Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari/Tanggal: Senin/4 Juni 2018

Sanitasi Waktu : 07.00 - 11.00 WIB


PJP : Drh. Retno Wulansari MSc.Ph.d
Drh. Heryu Vibowo
Asisten : Dahlan
Kamidi

RUMAH POTONG HEWAN KUDA

Kelompok I

Ester Mustika Simbolon J3P117004


Silvia Meylinda BRB J3P117006
Nur Fashilah J3P117011
Alvyona Dwi A J3P117020
M Farhan Indra Syahputra J3P117023
Asysyafa Rahmah Nur F J3P117030
Faiq Aftah Khuzain J3P117032
Raudhotul Jannah J3P117053
Reviana Annisa Mulyani J3P117070
Nafiudzikri J3P117081
Wayan Lalita Madawa Dewi J3P217091
Shawn Ian D Lobinjang J3P617110

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks
bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan
sebagai tempat pemotongan hewan (Suardana dan Swacita 2009). Rumah Potong
Hewan (RPH) juga sumber daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
protein hewani, agar mutu dan kualitas daging yang dihasilkan memenuhi standar
yang telah ditentukan maka rumah potong hewan harus memiliki ijin dari
pemerintah setempat. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas daging, susu atau
kesehatan hewan diperlukan juga kebersihan kandang atau sanitasi kandang.
Grooming hewan dan limbah ternak yang diproses untuk menghasilkan pupuk
ternak yang digunakan untuk diperjualbelikan untuk tanaman.
Pengertian sanitasi menurut UU No.7 tahun 1996 merupakan upaya
pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembangbiaknya renik
pembusuk dan pathogen dalam pakan, minum, peralatan yang dapat
membahayakan manusia serta hewan (Praowo 2003). Grooming adalah
pembersihan badan kuda dengan mengguakan sikat besi dan sikat halus, yang
dilakukan searah bulu kuda atau membentuk bulatan pada badan kuda. Fungsi
dari grooming adalah untuk membersihkan badan kuda dari kotoran atau tungau
(kutu) yang ada dibadan kuda serta mencegah terjadinya penyakit pada kuda
(Mills dan Nankervis 2003). Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu
kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong
hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi
limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit
telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain
(Sihombing 2000).
Kuda (Equus caballus atau Equus jerus Caballus) telah dikenal banyak
orang sebagai hewan yang memiliki banyak fungsi, yaitu dapat digunakan sebagai
hewan piaraan, hewan olah raga ataupun sebagai sarana transportasi. Hal ini
disebabkan karena kuda adalah hewan yang mudah diatur, dikendalikan, dan
ramah terhadap mahluk sekitarnya termasuk manusia. Kuda sebagai ternak
herbivora, merupakan ternak yang mengkonsumsi hijauan. Hijauan mempunyai
arti yang penting dalam makanan kuda (Rukmana 2005). Performan yang
dihasilkan oleh kuda akan seiring dengan kualitas hijauan, dimana hijauan yang
mempunyai kualitas baik akan menghasilkan performan kuda yang bagus pula.
Hijauan yang bagus tentunya tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga
sebagai sumber protein, vitamin, mineral dan nutrisi lainnya. Untuk mendapatkan
performan kuda yang bagus perlu adanya evaluasi dan penentuan kualitas hijauan
pakan kuda (Praowo 2003).

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui peran dokter hewan dan
paramedis terhadap pemotongan hewan. Serta mengetahui fungsi dari Rumah
Potong Hewan itu sendiri. Sebagai sarana produksi daging, sebagai instansi
pelayanan masyarakat yakni untuk menghasilkan kualitas daging yang baik dan
dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging
kualitas baik serta tidak membahayakan masyarakat jika dikonsumsi sehingga
harus memenuhi persyaratan kesehatan veteriner.

METODE

Tempat dan Waktu

Menurut studi literatur Rumah Pemotongan Hewan milik Bapak H.


Sutrisno. Bernama Segoroyoso Stabel di Dusun Segoroyoso 1, Desa Segoroyoso,
Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan tali, pisau atau golok tajam, alat pelindung diri dan
peregang karkas. Bahan yang digunakan kuda yang akan di lakukan pemotongan

Prosedur Percobaan

Ternak yang akan dipotong harus diistirahatkan selama 12 sampai 24 jam


di kandang yang tersedia di Rumah Potong Hewan. Kuda lalu dimasukkan ke
ruang penyembelihan, kemudian keempat kakinya diikat untuk mempermudah
penyembelihan. Kuda selanjutnya dijatuhkan dan disiram dengan air mengalir
agar kuda lebih bersih dan terjadi kontraksi perifer sehingga darah pada bagian
perifer akan menuju ke jantung, serta mempermudah pengulitan, Penyembelihan
yang dilakukan pada saat di Rumah Potong Hewan dengan pemotongan secara
langsung atau Halal method yang dilakukan oleh modin atau juru sembelih
dengan menghadap kiblat. Bagian yang harus terpotong pada ternak, yaitu arteri
karotis, vena jugularis, oesophagus dan tenggorokan. Kepala kuda dipisahkan
dengan badannya, lalu kuda dilakukan pengulitan dan pemotongan keempat kaki
kemudian membuka rongga dada tepat melalui ventral tengah tulang dada atau
sternum, selanjutnya jeroan dikeluarkan dan dibelah rongga perut dengan irisan
sepanjang ventral tengah.

PEMBAHASAN

Pemotongan dilakukan di Rumah Potong Hewan karena untuk


menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) memiliki peranan penting sebagai mata rantai untuk memperoleh kualitas
daging yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan animal
welfare pada setiap RPH. Animal welfare merupakan suatu usaha kepedulian yang
dilakukan oleh manusia untuk memberikan kenyamanan kehidupan terhadap
hewan baik itu kenyamanan kandang, hewannya dan lingkungan sekitar kandang.
Manusia sebaiknya mampu bertanggung jawab terhadap seluruh hewan yang
hidup dipelihara maupun hidup liar. Selayaknya manusia, hewan juga mempunyai
perasaan kebosanan, kenyamanan, kesenangan, atau penderitaan (Eccleston 2009).
Dalam konsep animal welfare terdapat lima aspek kebebasan hewan yang telah
diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan yaitu kebebasan
dari kelaparan dan kehausan, kebebasan dari ketidaknyamanan, kebebasan dari
kesakitan, cedera, dan penyakit, kebebasan untuk mengekspresikan tingkah laku
secara alamiah, kebebasan dari ketakutan dan stres (Eccleston 2009).
Menurut Martono (2006) bahwa kuda dengan berat hidup 161.42 kg
menghasilkan persentase karkas 59.93%, sedangkan Sastianah (2008) melaporkan
bahwa kuda dengan berat hidup 197.05 kg mempunyai persentase karkas 52.08%.
Variasi berat hidup mungkin akan menyebabkan variasi berat karkas karena
menunjukkan bahwa hubungan antara berat hidup dengan berat karkas tidak tetap.
Kondisi saat ditimbang dan cara-cara pemotongan akan mempengaruhi besarnya
persentase karkas. Martono (2006), juga menambahkan bahwa pemanfaatan kuda
sebagai ternak potong masih jarang dijumpai karena biasanya kuda dipotong pada
saat kuda sudah tidak produktif lagi.
Menurut Sulistyo (2000), berat potong berkorelasi positif dan nyata
terhadap berat karkas dan produksi daging. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap
kenaikan berat potong diikuti oleh kenaikan berat karkas dan produksi daging
sehingga berat potong berguna untuk menaksir berat karkas serta produksi daging.
Menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi berat karkas adalah jenis
kelamin, umur dan berat potong (Rachmawati 2008).
Proses pemotongan ternak berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,
proses pemotongan ternak kuda di Rumah Potong Hewan Segoroyoso Stabel kuda
tanpa dilakukan pengistirahatan terlebih dahulu. Menurut Soeparno (2005),
bahwa ternak yang akan dipotong harus diistirahatkan selama 12 sampai 24 jam di
kandang yang tersedia di Rumah Potong Hewan, tergantung iklim, jarak dan
transportasi, kondisi ternak serta daya tahannya. Maksud perlunya ternak
diistirahatkan sebelum disembelih adalah agar ternak tidak mengalami stres, agar
pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan agar cukup
tersedia energi, sehingga proses kekakuan karkas atau yang lazim disebut proses
rigormortis berlangsung secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa
pengamatan yang dilakukan berbeda dengan literatur, karena kuda tidak
diistirahatkan terlebih dahulu di ruang pengistirahatan.
Soeparno (2005), menyatakan bahwa pemotongan ternak di Indonesia secara
umum dilakukan dengan cara Islam atau halal. Ternak setelah lolos pemeriksaan
oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang akan dinyatakan boleh dipotong.
Ternak kemudian dibawa ke ruang pemotongan dan dilakukan proses penjatuhan
ternak atau pemingsanan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan
terhadap metode penjatuhan ternak sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan
mengikat kakinya pada tiang untuk mempermudah penyembelihan.
Kuda selanjutnya dijatuhkan dan disiram dengan air mengalir agar kuda
lebih bersih dan terjadi kontraksi perifer sehingga darah pada bagian perifer akan
menuju ke jantung, serta mempermudah pengulitan. Menurut Soeparno (2005),
bahwa setelah diikat, ternak disiram dengan air dingin. Hal ini bertujuan supaya
kuda menjadi bersih, terjadi kontraksi perifer (fase kontraksi), sehingga darah di
bagian tepi tubuh menuju ke bagian dalam tubuh, sehingga pada pada waktu
penyembelihan darah bisa keluar sebanyak-banyaknya dan memudahkan
pengulitan. Hal ini menunjukkan bahwa pengamatan yang dilakukan dengan
penyiraman air tersebut sesuai dengan literatur.
Kepala kuda dipisahkan dengan badannya, lalu kuda dilakukan pengulitan
dan pemotongan keempat kaki kemudian membuka rongga dada tepat melalui
ventral tengah tulang dada atau sternum, selanjutnya jeroannya dikeluarkan dan
dibelah rongga perut dengan irisan sepanjang ventral tengah. Menurut Soeparno
(2005), bahwa penyiapan karkas secara berturut-turut dapat dilakukan dengan
pemisahan kepala; pemisahan keempat kaki pada persendian tulang kanan;
pengulitan, ada 3 macam pengulitan, yaitu pengulitan di lantai, pengulitan dengan
digantung dan pengulitan dengan mesin; pengeluaran organ dalam, diawali
dengan membuka rongga dada gergaji atau kampak dan membuat sayatan pada
perut memanjang dari atas kebawah, setelah terbuka, organ dalam segera
dikeluarkan dan dibawa ketempat terpisah dari karkas; pemisahan karkas kanan
dan kiri tepat melaui garis punggung dengan gergaji atau kampak, kemudian
bersihkan dengan menyemprot air kemudian dilakukan pelayuan atau bisa
langsung dijual bagi yang menjual segar. Menurut Setiyono (2000), menyatakan
bahwa pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang
garis tengah dada dan bagian perut (abdomen). Kemudian irisan dilanjutkan
sepanjang permukaan dalam (medial) kaku. Kulit dipisahkan mulai dari ventral
ke arah punggung tubuh ternak.
Menurut Soeparno (2005), pemeriksaan postmortem di Indonesia antara
lain pemeriksaan karkas, pertama pada kelenjar limpa, pemeriksaan kepala pada
bagian mulut, lidah, bibir, dan otot master dan pemeriksaan paru-paru, jantung,
ginjal, hati, serta limpa. Jika terdapat kondisi abnormal lain pada karkas, organ-
organ internal atau bagian-bagian karkas lainnya, maka dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa setelah selesai pemotongan, di
Segoroyoso Stabel tidak dilakukan pemeriksaan cacing hati.
Kandang merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan hewan.
Kandang berfungsi sebagai tempat berlindung bagi hewan dari cuaca buruk,
predator, dan sebagai tempat untuk melakukan aktivitas lainnya seperti makan dan
beristirahat. Sebagai tempat tinggal kandang harus memberikan kenyamanan bagi
hewan itu sendiri. Selain kenyaman beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
kebersihan, tipe kandang, lokasi, pencahayaan, ventilasi, alas atau lantai kandang
dan drainase. Kandang kuda dewasa dengan tinggi 150 cm sebaiknya berukuran
minimal 5x5 m2, sedangkan untuk kuda poni minimal 3.7 x 3.0 m2.
Kriteria yang harus diperhatikan dalam kandang kuda adalah pertama
kandang harus lebih tinggi minimal satu kaki diatas daerah sekitarnya untuk
memperlancar saluran air, selain itu saluran pembuangan air yang tidak lancar
juga menyebabkan kondisi kandang menjadi lembab. Kelembaban kandang yang
tinggi dapat menyebabkan kuda mudah terserang penyakit. Kedua, sebaiknya
jarak atap kandang kuda minimal 3.66 m dari lantai sehingga dapat menghasilkan
sirkulasi udara yang baik (Brady et al. 2010). Ketersediaan udara yang baik
sangat dibutuhkan kuda karena kuda mudah terkena penyakit pernapasan. Tipe
atap kandang dengan ventilasi yang baik adalah tipe gable dimana atap berbentuk
puncak. Ketiga, lokasi kandang sebaiknya dekat dengan sumber air. Kandang
juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang baik dan adanya
ketersediaan listrik untuk lampu dan lain sebagainya (Hidayati et al 2010).
Keempat, jenis alas kandang yang digunakan tergantung ketersediaan, harga, dan
kesesuaian material. Serutan kayu dan jerami merupakan bahan alas kandang
yang sangat baik namun dapat menjadi mahal dan sulit didapat.
Bahan-bahan lainnya yang dapat digunakan sebagai alas kandang adalah
gambut, sekam padi, sekam kacang, serbuk gergaji, dan bubur kertas (Brady et al.
2010). Alas kandang berfungsi untuk melindungi kuda ketika sedang
menggulingkan badannya, memberi kehangatan, kenyamanan, serta melindungi
kaki kuda terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu. Kandang kuda sebaiknya
dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti tempat penyimpanan peralatan,
tempat penyimpanan pakan, dan ruang groom sehingga memudahkan dalam
pengawasan kuda.
Grooming adalah pembersihan badan kuda dengan mengguakan sikat besi
dan sikat halus, yang dilakukan searah bulu kuda atau membentuk bulatan pada
badan kuda. Fungsi dari grooming adalah untuk membersihkan badan kuda dari
kotoran atau tungau (kutu) yang ada dibadan kuda serta mencegah terjadinya
penyakit pada kuda. Grooming idealnya dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore.
Keluarkan kuda dari kandang dengan halter, tempatkan pada penambat. Kuku
dibersihkan dengan hoofpick. Demi keselamtan pembersihan kuku sebaiknya
dilakukan dengan cepat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selalu
bersikap waspada ketika berada didekat kuda. Jangan pernah berdiri dibelakang
kuda, karena kuda secara natural memiliki gerakan reflek menendang kebelakang
bila merasa ada sesuatu yang menakutkan dibelakangnya. Pemasangan tapal
dapat melindungi kaki kuda terhadap batu, krikil, dan benda tajam yang dapat
terinjak oleh kuda yang dapat menyebabkan luka, kerusakan, dan penyakit pada
kuku kuda. Untuk mengganti tapal kuda terlebih dahulu kuku kuda di bersihkan
dan dipotong agar tidak menggangu kuda untuk beraktivitas, setelah bersih tapal
dapat dipasang. Setelah terpasang dengan rapi bagian luar kuku kuda di beri hoof
oil atau minyak kuku tujuannya untuk mencegah kerapuhan pada kuku (Mills dan
Nankervis 2003).
Seluruh badan kuda disikat dengan rose-comb untuk menghilangkan
kotoran basah yang menempel. Pastikan bagian perut dan kaki sudah disikat.
Setelah menggunakan rose-comb tubuh kuda disikat dengan Dandy Brush untuk
menghilangkan debu-debu dan kotoran kering pada badan kuda. Setelah badan
kuda disikat, selanjutnya bagian kepala dan muka disikat dengan sikat halus,
setelah selesai hidung dibersihkan dengan spons basah. Seluruh bagian kepala
dilap dengan spons basah agar terlihat segar. Setelah selesai seluruh tubuh kuda
dikeringkan. Terakhir rambut suri dibagian leher dan ujung kepala serta ujung
ekor di sisir agar terlihat rapi serta mencegah bulu rontok. Kuda impor (kuda poni
argentina dan kuda arab) lebih rentan mengalami kerontokan bulu di banding kuda
lokal sehingga penyikatan bulu harus secara rutin. Kuda yang digunakan untuk
bermain polo harus dicukur pada bagian surainya, dan ekor dikepang. Hal ini
bertujuan agar tidak menggangu kuda saat bermain polo, menciderai pemain
maupun kuda lain, dan tidak menggangu atlet saat akan melakukan pukulan akibat
mallet yang tersangkut akibat kibasan ekor kuda tersebut.
Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari
suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas,
ataupun sisa pakan. Limbah yang terdiri dari feses dan urin adalah limbah yang
paling banyak dihasilkan dan dapat memberikan dampak yang buruk bagi
lingkungan apabila tidak diolah dengan baik dan benar. Kuda merupakan hewan
yang telah lama digunakan untuk kepentingan manusia.
Kotoran kuda dapat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi
biogas. Kotoran kuda mempunyai kandungan karbon dan nitrogen yang lebih
tinggi daripada kandungan karbon dan nitrogen pada kotoran sapi yang
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme, kotoran kuda memiliki
presentase kandungan sellulosa, hemisellulosa, fosfat dan kalium yang lebih
tinggi dibandingkan kandungan pada kotoran sapi (Santoso 2010).
Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan proses
pengomposan. Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu C/N
rasio, kadar air, suhu, derajat keasaman (pH), oksigen dan aktivitas
mikroorganisme. C/N rasio digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
mikroorganisme untuk melakukan aktivitasnya dalam merombak substrat.
Karbon digunakan sebagai sumber energi dan Nitrogen untuk membangun
struktur sel mikroorganisme. Perbedaan kandungan C dan N akan menentukan
kelangsungan proses pengomposan yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas
kompos yang dihasilkan (Hidayati et. al 2010).
Metode yang digunakan dalam pengomposan ini menggunakan mesin di
gester: Sistem yang digunakan untuk pembuatan biogas dalam penelitian ini
adalah sistem batch yaitu penggantian bahan dilakukan dengan mengeluarkan sisa
bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti.
Kedua bahan campuran feses kuda dan air dengan perbandingan 1:2.

Gambar 1. Instalasi
Penelitian
(Darmanto et.al 2012).

Keterangan gambar:
1. Digester (Ø 300 mm,L 420 mm,Vol 30 L)
2. Tabung penampung gas
3. Thermo kontrol
4. Thermo kopel
5. Heater
6. Saluran masuk substrat
7. Katup
8. Sensor pengukur tekanan dan termokopel (Tabung penampung gas)
9. Termometer payung (Digester)
10. Data logger dan komputer

Kandungan air dalam substrat dan homogenitas akan mempengaruhi


proses kerja bakteri, yang akan membantu proses penguraian, sedangkan
homogenitas akan membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat
menjadi lebih menyatu (Santoso 2010). Digester dengan volume 30 liter, yaitu
70% dari volume digester digunakan untuk substrat campuran kotoran kuda dan
air, sedangkan sisanya (30%) sebagai ruang udara. Pengisian digester feses kuda
dan air dicampur dan diaduk hingga rata sesuai berat /perbandingan, masukan
substrat kedalam digester, tutup saluran masuk digester dan tutup katup keluar
dari tanki penampungan gas, sehingga biogas yang terbentuk dapat mengalir ke
tanki penampungan gas (Gambar 1). Jumlah masukan substrat 21 kg. Pada hari
pertama dilakukan pengkondisian temperatur digester I pada (35°C) dan digester
II pada (55°C) hingga akhir produksi. Starter. Penambahan starter dicampurkan
pada substrat untuk meningkatkan jumlah populasi bakteri fermentasi yaitu
Greenphosko (G7) 10 gram.

SIMPULAN

Peran dokter hewan pada RPH adalah melakukan pengawasan higiene produk
RPH, penerapan terhadap kesejahteraan hewan pada tiap proses pemotongan,
sanitasi pada lingkungan RPH, pemeriksaan status kesehatan hewan, serta
memantau pengolahan limbah dari RPH. Fungsi RPH itu sendiri sebagai sarana
produksi daging, sebagai instansi pelayanan masyarakat yakni untuk
menghasilkan kualitas daging yang baik dan dalam merancang tata ruang RPH
perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging kualitas baik serta tidak
membahayakan masyarakat jika dikonsumsi sehingga harus memenuhi
persyaratan kesehatan veteriner.

DAFTAR PUSTAKA

Darmanto A, Soeparman S, Widhiyanuriawan D. 2012. Pengaruh Kondisi


TemperaturMesophilic (35ºC) Dan Thermophilic (55ºC) Anaerob Digester
Kotoran KudaTerhadap Produksi Biogas. Vol.3, No. 2 Tahun 2012 : 317-
318.

Eccleston, Kellie Joan. 2009. Animal Welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan
Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur. FISIP Universitas
Muhammadiyah: Tidak diterbitkan.
Hidayati YA, Marlina TA, Tb.Benito AK, Harlia E. 2010. Pengaruh Campuran
Feses SapiPotong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap
Kualitas Kompos. Vol.XIII, No. 6: 300.

Martono, S. 2006. Hubungan Antara Ukuran Tubuh Dengan Berat Badan Kuda di
Segoroyoso Bantul. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada.

Mills D, Nankervis K. 2003. Equine Behavior: Principle Practice. Blackwell


Publishing. UK.

Praowo PP. 2003. Produksi dan Konsumen Daging Kuda. Jakarta (ID): Penerbar
Swadaya.

Rukmana R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta(ID):


Kaninus.

Santoso AA. 2010. Produksi Biogas Dari Limbah Rumah Makan Melalui
Peningkatan Suhu dan Penambahan Urea Pada Perombakan Anaerob ,
[Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Sastianah. 2008. Karakteristik Karkas Kuda Yang Dipotong di RPH Perorangan


Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul DIY. [Skripsi]. Yogyakarta (ID):
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.

Sihombing. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.


Bogor (ID): Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut
Pertanian Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.

Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan Prinsip
Dasar. Denpasar (ID): Udayana University Press.

Sulistyo, E. 2000. Hubungan Antara Berat Potong dan Ukuran-Ukuran Tubuh


Dengan Berat Karkas dan Non Karkas Sapi PO Jantan. [Skripsi].
Yogyakarta(ID): Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.

Rachmawati, A. 2008. Pendugaan Bobot Potong Dari Ukuran Tubuh dan Bobot
Karkas Dari Bobot Potong Sapi di RPH Boyolali. [Skripsi].
Yogyakarta(ID):Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai