Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia. Besarnya jumlah penduduk indonesia selain menjadi potensi tentunya juga
menjadi permasalahan diantaranya adalah ketersediaan pangan secara kuantitias
dan kualitas. Salah satu permasalahan pangan di Indonesia yaitu rendahnya
tingkat pemenuhan kebutuhan protein hewani. Saat ini kebutuhan protein hewan
per kapita masyarakat indonesia yaitu 6 gram/kapita/hari. Sumber pemenuhan
kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia diantaranya yaitu berasal dari
daging, telur, dan susu (Setiawan, 2006).
Daging sebagai salah satu sumber protein hewani masyarakat Indonesia
mengalami peningkatan konsumsi dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan
daging berkualitas tinggi merupakan salah satu permasalahan yang perlu diketahui
solusinya. Seiring meningkatnya kebutuhan protein hewani maka perlu dilakukan
pengawasan terhadap penyakit pada ternak. Salah satu solusi untuk meningkatkan
kualitas daging dan pengawasan terhadap penyakit ternak yaitu perbaikan sistem,
sarana dan prasarana rumah potong hewan.
Rumah pemotongan hewan menurut Permentan No.13/2010 tentang RPH
ialah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu
yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat
umum. RPH memiliki peranan yang penting dalam menyediakan daging yang
asuh dikarenakan dalam pelaksanaan kegiatan diharuskan melakukan pemeriksaan
menyeluruh sebelum hewan disembelih (antemortem). Kemudian proses
pemotongan juga dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kesejahteraan hewan
(animal welfare) dan juga menjaga sanitasi dan higienitasnya. Pada tahapan akhir
dilakukan pemeriksaan postmortem yang menjamin daging yang akan telah
disembelih layak untuk diedarkan dan dikonsumsi(Adzitey, 2011). Semua tugas
yang dilakukan oleh RPH sebagaiupaya untk menghasilkan daging yang ASUH

harus dilakukan oleh pihak yang kompeten dan berwenang yakni seorang dokter
hewan.
Program pendidikan profesi dokter hewan memiliki peran
untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada peserta
didik untuk mengetahui fakta lapangan terkait dengan RPH.
Sehingga pada kesempatan ini peserta didik melakukan kegiatan
PPDH di Rumah Potong Hewan Kota Kediri untuk mengikuti
kegitan administrasi serta lapangan terkait dengan fungsi dan
peran RPH dalam menunjang kesehatan masyarakat veteriner.
1.2 Rumusan Masalah
1

Bagaimana Peran dokter hewan pada Rumah Potong Hewan Kota Kediri ?

Bagaimana penerapan prinsip kesejahteraan hewan serta pemeriksaan ante


dan postmortem pada Rumah Potong Hewan Kota Kediri?

Bagaimana hygiene dan sanitasi Rumah Potong Hewan Kota Kediri?

1.3 Tujuan
Tujuan dari PPDH ini adalah agar mahasiswa PPDH :
1. Mampu memahami peran dokter hewan pada rumah potong
hewan Kota Kediri,
2. Mampu melakukan dan menerapkan prinsip Kesejahteraan
Hewan serta pemeriksaan Ante dan Post-Mortem di rumah
potong hewan Kota Kediri,
3. Mampu melakukan Pengawasan hygiene dan sanitasi rumah
potong hewan Kota Kediri.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan PPDH di RPH Kota
Kediri adalah agar mahasiswa PPDH mengetahui prosedur yang diterapkan dalam
menghasilkan produk aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) melalui kegitan
pemeriksaan pemeriksaan antemortem dan postmortem, melakukan pengawasan
keamanan dan mutu pangan asal hewan yang beredar di Kota Kediri, mengetahui

pengelolaan limbah di RPH, mengetahui pemeriksaan postmortem ternak dan


memahami manajemen kelembagaan pengelolaan RPH Kota Kediri.

BAB 2
ANALISIS SITUASI

2.1 Keadaan Umum RPH


Rumah Potong Hewan (RPH) kota Kediri adalah badan usaha milik daerah
kota Kediri yang berlokasi di Jl. Dr Saharjo GG III, Kota Kediri. Dasar
keberadaan UPTD RPH adalah Perda No. 5 tahun 2003 tentang bagan struktur
organisasi Dinas Pertanian Kota Kediri. Sedangkan dasar operasional UPTD RPH
adalah Perda No. 16 tahun 2009 tentang perubahan Perda Kota Kediri No. 3 tahun
2006 tentang retribusi rumah potong hewan. Tipe atau jenis UPTD RPH kota
Kediri adalah twin abbatoir (satu lokasi RPH terdapat dua jenis pemotongan)
yaitu ternak sapi dan babi dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi mencakup
lokasi pemotongan sapi harus lebih tinggi dari pemotongan babi, peralatan dan
petugas pemotongan sapi dan babi harus terpisah(sendiri-sendiri), harus ada pagar
pembatas antara pemotongan sapi dan babi minimal setinggi 3 meter. Bangunan
RPH berdiri diatas lahan 0,6 Ha yang terdiri dari bangunan utama berupa ruang
pemotongan hewan sapi, ruang pelayuan karkas, ruang bagi daging, serta bagunan
perlengkapan laboratorium, kantor, tempat cuci jeroan, gudang, Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan pos jaga.

Gambar 2.1 Denah RPH Kota Kediri

2.2 Visi dan Misi


Visi UPTD RPH kota Kediri adalah mewujudkan produksi daging yang
berkualitas aman, sehat, utuh dan halah (ASUH). Misi UPTD RPH kota Kediri
adalah melengkapi sarana dan prasarana RPH, meningkatkan mutu pelayanan,
meningkatkan perlindungan sumber daya manusia dengan mengikutsertakan
dalam pelatihan-pelatihan teknis dan sertifikat halal MUI Jawa Timur. Motto
UPTD RPH kota Kediri adalah Pelayanan Prima Kualitas Asuh. Fungsi UPTD
persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah
agama,

pemeriksaan

kesehatan

hewan

sebelum

dipotong (ante-mortem

inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection)


untuk mencegah penularan penyakit zoonosi ke manusia, pemantauan

dan

surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan


ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem guna pencegahan, pengendalian,
dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan
(Permentan No. 60 tahun 2010), pengendalian pemotongan ternak betina
produktif, memproduksi daging yang berkualitas ASUH dan penghasil PAD
(Pendapatan Asli Daerah).

Gambar 2.2 Struktur organisasi RPH Kota Kediri


2.3 Alur Administrasi Pemotongan Hewan
a. Pelayanan Pemotongan Hewan
Syaratnya :

Hewan yang akan dipotong harus sudah diperiksa kesehatannya (ante


mortem)


b.
1.
2.

Sebelum pemotongan harus membayar bea potong hewan terlebih dahulu


Biaya / tarip pelayanan dan tata cara pembayaran
Bea pemotongan hewan sapi Rp. 49.500,00 / ekor
Bea pemotongan hewan sapi di luar jam pemotongan / terpaksa Rp.

60.500,00/ ekor
3. Bea pemotongan hewan babi Rp. 60.500,00 / ekor
4. Bea pemotongan hewan babi diluar jam pemotongan / terpaksa Rp.
71.500,00/ ekor
Biaya / tarip tersebut berdasarkan pada Perda tahun 2009 tentang
retribusi rumah potong hewan. Pembayaran biaya dilakukan sebelum
pelaksanaan pemotongan hewan pada kasir RPH, Kota Kediri.
c.

Waktu penyelesaian pelayanan


Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong 5 menit
Pemotongan hewan 10 s/d 20 menit
Pemeriksaan setelah hewan dipotong 5 menit
Waktu pelayanan pemotongan hewan disediakan mulai pk. 23.00 s/d pk.
06.00WIB ( selama 7 jam )

2.4 Persyaratan Rumah Potong Hewan


Berdasarkan Permentan No. 60 tahun 2010 tentang rumah potong hewan
pada pasal 4 disebutkan bahwa persyaratan teknis rumah potong hewan
meliputi lokasi, sarana pendukung, konstruksi dasar dan desain bangunan dan
peralatan.
a. Lokasi
Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1.
tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu
2.
3.
4.

dan kontaminan lainnya;


tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
letaknya lebih rendah dari pemukiman;
mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan

5.
6.
7.

pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;


tidak berada dekat industri logam dan kimia;
mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH Babi atau
dibatasi dengan pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga)
meter

untuk mencegah lalu lintas petugas, alat dan produk

pemotongan.
b. Sarana Pendukung

RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling


kurang meliputi:
1. akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan
2.

pengangkut hewan potong dan kendaraan daging;


sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam

jumlah cukup, paling kurang 1.000 liter/ekor/hari;


3. sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus;
c. Konstruksi dasar dan desain bangunan
Bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
1. bangunan utama;
2. area penurunan hewan (unloading sapi) dan kandang
penampungan/kandang istirahat hewan;
kandang penampungan khusus ternak ruminansia betina produktif;
kandang isolasi;
ruang pelayuan berpendingin (chilling room);
area pemuatan (loading) karkas/daging;
kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan;
kantin dan mushola;
ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian;
10. kamar mandi dan WC;
11. fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat
dimanfaatkan atau insinerator;
l2. sarana penanganan limbah;
13. rumah jaga
Bangunan utama RPH harus memiliki daerah kotor yang terpisah
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

secara fisik dari daerah bersih. Daerah kotor meliputi:


1. area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan
area pengeluaran darah;
2. area penyelesaian proses
keempat kaki

sampai

penyembelihan

metatarsus

dan

pengeluaran isi dada dan isi perut);


3. ruang untuk jeroan hijau;
4. ruang untuk jeroan merah;
5. ruang untuk kepala dan kaki;
6. ruang untuk kulit; dan
7. pengeluaran (loading) jeroan.
Daerah bersih meliputi area untuk:
1. pemeriksaan post-mortem;
2. penimbangan karkas;
3. pengeluaran karkas atau daging
d. Peralatan

(pemisahan

metakarpus,

kepala,

pengulitan,

Peralatan pada RPH harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1. Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di RPH harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat.
2. Seluruh peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan
jeroan tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang
bersifat toksik, misalnya seng, polyvinyl chloride/ PVC tidak
mudah

korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah

dirawat.
3. Seluruh peralatan logam yang kontak dengan daging dan jeroan
harus terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif
(terbuat dari stainless steel atau logam yang digalvanisasi), kuat,
tidak dicat, mudah dibersihkan dan mudah didesinfeksi serta mudah
dirawat.
4. Pelumas untuk peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan harus
food grade (aman untuk pangan).
5. Sarana pencucian tangan harus didesain sedemikian rupa sehingga
tidak kontak dengan telapak tangan, dilengkapi dengan fasilitas
seperti sabun cair dan pengering, dan apabila menggunakan tissue
harus tersedia tempat sampah.
6. Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan
peralatan harus tersedia dalam jumlah cukup sehingga proses
pembersihan dan desinfeksi bangunan dan peralatan dapat dilakukan
secara baik dan efektif.
7. Bangunan utama paling kurang harus dilengkapi dengan:
a. alat untuk memfiksasi hewan (Restraining box);
b. alat untuk menempatkan hewan setelah disembelih (Cradle);
c. alat pengerek karkas (Hoist);
d. rel dan alat penggantung karkas yang didisain agar karkas

8.

tidak menyentuh lantai dan dinding;


e. fasilitas dan peralatan pemeriksaan post-mortem, meliputi:
Ruang jeroan paling kurang harus dilengkapi dengan fasilitas dan
peralatan untuk:
a. mengeluarkan isi jeroan;
b. mencuci jeroan;
c. menangani dan memproses jeroan

BAB III
METODE KEGIATAN
3.1.

Waktu dan Tempat


Kegiatan PPDH ini akan dilaksanakan pada tanggal 9 September 2015

sampai dengan 17 September 2015 dan bertempat di RPH Kota Kediri.


3.2.

Peserta dan Pembimbing PPDH


Peserta adalah mahasiswa PPDH PKH Universitas Brawijaya, yang berada

dibawah bimbingan Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S yaitu:


1. Sukarno Wahyu Hariyanto, SKH
Metode Pelaksanaan Kegiatan

3.3.

150130100111019

Metode yang telah digunakan selama PPDH di RPH kota Kediri ini adalah:
1. Memperdalam ilmu melalui diskusi dengan koordinator lapangan dan
dokter hewan yang berwenang di lokasi mengenai masalah-masalah yang
terjadi di lapangan.
2. Mengikuti program atau kegiatan yang sedang berlangsung di RPH Kota
Kediri.
Hasil dari pelaksanaan PPDH ini akan dilaporkan secara tertulis kepada pihak
RPH Kota dan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
1.4 Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Koasistensi
Hari/Tanggal
9 September

Jenis Kegiatan
Pemeriksaan antemortem dan

Pembimbing
Bpk Wawan

post mortem di RPH pare


Diskusi

Bpk Sunaryo

Pemeriksaan antemortem di

Drh Bahctiar

RPH Kota Kediri


Pemeriksaan antemortem di

Drh Bahctiar

2015
10 September
2015
11 September
2015
12 September

RPH Kota Kediri

2015
13 September

Drh Bahctiar

RPH Kota Kediri

Pemeriksaan antemortem di

Drh Bahctiar

RPH Kota Kediri


Pemeriksaan antemortem dan

Drh Bahctiar

postmortem

Bapak Harisodin

2015
14 September

Pemeriksaan antemortem di

2015

di

RPH

Kota

Kediri
15 September
2015

Pemeriksaan antemortem dan


postmortem di RPH Kota
Kediri

10

Drh Bahctiar
Drh Pujiono

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peran Dokter Hewan di RPH Kota Kediri
Dokter hewan memiliki peran dalam kegiatan operasional RPH yang
bertujuan untuk menghasilkan produk yang beredar aman, sehat, utuh dan halal.
Guna menghasilkan bahan asal pangan hewan yang ASUH dokter hewan
berkewajiban untuk selalu memonitoring kesehatan hewan yang akan disembelih
melalui pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan antemortem berperan mencegah
terjadinya penularan penyakit foodborne disease melalui produk daging dan
menjamin bahwa hewan yang akan disembelih diperlakukan berdasarkan prinsip
kesejahteraan hewan yang nantinya akan berpengaruh pada kualitas daging yang
dihasilkan oleh RPH. Tugas pokok lainnya ialah melakukan pemeriksaan post
mortem sebagai bentuk pengawasan berkesinambungan terhadap keamanan
pangan dan mutu pangan asal hewan sehingga akan memberikan jaminan kepada
konsumen terhadap daging yang diedarkan memenuhi kriteria ASUH. Dokter
hewan berperan pula dalam mengawasi pengolahan limbah yang dihasilkan RPH
dengan memastikan dilakukannya pengolahan limbah cair dan padat yang akan
dialirkan sehingga tidak mencemari lingkungan dan terbebas dari resiko
penyebaran penyakit melalui limbah sehingga aspek kesehatan masyarakat
veteriner pada RPH dapat terpenuhi dengan adanya peranan dari dokter hewan
sebagai medik veteriner.

11

4.2 Pelayanan di RPH Kota Kediri


Pelayanan pemotongan hewan UPTD RPH Kota Kediri dilakukan dalam
beberapa tahap diantaranya yaitu (a) pemeriksaan kesehatan hewan sebelum
pemotongan (antemortem), (b) pemotongan, serta (c) pemeriksaan setelah
pemotongan (postmortem). Penangaan hewan sebelum pemotongan merupakan
kunci utama pemotongan yang baik. Penanganan yang benar akan membantu
meningkatkan keamanan dan keselamatan para pekerja RPH karena hewan besar
memiliki resiko berbahaya jika berontak saat penanganan sebelum pemotongan.
Penanganan pemotongan hewan yang sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan
menjadi hal yang sangat penting karena dapat mengurangi penderitaan hewan.
Selain itu, Penangan yang benar juga dapat meningkatkan kualitas dan nilai
daging serta produk sampingan daging lainnya, sehingga menjamin keamanan
pangan (Fatimah, 2008).
a. Pemeriksaan sebelum pemotongan (antemortem)
Pemeriksaan antemortem dilakukan 6-12 jam sebelum pemotongan
oleh petugas yang ditunjuk oleh RPH Kota Kediri. Pemeriksaan ini meliputi
jenis kelamin, adanya kelainan atau penyakit, cara berdiri dan bergerak
hewan, status gizi hewan, permukaan kulit, alat pencernaan, alat respirasi
serta pemeriksaan kebuntingan pada sapi betina. Pemeriksaan antemortem
dilakukan di tempat kandang restrain. Kandang peristirahatan milik RPH
Kota Kediri telah memenuhi beberapa persyaratan sesuai Permentan No. 13
Tahun 2010 yaitu kandang peristirahatan berjarak 10 meter dari tempat
pemotongan, memiliki ventilasi yang baik, tersedia tempat air minum yang
selalu tersedia (ad libitum), memiliki sarana penggiringan hewan yang
terhubung dengan bangunan utama, serta memiliki saluran air yang mudah
dibersihkan. Ada satu persyaratan yang belum dipenuhi dengan baik di
kandang peristirahatan yaitu tata cahaya yang kurang optimal di malam hari,
maka

perlu

diperbaiki

pencahayaan

pada

kandang

peristirahatan.

Pengambilan keputusan hasil pemeriksaan antemortem harus didasarkan atas

12

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/KPTS/Tn/310/7/1992 adalah


sebagai berikut:
1. Dilarang untuk disembelih pada keadaan hewan menderita anthrax,
malleus, boutvour, rabies, rinderpest, pneumonia contagiosa bovum.
2. Diijinkan untuk dipotong, bila pemeriksaan yakin bahwa untuk dimakan
manusia, daging dari hewan yang bersangkutan tidak membahayakan
kesehatan.
3. Ditunda untuk dipotong pada keadaan-keadaan:
a hewan lelah
b pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan adalah
sehat, oleh karenanya harus selalu di bawah pengawasan dan
pemeriksaan; dalam hal ini hewan harus disendirikan.
4. Diijinkan untuk dipotong dengan syarat, yaitu ditentukan waktu dan
tempat

pemotongan serta pemeriksaan post mortem mendalam atau

syarat lain bila dalam pemeriksaan ante mortem menunjukkan gejala


penyakit edema, PMK, septikemia, dan lain-lain petunjuk yang masih
memerlukan kepastian mengenai daging hewan itu untuk dikonsumsi.
Menurut peraturan pemerintah no. 95 tahun 2012 tentang kesehatan
masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan (PP No. 95 Tahun 2012)
hewan yang layak untuk di potong harus memenuhi persyaratan diantaranya
yaitu (1) tidak memperlihatkan gejala penyakit hewan menular dan atau
zoonosis, (2) bukan ruminansia besar betina anakan atau dan betina produktif,
(3) tidak dalam keadaan bunting, dan (4) bukan hewan yang dilindungi
berdasarkan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan.

Tetapi

pada

kenyataannya di RPH kota Kediri mayoritas sapi yang dipotong adalah ternak
betina produktif. Hanya saja dilakukan pemeriksaan kebuntingan apabila
dinyatakan bunting maka sapi tersebut tidak boleh dipotong. Hal ini tentu saja
menyimpang dari undang-undang yang berlaku, maka perlu dilakukan
tindakan/larangan terhadap pemotongan betina produktif. Selama proses
pendidikan profesi dokter hewan di RPH Kota Kediri ada beberapa sapi
dalam keadaan bunting sehingga ternak tersebut tidak boleh dipotong.

13

b. Proses Pemotongan
Pemotongan hewan ruminansia besar (sapi) di RPH kota Kediri dilakukan
pada pukul 23.00 dan berakhir pada pukul 06.00. Prinsip pemotongan yang
dilakukan berdasarkan penerapan syariat islam serta kesejahteraan hewan.
Teknik pemotongan di RPH kota Kediri dilakukan dengan tanpa
pemingsangan. Teknik pemotongan tanpa pemingsangan yang dilakukan yaitu
hewan direbahkan dilantai dengan kaki terikat dan kepala hewan diposisikan
menghadap ke arah kiblat. Sapi dirobohkan secara manual dengan tali dan
ring . Teknik perobohan hewan secara tidak kasar (dibanting, diinjak, ditarik
ekor, ditarik kepala). Kemudian memperhatikan teknik pengikatan dan teknik
penarikan..Penyiraman air dilakukan sebelum pemotongan yang bertujuan
untuk memperlancar sirkulasi darah dengan harapan darah nantinya dapat
keluar dengan tuntas.

Gambar 4.1 Cara merobohkan sapi


Pada saat pemotongan hewan yang perlu diperhatikan adalah pisau yang
digunakan tajam,ukurannya sesuai dan bersih. Kemudian harus dipastikan
telah memutus tiga saluran (esophagus, trakea dan pembuluh darah) dengan
sekali potong dan dipastikan hewan telah mati sempurna sebelum dilakukan
proses lebih lanjut. Menurut Fatimah (2008), proses pemotongan merupakan
penentu untuk mendapatkan hasil daging yang baik. Syarat-syarat untuk
memperoleh hasil pemotongan yang baik yaitu (1) hewan tidak boleh
diperlakukan secara kasar, (2) hewan tidak boleh mengalami stres, (3)
penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna
mungkin, (4) kerusakan karkas harus minimal, dan (5) cara pemotongan harus
higienis, ekonomis, aman bagi para pekerja rumah potong hewan (RPH).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan hewan adalah hewan
harus sehat, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan atau mantri
14

hewan yang berwenang. Hewan sehat yang dimaksud berarti: (1) hewan harus
tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan, (2) hewan yang sudah
tidak produktif lagi, dan (3) hewan yang disembelih dalam keadaan darurat
(Lukman, 2009). Selama dua minggu proses pemotongan sapi telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk memperoleh kualitas daging
yang baik.
c. Pemeriksaan setelah pemotongan (post-mortem)
Pemeriksaan postmortem RPH Kota Kediri dilakukan oleh petugas ahli
yang ditunjuk oleh institusi tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan kepala dan lidah, pemeriksaan paru-paru, pemeriksaan jantung,
pemeriksaan alat pencernaan, pemeriksaan esophagus, pemeriksaan hati,
pemeriksaan limpa, pemeriksaan karkas, pemeriksaan kelenjar pertahanan.
Keputusan pemeriksaan postmorthem yaitu (1) baik untuk konsumsi manusia,
(2) ditolak untuk dikonsumsi atau diedarkan, (3) karkas dan bagian-bagiannya
diijinkan untuk konsumsi setelah memenuhi syarat-syarat tertentu (Lukman,
2009).
Berdasarkan PP no. 95 tahun 2012, pemeriksaan kesehatan jeroan dan
karkas dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan insisi. Hasil pemeriksaan
kesehatan jeroan dan karkas yang aman dan layak dikonsumsi dinyatakan
dalam bentuk (a) pemberian stempel bertuliskan telah diperiksa oleh Dokter
Hewan dan (b) surat keterangan kesehatan daging. Jeroan dan karkas
berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang dinayatakan tidak aman dan tidak
layak dikonsumsi wajib dimusnahkan di rumah potong hewan. Cairan yang
digunakan untuk stempel merupakan bahan yang tidak membahayakan atau
dapat mempengaruhi kualitas daging. Bahan yang digunakan terdiri dari
alcohol, gliserin dan kristal violet kemudian ditambah dengan akuades
dengan volume yang telah ditentukan.
Pada saat kegiatan pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) di RPH kota
Kediri, ada satu organ hepar yang positif distomatosis di hampir seluruh
bagian hepar sehingga organ tersebut diafkir karena tidak layak konsumsi
(Lampiran 2). Keadaan patologis hepar menunjukkan pengerasan ketika di
15

palpasi, tepi dan permukaannya tidak rata, dan ketika di sayat terlihat jaringan
yang sudah mengalami pengerasan (fibrosis). Pengamatan saluran empedu
terlihat mengalami penebalan dan ketika disayat ditemukan banyak cacing
Fasciola gigantica dewasa.
4.3 Higiene dan Sanitasi RPH Kota Kediri
Higiene dan sanitasi yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
penyembelihan pada tiap RPH bertujuan untuk menjamin keamanan produk asal
hewan dengan meminimalkan terjadinya kontaminasi produk olehmikrobiologis
yang dapat menurunkan kualitas bahan pangan asal hewan.(Nanang, 2008).
Menurut UU No 18, (2005) higiene merupakan kondisi lingkungan bersih yang
dilakukan dengan cara mematikan/mencegahhidupnya jasad renik patogen dan
mengurangi jasad renik lainnya untukmenjaga kesehatan manusia. Sanitasi
merupakan tindakan yang dilakukanterhadap lingkungan untuk mendukung upaya
kesehatan manusia dan hewan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 95
tahun 2012 tentang kesehatan masyarakat dan kesejahteraan hewan (PP No. 95
Tahun 2012) unit usaha Rumah Potong Hewan (RPH) harus menerapkan upaya
penjaminan higiene dan sanitasi dilakukan dengan penerapan cara yang baik pada
setiap proses produksi produk hewan. Kegiatan sanitasi yang dilakukan oleh pihak
RPH

kota

malang

ialah

selalu

melakukan

pembersihan

pada

tempat

penyembelihan sebelum dan sesudah proses penyembelihan dengan menggunakan


air bersih. Pengamatan yang dilakukan menunjukkan beberapa tindakan yang
kurang higiene pada saat penyembelihan yakni sebagian pengulitan dilakukan
dilantai yang bercampur dengan darah yang berada dilantai hal ini dapat
mencemari karkas hasil pengulitan dengan darah beku dilantai seperti diketahui
darah merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikro karena kaya
akan zat nutrisi ang diperlukan oleh mikroba. Tindakan yang sama dilakukan
diruang bagi daging masih ditemukan pembagian daging yang diletakkan dilantai.
4.3.1 Proses Penjaminan Higiene dan Sanitasi RPH kota Kediri
Rumah potong hewan kota Kediri melakukan usaha penjaminan higiene dan
sanitasi sesuai dengan PP No. 95 Tahun 2012 yaitu (a) pemeriksaan antermotem,

16

(b) penjaminan kebersihan sarana, prasarana, peralatan, dan lingkungannya, (c)


penjaminan kecukupan air bersih, (d) penjaminan kesehatan dan kebersihan
personel, (e) penerapan kesejahteraan hewan saat dipotong, (f) penjaminan
penyembelihan yang halal dan bersih, (g) pemeriksaan kesehatan jeroan dan
karkas, dan (h) pencegahan tercemarnya karkas, daging, dan jeroan dari bahaya
biologis, kimiawi, dan fisik.
Ada beberapa poin berdasarkan pengamatan di lapang yang masih belum
dilaksanakan dengan baik di RPH kota Kediri dalam rangka penjaminan higiene
dan sanitasi yaitu kebersihan personel yang berpengaruh terhadap kemungkinan
tercemarnya bahaya biologis, kimiawi, dan fisik. Sebagian besar pekerja RPH
kota Kediri masih belum menggunakan pakaian terstandar seperti tidak
menggunakan masker penutup hidung, apron, dan penutup kepala. Pakaian yang
digunakan oleh pekerja pun sebagian besar tidak dijaga kebersihannya. Rata-rata
para pekerja jarang mencuci pakaian kerjanya. Sehingga ini dikhawatirkan akan
menjadi media kontaminasi terhadap produk daging.
Selain itu, karena RPH Kota Kediri termasuk dalam kategori RPH tipe B yaitu
RPH yang tenaga pemotongannnya milik jagal sendiri. Hal ini menjadi faktor
kurangnya penerapan jaminan higiene dan sanitasi. Sebagian besar para pekerja
yang beraktivitas masih belum memahami peraturan yang ada di RPH diantaranya
adalah merokok pada saat pemotongan ataupun pemisahan karkas, masih
menggunakan sendal serta masih banyak yang menaruh daging di atas lantai.
Menurut saya untuk menjaga hygiene dan sanitasi pada pemotongan perlu adanya
tindakan dari pihak RPH agar petugas pemotongan dapat menerapkan hygiene dan
sanitasi pada RPH. Penerapan higiene dan sanitasi pada tahap distribusi harus
selalu diperhatikan dikarenakan kendaraan pengangkut diupayakan selama proses
transportasi dapat menjaga kualitas daging yang akan dipasarkan. menurut SNI
01-6159-1999 tentang rumah pemotongan hewan, syarat kendaraan pengangkut
daging ialah daging hasil RPH diangkut keluar dengan menggunakan kendaraan
yang tertutup. Tidak diijinkan adanya Orang ataupun benda lain untuk berada atau
masuk kedalam bagian dalam tempat daging diletakkan. lapisan dalam boks pada
kendaraan harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah

17

dibersihkan dan didesinfeksi, mudah dirawat, boks dilengkapi dengan alat


pendingin yang dapat mempertahankan suhu bagian dalam karkas + 7oC dan suhu
bagian jeroan 3oC, dibagian dalam boks harus dilengkapi alat pengantung karkas,
Pembagian antar daging dan jeroan, dan tidak boleh saling bertumpukan
Pembagian antar daging dan jeroan, dan tidak boleh saling bertumpukan. Para
pembawa daging harus sehat dan tidak boleh menderita penyakit menular.
4.3.2 Penanganan Isi Viscera dan Jeroan Afkir
Penanganan jeroan di RPH kota Kediri diupayakan sesuai dengan
Permentan no. 13 tahun 2010 yaitu dilakukan di ruang khusus jeroan dengan
fasilitas untuk mengeluarkan isi jeroan, mencuci jeroan serta menangani dan
memproses jeroan. Isi jeroan yang termasuk dalam limbah padat dikumpulkan di
di sebelah ruang jeroan. Limbah tersebut kemudian dipindahkan dari RPH secara
rutin 2 hari sekali untuk diolah menjadi pupuk organik (kompos).
Penanganan jeroan afkir di RPH kota Kediri dipisahkah kemudian di buang.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Permentan no. 13 tahun 2010, yaitu penangan
jeroan afkir dimusnahkan menngunakan insenerator. Ruang insenerator harus
memenuhi beberapa syarat diantaranya adalah (a) dibangun dekat kandang isolasi,
(b) dapat memusnahkan bangkai dan atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan,
serta (c) didesain untuk mudah diawasi dan mudah dirawat serta memenuhi
persyaratn kesehatan lingkungan. Tetapi fakta di lapang jeroan afkir ternyata
diambil oleh oknum-oknum tertentu sebelum dilakukan dibuang sehingga ini
harus diawasi pemusnahan organ jeroan afkir. Hal ini harus menjadi perhatian
penting bagi pihak RPH kota Kediri dalam pengawasan kesehatan masyarakat
veteriner.
4.3.3 Penanganan Limbah di RPH kota Kediri
Limbah RPH kota Kediri yang termasuk dalam limbah peternakan terbagi
menjadi dua jenis yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yaitu limbah
yang berbentuk padatan atau dalam fase padat seperti kotoran ternak dan isi perut
dari organ pencernaan ternak. Sedangkan limbah cair adalah semua limbah yang
berbentuk cairan atau dalam fase cair seperti urin serta air yang digunakan untuk
membersihkan alat-alat tersebut. Penanganan limbah yang tidak sesuai dapat

18

menyebabkan permasalahan lingkungan yang merugikan lingkungan sekitar.


Sehingga perlu RPH kota Kediri membuat sebuah instalasi pengolahan air dan
limbah (IPAL).
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 2 tahun 2006, setiap
penanggungjawab usaha kegiatan RPH wajib (a) melakukan pengolahan air
limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang atau dilepas ke lingkungan tidak
melampaui baku mutu air limbah RPH, (b) membuat sistem saluran air limbah
yang kedap air dan tertutup agar tidak terjadi perembesan air limbah ke
lingkungan, dilengkapi dengan alat penyaring untuk memudahkan pembersihan
dan perawatan, (c) memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran
limpasan air hujan, (d) memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan
melakukan pencatatan debit air limbah harian, (e) melakukan pencatatan jumlah
dan jenis hewan yang dipotong perhari, (f) memeriksa kadar parameter baku mutu
air secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan di
laboratorium yang terakreditasi, dan (g) menyampaikan laporan tentang catatan
debit air limbah harian, jumlah dan jenis hewan yang dipotong perhari dan kadar
parameter baku mutu air limbah sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada
Gubernur dan Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan instansi yang membidangi kegiatan RPH serta
instansi lain yang dianggap perlu. RPH Kota Kediri belum seluruhnya
menerapakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 2 tahun 2006 seperti
belum melakukan pengukuran tingkat cemaran air limbah.
Instalasi pengolahan air dan limbah (IPAL) RPH kota Kediri berada di
belakang ruang pemotongan dan ruang pencucian jeroan. Instalasi ini memiliki
dua tempat untuk masing-masing jenis limbah padat dan cair. Tempat di sebelah
ruang jeroan disediakan untuk menempatkan limbah padat. Instalasi pengolahan
limbah cair memiliki dua jenis sumur. Sumur I digunakan untuk penampungan
limbah cair dengan kapasitas luas 2x3 meter dan kedalaman 3 meter, sedangkan
sumur II untuk pengolahan limbah memiliki kapasistas 3x3 meter dengan
kedalaman 3 meter. Hal ini sesuai dengan Permentan no.13 tahun 2010.

19

Pengolahan limbah cair ditambahkan EM4 (Effective Microorganism)


merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat
bermanfaat dalam proses fermentasi. Beberapa Mikroorganisme yang terdapat
dalam EM4yaitu bakteri fotosintesis (Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat,
ragi (Sacharomices sp.), actinomycetes, dan aspergillus sp. (Djuarnani dkk.,
2005). Prinsip kerja EM4 yaitu mengolah limbah cair secara anaerob dengan
mengubah bahan organik dalam limbah cair menjadi methane dan karbon
monoksida tanpa adanya oksigen. Sehingga, limbah cair yang dialirkan di sungai
Brantas aman untuk kehidupan ekosistem air tawar. Proses pengawasan
pembuangan limbah RPH kota Kediri dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
kota Kediri dengan melakukan uji baku mutu air limbah setiap tiga bulan sekali.
Hal ini sesuai dengan Permen LH no.2 tahun 2006.
4.3.4 Distribusi Karkas RPH Kota Kediri
Proses distribusi karkas babi dan sapi RPH Kota Kediri meliputi tujuan dan
penggunaan transportasi pengangkutan produk karkas. Tujuan distribusi karkas
RPH Kota Kediri yaitu pasar tradisional dan swalayan wilayah kota Kediri seperti
pasar Betek dan swalayan Golden kota Kediri. Masing-masing pengguna jasa
pemotongan (jagal) di RPH Kota Kediri telah memiliki kios daging di pasar
tradisional tersebut sebagai tempat transaksi perdagangan karkas.
Transportasi yang digunakan oleh masing-masing jagal masih sangat jauh dari
sifat kelayakan karena menggunakan bak terbuka sehingga memungkinkan
terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Berdasarkan peraturan pemerintah no.95
tahun 2012, alat angkut produk hewan harus memenuhi persyaratan seperti (a)
penjaminan kebersihan alat angkut, (b) penjaminan kebersihan dan kesehatan
personel, (c) pencegahan tercemarnya produk hewan dari bahaya biologis,
kimiawi, dan fisik, (d) pemisahan produk hewan yang halal dari produk hewan
atau produk lain yang tidak halal, (e) penjaminan suhu ruang alat angut produk
hewan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme, dan (f)
pemisahan produk hewan dari dalam pengangkutannya. Menurut pendapat saya
seharusnya pemerintah kota Kediri menyediakan kendaraan transportasi untuk

20

daging sehingga tidak terjadi kerusakan atau penurunan kualitas daging akibat
tidak layaknya alat transportasi daging.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan :
a. Peran dokter hewan pada RPH Kota Kediri ialah melakukan pengawasan
penerapan terhadap kesejahteraan hewan pada tiap penyembelihan,
higiene dan sanitasi pada lingkungan RPH dan memantau pengolahan
limbah dari RPH serta pelaksanaan pemeriksaan ante mortem dan post
mortem secara rutin oleh dokter hewan guna menjamin keamaan daging
yang akan diedarkan.
b. Penerapan kesejahteraan hewan di
penerapan

kesejahteraan

hewan

RPH Kota Kediri baik dengan


dari

kandang

peristirahatan,

penggiringan, penyembelihan. Penerapan pemeriksaan antemortem


dilakukan dengan baik dengan melakukan pemeriksaan fisik dan palpasi
rektal. Pemeriksaan postmortem dilakukan pada bagian jeroan, karkas
dan limfoglandula.
c. Rumah Potong Hewan RPH Kota Kediri belum optimal dalam memenuhi
persyaratan higiene dan sanitasi rumah potong hewan. Penerapan higiene
masih kurang baik yang dapat dilihat masih kurangnya penerapan higiene
personal, proses pengulitan dan proses pengangkutan daging
5.2 Saran
Saran-saran yang perlu diberikan kepada RPH Kota Kedir guna
memperbaiki instirusi tersebut diantaranya adalah :

21

a. Penambahan fasilitas transportasi yang memenuhi terjaganya kualitas


daging selama masa transportasi.
b. Penambahan fasilitas dan pesan-pesan edukasi guna meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang kompeten.
c. Segera diupayakan mendapatkan sertifikat Nomor Klinik Veteriner
(NKV)
DAFTAR PUSTAKA

Adzitey, F. 2011. Effect of pre-slaughter animal handling on carcass and meat


quality.International Food Research Journal 18: 485-491 (2011)
Annan-Prah, et al. 2012. Slaughterhouse, Animal Slaughter and Slaughter
Hygiene in Ghana. J. vet. 2(4): 189-198
Badan Standar Nasional. 1999. Rumah Potong Hewan. SNI 01-6159-1999
Fatimah, E. 2008. Kualitas Daging Sapi yang Dipotong Menggunakan
Restraining Box: Drip Loss dan Cooking Loss. Skripsi Mahasiswa FKH
IPB.
Lukman D.W dkk, 2009. Higiene Pangan. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
KESMAVET. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Meat technology update. 2011. Effect of slaughter method on animal welfare and
meat quality. Meat and Livestock Australia
Peraturan Daerah Kota Kediri No. 5 Tahun 2003. Bagan Struktur Organisasi
Dinas Pertanian Kota Kediri
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 2 tahun 2006. Air Limbah Rumah
Potong Hewan.
Peraturan Menteri Pertanian No. 13 tahun 2010. Persyaratan Rumah Potong
HewanRuminansia dan Unit Penanganan Daging
Peraturan Menteri Pertanian No. 13 Tahun 2010. Persyaratan Rumah Potong
Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging
Peraturan Menteri Pertanian No. 60 Tahun 2010. Rumah Potong Hewan
Peraturan Pemerintah No. 95 tahun 2012. Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan.
Sawalha, A.L. 2012. Animal Welfare in slaughterhouse. Presentasition for
Awareness session for the private sector..
Setiawan, 2006. Perkembangan Konsumsi Protein Hewani di Indonesia: Analisis
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional 2002-2005. Jurnal lmu Ternak,
Juni 2006, ol 6 no. 1, 68 74
22

Shimshony, A. dan M.M Chaudry. Slaughter of Animals for Human Consumption.


Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 24 (2): 693-710.
Standar Nasional Indonesia No. 01-6159-1999. Rumah Potong Hewan
Undang-Undang (UU). Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU No. 18 Tahun
2009.

Lampiran 1. Rekapitulasi Pemeriksaan Antemortem Sapi

No
1.

2.

3.

Foto Sapi

Bagian Yang
Diperiksa
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas

23

Hasil
Pemeriksaan
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Jantan
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal

Status
Hewan
Disembel
ih tanpa
syarat

Disembel
ih tanpa
syarat

Disembel
ih tanpa
syarat

4.

5.

6.

7.

Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas

Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal

Disembel
ih tanpa
syarat

Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi

Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan

Disembel
ih tanpa
syarat

24

Disembel
ih tanpa
syarat

Disembel
ih tanpa
syarat

8.

9.

10.

nafas

Normal

Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas
Jenis kelamin
Status gizi
Permukaan
kulit
Adanya
penyakit
Cara berdiri
Frekuensi
nafas

Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal
Betina
Baik
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Normal

25

Disembel
ih tanpa
syarat

Disembel
ih tanpa
syarat

Disembel
ih tanpa
syarat

Lampiran 2. Rekapitulasi Pemeriksaan Postmortem Sapi


N
Jenis
o
Hewan
1. Sapi 1

Bagian yang
Diperiksa
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

10. Sapi 2

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

11. Sapi 3

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung

Hasil
Pemeriksaan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
26

Status
Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

12. Sapi 4

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

13. Sapi 5

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Lgl.
Prefemoralis
Lgl. Prescapula
Lgl. Poplitea
Intracostae
Kepala
Insisi Masseter
Paru-paru
Hati
Ginjal
Saluran
pencernaan

Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ditemukan
cysticercus
Ditemukan memer
pada os Frontalis
Tidak ditemukan
cysticercus
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
kelainan,
27

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

14. Sapi 6

Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

15. Sapi 7

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

16. Sapi 8

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung

ditemukan
beberapa
parampistomum.
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan

28

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia,
kecuali hati

Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

17. Sapi 9

Limpa
Karkas
Kelanjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati

18. Sapi 10

Limpa
Karkas
Kelenjar
pertahanan
Kepala dan
Lidah
Paru-paru
Jantung
Alat
pencernaan
Esophagus
Hati
Limpa
Karkas
Kelenjar

Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Ada Fasciola
hepatica
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
peruabahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada
perubahan
Tidak ada kelainan
Merah segar
Tidak ada
29

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

Baik
dikonsumsi
untuk manusia

pertahanan

peruabahan

30

Anda mungkin juga menyukai