Anda di halaman 1dari 5

I PENDAHULUAN

Daging merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan salah
satu komoditas sumber protein hewani yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan. Populasi penduduk yang semakin meningkat dan perbaikan taraf hidup
masyarakat Indonesia mendorong peningkatan kebutuhan pangan dan konsumsi
protein hewani. Untuk itu pemerintah perlu mempersiapkan sarana dan prasarana
agar masyarakat bisa mendapatkan daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal
(ASUH). Sarana utama yang perlu dipersiapkan dalam penyediaan daging yang
berkualitas adalah Rumah Pemotongan Hewan (RPH).
Pengertian RPH berdasarkan Standar Nasional Indonesia adalah kompleks
bangunan dengan rancang bangun dan konstruksi khusus yang memenuhi kegiatan
pemotongan ternak, selain unggas, untuk menghasilkan pangan asal ternak dan siap
diedarkan bagi konsumsi masyarakat (BSN 1999). RPH-R yang dibangun oleh
pemerintah mempunyai tujuan memfasilitasi pemotongan ternak untuk menghasilkan
daging sesuai kriteria Aman-Sehat-Utuh-Halal (ASUH) yang siap dikonsumsi oleh
masyarakat dan diperdagangkan atau berfungsi sebagai pelayanan (public service).
Selain menghasilkan daging yang ASUH, RPH juga berfungsi sebagai sarana untuk
melaksanakan: (1) penyembelihan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan
kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama); (2) tempat
melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortem), pemeriksaan
karkas dan jeroan (postmortem) untuk mencegah zoonosis; dan (3) tempat
pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis guna pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular (Subadyo
2018).Pengertian higiene dalam pengelolaan unit usaha jasa RPH-R adalah seluruh
kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan, sedangkan sanitasi adalah
usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor
lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Maharani (2015)
menyebutkan, pangan asal ternak adalah produk pertanian yang tidak boleh tercemari
atau sehat dan layak untuk dikonsumsi serta diperdagangkan, serta pengelolaan unit
usaha jasa RPH-R sebagai tempat untuk menghasilkan pangan asal ternak tersebut
tidak boleh mencemari.
Dalam kaitannya dengan kesejahteraan hewan, praktik pemotongan hewan di
lapangan masih banyak yang tidak menerapkan kaidah kesejahteraan hewan.
Penanganan hewan sebelum dan selama proses pemotongan berpotensi adanya
pelanggaran kesejahteraan hewan. Padahal status kesejahteraan hewan pada ternak
yang akan dipotong sangat penting diperhatikan diantaranya karena menyebabkan
penurunan mutu produk hewan hasil pemotongan. Atas dasar-dasar tersebut RPH
dituntut untuk melakukan proses produksi yang bersih dan aman, serta
memperhatikan kaidah kesejahteraan hewan demi menjaga kualitas daging
(Susanawati et al. 2015).
1.2 Tujuan
Kegiatan praktik lapang di UPTD RPH Tapos Kota Depok bertujuan melatih
keterampilan mahasiswa PPDH SKHB IPB dalam melakukan pemeriksaan
antemortem dan postmortem, memahami keseluruhan proses pemotongan yang
dilakukan di Rumah Potong Hewan, mengetahui penerapan kesejahteraan hewan di
Rumah Potong Hewan, serta mengetahui penerapan higiene dan sanitasi di Rumah
Potong Hewan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan praktik lapang ini adalah
meningkatkan keterampilan mahasiswa PPDH SKHB IPB dalam melakukan
pemeriksaan antemortem dan postmortem, serta menambah pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa PPDH SKHB IPB terkait peranan dokter hewan dalam tata
laksana Rumah Potong Hewan untuk menghasilkan produk pangan asal hewan yang
aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
1.4 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktik Rumah Potong Hewan dilaksanakan pada tanggal 24
Oktober hingga 4 November 2022 di Rumah Potong Hewan Tapos, Kota Depok,
Jawa Barat. Sejumlah 10 orang mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok 1
melaksanakan kegiatan RPH pada tanggal 24- 29 Oktober 2022, dilanjutkan dengan
kelompok 2 dari tanggal 29 Oktober sampai 4 November 2022.
1.5 Profil Tempat Rumah Potong Hewan Ruminansia
1.5.1 Lokasi RPH Tapos
RPH Tapos berada di jalan raya Tapos, Kelurahan Tapos, Kecamatan
Tapos, Kota Depok Provinsi Jawa Barat, Secara Geografis terletak pada
06˚26’02”LS - 06˚26’17”LS dan 106˚53’20”BT. Luas lahan RPH Tapos ini
adalah 4,5 Ha dengan pada tahap awal pembangunan sudah tersedia 2,1 ha
dan sisanya dibeli dari lingkungan sekitarnya. Sumber dana pembangunan
RPH ini dari pemerintah pusat dan dari APBD tahun anggaran 2007.
1.5.2 Pengelolaan dan Sertifikasi RPH Tapos
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan khusus atau
complex bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai
tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Peraturan
Menteri Pertanian No 13 Pasal 1 2010). Dengan demikian produk daging
yang dihasilkan memiliki nilai jual yang baik dan memenuhi unsur Kesehatan
(higienis) serta sanitasi lingkungan yang baik. Rumah Potong Hewan (RPH)
Tapos berdiri sejak tahun 2010 dari memiliki perizinan berupa surat
Keputusan Pembentukan RPH yang dikeluarkan oleh Wali Kota Depok
Nomor 58 Tahun 2004 tentang pembentukan, susunan organisasi, Tugas
Pokok dan Fungsi unit Pelaksanaan Teknis Daerah Rumah Pemotongan
Hewan pada dinas Pertanian Kota Depok.
Rumah Potong Hewan (RPH) ini bertujuan melayani penyembelihan
tingkat regional Kota Depok sehingga mempermudah pengawasan sebelum
hewan disembelih (antemortem) dan setelah hewan disembelih (postmortem)
dan juga menyediakan jasa bagi para pengusaha yang akan melakukan
pemotongan hewan. Pemotongan hewan tidak hanya dilakukan oleh karyawan
RPH Tapos saja akan tetapi dilakukan oleh beberapa pengusaha sapi. Jumlah
karyawan di RPH Tapos sampai saat ini berkisar 30 orang yang terdiri dari
Kepala UPTD, Kasubag TU, Bendahara Pengeluaran Pembantu, Bendahara
Penerimaan, Petugas Medis Veteriner, Paramedis Veteriner, Pos Pemeriksaan
Hewan, Penyembelih Halal, Operator Splitting Saw, Kebersihan Pagi,
Kebersihan Malam, dan Petugas 3 Mekanik. Fasilitas yang dimiliki oleh RPH
Tapos meliputi tempat pemotongan sapi impor dan lokal, kandang sapi untuk
stok pemotongan, ruang pendingin (cool storage), dan mobil pendingin untuk
pengiriman daging ke lokasi tujuan.
RPH Tapos Kota Depok memproduksi jenis-jenis daging potong,
dengan kapasitas produksi maksimum sesuai dengan kapasitas kendang yang
tersedia sebesar 300 ekor/hari dengan rata-rata 40-50 ekor/hari dan saat
mendekati Hari Raya Idul FItri dan Hari Raya Idul Adha jumlah pemotongan
semakin meningkat. Status halal milik RPH Tapos dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Jawa Barat dengan Nomor 01021189430517
bertanggal 31 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei 2019 (statusnya belum
diperpanjang). Status NKV RPH Tapos sudah ada dengan Nomor RPH-
3276041-106.

Pengawasan Pemotongan Betina Produktif


Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 35 Tahun 2011, ternak ruminansia betina
produktif adalah ruminansia besar, sapi dan kerbau, yang melahirkan kurang dari 5 kali atau
berumur di bawah 8 tahun, serta ruminansia kecil, domba dan kambing, yang melahirkan
kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 4 tahun 6 bulan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 Pasal 18 bahwa (1) Dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit,
ternak ruminansia betina produktif diseleksi untuk pemuliaan, sedangkan ternak ruminansia
betina tidak produktif disingkirkan untuk dijadikan ternak potong; (2) Penentuan ternak
ruminansia betina yang produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
dokter hewan berwenang; (3) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
menyediakan dana untuk menjaring ternak ruminansia betina produktif yang dikeluarkan
oleh masyarakat dan menampung ternak tersebut pada unit pelaksana teknik di daerah
untuk keperluan penangkaran dan penyediaan bibit ternak ruminandia di daerah tersebut
untuk keperluan pengembangbiakkan dan penyediaan bibit ternak ruminansia betina di
daerah tersebut; (4) Setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia kecil betina
produktif atau ternak ruminansia betina produktif; (5) Larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikecualikan dalam hal penelitian, pemuliaan, pengendalian, dan
penanggulangan penyakit hewan, ketentuan agama, ketentuan adat istiadat dan//atau
pengakhiran penderitaan hewan; (6) Setiap orang harus menjaga populasi anakan ternak 16
ruminansia kecil dan anakan ternak ruminansia besar; dan (7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyeleksian dan penyingkiran sebagaimana pada ayat (1), penjaringan ternak
ruminansia betina produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan populasi anakan
ternak ruminansia kecil dan anakan ternak ruminansia besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan ini berguna mempertahankan populasi
ternak ruminansia betina produktif untuk memenuhi kecukupan kebutuhan konsumsi
protein hewani dalam negeri (UU 2009; Permentan 2010; UU 2014). Apabila sapi betina
produktif dibiarkan dipotong, maka pengadaan ternak sapi potong dapat semakin berkurang
karena kurangnya ketersediaan bibit untuk pemuliaan. RPH adalah salah satu tempat yang
memiliki peran untuk mengendalikan dan mencegah pemotongan sapisapi betina produktif
(Soejosopoetro 2012). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari tanggal 16 Mei – 27
Mei 2022, tidak ditemukan adanya pemotongan hewan betina produktif di RPH Tapos.
Pemotongan sapi betina hanya dilakukan pada sapi BX, karena tidak ada larangan untuk
memotong hewan betina impor yang dimaksudkan sebagai sapi penggemukan.

Proses Pengolahan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari RPH Tapos diolah menggunakan IPAL (Instalasi Pembuangan Air
Limbah). Air limbah yang dihasilkan oleh RPH umumnya banyak mengandung padatan
organik berupa darah, sisa lemak, feses, isi rumah, dan isis usus yang sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran jika pembuangan di perairan melebihi ketentuan yang berlaku.
Limbah dari tempat penampungan hewan (stock yar), tempat penyembelihan hewan
(slaughter room), dan tempat pengolahan karkas atau daging (packing house) dialirkan
menuju satu tempat khusus pengolahan limbah melalui saluran pembuang dan dilewatkan
melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti
bulu, daun, kertas, plastik, dan lain-lain. Fasilitas pengolahan limbah berupa bak penyaring
limbah sejumlah 8 bak ditambah 3 toren dan blower. Proses pengelolaan air limbah di RPH
Tapos terdiri dari sedimentasi, penambahan bakteri anaerob, bakteri aerob, dan
sedimentasi kembali hingga didapatkan hasil olahan limbah yang jernih. Proses sedimentasi
dilakukan pada bak 1 dan 2, yaitu suatu bak pemisah lemak atau minyak yang berfungsi
untuk memisahkan lemak atau minyak yang berasal dari kegiatan pemotongan hewan, serta
untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah, atau senyawa padatan yang tidak dapat terurai
secara biologis, kemudian di bak 3 dan 4 dilakukan penambahan bakteri anaerob kurang
lebih 1 liter per hari dengan kondisi bak 3 dan 4 ditutup untuk meminimalisir pasokan
oksigen sehingga bakteri anaerob dapat bekerja optimal. Selanjutnya air olahan masuk ke
bak 5 dan 6 untuk proses Aerasi Kontak (Contact Aeration), yaitu penambahan bakteri aerob
kurang lebih 1 liter dengan kondisi bak dibuka sehingga bakteri aerob dapat bekerja
optimal. Selanjutnya air limbah melalui proses sedimentasi kembali di bak 7, 8 hingga toren
1, 2, dan 3. Setelah itu, limbah dibuang ke sungai Cikeas. Kombinasi proses anaerob dan
aerob tersebut dapat menurunkan zat organik (Biochemical Oxygen Demand, Chemical
Oxygen Demand), ammonia, total suspended solid (TSS), fosfat, dan lainnya (Subadyo 2018).
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di RPH Tapos mampu menampung hingga 1000 m3 .
Proses pengolahan air limbah di RPH Tapos membutuhkan waktu paling cepat 14 hari untuk
dibuang ke sungai. Hasil olahan limbah tersebut dicek secara berkala oleh Dinas Lingkungan
Hidup untuk memastikan hasil olahan sudah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
Baku mutu air limbah bagi kegiatan RPH diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Peternakan Sapi
(Tabel ).

Daftar Pustaka
Maharani MDD. 2015. Model pengelolaan usaha jasa rumah potong hewan ruminansia
(RPH-R) secara berkelanjutan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Subadyo AT. 2018. Pengelolaan dampak pembangunan rumah potong hewan ruminansia di
kota Batu. J Pengabdi Masy Univ Merdeka Malang. 2(2): 15- 20.

Susanawati Liliya Dewi, Wirosoedarmo Ruslan, Nasfhia Siti Desiree. 2015. Analisa Potensi
Penerapan Produksi Bersih di Rumah Pemotongan Hewan Kota Malang. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 22-30.

Anda mungkin juga menyukai