Anda di halaman 1dari 34

Mata Kuliah : Penyehatan Makanan Minuman-B

Kode Mata Kuliah : KL.A.5.21


Jumlah SKS : 3 SKS

Ketua Kelompok : Muhammad Firmansyah (P27833314019)

Anggota Kelompok :
1. Nadia Putri Ramadhani (P27833314005)
2. Farida Aisyah Nabilla Balgis (P27833314008)
3. Fitria Rizki Ramadhani (P27833314011)
4. Alief Fitria Romadhana H S (P27833314012)
5. Alda Chelsia Rahma (P27833314018)
6. Putri Wahidatun Sholihah (P27833314022)
7. Miftahul Hasanah (P27833314024)
8. Abibatus Solikhah (P27833314029)
9. I Putu Krysna Anom Putra (P27833314033)
10. Della Nanda Oktaviani (P27833314036)
11. Dita Nur Kusumawati (P27833314037)
12. Aning Hidayatun Nisa’ (P27833314038)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Belajar Lapangan ini
dengan baik.
Laporan Praktek Belajar Lapangan ini disusun untuk melaporkan hasil dari
kegiatan praktek belajar lapangan yang telah kami laksanakan di Rumah Pemotongan
Hewan, Jl. Pegirian No 285 Surabaya pada tanggal 11 Oktober 2016. Penyusunan laporan
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh nilai ketuntasan pada mata kuliah
Penyehatan Makanan dan Minuman-B
Sehubungan dengan terselesaikannya laporan ini, dengan rendah hati kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ferry Kriswandana, SST, M.T selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya.
2. Ibu AT. Diana Nerawati, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma IV
Kesehatan Lingkungan Surabaya.
3. Ibu AT. Diana Nerawati, SKM, M.Kes selaku PJMK Mata Kuliah Penyehatan Makanan
Minuman-B
4. Drh. Yoga selaku pembimbing praktek lapangan dari rumah pemotongan hewan
5. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan praktek belajar
lapangan hingga proses penyusunan laporan ini.

Kami menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga berbagai
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan karya selanjutnya.Harapan kami, semoga laporan Praktek Belajar Lapangan
di Pemerahan Susu Sapi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 17 Oktober 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Besarnya permintaan kosumen akan daging, baik regional maupun nasional,
sehingga menuntut pemerintah untuk mengembangkan sektor peternakan khususnya
ternak potong demi mencukupi kebutuhan daging di masyarakat, pada umumnya untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani.
Permintaan masyarakat terhadap daging yang sehat khususnya daging
sapisebagai sumber utama protein hewani terus meningkat, oleh karena itu keberadaan
rumah potong hewan sangat diperlukan, yang dalam pelaksanaannya harus dapat
menjaga kualitas, baik dari tingkat kebersihannya, kesehatannya, ataupun halalnya
daging untuk dikonsumsi.Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah mendirikan
Rumah Potong Hewan (RPH) di daerah seluruh Indonesia.
Suatu industri daging dan pengolahannya merupakan salah satu cabang industri
pemenuhan sumber makanan bagi manusia baik itu yang berupa daging mentah maupun
yang telah diolah. Dalam proses pemenuhannya saling terkait dengan suatu teknik
dimana proses daging tersebut didapat kemudian diolah. Teknik yang dimaksud yakni
teknik pemotongan dari ternak, dimana teknik pemotongan merupakan salah satu faktor
yang menentukan apakah daging yang dihasilkan baik seperti tujuannya yaitu untuk
menghasilkan daging yang HAUS (Halal, Aman, Utuh, Sehat).
Salah satu tempat yang tepat untuk mendapatkan daging yang HAUS
khususnya pada ternak yaitu RPH ( Rumah Pemotongan Hewan). Dimana di RPH ini
teknik yang dilakukan dalam pemotongan sudah baik karena sudah menggunakan
teknologi dalam proses pemotongannya tanpa ada campur tangan manusia. RPH
merupakan suatu kompleks bangunan yang telah didesain dan dikontruksi dengan baik
sesuai dengan standar yang berlaku.
Pada RPH merupakan tempat pemotongan bagi ternak besar khususnya sapi
yang tentunya menghasilkan daging (karkas). Namun selain daging (karkas), ada pula
by product yang nantinya akan mengalami suatu proses pengolahan. Untuk mengetahui
lebih banyak mengenai RPH dan hasil dari RPH ini baik itu karkas maupun by
productnya maka dilakukan survey langsung ke Rumah Pemotongan Hewan.
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran penerapan higiene dan sanitasi pada rumah
pemotongan hewan, guna memenuhi persyaratan kesehatan untuk dikonsumsi oleh
masyarakat.

2. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui higiene sanitasi rumah pemotongan hewan.
- Untuk mengetahui cara memotong hewan.
- Untuk mengetahui keadaan fasilitas sanitasi dirumah pemotongan hewan.
- Untuk mengetahui sanitasi peralatan dirumah pemotongan hewan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Potong Hewan (RPH)


Dalam memenuhi kebutuhan akan daging yang baik maka masalah yang sering
dijumpai dalam pengawasan daging adalah tersedianya tempat/rumah potong
hewan/RPH baik yang dimiliki pemerintah daerah/swasta, yang mana semua hewan
disembelih dikerjakan di tempat ini. Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan ini
harus ditunjang oleh peraturan yang menetapkan bahwa semua hewan yang disembelih
dan dikuliti harus dikerjakan di RPH atau tempat lainnya yang fungsinya mirip dengan
RPH.
Umumnya petugas mengawasi daging ini bertugas ditempat RPH yang ada di
kota tersebut. Pengawasan ini melakukan pemeriksaan baik antemortem maupun post
mortem pada hewan yang akan atau sudah disembelih, dan mengadakan pengawasan
terhadap RPH sehingga layak menurut kesehatan, sehingga menjamin adanya
penanganan daging yang baik dan saniter baik pada daging yang menjadi produknya
maupun bahan lainnya yang telah menjadi sampah (Ehleer-Steel, 1997: 53)
Dianjurkan RPH ini diselenggarakan oleh pemerintah daerah/kota, dan jika hal
ini tidak bias dilakukan maka kemungkinan cara lain yang bias ditempuh adalah
mengorganisasi para penjual daging setempat untuk mandirikan bangunan RPH dan
tempat melaksanakan pengelolaan daging (Ehleer-Steel, 1997: 53).
Semua hewan yang akan disembelih harus dibawa ke RPH dan dipungut biaya
untuk setiap hewan yang akan disembelih dan dikuliti. Dan harus tersedia juga suatu
ruangan untuk penyimpanan daging secara dingin. Jika memungkinkan pada RPH
dianjurkan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang bahan-bahan yang
biasanya tidak digunakan lagi untuk dijadikan suatu produk tertentu sehingga
pengawasan bahan tersebut bias menjadi lebih efektif dan saniter. Misalnya usu yangs
eharusnya dibuang (di masyarakt dijadikan soto-babat) dibersihkan dan dipergunakan
sebagai bahan pembungkus sosis, darah dan kikisan daging/tulang dibuat sebagai pakan
ternak ikan, atau dijadikan sebagai bahan pelumas dan lain sebagainya (Ehleer-Steel,
1997: 54).
Di kota yang penduduknya 8000 orang bias didirikan satu atau lebih tempat
RPH. Dibeberapa kota Texas tahun 1955 populasinya kurang lebih 150.000 orang telah
berdiri beberapa RPH. Potongan tubuh hewan yang tidak digunakan dapat
dimanfaatkan lagi dan dijual dalam bentuk suatu produk yang bisa membantu biaya
pemeliharaan RPH yang bersangkutan, yang biasanya pemeliharaan RPH ini sangat
mahal. (Ehleer-Steel, 1997: 55)

B. SNI untuk Rumah Potong Hewan


Rumah pemotongan hewan adalah kompleks bangunan dengan disain dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan hygiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan
karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Karkas
adalah seluruh, setengah atau seperempat bagian dari hewan potong hewan yang
disembelih setelah pemisahan kepala, kaki, sampai karkus serta ekor, pengulitan, pada
babi pengerokan bulu setelah pengeluaran isi rongga perut dan dada. (SNI 01-6159-
1999)
RPH, di samping sebagai sarana produksi daging juga berfungsi sebagai
instansi pelayanan masyarakat yaitu untuk menghasilkan komoditas daging yang sehat,
aman dan halal (sah).Umumnya RPH merupakan instansi Pemerintah.Namun
perusahaan swasta diizinkan mengoperasikan RPH khusus untuk kepentingan
perusahaannya, asalkan memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan dan sesuai
dengan peraturan Pemerintah yang berlaku. Pembangunan RPH harus memenuhi
ketentuan atau standar lokasi, bangunan, sarana dan fasilitas teknis, sanitasi dan
higiene, serta ketentuan lain yang berlaku. Sanitasi dan higiene menjadi persyaratan
vital dalam bangunan, pengelolaan dan operasi RPH.
Beberapa persyaratan RPH secara umum adalah Merupakan tempat atau
bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi dengan atap, lantai dan
dinding, memiliki tempat atau kandang untuk menampung hewan untuk diistirahatkan
dan dilakukan pemeriksaan ante mortem sebelum pemotongan. Syarat penting lainnya
memiliki persediaan air bersih yang cukup, cahaya yang cukup, meja atau alat
penggantung daging agar daging tidak bersentuhan dengan lantai.Untuk menampung
limbah hasil pemotongan diperlukan saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga
lantai tidak digenangi air buangan atau air bekas cucian.
Acuan tentang Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan tatacara pemotongan
yang baik dan halal di Indonesia sampai saat ini adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan berisi beberapa persyaratan
yang berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata
letak sehingga keberadaan RPH tidak menimbulkan ganguan berupa polusi udara dan
limbah buangan yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat.

I. LOKASI DAN TATA LETAK


 Lokasi
a. Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata ruang (RUTR), Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan / atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK)
b. Jauh dari gangguan dan pencemaran lingkungan
c. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada didaerah rawan
banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan kontaminan lainnya.
d. Memiliki lahan yang relative datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah
pemotong hewan.
 Tata letak
a. Harus dipagar untuk mencegah masuknya dan hewan lain
b. Pintu masuk hewan potong terpisah dari pintu keluar daging
c. RPH Babi terpisah dengan RPH lainnya
d. Jarak RPH Babi dan RPH lainnya cukup jauh
e. RPH babi dan lainnya dibatasi pagar min 3meter
 Tata ruang
a. Searah dengan alur proses
b. Memiliki ruang yang cukup
c. Darah dapat ditampung

II. BANGUNAN
 Kandang penampungan
a. Min 10 meter dari bangunan utama
b. Kapasitasi min 1,5 kali Kapasitas pemotogan hewan max sehari
c. Ventilasi dan pencahayaan baik
d. Adanya tempat air minum yang landai kearah saluran pembuangan
e. Terdapat jalur penggiring hewan
f. Dilengkapi dengan pembatas
g. Pembatas kuat, lebar cukup untuk 1 ekor
 Kantor administrasi
a. Luas sesuai dengan jumlah karyawan
b. Nyaman dan aman
c. Adanya tempat pertemuan
 Tempat istirahat, kantin dan mushola karyawan
a. Sejuk
b. Luas sesuai dengan jumlah karyawan
c. Mudah dibersihkan
d. Memnuhi persyaratan kesehatan lingkungan
 Kandang isolasi
a. Tepisah dari kandang penampung dan bangunan utama
b. Dekat incinerator
c. Rendah daripada bangunan lain
d. Melindungi hewan dari panas dan hujan
e. Dilengkapi kandang jepit
 Bangunan utama
a. Harus terbuka
b. Dilengkapi grill
c. Grill mudah dibuka
d. Terbuat dari bahan kuat
e. Tidak korosif
 Bangunan utama daerah kotor
a. Tempat pemingsanan
b. Tempat pemotongan
c. Tempat pengeluaran darah
d. Ruang jeroan
e. Ruang kepala dan kaki
f. Ruang kulit
g. Tempat pemeriksaan
 Bangunan utama daerah bersih
a. Tempat penimbangan karkas
b. Tempat keluar karkas
c. Ruang pendingin
d. Ruang pembeku
e. Ruang pembagian karkas
f. Ruang pengemasan daging
 Ruang-ruang
a. Memiliki ruang pendingin
b. Memiliki ruang pembekuan
c. Memiliki ruang pembagian karkas dan pengemasan
d. Memilliki laboratorium
 Incinerator
a. Terletak dekat kandang isolasi
b. Didisain agar mudah diawasi dan agar mudah dirawat serta
c. Sesuai dengan rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL).
 Rumah jaga
a. Dibangun dimasing-masing pintu masuk dan pintu keluar komplek rumah
pemotongan hewan
b. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik
c. Terpasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi petugas dengan baik dari panas dan hujan.
d. Didisain agar petugas di dalam bangunan dapat mengawasi keadaan di luar
rumah jaga.
 Tempat parkir
a. Luas
b. Tidak ada genangan air
c. Penvahayaan terang
d. Bersih
 Pintu
a. Tidak mudah korosif
b. Kedap air
c. Mudah dibersihkan
d. Didesinfeksi
e. Dilengkapi alat penutup pintu otomatik
 Dinding
a. Tinggi min 3 meter dari tempat pemotongan dan pengerjaan karkas
b. Bagian dalam berwarna terang
c. Min 2meter
d. Kedap airtidak mudah korosif
e. Tidak toksik
f. Tahan benturan
g. Mudah dibersihkan
h. Didesinfeksi
i. Tidak mudah mengelupas
 Lantai
a. Kedap air
b. Tidak mudah korosif
c. Tidak licin
d. Mudah dibersihkan
e. Didesinfeksi
f. Lantai kearah saluran pembuangan
g. Rata
h. Tidak bergelombang
i. Tidak berlubang/bercelah
 Sudut pertemuan
a. Antara dinding dan lantai Berbentuk lengkung jari-jari 75 mm
b. Antara dinding dan dinding lengkung dengan jari-jari 75 mm
 Langit-langit
a. Berwarna terang
b. Kedap air
c. Tidak mudah mngelupas
d. Kuat
e. Mudah dibersihkan
f. Tidak berlubang/bercelah
 Ventilasi
a. Lebih dari 10%dari luas lantai
b. Mudah dibersihkan
c. Dapat dibuka dan ditutup

III. FASILITAS SANITASI


 Air bersih
a. Memenuhi kebutuhan
b. Sumber air sesuai baku mutu air minum SNI 01-0220-1987 dan minimal
 sapi, kerbau, kuda 1000 liter/ekor/hari
 kambing, domba 100 liter/ekor/hari
 babi 450 liter/ekor/hari
 Kamar mandi/WC
a. Ventilasi dan penerangan harus cukup baik
b. Luas ruang harus disesuaikan dengan jumlah karyawan
c. Dibangun minimum masing-masing didaerah kotor dan didaerah bersih
d. Saluran pembuangan dari kamar mandi atau WC ini dibuat khusus kearah
septick tank, tidak menjadi satu dengan saluran pembuangan limbah proses
pemotongan.
e. Dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak mudah korosif, mudah dirawat serta mudah dibersihkan dan
didesinfeksi
 Saluran Pembuangan Air Limbah
a. Besar
b. Mengalir dengan lancar
c. Mudah dirawat dan dibersihkan
d. Kedap air
e. Mudah diawasi
f. Tidak menjadi sarang tikus
g. Dilengkapi dengan penyaring
IV. SARANA
 Akses Jalan
a. dapat dilewati oleh kendaraan pengangkut hewan
 Sumber listrik
a. mencukupi kebutuhan
b. pencahayaan terang min 540 lux untuk tempat pemeriksaan postmortem
c. 220 lux untuk ruang lainnya
 Kendaraan pengangkut
a. terpisah antara pengangkut hewan dan daging
 Tempat mencuci tangan
a. tidak menyentuh kran
b. terdapat sabun
c. pengering tangan
d. adanya tempat sampah tertutup
e. dioperasikan dengan kaki
f. ada pada setiap tahap proses
g. mudah dijangkau
h. berbeda untuk pekerja dan kantor
i. RPH Babi ada bak pencelup yang berisi air panas

V. PERALATAN
 Alat
a. Tidak toksik
b. Mudah dibersihkan
c. Didesinfeksi
d. Mudah dirawat
 Alat berhubungan dengan daging
a. Dari bahan tidak toksik
b. Tidak mudah korosif
c. Mudah dibersihkan
d. Didesinfeksi
 Kesehatan karyawan
a. Sehat
b. Diperiksa secara rutin min 1x dalam setahun
c. Mendapat pelatihan hygiene dan mutu
d. Karyawan daerah bersih dan kotor terpisah
 Tamu
a. Memiliki ijin

VI. PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


 Pemeriksaan
a. Dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang
b. Mempunyai tenaga dokter hewan

VII.KENDARAAN PENGANGKUT DAGING


 Box
a. Tertutup
b. Kedap air
c. Tidak toksik
d. Mudah dibersihkan
e. Didesinfeksi
f. Insulasi baik
g. Dilengkapi alat pendingin suhu + 7oC
 Boks pengangkut
a. Suhu ruang daging beku mak -18oC
b. Terdapat alat penggantung karkas
 Kendaraan
a. Daging babi dan daging lainnya terpisah

VIII. PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU


 Perlengkapan bangunan
a. Pintu dan jendela/ventilasi dilengkapi kawat kasa
 Kontruksi bangunan
a. Kuat
b. Tahan terhadap benturan
c. Dapat mencegah masuknya binatang pengganggu

C. Pemeriksaan dan pengawasan daging


Daging memerlukan pengawasan yang lebih cermat dibandingkan dengan
makanan lainnya selain susu. Hal ini disebabkan karena daging meruakan bahan pagan
yang mudah busuk dan kemungkinan hewan mengandung bibit penyakit, khususnya
penyakit yang dapat ditularkan kepada manusia, mudah terinfeksi dengan bibit
penyakit. Di Amerika Serikat pengawasan daging dilaksanakan oleh Bereau of Animal
Industry dari dinas Pertanian Amerika Serikat, sedangkan di Negara Indonesia
pelaksanaan pengawasaan dilakukan oleh Dinas Peternakan.
Pengawasan daging perlu dilakukan karena daging yang telah diperiksa oleh
biro tersebut ternyata 2% mengandung penyakit dan sebagian atau seluruh dagig hewan
yang bersangkutan diapkir.Dan didapatkan pula bahwa 10% terna yang dipotong telah
terinfeksi dengan dengan Tuberkulosa. Badan ini juga mengadakan pembatasan dari
segi hukum/perundangan yaitu dengan menentukan bahwa daging yang berkualitas
ekspor saja yang boleh diperdagangkan dan penyembelihan serta pemotongan hewan
hanya boleh diselenggarakan di rumah potong hewan (RPH) atau pada tempat yang
telah ditentukan/diijinkanoleh petugas kesehatan setempat.Pemeriksaan daging ini
dilakukan sebaiknya sejak dari pusat-pusat penyediaan ternak sampai ketempat RPH,
sehingga menghasilkan dagig yang berkualitas dan bebas dari penyakit. Jika
pemotongan hewan ini tidak diatur dengan perundangan maka hewan yang mutunya
rendah dan dicurigai berpenyakit, bias lolos dari pengawasan dan dagingnya akan
dikonsumsi oleh masyarakat.
Selanjutnya juga pada kandang tempat peristirahatan hewan di RPH, hewan
yang akan disembelih jarang atau tidak diperiksa, baik RPH di kota besar maupun kota
kecil, serta kondisi sanitasinya sangat menyedihkan. Tempat tersebut berbau busuk dan
kotor, serta jutaan lalat berterbangan dan banyak tikus berkeliaran mencari makan.
Sampah jarang dibuang secara layak, dan dibiarkan berserakan begitu saja membusuk
dan tertimbun dan kandang-kandang sampai menutup air limbahnya.
D. Daging dan Penanganannya
Daging adalah merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil
penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan.Hewan-hewan yang khusus
diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti sapi,
kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan
bebek atau itik. (Koswara, 2009)
1. Pemeriksaan Ante-mortem
Hewan-hewan yang akan disembelih untuk menghasilkan daging harus terlebih
dahulu diperiksa kesehatannya oleh doktor hewan atau mantri hewan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari daging kepada
konsumen. Hewan-hewan yang menderita penyakit menular atau penyakit cacing
yang dapat menulari manusia dilarang untuk disembelih.
Adapun tujuan pemeriksaan antemortem antara lain :
a. Memperoleh ternak yang cukup sehat.
b. Menghindari pemotongan hewan yang sakit/abnormal.
c. Mencegah atau meminimalkan kontaminasi pada alat, pegawai dan karkas.
d. Sebagai bahan informasi bagi pemeriksaan postmortem.
e. Mencegah penyebaran penyakit zoonosis.
f. Mengawasi penyakit tertentu sesuai dengan undang-undang.

2. Penyembelihan
Penyembelihan adalah usaha untuk mengeluarkan darah hewan dengan
memotong pembuluh darah pada bagian leher (vena jugularis). Untuk memperoleh
daging yang berkualitas baik, faktor-faktor yang harus diperhatikan pada waktu
penyembelihan hewan adalah sebagai berikut :
a. Permukaan kulit hewan harus dalam keadaan bersih
b. Hewan harus dalam kondisi prima, tidak lelah, tidak kelaparan dan tenang
c. Pengeluaran darah harus berlangsung dengan cepat dan sempurna
d. Perlakuan-perlakuan yang menyebabkan terjadinya memar dan luka pada jaringan
otot harus dihindari
e. Kontaminasi dengan mikroorganisme harus dihindari dengan menggunakan alat-
alat yang bersih.
3. Penyiangan dan pemeriksaan Pasca-mortem
Setelah penyembelihan, kepala dipisahkan pada batas tulang kepala dengan
tulang leher pertama, kaki pertama dipotong pada persendian metetarsus, kaki
belakang dipotong pada persendian metacarpus, jeroan dikeluarkan dengan
membuka bagian bawah perut secara membujur dan keudian dikuliti.Daging yang
masih menempel pada tulang kerangka hasil dari penyiangan ini disebut karkas.
Khusus pada babi dan unggas tidak dilakukan pengulitan, akan tetapi dilakukan
pencabutan bulu dengan cara mencelupkan kedalam air mendidih selama beberapa
menit sehingga bulunya mudah dicabut (scalding). Setelah penyiangan, dilakukan
pemeriksaan pasca mortem terhadap karkas dan jeroan (hati, jantung, limpa, ginjal
dan usus) untuk meyakinkan bahwa karkas tersebut tidak mengandung penyakit yang
dapat ditularkan kepada konsumen melalui daging. (Koswara, 2009)

4. Pelayuan
Pelayuan dari karkas yang dihasilkan setelah penyiangan bertujuan untuk
memberikan kesempatan agar proses-proses biokimia yang terjadi pada daging
setelah hewan mati dapat berlangsung secara sempurna sebelum daging tersebut
dikonsumsi.Pelayuan ini harus dilakukan untuk memperoleh daging dengan
keempukan dan cita rasa yang baik sebagai hasil dari proses-proses biokimia yang
berlangsung selama pelayuan.
Untuk mencegah terjadinya pembusukan, pelayuan sebaiknya dilakukan pada
suhu rendah (3,6ºC – 4,4ºC) selama sekitar 12 – 24 jam untuk karkas hewan kecil
(babi, kambing dan domba) dan sekitar 24 – 48 jam untuk karkas hewan besar (sapi
dan kerbau). Untuk karkas unggas pelayuan tidak perlu dilakukan oleh karena
proses-proses biokimia pada daging unggas yang telah mati berlangsung lebih
singkat, yaitu selama penyiangan.Apabila pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih
tinggi, waktunya harus lebih singkat agar tidak terjadi pembusukan daging.

5. Pemotongan Karkas
Kecuali karkas unggas, karkas hewan mamalia dibagi menjadi dua sisi melaui
tulang punggung. Kecuali karkas sapi dewasa, setiap sisi karkas selanjutnya dipotong
menjadi potongan-potongan eceran (retall cuts) menurut cara yang bervariasi untuk
setiap negara. (Koswara, 2009)
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Pelaksanaan praktikum
Lokasi : Jl. PegirianNo 285 Surabaya
Hari/tanggal : Selasa, 11 Oktober 2016
Waktu : 02.30 – 04.30 WIB

B. Metode praktikum
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah wawancara dan observasi.
Wawancara ditujukan kepada petugas dan pengelolah Rumah Potong Hewan (RPH)
dan observasi dilakukan guna mengisi form penilaian sanitasi kandang di Rumah
Potong Hewan (RPH).

C. Alat Dan Bahan


1. Formulir sanitasi kandang.
2. Alat tulis.
3. Alat untuk dokumentasi.
4. Alat transportasi.

D. Prosedur kerja
a) Mencari lokasi Rumah Potong Hewan yang akan dikunjungi untuk praktek penilaian.
b) Membuat kesepakatan kepada pemilik rumah pemotongan hewan.
c) Membuat formulir penilaian pemeriksaan fisik hygiene sanitasi rumah pemotongan
hewan.
d) Membuat surat yang akan diberikan ke pemilik rumah pemotongan hewan.
e) Melakukan kunjungan ke rumah pemotongan hewan yang ditunjuk.
f) Melakukan penilaian ke rumah pemotongan hewan sesuai dengan variabel dan
keadaan yang ada.
g) Menghitung skor sesuai dengan nilai yang diperoleh lalu jumlahkan.
h) Lakukan analisa pada masing-masing variabel.
i) Menarik kesimpulan dan pemberian saran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum RPH


Nama RPH : RPH Pegirian Surabaya
Alamat RPH :Jl. Pegirian No. 258 Surabaya
Luas RPH : 3 hektar
Kapasitas produksi perhari : ± 300 kg / hari
Distribusi : Surabaya dan sekitarnya
No Telepon : 3718343
Jumlah Karyawan : ± 90 orang

RPH (Rumah Potong Hewan) yang berlokasi di Jl. Pegirian Surabaya berada
dibawah pengawasan dinas peternakan. Hewan-hewan yang berada di RPH merupakan
hewan yang berasal dari berbagaikota di Indonesia, bukan hanya Surabaya,
tapijugadarikota lain diantaranya Kediri, Jombang, Jember, Malang, dll. Untuk
pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong, RPH sendiri memiliki dokter hewan
yang bernama dr. Yoga. Pemeriksaan kesehatan biasanya dilakukan ditempat asal sapi
sebelum dikirim ke RPH, yaitu secara ante mortem. Bila keadaan fisik dari hewan
ternak dinilai baik atau sehat, maka tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Proses kegiatan di RPH yaitu ketika sapi dari luar kota datang, kemudian
didiamkan terlebih dahulu di kandang penampungan yang telah disediakan. Masing-
masing hewan memiliki kandang sendiri-sendiri dan tidak mungkin tercampur. Sapi
dalam negeri dan sapi impor juga memiliki kandang yang berbeda. Untuk hewan seperti
babi, kandangnya terpisah dan dibatasi tembok setinggi 4 meter sehingga tidak
mengkontaminasi hewan ternak yang lain dan terjaga kehalalannya. Hewan ternak
masuk kandang penampungan dan diistirahatkan selama minimal 12 jam di kandang
tersebut selagi diamati perilakunya (pemeriksaan ante mortem), bila ada keanehan,
maka dokter hewan akan memeriksa kondisi kesehatan sapi tersebut, dan dibawa
kelaboratorium. Bila sapi tersebut positif terkena penyakit yang berbahaya (misalnya
antraks), maka dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar di tempat yang telah
disediakan. Bila dilihat secara fisik hewan tersebut dinilai sehat, maka dilakukan
penyembelihan.
Untuk limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemotongan hewan, seperti darah,
kotoran hewan, air limbah, dll sudah ada penanganannya masing-masing. Seperti darah,
ada sebagian yang dibuang langsung, ada sebagian yang ditampung di bak-bak dan ada
juga yang diambil untuk pakan lele. Untuk kotoran hewan dan rumen langsung dibuang
ke TPA benowo. Jumlah kotoran rumen sapi yang dihasilkan dalam 1 haridapat
mencapai kurang lebih 2 truk. Sebenarnya sangat disayangkan, karena rumen dari
ternak masih dapat dimanfaatkan untuk biogas, kompos, dll. Namun saat ini masih
belum ada yang menampung sehingga langsung dibuang ke TPA benowo. Untuk air
limbahnya langsung dibuang kesaluran limbah yang sebelumnya dilakukan penyaringan
terlebih dahulu agar aman dibuang kelingkungan.
RPH sebenarnya hanya bertugas untuk pemotongan saja, setelah itu sapi akan
dikembalikan pada pemilik masing-masing. Petugas yang bekerja di RPH untuk
memotong hewan ternak atau penyembelih semuanya memiliki sertifikat. RPH
melakukan proses pemotongan mulai pukul 00.00 dinihari sampai subuh. Setelah itu
akan dilakukan pembersihan pada rumah potong hewan dengan air bersih untuk
menghindari vector yang datang. Sapi yang dipotong di RPH berusiaantara 3 sampai 6
tahun.Umumnya yang dipotong adalah sapi jantan, namun sapi betina juga bisa
dipotong bila dinilai sudah tidak produktif.
Biaya pemotongan 1 ekor sapi di RPH yaitu sebesar Rp. 50.000, biaya
pemotongan 1 ekor kambing sebesar Rp.7500 dan biaya pemotongan babi adalah
sebesar Rp. 65.000 per ekornya.Untuk pemotongan sapi dan kambing dilakukan setiap
hari, sedangkan untuk pemotongan babi dilakukan 2 hari sekali yaitu hari senin, rabu,
dan jumat. Jumlah rata-rata hewan yang disembelih per harinya yaitu sekitar 120-150
ekor sapi per hari, 35-40 ekor kambing, dan 170-180 ekor babi per dua hari.
Pemotongan kambing tidak sebanyak sapi atau babi karena kebanyakan warga
memotong sendiri kambingnya dirumah masing-masing, tidak semua orang
menggunakan jasa RPH untuk menyembelih kambingnya. Pegawai yang bekerja di
RPH kurang lebih ada 90 orang. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan,
penerapan K3 dari pegawai RPH dinilai kurang, karena alat pelindung yang digunakan
hanya sepatu boot saja. Disana juga pernah terjadi kecelakaan yang membuat salah satu
pegawainya terluka akibat terpeleset dan kemudian terkena pisau yang dipegang oleh
rekannya sendiri.Sanitasi di RPH tergolong cukup.Karena tempatnya yang dinilai tidak
begitu bersih.Banyak kotoran hewan berceceran di lantai yang juga digunakan untuk
pemotongan.Dan banyak juga pegawai yang menyeret anggota tubuh hewan yang telah
disembelih seperti kulit, jeroan, kepala, dll di lantai yang kotor. Saat kami mengamati
proses pencucian jeroan juga cukup mengkhawatirkan, karena air yang digunakan untuk
mencuci sudah sangat keruh namun masih digunakan untuk mencuci dan belum diganti
dengan air bersih yang baru. Saluran air limbah yang terbuka juga mengurangi nilai
estetika, menimbulkan bau yang tidak sedap, dapat mengundang datangnya vector dan
binatang pengganggu, serta dapat menimbulkan kontaminasi bila bersentuhan dengan
daging.

B. Hasil penilaian sanitasi kandang RPH

Tabel Penilaian Sanitasi Rumah Potong Hewan


NO. VARIABEL KOMPONEN PENILAIAN NILAI NILAI SKOR SKOR
BOBOT %
MAX HASIL MAX HASIL
1 2 3 4 5 6 7 8 9
I. LOKASI DAN TATA LETAK
a. Tidak bertentangan dengan 3 3 12 12
Rencana Umum Tata ruang
(RUTR), Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) dan / atau
Rencana Bagian Wilayah Kota
(RBWK)
b. Jauh dari gangguan dan 2 2 8 8
pencemaran lingkungan
4
1. Lokasi c. Tidak berada dekat industri 3 3 12 12
100%
logam dan kimia, tidak berada
didaerah rawan banjir, bebas
dari asap, bau, debu, dan
kontaminan lainnya.
d. Memiliki lahan yang relative 2 3 8 8
datar dan cukup luas untuk
pengembangan rumah
pemotong hewan.
a. Harus dipagar untuk mencegah 2
masuknya dan hewan lain 2 6 6
b. Pintu masuk hewan potong 2
terpisah dari pintu keluar 2 6 6
daging
c. RPH Babi terpisah dengan 2
2. Tata letak 3 90%
RPH lainnya 2 6 6
d. Jarak RPH Babi dan RPH 2
lainnya cukup jauh 2 6 6
e. RPH babi dan lainnya dibatasi 2
pagar min 3meter 1 6 3

a. Searah dengan alur proses 3 3 9 9


3. Tata ruang 3 b. Memiliki ruang yang cukup 3 2 9 6 100%
c. Darah dapat ditampung 4 4 12 12
II. BANGUNAN
a. Min 10 meter dari bangunan 1 0,5 4 2
utama
b. Kapasitasi min 1,5 kali 2 2 8 8
Kandang Kapasitas pemotogan hewan
1. 4 55%
penampungan max sehari
c. Ventilasi dan pencahayaan baik 2 0,5 8 2
d. Adanya tempat air minum yang 1 0,5 4 2
landai kearah saluran
pembuangan
e. Terdapat jalur penggiring 1 1 4 4
hewan
f. Dilengkapi dengan pembatas 1 0,5 4 2
g. Pembatas kuat, lebar cukup 2 0,5 8 2
untuk 1 ekor
a. Luas sesuai dengan jumlah 5 5 15 15
Kantor karyawan
2. 3 85%
administrasi b. Nyaman dan aman 3 3 9 9
c. Adanya tempat pertemuan 2 0,5 6 1,5
a. Sejuk 3 3 6 6
Tempat istirahat, b. Luas sesuai dengan jumlah 2 1 4 2
kantin dan karyawan
3. 2 75%
mushola c. Mudah dibersihkan 3 3 6 6
karyawan d. Memnuhi persyaratan 2 0,5 4 1
kesehatan lingkungan
a. Tepisah dari kandang 2 2 8 8
penampung dan bangunan
utama
b. Dekat incinerator 2 0,5 8 2
4. Kandang isolasi 4 60%
c. Rendah daripada bangunan lain 2 1 8 4
d. Melindungi hewan dari panas 2 2 8 8
dan hujan
e. Dilengkapi kandang jepit 2 0,5 8 2
a. Harus terbuka 2 2 4 4
b. Dilengkapi grill 2 2 4 4
5. Bangunan utama 2 c. Grill mudah dibuka 2 2 4 4 100%
d. Terbuat dari bahan kuat 2 2 4 4
e. Tidak korosif 2 2 4 4
a. Tempat pemingsanan 1 1 3 3
b. Tempat pemotongan 2 2 6 6
c. Tempat pengeluaran darah 2 2 6 6
Bangunan utama
6. 3 d. Ruang jeroan 2 2 6 6 90%
daerah kotor
e. Ruang kepala dan kaki 1 1 3 3
f. Ruang kulit 1 0,5 3 1,5
g. Tempat pemeriksaan 1 0,5 3 1,5
a. Tempat penimbangan karkas 1 1 3 3
b. Tempat keluar karkas 1 1 3 3
Bangunan utama c. Ruang pendingin 2 0,5 6 1,5
7. 3 40%
daerah bersih d. Ruang pembeku 2 0,5 6 1,5
e. Ruang pembagian karkas 2 0,5 6 1,5
f. Ruang pengemasan daging 2 0,5 6 1,5
a. Memiliki ruang pendingin 2 0,5 4 1
b. Memiliki ruang pembekuan 3 0,5 6 1
8. Ruang-ruang 2 c. Memiliki ruang pembagian 2 0,5 4 1 20%
karkas dan pengemasan
d. Memilliki laboratorium 3 0,5 6 1
a. Terletak dekat kandang isolasi 3 0,2 12 0,8
b. Didisain agar mudah diawasi 3 0,2 12 0,8
dan agar mudah dirawat serta
9. Incenerator 4 6%
c. sesuai dengan rekomendasi 4 0,2 16 0,8
Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL).
a. Dibangun dimasing-masing 2 1 4 2
pintu masuk dan pintu keluar
komplek rumah pemotongan
hewan
b. Ventilasi dan penerangan harus 3 3 6 6
cukup baik
10. Rumah jaga 2 c. Terpasang atap yang terbuat 2 2 4 5 95%
dari bahan yang kuat, dapat
melindungi petugas dengan
baik dari panas dan hujan.
d. Didesain agar petugas di dalam
bangunan dapat mengawasi 3 3 6 6
keadaan di luar rumah jaga.
a. Luas 3 3 6 6
b. Tidak ada genangan air 3 3 6 6
11. Tempat parkir 2 90%
c. Penvahayaan terang 2 2 4 4
d. bersih 2 1 4 2
a. Tidak mudah korosif 2 1 6 3
b. Kedap air 2 0,5 6 1,5
c. Mudah dibersihkan 2 1 6 3
12. pintu 3 35%
d. Didesinfeksi 2 0,5 6 1,5
e. Dilengkapi alat penutup pintu 2 0,5 6 1,5
otomatik
a. Tinggi min 3 meter dari tempat 1 1 2 2
pemotongan dan pengerjaan
karkas
b. Bagian dalam berwarna terang 1 1 2 2
c. Min 2meter 1 1 2 2
13. Dinding 2 d. Kedap airtidak mudah korosif 1 1 2 2 60%
e. Tidak toksik 1 0,5 2 1
f. Tahan benturan 1 0,5 2 1
g. Mudah dibersihkan 1 1 2 2
h. Didesinfeksi 2 0,5 4 1
i. Tidak mudah mengelupas 1 1 2 2
a. Kedap air 1 1 4 4
b. Tidak mudah korosif 1 0,5 4 2
c. Tidak licin 1 0,5 4 2
d. Mudah dibersihkan 1 0,5 4 2
e. Didesinfeksi 2 0,5 8 2
14. lantai 4 67,5%
f. Lantai kearah saluran 1 1 4 4
pembuangan
g. Rata 1 1 4 4
h. Tidak bergelombang 1 1 4 4
i. Tidak berlubang/bercelah 1 0,5 4 2
a. Antara dinding dan lantai 5 5 10 10
Berbentuk lengkung jari-jari 75
mm
15. Sudut pertemuan 2 100%
b. Antara dinding dan dinding 5 5 10 10
lengkung dengan jari-jari 75
mm
a. Berwarna terang 2 1 6 3
b. Kedap air 2 2 6 6
c. Tidak mudah mngelupas 1 1 3 3
16. Langit-langit 3 85%
d. Kuat 2 2 6 6
e. Mudah dibersihkan 2 0,5 6 1,5
f. Tidak berlubang/bercelah 1 1 3 3
a. Lebih dari 10%dari luas lantai 3 3 9 9
17. Ventilasi 3 b. Mudah dibersihkan 3 3 9 9 100%
c. Dapat dibuka dan ditutup 4 4 12 12
III. FASILITAS SANITASI
1. a. memenuhi kebutuhan 4 4 20 20 100%
b. tidak berbau, berwarna, berasa 2 2 10 10
c. tidak mengandung bakteri 2 - - -
Air bersih 5
E.coli-coliform
d. tidak mengandung bahan kimia 2 - - -
berbahaya
2. a. Ventilasi dan penerangan harus 2 1 10 5
cukup baik
b. Luas ruang harus disesuaikan 2 2 10 10
dengan jumlah karyawan
c. Dibangun minimum masing- 2 1 10 5
masing didaerah kotor dan
Kamar
5 didaerah bersih 70%
mandi/WC
d. Saluran pembuangan dari 2 2 10 10
kamar mandi atau WC ini
dibuat khusus kearah septick
tank, tidak menjadi satu dengan
saluran pembuangan limbah
proses pemotongan.
e. Dinding bagian dalam dan 2 1 10 5
lantai harus terbuat dari bahan
yang kedap air, tidak mudah
korosif, mudah dirawat serta
mudah dibersihkan dan
didesinfeksi

3. a. Besar 2 1 10 5
b. Mengalir dengan lancer 2 2 10 10
c. Mudah dirawat dan dibersihkan 1 0,5 5 2,5
d. Kedap air 1 1 5 3
SPAL 5 68%
e. Mudah diawasi 1 1 5 5
f. Tidak menjadi sarang tikus 1 0,5 5 2,5
g. Dilengkapi dengan penyaring 1 0,5 5 2,5

IV. SARANA
1. Akses Jalan a. dapat dilewati oleh kendaraan 10 10 10 10
2 100%
pengangkut hewan
2. Sumber listrik a. mencukupi kebutuhan 4 4 12 12
b. pencahayaan terang min 540 3 3 9 9
3 lux untuk tempat pemeriksaan 100%
postmortem
c. 220 lux untu ruang lainnya 3 3 9 9
3. Kendaraan a. terpisah antara pengangkut 10 5 20 10 50%
2
pengangkut hewan dan daging
4. Tempat mencuci a. tidak menyentuh kran 1 0,5 3 1,5
tangan b. terdapat sabun 2 2 6 6
c. pengering tangan 1 0,5 3 1,5
d. adanya tempat sampah tertutup 1 0,5 3 1,5
e. dioperasikan dengan kaki 1 0,5 3 1,5
3 f. ada pada setiap tahap proses 1 0,5 3 1,5 72%
g. mudah dijangkau 1 1 3 3
h. berbeda untuk pekerja dan 1 1 3 3
kantor
i. RPH Babi ada bak pencelup 1 - - -
yang berisi air panas
V. PERALATAN
1. Alat a. Tidak toksik 2 1 10 5
b. Mudah dibersihkan 2 2 10 10
5 60%
c. Didesinfeksi 4 1 20 5
d. Mudah dirawat 2 2 10 10
2. Alat a. Dari bahan tidak toksik 2 1 20 10
berhubungan b. Tidak mudah korosif 2 2 20 20
10 60%
dengan daging c. Mudah dibersihkan 2 2 20 20
d. didesinfeksi 4 1 40 10
VI. HYGIENE KARYAWAN DAN PERUSAHAAN
KesehatanE a. Sehat 3 3 15 15
1. karyawan b. Diperiksa secara rutin min 1x 3 3 15 15
dalam setahun
5 c. Mendapat pelatihan hygiene 2 2 10 10 100%
dan mutu
d. Karyawan daerah bersih dan 2 2 10 10
kotor terpisah
Tamu 2 5 a. Memiliki ijin 10 10 50 50 100%
VII. PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
1. Pemeriksaan a. Dilakukan oleh petugas 10 8 100 80
pemeriksa berwenang
10 80%
b. Mempunyai tenaga
dokter hewan

VIII. KENDARAAN PENGANGKUT DAGING


1. box a. Tertutup 2 0 6 0
b. Kedap air 1 0 3 0
3 c. Tidak toksik 1 0 3 0 0%
d. Mudah dibersihkan 2 0 6 0
e. Didesinfeksi 2 0 6 0
f.
Insulasi baik 1 0 3 0
g.
Dilengkapi alat 1 0 3 0
pendingin suhu + 7oC
2. Bokx a. Suhu ruang daging 4 0 16 0
pengangkut beku mak -18oC
4 0%
b. Terdapat alat 3 0 12 0
penggantung karkas
3. kendaraan a. Daging babi dan daging 10 0 30 0
3 0%
lainnya terpisah
IX. PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU
1. Perlengkapan a. Pintu dan 10 2 50 10
bangunan 5 jendela/ventilasi 20%
dilengkapi kawat kasa
2. Kontruksi a. Kuat 3 3 15 15
bangunan b. Tahan terhadap 3 1 15 5
benturan
5 40%
c. Dapat mencegah 4 1 20 5
masuknya binatang
pengganggu
100 369 243,6 1334 816,9

75
Kategori Baik = 100 x 1334 = 933,8 dengan interval ( 933 – 1334)
50
Kategori Cukup = 100 x 1334 = 667 dengan interval (667 – 932)

Kategori Kurang dengan interval < 666

LOKASI DAN TATA LETAK


1. Lokasi
Pada komponen lokasi RPH mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 40 dan mendapatkan skor hasil 40. yang dapat disimpulkan dari segi
lokasi memenuhi persyaratan, karena letak RPH tidak bertentangan dengan
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) , selain itu juga memenuhi syarat Rencana
Detail Tata Ruang ( RDRTR) dan atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).
RPH tersebut juga jauh dari industri logam dan kimia, tidak berada didaerah rawan
banjir, bebas dari asap, bau, debu, serta Memiliki lahan yang relative datar dan
cukup luas untuk pengembangan rumah pemotong hewan.
2. Tata letak
Komponen tata letak mendapatkan presentase nilai 90% dari skor maksimal 30 dan
mendapatkan skor hasil 27, yang dapat disimpulkan dari segi tata letak masih
memenuhi persyaratan, karena terdapat pagar pada kawasan RPH tersebut, selain
itu pintu masuk hewan potong dan pintu keluar daging juga berbeda dan jarak
antara RPH babi dengan RPH sapi dan Kambing juga jauh.
3. Tata Ruang
Untuk komponen tata ruang mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 30 dan mendapatkan skor hasil 30, yang dapat disimpulkan dari segi tata
ruang memenuhi persyaratan, karena tata ruang di RPH tersebut searah dengan alur
proses dan memiliki bagian – bagian ruang tersendiri untuk setiap penanganan.

BANGUNAN
1. Kandang penampungan
Pada komponen kandang penampungan mendapatkan presentase nilai 55% dari
skor maksimal 40 dan mendapatkan skor hasil 22, yang dapat disimpulkan dari segi
kandang penampungan kurang memenuhi syarat, karenakandang penampungan
berada tidak lebih dari 10 meter dari bangunan utama, pencahayaan pada kandang
juga kurang dan tidak tersedia tempat air minum. Selain itu juga meskipun terdapat
jalur penggiringan hewan namun tidak dilengkapi dengan pembatas yang kuat dan
lebar yang cukup.
2. Kantor adminitrasi
Komponen kantor adminitrasi mendapatkan presentase nilai 85% dari skor
maksimal 30 dan mendapatkan skor hasil 25,5, yang dapat disimpulkan dari segi
kantor adminitrasi masih memenuhi syarat. Karena luas kantor sesuai dengan
jumlah karyawan dan nyaman serta aman. Akan tetapi tidak dilengkapi dengan
ruang pertemuan
3. Tempat istirahat, kantin dan mushola
Untuk komponen tempat istirahat, kantin dan mushola mendapatkan presentase
nilai 75% dari skor maksimal 20 dan mendapatkan skor hasil 15, yang dapat
disimpulkan dari segi tempat istirahat, kantin dan mushola masih memenuhi
syarat. Hal ini dikarenakan tempat istirahat, kantin dan mushola luasnya tidak
sesuai dengan jumlah karyawan dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
4. Kandang Isolasi
Komponen kandang isolasi mendapatkan presentase nilai 60% dari skor maksimal
40 dan mendapatkan skor hasil 24, yang dapat disimpulkan dari kandang isolasi
masih memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan meskipun kandang terpisah dari
kandang isolasi dan dilengkapi dengan atap agar hewan terlindungi dari panas dan
hujan namun bangunannya sejajar dengan bangunan lainnya dan tidak dilengkapi
dengan kandang penjepit.
5. Bangunan Utama
Untuk komponen bangunan utama mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 20 dan mendapatkan skor hasil 20, yang dapat disimpulkan dari segi
bangunan utama memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan bangunan utama terbuka
dan dilengkapi dengan grill yang terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah
korosif.
6. Bangunan utama daerah kotor
Pada komponen bangunan utama daerah kotor mendapatkan presentase nilai 90%
dari skor maksimal 30 dan mendapatkan skor hasil 27, yang dapat disimpulkan dari
segi bangunan utama daerah kotor masih memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan
pada bangunan daerah kotor terdapat tempat untuk pemingsanan, pemotongan,
pengeluaran darah, ruang jeroan, ruang kepala dan kaki. Akan tetapi tidak
dilengkapi dengan ruang kulit dan tempat pemeriksaan
7. Bangunan utama daerah bersih
Pada komponen bangunan utama daerah bersih mendapatkan presentase nilai 40%
dari skor maksimal 30 dan mendapatkan skor hasil 12, yang dapat disimpulkan dari
segi bangunan utama daerah bersih kurang memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan
hanya tersedia tempat penimbangan karkas dan tempat keluar karkas dan tidak
dilengkapi ruang pendingin, ruang pembeku, ruang pembagian karkas dan
pengemasan daging.
8. Ruang – ruang
Komponen ruang – ruang mendapatkan presentase nilai 20% dari skor maksimal
20 dan mendapatkan skor hasil 4, yang dapat disimpulkan dari segi ruang – ruang
tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan pada RPH tersebut tidak dilengkapi
ruang pendingin, ruang pembekuan, ruang pembagian, ruang pengemasan dan
laboratorium.
9. Incenerator
Untuk komponen Incenerator mendapatkan presentase nilai 6% dari skor
maksimal 40 dan mendapatkan skor hasil 2,4, yang dapat disimpulkan dari segi
incinerator tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakantidak tersedia incinerator
pada RPH tersebut.
10. Rumah Jaga
Untuk komponen rumah jaga mendapatkan presentase nilai 95% dari skor
maksimal 20 dan mendapatkan skor hasil 19, yang dapat disimpulkan dari rumah
jagamemenuhi syarat. Hal ini dikarenakan banguan rumah jaga memiliki ventilasi
dan penerangan yang baik, tepasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat dan
bangunan didesain agar dapat mengawasi keadaan diluar rumah jaga.
11. Tempat parkir
Komponen tempat parkir mendapatkan presentase nilai 90% dari skor maksimal
20 dan mendapatkan skor hasil 18, yang dapat disimpulkan dari segi tempat parkir
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan tempat parkir yang disediakan luas dan
dilengkapi dengan pencahayaan yang baik serta btidak terdapat genangan air ,
namun kurang bersih.
12. Pintu
Untuk omponen pintu mendapatkan presentase nilai 35% dari skor maksimal 30
dan mendapatkan skor hasil 10,5, yang dapat disimpulkan dari segi pintu kurang
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan kontruksi pintu terbuat dari bahan yang tidak
kedap air,tidak dilakuakan desinfeksi dan tidak dilengkapi alat penutup pintu
otomatis. Namun masih mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang tidak
mudah korosif.
13. Dinding
Pada komponen dinding mendapatkan presentase nilai 72,5% dari skor maksimal
40 dan mendapatkan skor hasil 29, yang dapat disimpulkan dari segi dinding masih
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan dinding kedap air, tidak mudah korosif,
bagian dalam berwarna terang, dan tinggi lebih dari 3 meter, tidak mudah
mengelupas dan mudah dibersihkan. Akan tetapi tidak dilakukan desinfesi pada
dinding dan tdinding tidak tahan benturan.
14. Lantai
Komponen lantai mendapatkan presentase nilai 67,5% dari skor maksimal 20 dan
mendapatkan skor hasil 20, yang dapat disimpulkan dari segi lantai masih
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan lantai kedap air, lanati kearah saluran
pembuangan limbah cair , lanati rata dan tidak bergelombang. Namun tidak
dilakukan desinfeksi pada lantai, lanati agak licin da nada beberapa celah pada
lantainya.
15. Sudut pertemuan
Pada komponen sudut pertemuan mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 20 dan mendapatkan skor hasil 20, yang dapat disimpulkan dari segi
sudut pertemuan memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan antara dinding dan lantai
berbentuk lengkung jari-jari 75 mm dan antara dinding dan dinding lengkung
dengan jari-jari 75 mm.
16. Langit – langit
Komponen langit - langit mendapatkan presentase nilai 85% dari skor maksimal
30 dan mendapatkan skor hasil 22,5, yang dapat disimpulkan dari segi langit –
langit memenuhi syarat. Hal ini dikarenakanlangit langit kedap air, kuat, tidak
terdapat celah dan tidak mudah mengelupas.Namun tidak mudah dibersihkan dan
warnanya kurang terang.
17. Ventilasi
Untuk komponen ventilasi mendapatkan presentase nilai 100% dari skor maksimal
30 dan mendapatkan skor hasil 30, yang dapat disimpulkan dari segi sudut
pertemuan memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan ventilasi lebih dari 10% luas
lanati dan mudah dibersihkan serta mudah dibuka dan ditutup.

FASILITAS SANITASI
1. Air bersih
Komponen air bersih mendapatkan presentase nilai 100% dari skor maksimal 30
dan mendapatkan skor hasil 30, yang dapat disimpulkan dari segi air bersih
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan air bersih yang disediakan memenuhi
kebutuhan dan tidak berasa, berwarna dan berbau.
2. Kamar mandi / WC
Pada komponenkamar mandi / WC mendapatkanpresentase nilai 70% dari skor
maksimal 50 dan mendapatkan skor hasil 35, yang dapat disimpulkan dari segi air
bersih memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan luas ruang disesuaikan dengan jumlah
karyawan dan saluran pembuanagn dibuat khusus mengarah pada septictank. Akan
tetapi lantai dan dinding tidak terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak mudah
korosif serta tidak didesinfeksi. Untuk penerangan cukup baik namun kuran
ventilasi
3. SPAL
Pada komponen SPAL mendapatkan presentase nilai 68% dari skor maksimal 45
dan mendapatkan skor hasil 30,5, yang dapat disimpulkan dari segi SPAL masih
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan SPAL mengalir dengan lancar , kedap air
,cukup besar dan mudah diawasi. Namun bisa menjadi sarang tikus karena tidak
dilengkapi penutup dan penyaring serta kurang mudah dibersihkan.

SARANA
1. Akses jalan
Untuk komponen akses jalan mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 10 dan mendapatkan skor hasil 10, yang dapat disimpulkan dari segi
akses jalan memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan jalannya cukup luas dan dapat
dilewati kendaraan pengangut hewan.
2. Sumber listrik
Komponen sumber listrik mendapatkan presentase nilai 100% dari skor maksimal
30 dan mendapatkan skor hasil 30, yang dapat disimpulkan dari segi sumber listrik
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan sumber listrik dapat memenuhi kebutuhan
pada RPH tersebut.
3. Kendaraan pengangkut
Pada komponen kendaraan pengangkut mendapatkan presentase nilai 50% dari
skor maksimal 20 dan mendapatkan skor hasil 10, yang dapat disimpulkan dari
segi kendaraan pengangkut kurang memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan
kendaraan pengangkut hewan dan daging tidak disediakan oleh RPH namun oleh
pemilik hewan masing – masing.
4. Tempat mencuci tangan
Untuk komponen tempat mencuci tangan mendapatkan presentase nilai 72% dari
skor maksimal 27 dan mendapatkan skor hasil 19,5, yang dapat disimpulkan dari
segi tempat mencuci tangan masih memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan terdapat
sabun , mudah dijangkau serta pembeda untuk pekerja dan kantor. Akan tetapi tidak
dilengkapi pengering tangan, dan tempat sampah yang disediakan menggunakan
tempat sampah terbuka.
PERALATAN
1. Alat
Pada komponen alat mendapatkan presentase nilai 60% dari skor maksimal 50
dan mendapatkan skor hasil 30, yang dapat disimpulkan dari segi alat kurang
memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan mudah toksik dan tidak
didesinfeksi.
2. Alat berhubungan dengan daging
Komponen alat berhubungan dengan dagingmendapatkan presentase nilai 60%
dari skor maksimal 100 dan mendapatkan skor hasil 60, yang dapat disimpulkan
dari segi alat berhubungan dengan daging kurang memenuhi syarat. Hal ini
dikarenakan alat yang digunakan mudah toksik dan tidak didesinfeksi.

HYGIENE KARYAWAN DAN PERUSAHAAN


1. Kesehatan Karyawan
Komponen kesehatan karyawan mendapatkan presentase nilai 100% dari skor
maksimal 50 dan mendapatkan skor hasil 50, yang dapat disimpulkan dari segi
kesehatan karyawan memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan ada pemeriksaan secara
rutin sekali dalam setahun dan para karyawan mendapatkan pelatihan hygiene dan
mutu serta ada pembeda antara karyawan daerah kotor dan bersih
2. Tamu
Pada komponen tamu mendapatkan presentase nilai 100% dari skor maksimal 50
dan mendapatkan skor hasil 50, yang dapat disimpulkan dari segi tamu memenuhi
syarat. Hal ini dikarenakan para tamu yang berkunjung ke RPH memiliki surat ijin
yang dikeluarkan oleh RPH tersebut.

PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


1. Pemeriksaan
Untuk komponen pemeriksaan mendapatkan presentase nilai 80% dari skor
maksimal 100 dan mendapatkan skor hasil 80, yang dapat disimpulkan dari segi
pemeriksaan memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan pemeriksaan dilakukan oleh
petugas yang bekerja di RPH tersebut, namun tenaga dokter yang tersedia di RPH
tersebut hanya ada 1 jadi kinerjanya tidak bisa maksimal.
KENDARAAN PENGANGKUT DAGING
1. Box
Komponen box mendapatkan presentase nilai 0% karena kendaraan box tidak
disediakan oleh RPH tersebut.
2. Box pengangkut
Komponen box pengangkut mendapatkan presentase nilai 0% karena box
pengangkut tidak disediakan oleh RPH tersebut.
3. Kendaraan
Komponen kendaraan mendapatkan presentase nilai 0% karena kendaraan tidak
disediakan oleh RPH tersebut.

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU


1. Perlengkapan bangunan
Untuk komponen perlengkapan bangunan mendapatkan presentase nilai 20% dari
skor maksimal 50 dan mendapatkan skor hasil 10, yang dapat disimpulkan dari
segi perlengkapan bangunan tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan pintu dan
jendela tidak dilengkapi dengan kawat kasa.
2. Kontruksi bangunan
Pada komponen kontruksi bangunan mendapatkan presentase nilai 40% dari skor
maksimal 50 dan mendapatkan skor hasil 25, yang dapat disimpulkan dari segi
kontruksi bangunan tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan kontruksi
bangunan tidak tahan terhadap benturan dan tidak dapat mencegah masuknya
binatang pengganggu
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan kunjungan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
Rumah Pemotongan Hewan Surabaya yang beralamat di jalan Pegirian nomor 258
Surabaya mendapatkan skor hasil sebesar 816,9 dari skor maksimal 1334, atau bila
dipersentasekan yaitu 61,23 % yang termasuk dalam katagori cukup. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa aspek yang tidak mendapatkan skor maksimal, seperti
diantaranya kandang penampungan, daerah utama daerah bersih, ruangan-ruangan
(ruangan pendingin, dll) , pintu, kendaraan pengangkut dan hygiene sanitasi tempat
dan pegawai yang dinilai kurang baik.

B. SARAN
1. Saluran air limbah yang terdapat di RPH masih terbuka, padahal hal tersebut
menimbulkan banyak resiko, misalnya mengundang vector dan binatang
pengganggu, mengkontaminasi daging yang sedang diolah, dll. Sebaiknya saluran air
limbah dibuat system tertutup.
2. Sebaiknya lokasi tidak berada dibagian kota yang padat penduduknya.
3. Sebaiknya rumah pemotongan hewan dilengkapi ruang pendingin (chiling room)
atau ruang pelayuan, ruang pembeku, ruang pembagian karkas (meat cutting room),
ruang pengemasan, dan laboratorium.
4. Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dan menjaga kebersihan langit-langit
diperlukan untuk pencegahan serangga, rodensia dan burung agar tidak
mengkontaminasi daging yang sedang melalui proses pemotongan.
5. Sebaiknya disediakan tempat tersendiri untuk penyimpanan barang pribadi/ruang
ganti pakaian untuk karyawan, tempat pencucian untuk kulit hewan serta tempat cuci
tangan beserta sabunnya.
6. Sebaiknya para pegawai lebih memperhatikan hygiene dan sanitasi ketika proses
pemotongan hewan agar daging tidak mengalami kontaminasi yang akan merugikan
konsumen.
7. Pegawai juga lebih baik menggunakan APD yang lengkap untuk lebih menjaga
keselamatan diri dan mencegah terjadinya kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Rumah Potong Hewan Bagi Kesehatan Masyarakat. (Online)


(http://www.timorexpress.com/index.php), Diakses tanggal 14 Oktober Pukul
11.46 WIB
Koswara, sutrisno. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging. Produksi:
eBookPangan.com
SNI 01-6159-1999 Tentang Rumah Pemotongan Hewan.
Steel, Ehleer. 1997. Sanitasi Makanan. Manado : Depkes RI, AKL Manado
DOKUMENTASI

Penggantungan karkas sapi Pemisahan kotoran dan isi perut Tempat pemotongan hewan Sapi
Sapi

Pemisahan darah sapi untuk Pencucian jeroan Sapi Tempat penjualan daging Sapi
dijadikan dideh

Hewan kambing setelah Tempat pembuangan sampah Selokan pembuangan limbah


disembelih sementara di RPH cair di RPH

Pemisahan isi perut hewan Penggantungan karkas hewan


kambing kambing

Anda mungkin juga menyukai