitas
air panas dengan suhu minimal 82 oC. Sumber air harus sesuai dengan SNI 01-
0220-1987 yaitu 25−35 liter/ekor/hari. Rumah potong hewan Unggas Tapos telah
memiliki sumber air dan listrik yang cukup serta sarana jalan yang baik.
Secara umum, komplek RPH-U menurut SNI 01-6160-1999 harus memiliki
bangunan utama, tempat penurunan unggas hidup, kantor tempat istirahat pegawai,
ruang ganti pakaian dan loker, kamar mandi dan toilet, sarana penanganan limbah,
insinerator, tempat parkir, rumah jaga, menara air, dan gardu listrik. Pintu masuk
unggas hidup dengan pintu keluar daging unggas terpisah agar tidak timbul
kontaminasi, harus dilengkapi dengan ruang pembekuan cepat (blast freezer), ruang
penyimpanan beku (cold storage), ruang pengolahan daging unggas, dan
laboratorium. Fasilitas yang terdapat di RPH-U Tapos hanya menunjang kegiatan
operasional pemotongan unggas berupa bangunan utama, tempat penurunan unggas
hidup, sarana penanganan limbah, tempat parkir, menara air, dan gardu listrik.
Sarana penanganan limbah RPH-U Tapos mengikuti penanganan limbah pada
RPH-R Tapos yaitu dengan menggunakan sistem ozonisasi. Fasilitas insenerator
belum terdapat di RPH-U Tapos.

Asal Ayam
Ayam yang dipotong di RPH-U Tapos berasal dari beberapa perusahaan
lokal, salah satunya D’Besto®. Ayam yang dipotong di RPH-U tapos juga berasal
dari kerja sama peternak lokal yang berada di wilayah Jawa, Cianjur, Purbalingga,
dan Cibitung. Manajemen pemeliharaan, kesehatan ayam, penyembelihan hingga
pengemasan dilakukan oleh pihak perusahaan. Pengguna jasa mengikuti aturan
penggunaan fasilitas pemotongan unggas yang telah ditetapkan oleh pihak RPH-U
Tapos.

Transportasi Hewan Menuju RPH-U Tapos


Transportasi yang digunakan untuk mengangkut unggas menuju RPH-U
Tapos dilakukan dengan truk bak terbuka. Jadwal pemotongan unggas di RPH-U
Tapos dilakukan tanpa jadwal yang tetap. Proses pemotongan ayam dilakukan
10

berdasarkan waktu kedatangan ayam yang telah dikomunikasikan sebelumnya


antara pihak pengusaha dengan pihak RPH-U Tapos.

Proses Penanganan Ayam di RPH-U Tapos


Penanganan ayam di dalam RPH-U Tapos dibagi menjadi dua tempat, yaitu
ruang kotor dan ruang bersih. Penanganan ayam di ruang kotor dimulai dari
penimbangan ayam sampai pengeluaran jeroan. Penanganan karkas dalam ruang
bersih dimulai dari pencucian karkas sampai penyimpanan karkas segar. Ayam
yang baru datang ke RPH-U terlebih dahulu diistirahatkan selama 30 menit dan
disiram air untuk mengurangi stress akibat perjalanan. Ayam yang sudah
diistirahatkan selanjutnya ditimbang dan digantung pada rel berjalan dan dilakukan
pemotongan, pengeluaran darah, serta pencelupan dalam air panas pada scalding
tank. Proses pencabutan bulu dilakukan menggunakan mesin otomatis. Setelah
semua proses tersebut selesai, kemudian dilakukan pengeluaran jeroan di dalam
ruang kotor. Penanganan karkas yang sudah diproses dalam ruang kotor
dipindahkan ke ruang bersih. Selanjutnya dilakukan pencucian hingga
penyimpanan karkas segar. Alur proses penyembelihan hingga pengemasan ayam
di RPH-U Tapos disajikan pada Gambar 4.

Penurunan, penimbangan, dan


penggantungan

Pemingsanan, penyembelihan
(killing), dan pengeluaran darah Penyimpanan karkas segar
(cold storage)

Pencelupan air panas

Pengemasan
Pencabutan bulu (defeathering)

Pemotongan kepala dan


pengeluaran jeroan Seleksi (grading)

Pemisahan kaki dengan karkas

Pencucian karkas di air bersih


dan pencabutan bulu halus

Perendaman karkas di air dingin

DAERAH KOTOR DAERAH BERSIH

Gambar 4 Alur penyembelihan ayam di RPH-U Tapos


11

Penimbangan dan Penggantungan


Penimbangan dan penentuan bobot ayam dilakukan beserta keranjangnya.
Afkir hanya dilakukan pada ayam yang mati sebelum sampai di RPH-U Tapos.
Ayam yang sudah ditimbang selanjutnya dipindahkan ke tempat penggantungan.

Pemingsanan, Penyembelihan, dan Pengeluaran darah


Menurut Lukman et al. (2009), pemingsanan ayam bertujuan mengurangi
penderitaan hewan, memudahkan penyembelihan dan meningkatkan proses
pengeluaran darah (>45 % lebih banyak). Proses pemingsanan dilakukan dengan
mencelupkan ayam ke dalam air yang mengandung aliran listrik bertegangan 50
volt selama kurang lebih 5−10 detik. Ayam yang sudah pingsan selanjutnya
disembelih sesuai dengan syariat Islam untuk mendapatkan daging yang halal. Hal
yang harus diperhatikan pada proses penyembelihan adalah putusnya trakhea,
esofagus, vena, dan arteri sesuai dengan syariat agama Islam (Lukman et al. 2009).
Proses pengeluaran darah ayam yang ideal dilakukan selama 3−5 menit agar
darah keluar dengan sempurna. Pengeluaran darah yang dilakukan di bawah waktu
tersebut mengakibatkan pengeluaran darah tidak sempurna dan menimbulkan
kemerahan di leher, bahu, sayap serta kehitaman pada folikel bulu.

Pencelupan dengan Air Panas (Scalding)


Proses pencelupan dengan air panas bertujuan mempermudah pencabutan
bulu. Menurut Sams (2001) proses pencelupan dengan air panas dibagi menjadi dua
jenis, yaitu soft scalding dan hard scalding. Soft scalding dilakukan dengan
mencelupkan ayam pada suhu 53.5 oC selama 120 detik. Hard scalding dilakukan
pada suhu 62−64 oC selama 45 menit. Pencelupan karkas di RPH-U Tapos
menggunakan hard scalding.

Pencabutan Bulu (Defeathering)


Pencabutan bulu dilakukan secara otomatis dengan mesin dan manual oleh
karyawan perusahaan pengguna RPH-U Tapos. Pencabutan bulu menggunakan
mesin otomatis yang hanya efektif untuk bulu bagian dada dan ekor, sedangkan
bagian lain yang tidak dapat dijangkau mesin dilakukan oleh karyawan. Pencabutan
bulu halus yang masih menempel pada ayam dilakukan dengan pencabutan manual
oleh karyawan. Ayam tersebut direndam ke dalam bak yang berisi air dan balok es.
Menurut United States Department of Agriculture (1999), proses perendaman
karkas pada balok es (chilling) merupakan salah satu critical control point (CCP)
yang harus diperhatikan karena memungkinkan terjadinya proliferasi dan
kontaminasi silang patogen. Temperatur pada saat proses perendaman tersebut
disarankan berada pada suhu 4 oC dan harus dilakukan 4 jam setelah penyembelihan
unggas. Proses chilling di RPH-U Tapos sudah sesuai dengan kriteria CCP.

Pengeluaran Jeroan (Eviserasi)


Eviserasi merupakan proses yang masuk ke dalam kriteria CCP untuk
mencegah adanya kontaminasi fisik antara material feses dengan karkas serta
adanya potensi kontaminasi patogen (United States Department of Agriculture
1999). Proses eviserasi di RPH-U Tapos dipisahkan oleh karyawan berdasarkan
jenis organ. Jeroan yang dikeluarkan adalah hati, jantung, ampela, usus, paru-paru,
dan ginjal. Masing-masing jeroan yang sudah dipisahkan berdasarkan jenisnya
12

dikumpulkan ke dalam wadah berisi air dan organ sejenis dari ayam lain di bawah
sistem rel. Pengemasan dilakukan secara terpisah dari karkas.

Seleksi (Grading), Pengemasan, dan Penyimpanan Karkas


Ayam yang sudah melewati proses di ruang kotor selanjutnya diproses di
ruang bersih untuk dilakukan pengemasan karkas. Selanjutnya dilakukan pemilihan
karkas yang diseleksi berdasarkan bentuk dan kebersihan karkas dengan sistem
grade. Seleksi ayam dibedakan menjadi dua, yaitu grade A dan grade B. Grade A
dinilai apabila ayam tidak ada perubahan bentuk pertulangan vertebrae dan
ekstremitas, tidak mempunyai bekas memar, tidak terlihat adanya sayatan pada
kulit karkas serta tidak ditemukan daerah keriput pada daging. Setelah dilakukan
grading berdasarkan bentuk dan kebersihan, selanjutnya seleksi dilakukan dengan
penimbangan. Seleksi yang dilakukan di RPH-U Tapos berdasarkan permintaan
dari pengguna jasa. Karkas yang sudah dilakukan seleksi disimpan dalam cold
storage pada suhu -18 oC sampai dikirim ke gudang pemasaran.

Penerapan Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan,


serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan.
Sanitasi asal hewan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan pertumbuhan
dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan,
minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan
membahayakan kesehatan manusia (Permentan Nomor
381/Kpts/OT.140/10/2005). Higiene dan sanitasi merupakan suatu upaya untuk
menjaga kesehatan masyarakat. Penerapan higiene dan sanitasi unggas diatur dalam
Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6160-1999 tentang Rumah Potong Unggas.
Sistem biosafety, biosecurity, dan tindakan higiene personal karyawan yang
bekerja di dalam RPH-U Tapos belum diterapkan dengan baik. Beberapa pegawai
tidak menggunakan seragam khusus, apron, masker, dan penutup kepala. Saat
dilakukan pemotongan unggas, petugas tidak dilengkapi pelindung diri yang
lengkap, cuci tangan, dan foot dipping untuk menghasilkan karkas dan daging
unggas yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Akan tetapi, ruangan dan
peralatan dibersihkan setelah pemotongan sampai pengemasan karkas selesai.
Mobil berupa truk yang digunakan untuk mengangkut unggas hidup dan keranjang
ayam juga dibersihkan menggunakan air bersih sebelum meninggalkan kawasan
RPH-U.
Rumah potong hewan Unggas (RPH-U) Tapos telah memiliki ruang proses
yang terpisah antara daerah kotor dan daerah bersih. Daerah kotor terdiri atas
tempat penurunan (unloading), penggantungan unggas hidup, penyembelihan
(slaughtering), pencelupan di air panas (scalding tank), pencabutan bulu
(defeathering), pencucian karkas, pengeluaran jeroan (evisceration), dan
penanganan jeroan. Daerah bersih terdiri atas tempat pencucian karkas,
pendinginan karkas (chilling), seleksi (grading), pengemasan (packing), dan
penyimpanan karkas segar. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan SNI 01-6160-
1999.
13

Permukaan lantai pada RPH-U Tapos terlihat rata dan tidak bergelombang,
RPH-U Tapos memiliki bangunan yang dilengkapi pintu dan jendela/ventilasi.
Ventilasi udara di dalam bangunan berfungsi dengan baik. Fasilitas pencucian
tangan tidak didesain sedemikian rupa agar tangan tidak menyentuh kran dan tidak
tersedianya tissue dan pengering tangan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
kontaminasi silang pada kran dengan daging unggas.

Penerapan Kesejahteraan Hewan

Kesejahteraan hewan merupakan usaha yang dilakukan untuk memberikan


kenyamanan terhadap hewan. Lima aspek yang perlu dipenuhi sebagai indikator
kesejahteraan hewan yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa sakit,
cedera, dan penyakit; kebebasan dari rasa tidak nyaman; kebebasan untuk
mengekspresikan tingkah laku secara alamiah; dan kebebasan dari rasa takut dan
stres.
Penerapan kesejahteraan hewan pada di RPH-U Tapos dilakukan dengan
baik. Penyimpanan daging ayam selama dalam perjalanan diletakkan di dalam
kotak khusus untuk pengangkutan. Ayam yang telah berada di lokasi RPH-U
diistirahatkan selama kurang lebih 30 menit sebelum pemotongan.
RPH-U Tapos tidak memiliki sarana kandang rekondisi atau kandang
sementara, sehingga ayam tetap berada di dalam truk pengangkutan. Penyemprotan
air pada ayam dilakukan agar ayam tidak kepanasan dan mengurangi tingkat stres
sebelum pemotongan. Ayam yang siap dipotong akan digantung pada rel (katrol)
yang bergerak sesuai alur proses ke dalam ruang pemotongan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Mahasiswa PPDH FKH IPB telah melakukan pemeriksaan antemortem dan


postmortem, pengawasan manajemen, tata laksana pengelolaan pemantauan dan
penerapan kesejahteraan hewan serta penerapan higiene dan sanitasi di RPH-R dan
RPH-U Tapos. Fasilitas penunjang seperti laboratorium sudah tersedia, namun
belum beroperasi sehingga perlu diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan Permentan
No.13 Tahun 2010 Pasal 28 yang mempersyaratkan laboratorium di wilayah RPH
dan RPU.

Saran

Perlu adanya pelatihan secara berkesinambungan untuk pegawai RPH-R


maupun RPH-U mengenai higiene dan sanitasi serta pelatihan kehalalan
pemotongan hewan.
14

DAFTAR PUSTAKA

Australian Chief Veterinary Officer. 2013. Review of modified and copy Mark IV
type restraint boxes. Australia (AUS): Australian Government Department of
Agriculture, Fisheries, and Forestry.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Konsumsi rata-rata per kapita seminggu
beberapa macam bahan makanan penting 2007-2014 [Internet]. [diunduh
2016 Feb 24]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabel
Satatistik/view/id/950.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Pemotongan Hewan (SNI 01-6159-1999). Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Pemotongan Unggas (SNI 01-6160-1999). Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging
(Meat Cutting Plant) (Permentan Nomor 13/Permentan/OT.104/1/2010).
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif (Permentan Nomor
35/Permentan/OT.140/7/2011). Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2005. Peraturan Menteri Pertanian tentang
Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner FKH IPB.
[PISC] Primary Industries Standing Committee. 2004. Livestock (Including)Poultry
at Slaughter Establishment. Model Code of Practice for the Welfare of
Animal. Collingwood (AUS): CSIRO Publishing.
Portal Resmi Pemerintah Kota Depok. 2015. Profil Kota [Internet]. [diunduh
tanggal 2016 Feb 25]. Tersedia pada: http://www.depok.go.id/profil-kota/.
Sams AR. 2001. First processing: slaughter through chilling. Di dalam: Sams AR,
editor. Poultry Meat Processing. Boca Raton (US): CRC Pr.
[USDA] United States Department of Agriculture. 1999. Generic HACCP Model
for Beef Slaughter. Washington (US): United States Department of
Agriculture.
Whittington P, Hewitt L. 2009. Review of the mark I, II, and III cattle restraining
boxes. Meat & Livestock Australia Limited. North Sydney (AUS): Meat &
Livestock Australia.
15

Lampiran 1 Ruang lingkup peraturan tentang Nomor Kontrol Veteriner (NKV)


berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol
Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan

NOMOR KONTROL VETERINER (NKV)

Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau Sertifikat Kontrol Veteriner Unit


Usaha Pangan Asal Hewan merupakan sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah
telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan
keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.

Pelaku Usaha Pangan Asal Hewan yang Wajib Memiliki NKV

Setiap unit usaha pangan asal hewan wajib memiliki NKV dan harus
memenuhi persyaratan higiene-sanitasi untuk mendapatkan NKV. Pelaku usaha
pangan asal hewan yang wajib memiliki NKV adalah pelaku usaha dilakukan oleh
perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang berusaha di
bidang Rumah Pemotongan Hewan, Rumah Pemotongan Unggas, Rumah
Pemotongan Babi, usaha budidaya unggas petelur, usaha pemasukan (impor)/
pengeluaran (ekspor), usaha distribusi, usaha ritel, dan/atau usaha pengolahan
pangan asal hewan. Adapun pelaku usaha distribusi atau ritel pangan asal hewan
dapat berupa pelaku usaha yang mengelola gudang pendingin (cold storage), dan
toko/kios daging (meat shop); pelaku usaha yang mengelola unit pendingin susu
(milk cooling centre), dan gudang pendingin susu; serta pelaku usaha yang
mengemas dan melabel telur.

Persyaratan NKV

Terdapat dua jenis persyaratan dalam memperoleh NKV, yaitu persyaratan


administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
1. Memiliki Kartu Tanda Penduduk/Akte Pendirian,
2. Memiliki Surat Keterangan Domisili,
3. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
4. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan
5. Memiliki Surat Izin Hinder Ordonnantie (HO).
Sedangkan persyaratan teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya
Pengendalian Lingkungan (UPL) yang khusus dipersyaratkan bagi unit usaha
RPH, RPU, dan Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan,
2. Memiliki bangunan, prasarana, dan sarana usaha yang memenuhi persyaratan
teknis higiene-sanitasi,
16

3. Memiliki tenaga kerja teknis dan/atau penanggung jawab teknis yang


mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang Kesehatan Masyarakat
Veteriner,
4. Menerapkan proses penanganan dan/atau pengolahan yang higienis (Good
Hygienic Practices), dan
5. Menerapkan cara budi daya unggas petelur yang baik (Good Farming
Practices).
6. Usaha Rumah Pemotongan Hewan, Rumah Pemotongan Unggas, dan Rumah
Pemotongan Babi yang melakukan usaha pengeluaran daging dan/atau produk
olahan wajib memenuhi persyaratan teknis sesuai ketentuan SNI RPH (SNI 01-
6159-1999) dan SNI RPU (SNI 01-6160-1999).

Prosedur Pembuatan NKV

Terdapat tata cara yang mengatur untuk memperoleh NKV sesuai dengan
BAB IV Pasal 8, 9, 10 Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit
Usaha Pangan Asal Hewan. Tata cara tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pelaku usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan melampirkan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis,
2. Kepala Dinas Propinsi setelah menerima permohonan NKV secara lengkap,
selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya
permohonan tersebut telah selesai melakukan pemeriksaan persyaratan,
3. Apabila permohonan belum memenuhi persyaratan, pemohon diminta untuk
melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud,
4. Apabila permohonan sudah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Propinsi
memberitahukan kepada pemohon bahwa akan dilakukan penilaian di unit usaha
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak terpenuhinya persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis,
5. Penilaian pemenuhan persyaratan unit usaha dilakukan oleh Tim Auditor NKV
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur. Tim Auditor
NKV terdiri dari 1 (satu) orang Ketua yang berpendidikan dokter hewan dan 2
(dua) orang Anggota. Tim Auditor mempunyai tugas menilai pemenuhan
persyaratan higiene-sanitasi suatu unit usaha pangan asal hewan sesuai pedoman
yang ditetapkan dan menggunakan daftar penilaian (audit check list),
6. Berdasarkan rekomendasi Tim Auditor Kepala Dinas Propinsi dapat menyetujui
atau menunda penerbitan NKV sampai dipenuhinya tindakan koreksi dimaksud
oleh pemohon atau menolak penerbitan NKV,
7. Apabila telah disetujui dan telah dipenuhinya tindakan koreksi, Kepala Dinas
Propinsi paling lambat dalam waktu 14 hari kerja menerbitkan NKV dalam
bentuk sertifikat dan keterangan hasil penilaian kepada pelaku usaha,
8. Apabila ditolak, Kepala Dinas Propinsi paling lambat dalam waktu 14 hari kerja
menolak penerbitan NKV dengan disertai alasan penolakan,
9. Kepala Dinas Propinsi menyampaikan salinan sertifikat dan keterangan hasil
penilaian kepada Direktur Jenderal Peternakan paling lambat dalam waktu 14
hari kerja setelah penerbitan NKV.
17

Kewajiban Pencantuman NKV

Setiap pelaku usaha yang telah memperoleh NKV wajib mencantumkan


nomor yang tercantum pada NKV tersebut. Penulisan NKV terdiri dari rangkaian
angka yang menunjukkan jenis, lokasi, dan nomor urut registrasi unit usaha
bersangkutan. Adapun pencantuman NKV pada produk pangan asal hewan adalah
sebagai berikut.
1. Untuk daging diberikan stempel pada daging dan/atau label pada kemasannya,
2. Untuk telur diberikan stempel pada kerabang dan/atau label pada kemasannya,
3. Untuk susu diberikan label pada kemasannya.

Masa Berlaku, Perubahan, dan Pencabutan NKV

Masa berlaku NKV adalah selama unit usaha melakukan kegiatan proses
produksi, penanganan dan/atau pengolahan sepanjang masih memenuhi
persyaratan. Perubahan NKV dilakukan apabila terjadi perubahan pengelola usaha
dan nama unit usaha. Perubahan lokasi tempat usaha sepanjang masih berada dalam
wilayah propinsi yang sama wajib memperoleh NKV baru. Perubahan NKV
dilakukan berdasarkan permohonan pengelola unit usaha kepada Kepala Dinas
Propinsi dan selanjutnya diproses sesuai dengan tata cara memperoleh NKV baru.
NKV dapat dicabut oleh Kepala Dinas Propinsi karena alasan sebagai berikut.
1. Permintaan pemohon,
2. Tidak lagi memenuhi persyaratan administasi dan persyaratan teknis NKV,
3. Ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan proses produksi, penanganan,
dan/atau pengolahan,
4. Unit usaha tidak lagi melakukan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan
berturut-turut,
5. Unit usaha dinyatakan pailit,
6. Berpindahnya lokasi unit usaha ke wilayah propinsi yang berbeda, dan
7. Adanya rekomendasi dari Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan hasil
verifikasi dan surveilans Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan.
Pencabutan NKV dengan alasan tersebut dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut selang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Peringatan tersebut didasarkan pada laporan tertulis yang dibuat oleh Tim Auditor
yang melakukan surveilans.

DAFTAR PUSTAKA

[Kementan] Kementrian Pertanian. 2005. Peraturan Menteri Pertanian tentang


Pedoman Setifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan
(Permentan Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005). Jakarta (ID): Sekretariat
Negara.
18

Lampiran 2 Check List persyaratan administrasi dan persyaratan teknis Nomor


Kontrol Veteriner (NKV) serta persyaratan teknis NKV lain
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6159-1999)
tentang Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R) Tapos,
Kota Depok

Persyaratan Administrasi NKV

Dokumen RPH-R Tapos, Kota


No Nama dokumen
Depok
1 Kartu Tanda Penduduk/Akte SK Walikota No. 58/004
Pendirian
2 Surat Keterangan Domisili SK Walikota Nomor 591/230/Kpts/
PM/HUK/2007
3 Surat Izin Usaha Perdagangan Tidak ada
(SIUP)
4 Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP Dinas 00.385.486-412.000
(NPWP)
5 Surat Izin Hinder Ordonnantie Surat izin dari Dinas Tata Kota
(HO) Depok

Persyaratan Teknis NKV

Dokumen RPH-R Tapos, Kota


No Nama dokumen
Depok
1 Dokumen Upaya Pengelolaan √
Lingkungan (UKL)/Upaya
Pengendalian Lingkungan (UPL)
2 Bangunan, prasarana, dan sarana √
usaha yang memenuhi persyaratan
teknis higiene-sanitasi
3 Tenaga kerja teknis dan/atau √
penanggung jawab teknis yang
mempunyai keahlian/
keterampilan di bidang Kesehatan
Masyarakat Veteriner
4 Penerapan proses penanganan √
dan/atau pengolahan yang
higienis (good hygienic practices)
19

Persyaratan Teknis NKV Lain


Berdasarkan SNI 01-6159-1999 Tentang Rumah Pemotongan Hewan

Keterangan
Kriteria
√ ×
Persyaratan Lokasi
Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang √
(RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau
Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).
Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta √
letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak
menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.
Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di √
daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan
kontaminan lainnya.
Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk √
pengembangan rumah pemotongan hewan.

Persyaratan Sarana
Sarana jalan yang baik menuju Rumah Pemotongan Hewan √
yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan
kendaraan daging.
Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01- √
0220-1987.
Persediaan air yang minimum harus disediakan, yaitu: √
- Sapi, kerbau, kuda, dan hewan yang setara beratnya:
1000 Liter/ekor/hari
- Kambing, domba, dan hewan yang setara beratnya: 100
Liter/ekor/hari
- Babi: 450 Liter/ekor/hari.
Sumber tenaga listrik yang cukup √
Sebaiknya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau ×
air panas (suhu 80 °C)

Persyaratan Bangunan dan Tata Letak


Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus terdiri atas:
- Bangunan utama √
- Kandang penampung dan istirahat hewan √
- Kandang isolasi √
- Kantor administrasi dan kantor dokter hewan √
- Tempat istirahat karyawan, kantin, dan mushola √
- Tempat penyimpanan barang pribadi (locker)/ruang ganti √
pakaian
- Kamar mandi dan WC √
- Sarana penanganan limbah √
- Insenerator √
- Tempat parkir √
20

- Rumah jaga √
- Gardu listrik √
- Menara air √
Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus dipagar √
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah keluar masuknya
orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain hewan
potong. Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari pintu
keluar daging.
Kompleks Rumah Pemotongan hewan babi harus dipisahkan √
dengan kompleks Rumah Pemotongan Hewan lain dengan
jarak yang cukup jauh atau dibatasi dengan tinggi pagar
minimal 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok
serta terletak di tempat yang lebih rendah daripada Rumah
Pemotongan Hewan lain.
Kendaraan pengangkut daging harus dimiliki oleh Rumah √
Pemotongan Hewan.
Rumah Pemotongan Hewan seyogyanya dilengkapi dengan:
- Ruang pendingin (chilling room) atau ruang pelayuan √
- Ruang pembeku √
- Ruang pembagian karkas (meat cutting room) dan √
pengemasan
- Laboratorium √
Sistem saluran pembuangan limbah cair:
- Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup √
besar, didesain agar aliran limbah mengalir dengan
lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah,
mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang
tikus dan rodensia lainnya. Saluran pembuangan
dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi dan
dibersihkan.
- Di dalam kompleks rumah pemotongan hewan, sistem √
saluran pembuangan limbah cair harus selalu tertutup
agar tidak menimbulkan bau.
- Di dalam bangunan utama, sistem saluran pembuangan √
limbah cair terbuka dan dilengkapi dengan grill yang
mudah dibuka-tutup, terbuat dari bahan yang kuat dan
tidak mudah korosif.
Bangunan utama Rumah Pemotongan Hewan terdiri dari:
- Daerah kotor:
Tempat pemingsanan, tempat pemotongan, dan tempat √
pengeluaran
Tempat penyelesaian proses penyembelihan √
(pemisahan kepala, keempat kaki sampai tarsus dan
karpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut)
Ruang untuk jeroan ×
Ruang untuk kepala dan kaki ×
Ruang untuk kulit √
21

Tempat pemeriksaan postmortem ×


- Daerah bersih:
Tempat penimbangan karkas √
Tempat keluar karkas √
- Jika Rumah Pemotongan Hewan dilengkapi dengan √
ruang pendingin/pelayuan, ruang pembeku, ruang
pembagian karkas, dan pengemasan daging, maka ruang-
ruang tersebut terletak di daerah bersih.
Bangunan utama Rumah Pemotongan Hewan harus memenuhi
persyaratan:
- Tata ruang:
Tata ruang harus didesain agar searah dengan alur √
proses serta memiliki ruang yang cukup sehingga
seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan
baik dan higienis.
Tempat pemotongan didesain sedemikian rupa √
sehingga pemotongan memenuhi persyaratan halal.
Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas √
pemotongan.
Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik √
antara “daerah bersih” dan “daerah kotor”.
Di daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus √
didisain agar darah dapat tertampung.
- Dinding:
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan √
pengerjaan karkas minimum 3 meter.
Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum √
setinggi 2 meter terbuat dari bahan yang kedap air, tidak
mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan
keras, mudah dbersihkan dan didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas.
- Lantai:
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah √
korosif, tidak licin, tidak toksik, mudah dibersihkan,
dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran
pembuangan
Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ×
ada celah atau lubang
- Sudut pertemuan:
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus √
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm
Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus √
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm
- Langit-langit
Langit-langit didesain agar tidak terjadi akumulasi ×
kotoran dan kondensasi dalam ruangan
Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan ×
yang kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah
22

dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau celah


terbuka pada langit-langit
- Pencegahan serangga, rodensia, dan burung:
Masuknya serangga harus dicegah dengan melengkapi √
pintu, jendela atau ventilasi dengan kawat kasa atau
dengan menggunakan metode pencegahan serangga
lainnya.
Konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa √
sehingga mencegah masuknya tikus atau rodensia,
serangga, dan burung masuk dan bersarang dalam
bangunan.
- Pertukaran udara dalam bangunan harus baik:
Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, √
kedap air, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, dan
bagian bawahnya harus dapat menahan agar tikus/
rodensia tidak dapat masuk. Pintu dilengkapi dengan
alat penutup pintu otomatik.
Penerangan dalam ruangan harus cukup baik. Lampu √
penenganan harus mempunyai pelindung, mudah
dibersihkan, dan mempunyai intensitas penerangan 540
luks untuk tempat pemeriksaan postmortem dan 220
luks untuk ruang lainnya.
- Kandang penampung dan istirahat hewan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Lokasinya berjarak minimal 10 meter dari bangunan √
utama
Kapasitas atau daya tampungnya mampu menampung √
minimal 1.5 kali kapasitas pemotongan hewan
maksimal setiap hari
Pertukaran udara dan penerangan harus baik √
Tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang √
didisain landai ke arah saluran pembuangan sehingga
mudah dikuras dan dibersihkan
Lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap √
benturan keras), kedap air, tidak licin, dan landai ke
arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan dan
didesinfeksi
Saluran pembuangan didisain sehingga aliran √
pembuangan dapat mengalir lancar
Terpasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat, tidak √
toksik, dan dapat melindungi hewan dengan baik dari
panas dan hujan
Terdapat jalur penggiring hewan (gangway) dari √
kandang menuju tempat penyembelihan. Jalur ini
dilengkapi jaring pembatas yang kuat di kedua sisinya
dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga
hewan tidak dapat berbalik arah kembali ke kandang
23

- Kandang isolasi harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut:
Kandang terletak jauh terpisah dari kandang √
penampung dan bangunan utama, dekat dengan
insenerator dan terletak di bagian yang lebih rendah dari
bangunan lain
Persyaratan bangunan harus memenuhi persyaratan √
untuk kandang penampungan dan istirahat hewan
Kandang dilengkapi dengan kandang jepit √
- Kantor administrasi dan kantor dokter hewan harus
memenuhi persyaratan:
Ventilasi dan penerangan harus cukup baik √
Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan √
Didisain untuk keamanan dan kenyamanan karyawan √
Kantor administrasi dapat dilengkapi dengan tempat √
pertemuan
- Tempat istirahat karyawan, kantin, dan mushola harus
memenuhi persyaratan:
Ventilasi dan penerangan cukup baik √
Luas ruang disesuiakan dengan jumlah karyawan √
Konstruksi kantin didisain agar mudah dibersihkan, √
dirawat, dan memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan
- Tempat penyimpanan barang pribadi atau ruang ganti
pakaian harus memenuhi persyaratan:
Ventilasi dan penerangan cukup baik √
Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan √
Terletak di bagan arah masuk pegawai atau √
pengunjung
- Kamar mandi dan WC harus memenuhi persyaratan:
Pintu kamar mandi/WC tidak mengarah ke ruang √
produksi
Ventilasi dan penerangan cukup baik √
Dibangun minimum masing-masing di daerah kotor ×
dan di daerah bersih
Saluran pembuangan dari kamar mandi/WC ini √
dibuat khusus ke arah “septic tank”, tidak menjadi
satu dengan saluran pembuangan limbah proses
pemotongan
Dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari √
bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, mudah
dirawat serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi
- Sarana pengolah limbah harus memenuhi persyaratan √
yang direkomendasikan dalam Dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL)
- Insenerator harus memenuhi persyaratan:
Terletak dekat kandang isolasi √
24

Didisain agar mudah diawasi dan mudah dirawat √


serta sesuai dengan rekomendasi Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL)
- Rumah jaga harus memenuhi persyaratan:
Dibangun di masing-masing pintu masuk dan pintu √
keluar kompleks Rumah Pemotongan Hewan
Ventilasi dan penerangan harus cukup baik √
Terpasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat, √
tidak toksik, dan dapat melindungi petugas dengan
baik dari panas matahari dan hujan
Didisain agar petugas di dalam bangunan dapat √
mengawasi keadaan di luar rumah jaga

Persyaratan Peralatan
seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah √
Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi serta mudah
dirawat.
Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus √
terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif,
mudah dibersihkan, dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel √
(railing system) dan alat penggantung karkas yang didisain
khusus dan disesuaikan dengan alur proses untuk
mempermudah proses pemotongan dan menjaga agar karkas
tidak menyentuh lantai dan dinding.
Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa ×
agar tangan tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci
tangan, dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti
lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering
mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka
disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan
dengan menggunakan kaki.
Sarana untuk mencuci tangan disediakan di setiap tahap proses ×
pemotongan dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau,
di tempat penurunan ternak hidup, kantor administrasi dan
kantor dokter hewan, ruang istirahat pegawai, dan/atau kantin
serta kamar mandi/WC.
Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana ×
untuk mencuci tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang
dilengkapi sabun, desinfektan, dan sikat sepatu.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih √
harus berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor,
misalnya pisau untuk penyembelihan tidak boleh digunakan
untuk pengerjaan karkas.
Ruang untuk jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan ×
untuk pengeluaran isi jeroan, pencucian jeroan, dan dilengkapi
alat penggantung hati, paru, limpa, dan jantung.
25

Ruang untuk kepala dan kaki harus dilengkapi dengan sarana/ ×


peralatan untuk mencuci dan alat penggantung kepala.
Ruang untuk kulit harus dilengkapi dengan sarana/peralatan √
untuk mencuci.
Harus disediakan sarana/peralatan untuk membersihkan dan ×
mendesinfeksi ruang dan peralatan.
Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan √
pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang
dalam rangka menjamin mutu daging, sanitasi, dan higiene di
rumah pemotongan hewan.
Bagi setiap karyawan disediakan lemari yang dilengkapi ×
dengan kunci pada ruang ganti pakaian untuk menyimpan
barang-barang pribadi.
Perlengkapan standar untuk karyawan pada proses pemotongan √
dan penanganan daging adalah pakaian kerja khusus, apron
plastik, penutup kepala, penutup hidung, dan sepatu boot.

Persyaratan Higiene Karyawan dan Perusahaan


Rumah Pemotongan Hewan harus memiliki peraturan untuk √
semua karyawan dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan
higiene rumah pemotongan hewan dan higiene produk tetap
terjaga.
Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara √
rutin minimal satu kali dalam setahun.
Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang √
berkesinambungan tentang higiene dan mutu.
Daerah kotor dan daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki ×
oleh karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut,
dokter hewan dan petugas pemeriksa berwenang.
Orang lain (misalnya tamu) yang hendak memasuki bangunan √
utama rumah pemotongan hewan harus mendapat ijin dari
pengelola dan mengikuti peraturan yang berlaku.

Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan √
antemortem dan postmortem di Rumah Pemotongan Hewan
dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
Pada setiap Rumah Pemotongan Hewan harus mempunyai √
tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap
dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur pemotongan hewan,
penanganan daging serta sanitasi dan higiene.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter hewan dapat √
ditunjuk seseorang yang memiliki pengetahuan di dalam
bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bekerja di bawah
pengawasan dokter hewan yang dimaksud.

Kendaraan Pengangkut Daging


Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup √
26

Lapisan dalam boks pada kendaraan pengangkut daging harus √


terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi, mudah dirawat serta
mempunyai sifat insulasi yang baik.
Boks dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat √
mempertahankan suhu bagian dalam daging segar +7 °C dan
suhu bagian dalam jeroan +3 °C.
Suhu ruangan dalam boks pengangkut daging beku maksimum √
-18 °C
Di bagian dalam boks dilengkapi alat penggantung karkas. √
Kendaraan pengangkut daging babi harus terpisah dari daging √
lain.

Persyaratan Ruang Pendingin / Pelayuan


Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih √
Besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang √
dihasilkan
Konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan:
- Dinding:
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan √
pengerjaan karkas minimum 3 meter
Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari √
bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan, dan
didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas
- Lantai:
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah √
korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan keras,
mudah dibersihkan, dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
Lantai tidak licin dan landai ke arah saluran √
pembuangan
- Sudut pertemuan:
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus √
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm
Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus √
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm
- Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan √
yang kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah
dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau celah
terbuka pada langit-langit
- Intensitas cahaya dalam ruang 220 luks √
- Ruang didesain agar tidak ada aliran air atau limbah cair √
lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang
pendingin/pelayuan
- Ruang dilengkapi dengan alat penggantung karkas yang √
didisain agar karkas tidak menyentuh lantai dan dinding
27

- Ruang mempunyai alat pendingin yang dilengkapi √


dengan kipas (blower). Suhu dalam ruang pendingin/
pelayuan -1 °C sampai +1 °C, kelembaban relatif 85-90%
dengan kecepatan udara 1 sampai 4 meter per detik
- Suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam √
daging maksimum +7 °C
- Suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam √
jeroan maksimum +3 °C

Persyararatan Ruang Pembeku


Ruang pembeku terletak di daerah bersih. √
Besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang √
dihasilkan.
Konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan ruang √
pendinginan/pelayuan.
Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya √
dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang pendingin/
pelayuan.
Ruang mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan √
kipas (blast freezer). Suhu dalam ruang di bawah -18 °C dengan
kecepatan udara minimum 2 meter per detik.

Persyaratan Ruang Pembagian Karkas dan Pengemasan


Daging
Ruang pembagian dan pengemasan karkas terletak di daerah √
bersih dan berdekatan dnegan ruang pendingin/pelayuan dan
ruang pembeku.
Konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan ruang √
pendingin/pelayuan.
Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya √
dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang pembagian dan
pengemasan daging.
Ruang dilengkapi dengan meja dan fasilitas untuk memotong √
karkas dan mengemas daging.
Meja harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, kedap air, √
kuat, mudah dibersihkan, dan mudah dirawat.
Suhu dalam ruang di bawah +15 °C. ×

Laboratorium
Letak laboratorium berdekatan dengan kantor dokter hewan √
Konstruksi bangunan laboratorium harus memenuhi
persyaratan:
- Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari √
bahan yang kuat, kedap air, tidak mudah korosif, tidak
toksik, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi, serta
mudah perawatannya
28

Lantai:
- Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah √
korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
- Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak √
ada celah atau lubang
Langit-langit:
- Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi √
kotoran dan kondensasi dalam ruangan
- Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan √
yang kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah
dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau celah
terbuka pada langit-langit
Laboratorium didisain agar tidak dapat dimasuki tikus atau √
rodensia lain, serangga, dan burung.
Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan √
kesehatan dan keselamatan kerja.
Tata ruang didisain agar dapat menunjang pemeriksaan √
laboratorium.
Penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 √
luks. Lampu harus diberi pelindung.
Ventilasi di dalam ruang harus baik. √
Laboratorium dilengkapi dengan sarana pencuci tangan yang ×
dilengkapi dengan sabun dan pengering tangan seperti lap yang
senantiasa diganti, kertas tissue atau pengering mekanik. Jika
menggunakan tissue, maka disediakan pula tempat sampah
tertutup yang dioperasikan menggunakan kaki.
Laboratorium dilengkapi dengan meja yang bagian √
permukaannya terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi, serta mudah
perawatannya.

Anda mungkin juga menyukai