Anda di halaman 1dari 98

LAPORAN

KOASISTENSI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


DAN ADMINISTRASI DINAS

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


PROVINSI LAMPUNG
PERIODE 14 Desember 31 Desember 2015

Oleh:
Mia Sari Hidayati, S.K.H.
15/390772/KH/8706

Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Doddi Yudhabuntara

BAGIAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

LAPORAN
KOASISTENSI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
DAN ADMINISTRASI DINAS

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


PROVINSI LAMPUNG
PERIODE 14 Desember 31 Desember 2015

Oleh:
Mia Sari Hidayati, S.K.H.
15/390772/KH/8706

Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Doddi Yudhabuntara

BAGIAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KOASISTENSI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


DAN ADMINISTRASI DINAS

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


PROVINSI LAMPUNG

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Mia Sari Hidayati, S.K.H.


15/390772/KH/8706

Telah dipertahankan dalam Ujian Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner


dan Administrasi Dinas pada 13 Januari 2016 dan disahkan oleh Dosen
Pembimbing sebagai salah satu syarat kelulusan koasistensi Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Yogyakarta,
Dosen Pembimbing

Dr. drh. Doddi Yudhabuntara

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat yang telah diberikan
sehingga dapat diselesaikannya laporan koasistensi Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Administrasi Dinas yang dilaksanakan pada tanggal 14 desember
31 desember 2015 di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung.
Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan
Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penyusunan dan penulisan laporan ini tidak terlepas dari banyak pihak
yang telah membantu sehingga semua dapat diselesaikan dengan baik. Terima
kasih atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
menempuh kegiatan koasistensi di Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampung, kepada :
1. Dr. drh. Joko Prastowo, M. Si., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2. drh. Heru Susetya, MP., Ph. D., selaku Ketua Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah
Mada.
3. Drh. Dyah Ayu Widiasih, Ph.D., selaku koordinator Koasistensi
Kesehatan Masyarakat Veterniner dan Administrasi Dinas Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.

ii

4. Dr. drh. Doddi Yudhabuntara., selaku dosen pembimbing dan dosen


penguji Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veterniner dan Administrasi
Dinas Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
5. Ir. Dessy Desmaniar R., M.M., selaku Kepala Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Lampung.
6. drh. Arsyad, selaku Kepala Bagian Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner atas bimbingan dan petunjuk selama pelaksanaan
koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas di
Provinsi Lampung,
7. drh. Ruri, dan drh. Fransisca atas bimbingan dan ilmu yang diberikan
selama kegiatan koasistensi di Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kota Metro.
8. Terimakasih kepada ibu Komang dan drh Sugeng atas bantuan selama di
Lampung.
9. Segenap Pegawai dan staff Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Lampung.
10. Teman-teman kelompok A.2015.09 atas kerjasama dan bantuannya, serta
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Januari 2016

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................. 1
B. Tujuan ................................... 3
C. Waktu Pelaksanaan . ................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Provinsi Lampung .................................................................................... 4
Sejarah ....................................................................................................... 4
B. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Lampung ................................... 6
Visi dan Misi ............................................................................................. 6
Tugas dan Fungsi ..................................................................................... 8
Struktur Organisasi .................................................................................... 9
C. Kesehatan Daging ......................................... 12
Perubahan Otot Menjadi Daging ............................................................... 13
Higiene Daging ......................................................................................... 16
Pemeriksaan Daging .................................................................................. 17
Rumah Pemotongan Hewan ...................................................................... 20
Rumah Pemotongan Unggas ..................................................................... 33
D. Kesehatan Susu ... ................................................................. 45
Definisi Susu ............................................................................................. 45
Higiene Susu ............................................................................................. 46
Pemeriksaan Susu ...................................................................................... 46
E. Pengembangan Peternakan dan Kesehatan Hewan Perusahaan Ternak ... 49
a. PT. Great Giant Livestock Coy (GGLC) ............................................... 50
b. PT. Indo Prima Beef .............................................................................. 52
c Kelompok Peternak Ayam Berkat Usaha Bersama (KPA-BUB)........... 53
d. Balai Besar Perikanan dan Budidaya Laut (BBPBL) ........................... 54
e. Balai Veteriner Lampung ...................................................................... 56
III. PEMBAHASAN
A. Kegiatan Administrasi Dinas di Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Lampung. 61
B. Higiene Daging... ...... 62
1. Kegiatan Pemeriksaan Daging di Laboratorium Kesmavet RPH
Metro...................................................................................................62
2. RPH Kota
Metro................65
3. Kunjunngan ke Pasar Cendrawasih Kota Metro......73

iv

4. Kegiatan Kunjungan ke KPA Berkat Usaha Bersama.74


C. Higiene Susu ............................................................................................. 77
1. Kunjungan di Kelompok Ternak Sapi Perah Lembu Poang...............77
2. Pemeriksaan Susu di Laboratorium....................................................79
D. Pengembangan Peternakan dan Sektor Terkait ......................................... 76
1. Balai Besar Perikanan dan Budidaya Laut (BBPBL) .......................... 81
2. PT. Great Giant Livestock Coy (GGLC) ............................................ 82
3. PT. Indo Prima Beef ............................................................................ 84
F. Balai Veteriner Lampung .......................................................................... 86
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................... 89
B. Saran ... .................. 89

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.

Peta provinsi Lampung .................................................................... 4


Skema struktur organisasi Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Lampung ............................................................... 10
Skema Perubahan fisiko-kimia otot setelah hewan disembelih ....... 16
Struktur Organisasi PT. Indo Prima Beef ........................................ 52
Gambar Kegiatan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Lampung ........................................................................... 62
Uji Formalin, Boraks dan Babi ........................................................ 64
Struktur dan Bangunan RPH Kota Metro ........................................ 66
Kandang penampungan RPH Kota Metro ....................................... 67
Proses penyembelihan dan Pemeriksaan post mortem pada sapi
Yang dipotong..................................................................................68
Proses Pemotongan sapi secara darurat ........................................... 70
pemeriksaan postmortem pada hati.................................................. 71
Pengecapan daging oleh petugas ..................................................... 72
Kunjungan Ke Pasar Cendrawasih Kota Metro ............................... 73
Fasilitas dan gambaran proses pemotongan ayam di KPA Berkat
usaha bersama..................... ............................................................. 76
Kunjungan Ke kelompok Ternak Sapi Perah Lembu Poang ........... 78
Pengujian Berat Jenis, Alkohol,pH, CMT dan Organoleptik pada
susu .................................................................................................. 80
Kolam budidaya ikan di BBPBL ..................................................... 82
Laboratorium pengujian di BBPBL ................................................. 82
Instalasi Kandang Sapi Potong di PT.GGLC................................... 84
Perkandangan di PT. Indo Prima Beef............................................. 85
Aktivitas pengujian residu antibiotik di laboratorium kesmavet. .... 87
Bersama drh Tri Gunawan, MP....................................................86

vi

DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2..
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.

Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9

Pigmen yang ditemukan dalam daging segar, Cured atau dimasak . 13


Spesifikasi Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba
pada daging ...................................................................................... 19
Rata-rata komposisi kimia dan fisik susu pada beberapa
spesies ruminansia ........................................................................... 45
Persyaratan Mutu Susu Sapi Segar .................................................. 49
Jadwal kegiatan Koasistensi Masyarakat Veteriner dan
Administrasi Dinas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Lampung.......................................................................... 59
hasil uji formalin, boraks, pork, dan bangkai .................................. 64
Tarif Retribusi RPH Kota Metro..................................................... 68
Grade ayam probio di KPA Berkat Usaha Bersama ........................ 76
Hasil Pemeriksaan Uji Susu ............................................................. 79

vii

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan pokok manusia meliputi pangan, sandang dan papan
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari.
Upaya pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan dengan konsumsi makanan yang
mengandung zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Bahan pangan asal hewan meliputi daging dan susu mengandung zat gizi yang
dibutuhkan manusia. Seiring dengan pertumbuhan populasi, maka kebutuhan akan
bahan pangan asal hewan semakin meningkat. Kebutuhan yang tinggi tanpa
disertai adanya produksi yang semakin meningkat pula rawan memicu terjadinya
pemalsuan, perubahan susunan bahan pangan asal hewan baik berupa
pengurangan kandungan gizi, maupun penambahan zat lain yang bersifat merusak
kualitas.
Menurut UU No.41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun
2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, kesmavet adalah segala urusan
yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No.95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, kesmavet memiliki tugas dalam penjaminan
hygiene dan sanitasi, penjaminan produk hewan, dan pengendalian serta
penanganan zoonosis. Produk hewan yang dimaksud meliputi produk pangan asal
Hewan, produk Hewan nonpangan yang berpotensi membawa risiko zoonosis

secara langsung kepada manusia; dan produk hewan nonpangan yang berisiko
menularkan penyakit ke hewan dan lingkungan.
Keamanan pangan asal ternak juga telah diatur dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan didukung dengan berbagai kebijakan peraturan baik berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan menteri serta perangkat
lainnya, sehingga diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan produk
pangan asal ternak. Pelaksanaan pengawaan bahan pangan asal hewan ini tentu
saja diperlukan campur tangan Dokter Hewan, terutama dalam bidang kesmavet.
Seorang dokter hewan harus mampu memberikan jaminan kesehatan bagi
masyarakat terhadap kemungkinan adanya penyakit menular atau zoonosis serta
bahaya pemalsuan.
Keterlibatan dokter hewan juga sangat dibutuhkan dalam pengawasan dan
pencegahan masuknya HPHK (Hama Penyakit Hewan Karantina). Hal ini diatur
dalam Undang-Undang No.16 tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan. Dokter hewan berwenang bertanggungjawab dalam hal menyatakan
keadaan wabah atau kejadian luar biasa, melakukan penutupan lalu lintas daerah
atau lalu lintas ternak atau pelarangan importasi ternak atau hewan dan segala
produknya serta bahan ikutan lainnya (daging, kulit, MBM/ Meat Bone Meal ,
PMM/ Poultry meat Meal, susu dan sebagainya) yang dapat menularkan penyakit
hewan, atau mencegah timbulnya suatu penyakit atau menetapkan pemusnahan
sejumlah hewan untuk mencegah meluasnya suatu penyakit atau timbulnya suatu
penyakit hewan menular di kawasan tertentu melalui karantina hewan.

Untuk mempersiapkan seorang Dokter Hewan yang berkompeten Fakultas


Kedokteran Hewan UGM mengadakan suatu kegiatan Koasistensi Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas. Dalam kegiatan ini diharapkan mahasiswa
dapat lebih banyak belajar mengenai peran dokter hewan, serta mempelajari administrasi
dalam suatu dinas untuk menciptakan Kesehatan Masyarakat Veteriner yang baik.

Tujuan
Tujuan kegiatan

koasistensi

kesehatan masyarakat

veteriner dan

administrasi dinas ini adalah untuk mengetahui dan memahami peran dokter
hewan yang bekerja di bagian kedinasan, terutama pada bidang kesehatan
masyarakat veteriner dan administrasi dinas, serta dokter hewan di karantina.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Administrasi
Dinas dilaksanakan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
pada tanggal 14 s/d 31 Desember 2015.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Provinsi Lampung
Provinsi Lampung terletak di ujung pulau Sumatra bagian tenggara.
Provinsi lampung terletak pada 103040 - 105050 BT dan 6045 3045 LS, dan
Bandar Lampung sebagai ibukota. Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas
35.288,35 km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling
ujung tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh provinsi Sumatera Selatan di
sebelah utara, Selat Sunda di sebelah selatan, Laut Jawa di sebelah Timur, dan
Samudra Indonesia di sebelah barat.

Gambar 1. Peta Provinsi Lampung

Sejarah
Hingga abad ke-11, provinsi Lampung merupakan bagian dari Kerajaan
Sriwijaya. Setelah itu, Lampung menjadi bagian dari Kerajaan Melayu. Lampung
4

merupakan wilayah yang terkenal sebagai penghasil lada hitam sehingga dikuasi
oleh bangsa Eropa.VOC mengklaim menguasai wilayah ini sampai abad ke-17.
Pemerintah Hindia Belanda sempat mentransmigrasikan orang ke Lampung untuk
mengatasi masalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa.Lampung diresmikan
menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada hitam menjadi salah satu bagian
lambang daerah.
Provinsi Lampung memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang
pertanian seperti padi dan jagung, perkebunan seperti kelapa sawit dan kopi, dan
peternakan seperti sapi dan kambing.Dan provinsi lampung merupakan pintu
gerbang pulau Sumatra dari wilayah Jawa. Provinsi Lampung memiliki lahan
yang relatif luas untuk mengembangkan pertanian di sub sektor peternakan,
tersediannya bahan baku makanan ternak yang melimpah, dan sumber daya
manusia (SDM) yang cukup memadai. Hal tersebut memberikan dorongan
tumbuhnya usaha peternakan rakyat, berdirinya perusahaan peternakan, dan
perdirinya perusahaan pengelola pakan.
Komoditi unggulan Provinsi Lampung yaitu berasal dari sektor pertanian,
perkebunan, peternakan dan jasa. Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah
jagung, pisang, ubi jalar dan ubi kayu, sub sektor tanaman perkebunan dengan
komoditi Kelapa sawit, Kakao, Karet, Tebu, kopi, Kelapa, aren, cengkeh, jambu
mete, jarak, kapuk, kayu manis, nilam, pala, pinang, tembakau, vanili dan Lada.
Sub sektor perikanan komoditi yang diunggulkan berupa perikanan Tangkap,
Budidaya Jaring apung, budidaya keramba, budidaya kolam, budidaya laut,
budidaya sawah, dan budidaya tambak. Dari sub sektor peternakan komoditinya

adalah sapi, babi, domba, kerbau dan kambing, sedangkan sub sektor jasa
komoditinya yaitu wisata alam dan wisata budaya.
Provinsi Lampung memiliki jumlah sapi potong 573.483 ekor, sapi perah
268 ekor, kerbau 22.627 ekor, kuda 236 ekor, kambing 1.253.153 ekor, domba
89.005 ekor, babi 43.513 ekor, ayam buras 10.924.455 ekor, broiler atau ayam
pedaging 29.931.232 ekor, layer atau ayam petelur 5.121.094 ekor, dan itik
609.569 ekor. Ternak di didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan terutaman
DKI Jakarta, Banten, Jawa barat, dan beberapa povinsi di Sumatera.
B. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
Dinas peternakan provinsi Lampung beralamatkan di JL. Zainal Abidin Pagar
Alam No. 52 Bandar Lampung. Dinas ini didirikan oleh Pemda Tingkat I
Lampung pada tahun 1968 dan diresmikan oleh Gubernur Provinsi Lampung.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung Nomor 11 Tahun 2007,
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung memiliki tugas dan
fungsi sebagai berikut :
Visi dan Misi
Visi. Visi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah mewujudkan
Lampung sebagai lumbung ternak yang tangguh dan mandiri.
Tangguh yang dimaksud adalah penggunaan sumber daya optimal; responsif
terhadap perubahan permintaan dan mampu menerapkan teknologi tepat guna;
mampu menghadapi cekaman gangguan iklim, harga, wabah dan penyakit;
produktivitas

usaha

efisien,

berkelanjutan

dan

ramah

lingkungan;

keberlangsungan usaha dinikmati oleh semua pelaku yang terlibat dalam jalinan
agribisnis; mampu memberikan dukungan koeksistensi yang kondusif bagi
pembangunan sektor lain; adaptable dengan perubahan lingkungan strategis yang
mempengaruhinya; memiliki kredibilitas posisi tawar yang andal dan bersaing
kompetitif; dan menganut iklim manajemen kebijakan yang berwibawa dan
konsisten serta dilindungi kuat oleh undang-undang.
Mandiri memiliki arti bahwa tidak tergantung pada kekuatan dan
kemampuan pihak lain, seperti dalam penyediaan bahan baku pakan dan sapi
bakalan yang secara langsung dapat menyediakan inefisiensi; dapat melakukan
kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak; memiliki
kemampuan dalam menyediakan dan meningkatkan aksebilitas peternak terhadap
modal, baik melalui sumber pembiayaan lembaga keuangan atau kemitraan;
memiliki kemampuan dalam mengakses dan menerapkan teknologi; memiliki
kemampuan dalam memanfaatkan potensi sumber daya lokal secara optimal.
Misi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah:
1.

Meningkatkan populasi dan produksi ternak guna menyediakan bahan


pangan

asal

ternak

yang

terjamin

baik

mutu,

jumlah

dan

kontinuitasnya dengan harga yang terjangkau serta makin berperan


dalam menyediakan kebutuhan nasional.
2. Mewujudkan sumber daya manusia dan kelembagaan peternakan yang
tangguh, mandiri dan professional, Meningkatkan daya saing produk
unggulan peternakan Lampung (sapi potong, kambing dan ayam ras).

3. Memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal secara optimal dengan


tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Tugas Pokok dan Fungsi
Rincian tugas, fungsi dan tata kerja dinas-dinas pada pemerintahan
Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Gubernur No. 34 tahun 2010 adalah
sebagai berikut.
Tugas. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan memiliki tugas untuk
menyelenggarakan sebagian kewenangan rumah tangga provinsi dalam bidang
peternakan dan kesehatan hewan yang menjadi kewenangannya, tugas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubernur,
serta tugas lain sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur bedasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan berfungsi dalam
perumusan kebijaksanaan, pengaturan, perencanaan, dan penetapan standar
pedoman;

penyediaan

dukungan

kerjasama

antar

kabupaten/Kota

dan

pengendalian penyakit hewan/ternak; pengembangan kemampuan teknis sumber


daya manusia dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan; promosi eksport
komoditas peternakan unggulan provinsi; penyediaan dukungan pengendalian
eradikasi hama dan penyakit hewan/ternak; pengaturan dan pelaksanaan
penanggulangan wabah hama dan penyakit menular serta pelaksanaan penyidikan
penyakit

hewan/ternak;

pemantauan,

peramalan,

pengendalian

serta

penanggulangan penyakit hewan/ternak; pembinaan, pengenalan, pengawasan dan

koordinasi; pelayanan administratif; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan


oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Lampung dapat dilihat pada gambar 2.
Kepala Dinas. Kepala dinas mempunyai tugas memimpin, mengendalikan
dan mengawasi, serta mengkoordinasi pelaksanaan tugas Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan provinsi dalam
bidang peternakan dan kesehatan hewan. Tugas dekonsentrasi dan tugas pembantu
yang diberikan pemerintah kepada Gubernur, serta tugas lain sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh gubernur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Kepala Dinas
Ir. Dessy Desmaniar
R,MM
Sekretaris
Zukifli Umar, SE

Subbag
Umum &
Kepeg

Kabid Sarana & Prasarana

Kabid Usaha Peternakan


Ir.Lili Marwati

Kabid Bina Keswan &


Kesmavet
Drh.Arsyad

Kasi Data & Informasi


Ir.Tri Saharti

Subbag
Keuangan
Drs.Hj.
Tarlina,M.P
d

Subbag
Perencanaa
n
Drs.Hj.
Tarlina,M.Pd
Kabid Produksi Ternak
Ir.Perwira Suganda

Kasi P3H Keswan


drh.Lailan Mardiah

Kasi Fas usaha &


kelembg

Kasi Bibit
Ir.Sri Sulistyaningsih

Kasi Kesmavet
Oktina Siswanti

Kasi Pasca panen &


pengolahan hasil
peternakan
Efi Septriana,S.H

Kasi Pakan Ternak


drh.Anwar Fuadi

Kasi P2OH
Ir.Pancawati,WL

Kasi Distrib.Pemasaran
Sri Raudha Yulianti, SE

Kasi Budidaya
Dwita batasari, S.Pt

Kasi tek.alat& mesin


Ir.Martini amir

Kasi Penataan
Kawasan

Kabid Produksi Ternak


Ir.Perwira Suganda

Kabid Produksi Ternak


Ir.Perwira Suganda

Kelompok jabatan
Fungsional

Was.Bit.Nak
Ir.Dadam Abdul Syukur

Medik Veteriner
drh.Mulyani

Gambar 2. Skema struktur organisasi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan


Provinsi Lampung
Sekretariat

Dinas.

Sekretariat

mempunyai

tugas

melaksanakan

pembinaan, pemantauan, pengendalian dan koordinasi dalam bidang perencanaan,


keuangan, personalia dan umum. Sekretariat dipimpin oleh sekteraris yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sekretariat terdiri dari sub
bagian umum dan kepegawaian, Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian

10

Perencanaan dimana masing-masing Sub bagian pada Sekretariat dipimpin oleh


seorang kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
sekretariat.
Bidang Sarana dan Prasarana Peternakan. Bidang Sarana dan
Prasarana Peternakan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi di bidang sarana dan prasarana
peternakan. Bidang sarana dan prasarana dipimpin oleh seorang Kepala Bidang
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang sarana
dan prasarana peternakan mempunyai fungsi pengumpulan, pengolahan, penyajian
dan publikasi data.
Bidang Produksi Peternakan. Bidang produksi peternakan mempunyai
tugas melaksanakan sebagaimana tugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
di bidang pembinaan peternak dari ketahanan pangan hewan. Bidang Produksi
Peternakan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas.
Bidang Usaha Peternakan. Bidang Usaha Peternakan dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas.

11

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Unit Pelaksana Teknik Dinas


terdiri dari UPTD Balai Pembibitan Ternak dan Pakan dan UPTD Balai
Inseminasi Buatan Daerah. UPTD Balai Pembibitan Ternak dan Pakan
melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam bidang teknis perbanyakan,
pengujian, sertifikasi serta penyebaran bibit dan pakan, sedangkan UPTD Balai
Inseminasi Buatan Daerah mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis
produksi, ditribusi, pemasaran mani beku, dan penyediaan sarana prasarana Balai
Inseminasi Buatan.
Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri
dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai
dengan bidang keahlian dan ketrampilannya. Kelompok Jabatan Fungsional
dipimpin oleh seorang Pejabat Fungsional sebagai ketua kelompok dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

C. KESEHATAN DAGING
Menurut SNI (2008) daging adalah bagian dari otot skeletal dari karkas
yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar,
daging segar dingin, atau daging beku (Anonim, 2008).Daging didefinisikan
sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringanjaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paruparu, jantung, limpa, pancreas dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini
(Soeparno, 2009).

12

Perubahan Otot Menjadi Daging


Perubahan biokemis dan biofisis pada konversi otot menjadi daging
diawali pada saat penyembelihan ternak. Secara umum, perubahan tersebut
diawali dengan berhentinya sirkulasi darah. Tidak adanya sirkulasi darah
mengakibatkan tidak adanya supply oksigen ke jaringan sehingga mengakibatkan
perubahan pada jaringas, termasuk otot. Secara umum perubahan tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Pigmen yang ditemukan dalam daging segar, Cured atau dimasak
(Lawrie, 1995)
No

Pigmen

Mioglobin

Oksimioglobin

Metmioglobin

Nitrit oksida mioglobin1

Nitrit oksida mioglobin2

Metmioglobin nitrit

Sulfmioglobin

8
9

Metsulfmioglobin
Choleglobin

10

Globinmiohemokromogen

11

Globin miohemikrogen

12

Nitritoksida
miohemokromogen

Proses Terbentuknya

Warna

Reduksi
metmioglobin, merahdeoksigenasi oksimioglobin
purple
Oksigenasi myoglobin
Merah
cerah
Oksidasi
myoglobin, Merah
oksimioglobin
cokelat
Kombinasi myoglobin dan Merah
nitrid oksida
cerah
(pink)
Kombinasi metmioglobin dan Crimson
nitrit oksida
kombinasi metmioglobin dan Cokelat
nitrit berlebihan
kemerahan
Pengaruh H2S dan oksigen Hijau
terhadap myoglobin
Oksidasi sulfmioglobin
Merah
Pengaruh
H2O2
terhadap Hijau
myoglobin atau oksimioglobin.
Pengaruh panas, pendenaturasi Merah
myoglobin, myoglobin; iradiasi suram
globin hemikromogen.
Pengaruh panas, pedenaturasi Cokleat
myoglobin
oksimioglobin, terkadang
metmioglobin, hemokromogen keabuan
Pengaruh panas, pendenaturasi Merah
nitrit oksida myoglobin.
cerah
(pink)
13

a. Kegagalan system peredaran darah


Kegagalan system peredaran yang mengikuti penyembelihan ternak
mengakibatkan persediaan oksigen didalam otot yang dapat berikatan dengan
myoglobin makin menurun dan menjadi habis, maka proses aerobic melalui
siklus sitrat dan system enzim sitokrom berhenti berfungsi. Metabolisme
energy ( pemecahan glikogen menjadi asam laktat bertukar menjadi
metabolism anaerobic (Soeparno, 200)
b. Glikolisis anaerob
Adalah proses penguraian glikogen dalam keadaan tanpa oksigen, sehingga
dihasilkan energy (ATP) dan asam laktat. Glikolisis anaerob dapat terjadi
pada jaringan hewan yang masih hidup pada kondisi tertentu, misalnya saat
jaringan kekurangan oksigen sedangkan dibutuhkan energy yang besar, selain
itu juga dapat terjadi pada otot setelah hewan mati (postmortem). Glikolisis
anaerob ini merupakan proses yang dominan dalam 36 jam postmortem.
Asam laktat yang dihasilkan dari glikolisis anaerob akan terakumulasi dalam
otot sehingga pH otot menurun (Sanjaya, 2007).

c. Perubahan nilai pH
Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimate postmortem tergantung
pada cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. Penimbunan asam laktat
akan terhenti setelah cadangan glikogen otot menjadi habis atau setelah
kondisi yang tercapai, yaitu pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas

14

enzim glikolitik didalam glikolisis anaerob serta glikogen tidak lagi sensitive
terhadap serangan-serangan enzim glikolitik (Soeparno, 2009).
d. Rigor Mortis
Kekakuan

otot

setelah kematian dan otot

menjadi

tidak mampu

direnggangkan disebut rigormortis. Rigormortis terjadi setelah cadangan


energi otot menjadi habis atau otot sudah tidak lagi mampu mempergunakan
cadangan energy. Dengan tidak adanya ATP, filament aktin dan Miyosin
saling menindih dan terkunci bersama-sama membentuk ikatan aktomiyosin
yang permanen dan otot menjadi tidak dapat direnggangkan. Daging pada
kondisi rigor mortis bersifat liat (alot, tidak empuk). (Soeparno,2009)
e. Proteolisis Post-mortem
Proteolisis pada protein jaringan ototoleh enzim-enzim dalam otot
menyebabkan proses pengempukan daging (aging) yang selanjutnya dapat
menyebabkan pembusukan. Beberapa enzim yang berperan dalam proses
tersebut adalah calcium activated calpain I, dan calpain II, cathepsin dan
enzim enzim lisosom. Setelah kematian, karena tidak ada lagi ATP (energy),
Ca++ dari mitokondria dilepaskan, konsentrasi ion Ca intraseluler meningkat
sehingga menstimulasi calcium activated calpain I, dan calpain II. Calpain ini
optimum bekerja pada pH >6. Penurunan pH postmortem melemahkan
dinding-dinding organel seperti lisosom sehingga cathepsin keluar, cathepsin
bekerja optimum pada pH <6.

15

Sirkulasi darah terhenti


Tidak ada supply oksigen

Respirasi
terhenti

Glikolisis
anaerob

Penurunan kadar
ATP dan CP

Penurunan nilai
PH

Rigor Mortis

Denaturasi
Protein

Pembebasan dan
Aktivasi enzim

Gambar 3. Skema Perubahan fisiko-kimia otot setelah hewan disembelih


(Sanjaya, 2007)
Higiene Daging
Higiene daging adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapatkan
daging yang sehat dan bersih (ASUH), serta mempertahankan kondisi tersebut
mulai dari hewan dipotong sampai kepada konsumen itu sendiri. Usaha yang
harus dilakukan meliputi pengawasan kesehatan hewannya dan pemeriksaan
sebelum dipotong (ante mortem), kesehatan dan kebersihan pekerja jagal dan juru
periksa, kebersihan Rumah Potong Hewan beserta peralatannya, kebersihan,
sanitasi dan kesehatan air yang dipergunakan, pemeriksaan daging (post mortem),
kebersihan alat-alat transportasi serta kebersihan tempat penjualan. Usaha
pemeriksaan daging yang dilakukan oleh petugas berwenang mulai dari
pemeriksaan antemortem, post mortem di Rumah Potong Hewan dan pemeriksaan
daging yang berada ditempat penjualan (dipasar tradisional, swalayan dan tempat
lainnya).

16

Tujuan higiene daging adalah mencegah terjadinya penularan penyakit


hewan ke manusia, menyediakan bahan makanan yang sehat, baik dan aman bagi
manusia itu sendiri sebagai pelaku konsumen, pencegahan penularan penyakit
hewan serta mengurangi kerugian konsumen terhadap daging yang jelek.
Pekerjaan higiene daging meliputi: membuang daging yang sakit, busuk dan jelek,
pengawasan pengolahan dan perlakuan daging dan hasil daging supaya sehat,
mencegah pemalsuan daging, mengawasi penggunaan terhadap bahan-bahan
ramuan yang dapat membahayakan bagi manusia dan mengawasi bahan makanan
dari hewan terhadap pencemaran. Setiap hewan yang akan dipotong telah
diperiksa kesehatannya oleh petugas yang berwenang. Pemotongan hewan
dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan lain yang telah
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
Pemeriksaan Daging
1. Pemeriksaan Organoleptik
Pada uji ini diamati warna, bau, konsistensi, dan kelenturan daging
yang dibandingkan dengan keadaan normal. Normalnya daging memiliki
konsistensi kenyal (padat) karena adanya ikatan aktin dan myosin dan memiliki
warna merah cerah karena kandungan mioglobin.
2. Pemeriksaan pH Daging
Pengukuran pH awal pada waktu setelah pemotongan hingga 45 menit
dan pengukuran pH akhir (ultimat) kira-kira setelah 24 jam. Daging normal
memiliki pH normal antara 5,3-5,9. Faktor- faktor yang mempengaruhi pH
antara lain adalah tingkat stress pada hewan sebelum pemotongan, injeksi

17

hormon obat-obatan, spesies, stimulasi listrik, aktivitas enzim dan terjadinya


glikolisis.
Pengukuran pH menggunakan kertas pH meter. Pengukuran dilakukan
dengan cara menempelkan kertas pH pada daging, kemudian setelah pH kertas
berubah warna dicocokkan dengan warna yang terdapat pada tempat kertas pH.
Cara lain pengukuran pH dengan menggunakan pH meter digital yang
ditancapkan pada daging yang akan diuji.
3. Pemeriksaan awal pembusukan daging
a. Uji Eber.
Permulaan pembusukan pada daging dapat dilihat menggunakan uji eber.
Prinsip dari uji ini adalah NH3 yang terbentuk akan berikatan dengan HCl
sehingga membentuk embun NH4Cl. Cara kerja uji ini dengan memasang
sepotong kecil daging pada kawat bersumbat, lalu memasukkan 5ml reagen
eber ke dalam tabung reaksi. Kawat bersumbat yang telah dipasang daging
dipasang pada tabung reaksi yang telah diberi reagen eber. Daging yang
mulai busuk akan memberikan hasil positif dengan adanya embun yang
muncul di tabung reaksi.
b. Uji Postma
Uji ini bertujuan untuk mengetahui daging yang telah memasuki fase
pembusukan. Prinsip dari uji ini adalah senyawa NH3 yang terikat pada
daging akan dilepas oleh MgO, kemudian dengan pemanasan pada suhu
50C NH3 diuapkan sehingga berikatan dengan kertas lakmus merah. Hasil

18

positif ditunjukkan dengan kertas lakmus yang berubah warna menjadi


biru.
c. Uji H2S
Uji ini berfungsi untuk mengetahui awal pembusukan daging. Prinsip dari
uji ini adalah gas H2S yang dilepaskan oleh daging akan diikat oleh PbS
sehingga muncul bercak berwarna coklat. Cara kerja uji ini, daging
dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke cawan petri lalu ditutup dengan
kertas saring yang pada bagian tengahnya ditetesi dengan 1 tetes PbS lalu
petri ditutup.
4. Pemeriksaan Daging Secara Mikrobiologi
Untuk mengetahui pencemaran mikroba pada daging diperlukan
pemeriksaan bakteriologi yaitu dengan Uji Total Plate Count (TPC),
kemudian hasilnya dibandingkan dengan persyaratan mutu Batas Maksimum
Cemaran Mikroba (BMCM) pada daging sapi yang ditetapkan oleh badan
Standarisasi Nasional SNI : 01-6336-2000. Apabila Uji TPC melebihi
BMCM maka akan dilanjutkan dengan uji peneguhan dengan metode Most
Probable Number (MPN) Eschericia coli. Batas cemaran mikroba maksimum
pada daging dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada


daging (dalam satuan CFU/gram) (Anonim, 2000)

19

Rumah Potong Hewan


Menurut SNI,01-6159-1999, Rumah pemotongan hewan adalah kompleks
bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan
teknis dan hygiene tertentu, serta digunakan sebagai tempat memotong hewan
potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat (Anonim, 1999). RPH
merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman,
sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan
pemotongan hewan secara besar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama); pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection) dan pemeriksaan
karkas, dan jeroan (postmortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit
zoonotik ke manusia; pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis
yang ditemukan pada pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem
guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan
zoonosis di daerah asal hewan.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-6159-1999,
persyaratan yang harus dipenuhi oleh RPH, antara lain :
a. Persyaratan lokasi :
1. Lokasi pendirian RPH harus berada di tempat yang tidak bertentangan
dengan Rencana umum Tata Ruang (RUTR), Rencana detail Tata ruang
(RDTR) dan Rencana bagian Wilayah Kota (RBWK).

20

2. Tidak berada di bagia kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih
rendah dari tempat pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan
dan pencemaran lingkungan.
3. Tidak berada di dekat industry logam dan kimia, tidak berbahaya banjir,
bebas dari asap, bau debu, dan kontaminan lainnya.
4. Memiliki lahan yang efektif datar dan cukup luas untuk pemgembangan
RPH.
a. Persyaratan sarana :
1) Sarana jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan
pengankut hewan potong dan kendaraan daging.
a) Sumber air cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01-0220-1987.
Untuk sapi/ kerbau/ kuda : 1000 L/ekor/ hari, kambing/ domba : 100 L/
ekor/ hari, babi : 450 L/ ekor/ hari.
2) Sumber tenaga listrik yang cukup.
3) Pada rumah pemotonganhewan babi harus ada persediaan air panas untuk
pencelupansebelum pengerokan bulu.
4) Seyogyanya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau air panas
(suhu 80oC).
b. Persyataratan Bangunan dan Tata Letak
1) Kompleks bangunan RPH harus terdiri dari :
Bangunan utama, kandang Penampungan dan istirahat hewan, kandang
isolasi, Kantor administrasi dan kantor dokterhewan, Tempat istirahat
karyawan, kantin dan mushola, tempat penyimpanan barang pribadi,

21

kamar mandi dan WC, Sarana Penanganan Limbah, Tempat parkir, tempat
jaga, gardu listrik, Menara air.
2) Kompleks RPH harus dipagar sedemikian rupa agar mencegah keluar
masuk orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain hewan
potong. Pintu masuk hewan potong harus berpisah dari pintu keluar
daging.
3) Kompleks RPH babi harus dipisahkan dengan kompleks RPH lain dengan
jarak cukup jauh atau dibatasi dengantinggi pagar minimal 3 m atau
terpisah total dengan dinding tembok serta di tempat yang lebih rendah
dari RPH lain.
4) RPH seyogyanya dilengkapi dengan : Ruang pendinginan dan pelayuan,
laboratorium, system sarana pembuangan limbah cair.
5) Bangunan utama RPH terdiri dari :
a) Daerah kotor : Proses yang boleh dilakukan di daerah kotor adalah
pemingsanan, penyembelihan, dan pengeluaran darah (bleeding),
pemisahan kepala, kaki, dan ekor dari karkas, pengulitan, dan
pengeluaran jeroan, sedangkan paru paru, hati, jantung, dan limpa
dipindahkan ke daerah bersih untuk pemeriksan post mortem.
b) Daerah bersih : Proses yang boleh dilakukan di daerah bersih adalah
proses pengubahan hewan menjadi daging meliputi pembelahan
karkas, pemeriksaan post mortem, cutting, pendinginan, pembekuan.
Pada bagian ini peralatan yang disediakan adalah gentong/bak yang

22

digunakan untuk menampung bahan bahan dari karkas yang ditolak


untuk konsumsi manusia atau diedarkan (diafkir) (SNI, 1999).
6) Bangunan utama RPH harus memenuhi syarat :
a) Tata Ruang
Desain dan tata ruang dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
alur proses. Besar ruang yang dibutuhkan untuk pemotongan hewan
besar adalah 4x3 m2, sedangkan waktu untuk pengerjaan hewan besar
adalah 4-5 ekor per jam per 2 orang pekerja. Untuk hewan kecil
(kambing dan domba) diperlukan rungan sebesar 3m2 per ekor dengan
kapasitas pengerjaan sejumlah 4 ekor per jam per pekerja (SNI, 1999).
b) Lantai
Lantai dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin,
tidak toksik, mudah dibersihkan dan landau kea rah saluran
pembuangan. Permukaan lantai harus rata, sudut pertemuan lantai dan
dinding melengkung(jari-jari sekitar 75 mm).
c) Dinding
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas
minimum 3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang minimal 2
meter, dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan tidak mudah
mengelupas.
d) Langit-langit

23

Langit didesain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi


dalam ruangan. Berwarna terang, kedap air, tidak mudah mengelupas,
kuat, mudah dibersihkan, serta dihindarkan adanya lubang atau celah
terbuka pada langit-langit.
c. Persyaratan Peralatan
Peralatan yang digunakan harus mudah dibersihkan, tidak mudah berkarat
(stainless stell) dan mudah didesinfeksi. Pembersihan alat alat cukup
dilakukan dengan air yang dibubuhi desinfektan (khlor). Dalam proses
pembersihan alat alat ini, pertama tama yang dilakukan adalah
pembersihan secara fisis (menghilangkan kotoran) kemudian dilanjutkan
dengan perendaman dengan air panas dan terakhir adalah pencelupan pada
larutan desinfektan. Di RPH yang bersangkutan harus disediakan alat
pembentang yang digunakan untuk menggantung karkas agar tidak kena
lantai. Karkas digantung pada alat pembentang di tendo achilles sehingga
pengulitan dapat dilakukan dengan mudah dan sempurna (SNI, 1999).
d. Hygiene Karyawan dan Perusahaan
Karyawan RPH harus diperiksa kesehatannya minimal setahun sekali secara
rutin.
e. Pengawas Kesmavet
Pengawasan kesmavet serta pemeriksaan antemortem dan postmortem
dilakukan oleh dokter hewan atau petugas lain dibawah pengawasan dokter
hewan (SNI, 1999).
f. Sarana pengangkut daging

24

Daging hasil dari RPH diangkut keluar dengan menggunakan mobil box
tertutup yang bagian dalamnya dilapisi dengan isolator panas. Orang atau
benda lain tidak diijinkan masuk kendaraan ini(SNI, 1999).
Tipe-tipe Rumah Potong Hewan
Menurut Peraturan Menteri
RPH dibedakan

Pertanian No. 13/Permentan/01.140/2010,

berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan karkas

menjadi dua yaitu :


1. Kategori I adalah Usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan
karkas untuk menghasilkan karkas hangat.
2. Kategori II adalah Usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas
pelayuan karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku.
Berdasarkan pola pengelolaannya, RPH dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai
berikut :
1. Jenis I merupakan RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh
pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum.
2. Jenis II, RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain.
3. Jenis III merupakan RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola
bersama antara pemerintah daerah dan swasta.
Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong
sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang
1. Tujuan Pemeriksaan antemortem

25

a. untuk menyaring semua binatang yang akan disembelih.


b. untuk memastikan bahwa binatang benar beristirahat dan bahwa informasi
klinis yang tepat, yang akan membantu dalam diagnosis penyakit dan
penilaian, diperoleh.
c. untuk mengurangi kontaminasi di ruang pemotongan dengan memisahkan
binatang sakit dan memusnahkan hewan yang sakit jika diminta oleh
peraturan.
d. untuk memastikan bahwa hewan tidak terluka atau mereka dan bahwa
hewan diperlakukan secara manusiawi.
e. untuk mengidentifikasi penyakit hewan (Buncic, 2006).
2. Syarat Pemeriksaan antemortem
a. Pemeriksaan dilakukan pada hari yang sama dengan pemotonga, dan akan
diulangi lagi setelah 24 jam.
b. Dilakukan inspeksi dimana hewan diamati dalam keadaan diam dan dalam
keadaan bergerak dari dua sisi, amati kemungkinan adanya kelainan.
c. Keadaan yang diamati kemudian disimpulkan bahwa hewan notmal/tidak.
3. Cara Pemeriksaan Antemortem
a. Jenis kelamin hewan, catat kondisi dan amati alat kelamin ada
abnormalitas/tidak, contohnya aseperti eksudat pada vaginitis atau
endometritis. Ambing juga dilihat kemungkinan mastitis.
b. Mencari kelainan atau gejala penyakitmisal gangguan pergerakan seperti
pincang, lumpuh, atau lemah pada calf diarrhea. Jika hewan lumpuh atau
picang, ukur suhu badannya.

26

c. Amati status gizi hewan.


d. Cara berdiri dan bergerak hewan Perhatikan mata hewan apakah tertarik
pada keadaan sekitar/tidak, jika sakit maka akan acuh terhadap
lingkungan.
e. Permukaan kulit. Jika tubuh hewan sehat, kulit dan rambutnya mengkilat.
Lalu palpasi kelenjar pertahanan di bawah kulit.
f. Alat

pencernaan.

Bibir

dan

permukaan

hidung

diamatiapakah

basah/kering, kemudian dari liur apakah berlebih/tidak. Pada dubur dan


pangkal ekor diperiksa apakah ada feses/tidak.
g. Amati system respirasi, periksa lubang hidung ada eksudat/leleran
berlebih/tidak, amati cara bernafas, kecepatan pernafasan da nada / tidak
nya gejala seperti batuk (Sanjaya, 2007).
4. Keputusan hasil pemeriksaan Antemortem
Keputusan-keputusan pemeriksaan ante mortem menurut Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.413/Kpts/TN.310/7/1992 :
a. Hewan potong diijinkan dipotong tanpa syarat, apabila dalam pemeriksaan
ante mortem ternyata bahwa hewan potong tersebut sehat.
b. Hewan potong diijinkan untuk dipotong dengan syarat, apabila dalam
pemeriksaan ante mortem ternyata bahwa hewan potong tersebut
menderita atau menunjukkan gejala penyakit seperti : Coryza gangraenosa
septicaemia, Epithelimia, Haemorhagic septicaemia, Actinomyocosis,
Piroplasmosis, Etinobacillosis, Surra, Mastitis, Influenza equorum,

27

Septichemia, Arthritis, Cachexia, Hernia, Hydrops, Fraktura, Oedema,


Abces, Brucellosis, Tuberculosis.
c. Ditunda untuk dipotong, pada keadaan-keadaan :
1) Hewan lelah
2) Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan adalah
sehat, oleh karenanya harus selalu dibawah pengawasan dan
pemeriksaan. Dalam hal ini hewan harus disendirikan.
d. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnahkan
menurut ketentuan yang berlaku di rumah pemotongan hewan atau tempat
lain yang ditunjuk, apabila dalam pemeriksaan ante mortem ternyata
bahwa hewan potong tersebut menderita atau menunjukkan gejala
penyakit : Ingus jahat ( malleus), Tetanus, Anemia contagiosa equorum
Radang paha ganggraena emphysematosa, Rabies, Busung gawat, Pleura
pneumonia contagiosa, Sacharomycosis, Morbus maculosus equorum,
Mycotoxicosis, Rinderpest, Collibacillosis, Variola ovine, Apthae
epizootic, Pestis bovina, Botulismus, Blue tongue akut, Listeriosis,
Toxoplasmosis (Sanjaya, 2007).
Pemeriksaan Postmortem
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan
karkas setelahj disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang
1. Cara Pemeriksaan
a. Pemeriksaan kepala dan lidah

28

Kepala digantung dengan kait khusus pada hidungnya. Lidah dikeluarkan


dengan huruf bentuk V dari dagu ke kedua siku rahang. Perhatikan selaput
lender Palatum durum , bibir, pipi, untuk melihat adanya kemungkinan
adanya

sinusitis.

Periksa

kelenjar

pertahanan,

ln.

axillaris,

ln.

mandibularis, serta tonsil dengan jalan menekan lidah ke bawah. Iris kedua
sisi m. Masseter untuk melihat kemungkianan adanya Cysticercus bovis.
Pada babi kepala diperiksa terhadap kemungkian adanya actinomycosis
pada telinga babi, tuberkolosis kelenjar pertahanan, dan adanya anthrax
pada pharynx. Pemeriksaan terhadap adanya cysticercosis dilakukan
dengan memeriksa mukosa mulut bagian bawah dan sisi luar lidah.
b. Pemerikasaan paru-paru
Dilihat kemungkinan adanya perubahan warna (paru-paru yang sehat
berwarna terang). Jika diperlukan dilakukan incise secara melintang.
c. Pemeriksaan jantung
Inspeksi adanya pembesaran, ketidaksimetrisan, dan kemungkinan adanya
perubahan warna pada Tiger Heart. Dilakukan incise untuk melihat
kemungkian adanya cysticercus.
d. Pemeriksaan alat pencernaan
Usus dan lambung segera dikeluarkan dari perut dan diperikasa kelenjar
pertahanan mesenterial yang terletak di jaringan penggantung usus, kirakira 5-8 cm diatas usus. Kelainan yang sering terjadi adalah terlihatnya
sarang-sarang tuberculosis, dan infeksi anthrax yang ditandai dengan
berubahnya konsistensi kelenjar pertahanan menjadi seperti gelatin.

29

a. Pemeriksaan esophagus
Dipisahkan dari tempat bertautnya, lalu dilihat dengan pencahayaan terang
adanya sarang cysticercosis dan sarcosporodia.
b. Pemeriksaan hati
Kemungkinan adanya pembendungan dan degenerasi dan sarang parasit.
Salah satu yang paling sering ditemukan adalah adanya Fasciola hepatica .
cacing ini tidak ditularkan ke manusia melalui hati yang mengandung
cacing dewasa. Serangan cacing ini ada hewan akan mengakibatkan
terjadinya pengapuran pada saluran empedu, sehingga hati tidak layak
untuk konsumsi manusia.
c. Pemeriksaan limpa
Kelainan yang sering terjadi adalah kebengkaan akibat gangguan sirkulasi,
dan infeksi parasit.
d. Pemeriksaan karkas
1) Pemeriksaan bagian luar karkas, dengan cara dilihat adanya perubahan
warna pada permukaan karkas.
2) Pemeriksaan bagian dalam karkas : Dilihat adanya tanda-tanda radang.
3) Pemeriksaan jaringan otot : Perhatikan perubahan warna, konsistensi,
dan bau dari karkas. Karkas normal berwarna merah kecoklat , padat,
tidak berair, dan beraroma khas daging.
e. Pemeriksaan kelenjar pertahanan (Lymphonoduli).
Lima kelenjar pertahanan harus diperiksa yaitu Ln. cervicalis superior
(daerah inervasi leher, dada, dan kaki depan), Ln. subiliacus externi

30

(terletak dalam otot), Ln. axillaris propius (daerah inervasi ketiak, kaki
depan dan dada), Ln. popliteus (diatas m. gastrocnemius antara m. biceps
femoris dan m. semitendinosus).

Kelainan karkas yang disebabkan oleh

gangguan fisiologis (Sanjaya, 2007).


2. Keputusan Hasil Pemeriksaan Postmortem
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.
310/7/1992 dasar keputusan Postmortem adalah bahwa keputusan hanya
diambil sebagai hasil seluh pengamatan (inspeksi), palapasi, pengirisan
(insisi), membau, dan kemudian referensi dari pemeriksaan antemortem. Bila
perlu di lakukan pemeriksaan daging di laboraturium. Keputusan yang dapat
daiambil setelah mempertimbangakan segala hasil pengawasan secara
menyeluruh adalah sebagai berikut:
a. Karkas dan bagian-bagianya dinyatakan baik dikonsumsi manusia
Daging dapat diedarkan untuk konsumsi jika dagingnya sehat dan aman
untuk konsumsi manusia yaitu daging dari hewan potong yang tidak
menderita suatu penyakit dan dari hewan potong yang menderita penyakit
mastitis, hernia, fraktur, abses, ephitemia, actinomycosis dan mastitis serta
penyakit lain yang bersifat local setelah bagian-bagian yang tidak layak
dikonsumsi manusia dibuang.
b. Karkas dan bagian-bagianya ditolak untuk di konsumsi
Karkas dan bagian-bagianya yang dilarang dikonsumsi manusia karena
berbahaya antara lain mengandung penyakit ingus jahat (malleus), anemia

31

contagiosa bovum, rabies, rinderpest, variola ovine, pestis bovina, blue


tongue akut tetanus.
c. Karkas dan bagian-bagianya diijinkan dikonsumsi setelah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Karkas dan bagian-bagianya dapat diedarkan untuk
konsumsi dengan syarat selama beredar yaitu daging yang warna,
konsistensi atau baunya tidak normal, septicemia, cachexia, hydrops dan
oedema (Sanjaya, 2007).
Cap Daging
Menurut PP No 95 tahun 2012, hasil pemeriksaan kesehatan jeroan dan
karkas yang aman dan layak dikonsumsi dinyatakan dalam bentuk pemberian
stempel pada karkas dan label pada jeroan yang bertuliskan telah diperiksa oleh
Dokter Hewan dan diberi surat keterangan kesehatan daging. Sedangkan jeroan
dan karkas yang dinyatakan tidak aman dan tidak layak dikonsumsi wajib
dimusnahkan di rumah potong Hewan. Tinta cap daging tidak boleh beracun.
Campuran cap tinta yang digunakan di RPH adalah Alkohol 96%: 250 ml,
Gliserin 87% : 500 ml, Spiritus : 250 ml dan Methyl Violet : 10 gr. Pemberian
cap dilakukan pada saat daging akan dipasarkan (setelah daging diperiksa terlebih
dahulu). Bentuk persegi/segi empat : untuk daging kerbau, lingkaran kecil : untuk
daging kambing, lingkaran besar: untuk daging sapi, segi empat/heksagonal :
untuk daging babi, dan segitiga: untuk daging kuda.

32

Rumah Potong Unggas (RPU)


Rumah Potong Unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan desain
dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu
serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi kesehatan umum.Bagi
konsumen RPU berfungsi untuk menyediakan karkas atau daging yang ASUH,
terjamin

dari

penyakit

zoonosis

dan

sesuai

dengan

permintaan

konsumen.Sedangkan bagi produsen berfungsi untuk menjaga stabilitas tata niaga


unggas. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-6160-1999,
persyaratan yang harus dipenuhi oleh RPU, antara lain :
Persyaratan lokasi
1. Sesuai dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR), dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).
2. Jauh dan letaknya lebih rendah dari pemukiman, tidak menimbulkan gangguan
pencemaran.
3. Tidak dekat industri, bebas banjir, asap, bau, debu, serta memiliki lahan yang
luas.
Persyaratan sarana
1. Rumah Pemotongan Unggas harus dilengkapi dengan :
2. Sarana jalan yang baik menuju Rumah Pemotongan Unggas yang dapat dilalui
kendaraan pengangkut unggas hidup dan daging unggas.
3. Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan baku mutu air minum.
Persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu 25-35 liter/ekor/hari.

33

4. Sumber tenaga listrik yang cukup.


5. Persediaan air yang bertekanan 1,05 kg/cm2 (15 psi) serta fasilitas air panas
dengan suhu minimal 82o C.
6. Kendaraan pengangkut daging unggas..
Persyaratan bangunan dan tata letak
1. Kompleks Rumah Pemotongan Unggas minimal harus terdiri dari: bangunan
utama; tempat penurunan unggas hidup (unloading);kantor administrasi dan
kantor Dokter Hewan; empat istirahat pegawai; tempat penyimpanan barang
pribadi (locker)/Ruang ganti pakaian; kamar mandi dan WC; sarana
penanganan limbah; insenerator; tempat parkir; rumah jaga; menara air; dan
gardu listrik
2. Kompleks Rumah Pemotongan Unggas harus dipagar sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan
dan hewan lain selain unggas potong . Pintu masuk unggas hidup sebaiknya
terpisah dari pintu keluar daging unggas.
3. Dalam kompleks Rumah Pemotongan Unggas seyogyanya dilengkapi dengan:
a. Ruang Pembekuan Cepat (blast freezer)
b. Ruang Penyimpanan Beku (cold storage),
c. Ruang Pengolahan Daging Unggas,
d. Laboratorium
4. Pembagian ruang bangunan utama RPU terdiri dari :
a. Daerah kotor : Penurunan, pemeriksaan antemortem dan penggantungan
unggas

hidup;

Pemingsanan

(stunning),

34

Penyembelihan

(killing),

Pencelupan ke air panas (scalding tank), Pencabutan bulu (defeathering),


Pencucian karkas, Pengeluaran jeroan (evisceration) dan pemeriksaan
postmortem, Penanganan jeroan
b. Daerah bersih : Pencucian karkas, Pendinginan karkas (chilling), Seleksi
(grading), Penimbangan karkas, Pemotongan karkas (cutting), Pemisahan
daging dari tulang (deboning), Pengemasan, Penyimpanan segar (chilling
room)
5. Sistem saluran pembuangan limbah cair :
a. Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar dan didisain
agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah
dirawat dan dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, mudah
diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lainnya.
Saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi
dan dibersihkan.
b. Di dalam kompleks Rumah Pemotongan Unggas sistem saluran
pembuangan limbah cair harus selalu tertutup agar tidak menimbulkan
bau.
c. Di dalam bangunan utama, saluran pembuangan dilengkapi dengan grill
yang mudah dibuka-tutup dan terbuat dari bahan yang kuat dan tidak
mudah korosif.
6. Bangunan utama Rumah Pemotongan Unggas harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Tata Ruang :

35

1) Tata ruang harus didisain agar searah dengan alur proses serta
memiliki ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan
unggas dapat berjalan baik dan higienik.
2) Tempat pemotongan harus didisain sedemikian rupa sehingga unggas
memenuhi persyaratan halal
3) Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas pemotongan.
4) Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara daerah
bersih dan daerah kotor. Di daerah penyembelihan dan pengeluaran
darah harus didisain agar darah dapat tertampung.
b. Dinding :
1) Tinggi dinding pada tempat proses penyembelihan dan pemotongan
karkas minimum 3 meter.
2) Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum setinggi 2 meter
terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta tidak mudah mengelupas.
c. Lantai :
1) Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin,
tidak toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah
saluran pembuangan.
2) Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau
lubang.
d. Sudut Pertemuan :

36

1) Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung


dengan jari-jari sekitar 75 mm.
2) Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 25 mm.
e. Langit-langit: Langit-langit didisain sedemikian rupa agar tidak terjadi
akumulasi kotoran dan kondensasi dalam ruangan; Langit-langit harus
berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah
mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang
atau celah terbuka pada langit-langit.
f. Pencegahan Serangga, Rodensia dan Burung :Masuknya serangga harus
dicegah dengan melengkapi pintu, jendela atau ventilasi dengan kawat
kasa atau dengan menggunakan metode pencegahan serangga lainnya;
Konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah
masuknya tikus atau rodensia, serangga dan burung masuk dan bersarang
dalam bangunan.
g. Ventilasi (pertukaran udara) dalam bangunan harus baik.
h. Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus didisain agar
dapat menahan tikus/rodensia tidak dapat masuk. Pintu dilengkapi dengan
alat penutup pintu otomatis.
i. Lampu penerangan mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dan
mempunyai

intensitas

penerangan

37

sebesar

540

luks

di

tempat

dilakukannya pemeriksaan antemortem dan postmortem, serta 220 luks di


ruangan lainnya.
7. Kantor Administrasi dan Dokter Hewan harus memenuhi persyaratan :
a. Ventilasi dan penerangan yang baik.
b. Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan.
c. Didisain untuk keamanan dan kenyamanan karyawan.
d. Kantor administrasi dapat dilengkapi dengan ruang pertemuan.
8. Tempat istirahat karyawan, kantin dan mushola harus memenuhi persyaratan :
a. Ventilasi dan penerangan yang baik.
b. Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan.
c. Konstruksi kantin didisain agar mudah dibersihkan, dirawat dan
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.
9. Tempat penyimpanan barang pribadi/ruang ganti pakaian harus memenuhi
persyaratan :
a.

Ventilasi dan penerangan yang baik.

b. Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan.


c. Terletak di bagian arah masuk karyawan atau pengunjung.
10. Kamar mandi dan WC harus memenuhi persyaratan : Pintu kamar mandi dan
WC terletak pada bagian yang tidak mengarah ke ruang produksi, Ventilasi
dan penerangan cukup baik, Dibangun minimum masing-masing di daerah
kotor dan di daerah bersih, Saluran pembuangan dari kamar mandi/WC ini
dibuat khusus ke arah septic tank, tidak menjadi satu dengan saluran
pembuangan limbah proses pemotongan, Dinding bagian dalam dan lantai

38

harus terbuat dari bahan yang kedap vair, tidak mudah korosif, mudah dirawat
serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi.
11. Sarana Penanganan Limbah harus sesuai dengan rekomendasi Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
12. Insenerator harus memenuhi persyaratan : Terletak dekat tempat penurunan
unggas hidup dan lebih rendah dari bangunan lain; Didisain agar mudah
diawasi dan mudah dirawat serta sesuai dengan rekomendasi Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
13. Rumah Jaga harus memenuhi persyaratan : Dibangun masing-masing di pintu
masuk dan pintu keluar kompleks Rumah Pemotongan Unggas; Ventilasi dan
penerangan cukup baik; Dilengkapi dengan atap yang terbuat dari bahan yang
kuat, tidak toksik dan dapat melindungi petugas dengan baik dari panas
matahari dan hujan; Didisain agar petugas di dalam bangunan dapat
mengawasi keadaan di luar rumah jaga.
Persyaratan peralatan
1. Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan
Unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
2. Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat dari bahan
yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta mudah dirawat.

39

3. Di dalam bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing system)
dan alat penggantung karkas yang didisain khusus dan disesuaikan dengan
alur proses.
4. Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa agar tangan
tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan
sabun dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas tissue
atau pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka
disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan
menggunakan kaki.
5. Sarana untuk mencuci tangan seperti butir 7.4 disediakan disetiap tahap proses
pemotongan, dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat
penurunan unggas hidup, kantor administrasi dan kantor dokter hewan, ruang
istirahat pegawai dan/atau kantin serta kamar mandi/WC.
6. Pada pintu masuk bangunan utama harus dilengkapi sarana untuk mencuci
tangan seperti pada butir 7.4 dan sarana mencuci sepatu boot, yang dilengkapi
sabun, desinfektan, dan sikat sepatu.
7. Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus berbeda
dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk
penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan karkas.
8. Harus disediakan sarana/peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi
ruang dan peralatan.

40

9. Permukaan meja tempat penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat


dari kayu, tidak toksik, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah
mengering dan dikeringkan.
10. Penempatan perlengkapan dan peralatan harus pula memperhatikan alur
proses sehingga dapat dicegah tercemarnya karkas dari proses sebelumnya.
11. Bahan dasar kemasan harus bersifat tidak toksik, kedap air dan tidak mudah
rusak atau terpengaruh sifatnya oleh produk makanan yang dikemasnya
maupun komponen bahan pembersih.
12. Untuk peralatan yang tidak dapat dibongkar pasang dengan mudah sarana
pembersihan dan desinfeksi dilakukan dengan metode pembersihan di tempat
(clean in place).
13. Mesin pencabut bulu dan alat semprot pencuci karkas harus ditempatkan dan
didisain sedemikian rupa sehingga percikan air, bulu-bulu atau bahan-bahan
yang dapat berperan sebagai kontaminan karkas dapat dihindarkan
penyebarannya ke daerah sekitarnya.
14. Harus disediakan sarana/peralatan untuk mendukung tugas dan pekerjaan
dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang dalam rangka menjamin
mutu daging, sanitasi dan higiene di Rumah Pemotongan Unggas.
15. Bagi setiap karyawan disediakan lemari yang dilengkapi kunci pada ruang
ganti pakaian untuk menyimpan barang-barang pribadi.
16. Perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan dan penanganan
daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup
hidung dan sepatu boot.

41

Higiene karyawan dan perusahaan


1. Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki peraturan untuk semua karyawan
dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah pemotongan
unggas dan higiene produk tetap terjaga baik.
2. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin minmal
satu kali dalam setahun.
3. Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan tentang
higiene dan mutu.
4. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki oleh karyawan
yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter hewan dan petugas
pemeriksa berwenang.
5. Orang lain (misalnya tamu) yang hendak memasuki bangunan utama Rumah
Pemotongan Unggas harus mendapat ijin dari pengelola dan mengikuti
peraturan yang berlaku
Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner
1. Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan antemortem
dan postmortem di Rumah Pemotongan Unggas dilakukan oleh petugas
pemeriksa berwenang.
2. Setiap Rumah Pemotongan Unggas harus mempunyai tenaga dokter hewan
yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur
pemotongan unggas, penanganan daging serta sanitasi dan higiene.
3. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter hewan seperti yang disebutkan
pada butir 9.2 dapat ditunjuk seseorang yang memiliki pengetahuan di dalam

42

bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bekerja di bawah pengawasan


dokter hewan yang dimaksud.
Kendaraan pengangkut daging unggas
1. Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging unggas harus tertutup.
2. Lapisan dalam boks pada kendaraan pengangkut daging harus terbuat dari
bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi, mudah dirawat serta mempunyai sifat insulasi yang baik.
3. Boks dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu
bagian dalam daging unggas segar maksimum +40 C.
4. Suhu ruangan dalam boks kendaraan pengangkut daging unggas beku
maksimum adalah 180 C
5. Persyaratan kendaraan pengangkut daging unggas secara rinci akan ditetapkan
melalui standar kendaraan pengangkut daging unggas tersendiri.
Persyaratan ruang pembekuan cepat
1. Ruang pembeku terletak di daerah bersih.
2. Besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan.
3. Konstruksi ruang pembekuan cepat harus mengikuti persyaratan : Dinding
bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, memiliki
insulasi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan
keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
4. Lantai : Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak
toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi

43

serta tidak mudah mengelupas; Lantai tidak licin dan landai ke arah saluran
pembuangan. Sudut pertemuan :
a. Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 75 mm.
b. Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 25 mm.
5. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak mudah mengelupas, kuat dan mudah
dibersihkan.
6. Intensitas cahaya dalam ruang adalah 220 luks.
7. Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang
lain yang masuk ke dalam ruang pembeku.
8. Ruang mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan kipas (blast
freezer). Suhu di dalam ruang maksimum adalah 35 oC dengan kecepatan
udara minimum 2 meter per detik.
Ruang penyimpanan beku
1. Ruang Penyimpanan Beku terletak di daerah bersih.
2. Besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan.
3. Konstruksi ruang harus mengikuti persyaratan seperti butir 11.3.
4. Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang
lain yang masuk ke dalam ruang penyimpanan beku.
5. Suhu maksimum di dalam ruang adalah 20 oC.

44

6. Persyaratan ruang penyimpanan beku secara rinci akan ditetapkan dalam


standar tersendiri

KESEHATAN SUSU
Definisi Susu
Menurut SNI 3141-1-2011, susu segar adalah cairan yang berasal dari
ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan
belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu mengandung air,
lemak, protein (kasein dan laktoalbumin), karbohidrat (laktosa) dan enzim serta
vitamin, dengan persentase masingmasing komponen berbeda tergantung bangsa
sapi, individu sapi, pakan, suhu dan waktu pemerahan. perbedaan komposisi susu
tiap spesies dijelaskan pada tabel 2.
Tabel 3. Rata-rata komposisi kimia dan fisik susu pada beberapa spesies
ruminansia (Pulina, 2004)
Komponen
Domba
Kambing
Sapi
Kerbau
Air (%)
82.5
87.0
87.5
80.7
Total solid (%)
17.5
13.0
12.5
19.2
Lemak (%)
6.5
3.5
3.5
8.8
Lemak globulin (m)
4.0
3.9
4.4
TN* (%)
5.5
3.5
3.2
4.4
Casein (%)
4.5
2.8
2.6
3.8
Serum Protein (%)
1.0
0.7
0.6
1.1
Laktosa (%)
4.8
4.8
4.7
4.4
Mineral (%)
0.92
0.80
0.72
0.8
Ca (mg/l)
193
134
119
190
Energy (kcal/l)
1050
650
700
1100
Berat Jenis
1.037
1.032
1.032
1.030
Derajat Asam (SH)
8.5
8.0
7.1
10.0
PH
6.65
6.60
6.50
6.67
Titik Beku
- 0.580
-0.570
-0.524
-0.580
*Total Nitrogen (N6.38)

45

Higiene Susu
Higiene susu adalah usaha-usaha untuk mendapatkan susu yang sehat,
aman, penuh (utuh/murni) sejak dari pemerahan dan tetap dipertahankan keadaan
tersebut sampai konsumen. Usaha-usaha yng dilakukan adalah terutama untuk
menghindari pencemaran susu oleh mikroorganisme yang dapat menular kepada
manusia. Tujuan dari higiene susu adalah untuk melindungi masyarakat luas agar
terhindar dari kerugian-kerugian akibat kerusakan susu yang dikonsumsi, serta
menjamin tidak adanya pemalsuan susu, misalnya dengan ditambahkannya bahanbahan tertentu kedalam susu seperti air, santan, gula dan lain-lain.

Pemeriksaan Susu
Pemeriksaan sampel susu meliputi beberapa macam uji yang dilakukan di
Laboratorium Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, meliputi:
1.

Pemeriksaan Keadaan Susu


a. Uji Warna
Warna susu dapat terlihat langsung. Penilaian dalam uji warna, kebirubiruan bila dicampur dengan air atau krim dikurangi, merah (darah)
karena mastitis.
b. Uji Bau : dilakukan pada susu segar, kemudian setelah dipanaskan.
c. Uji Rasa : Rasa pahit, oleh bakteri pembentuk pepton; rasa lobak, oleh
bakteri coli; rasa sabun, oleh bakteri lactis saponacei; tengik, oleh bakteri
asam mentega; Anyir atau amis, bakteri penyebab mastitis.

46

d. Uji Kebersihan : untuk mengetahui adanya kotoran atau benda asing yang
tidak dapat terlihat oleh mata yang terdapat di susu. Botol susu difiksasi,
saringan diletakkan di mulut botol, perlahan-lahan melalui dinding botol
air susu sebanyak 500 ml dimasukkan, melalui saringan air susu
ditampung di beker glass, saringan dikeringkan, diperiksa, dan dihitung
kotorannya. Kotoran bisa berupa bulu sapi, rumput, sisa makanan, bagian
feses, semut, darah, nanah, pasir, dll. Penilaian uji kebersihan: bersih,
sedang, kotor.
e. Uji Derajat Asam
Dengan menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus dicelupkan ke air
susu, warna yang terlihat di kertas dicocokkan dengan tabel derajat asam.
f. Uji Reduktase
Dilakukan untuk mengukur aktifitas bakteri yang terdapat dalam air susu.
Susu sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
terisi 1 ml Methylene Blue, kemudian dikocok merata sampai seluruhnya
berwarna biru. Kemudian ditetesi parafin liquidium hingga larutan
tertutupi/terlapisi. Selanjutnya dimasukkan ke dalam pemanas bersuhu
40o C dan diamati waktu yang diperlukan untuk membuat larutan
berwarna putih.
2.

Pemeriksaan Susunan Susu


a.

Pemeriksaan Berat Jenis


Uji menggunakan alat laksodensimeter dan hasilnya dicatat dengan suhu
standar 27,5o C. Metodenya yaitu laksodensimeter dimasukkan ke dalam

47

tabung ukur 100 ml yang berisi susu yang ingin diperiksa setinggi
tabung. Angka berat jenis yang terukur beserta suhunya dicatat dan
dilakukan konversi ke suhu standar.
b.

Pemeriksaan Kadar Lemak


Dilakukan dengan menggunakan metode gerber. Asam sulfat 92%
sebanyak 10 ml dimasukkan ke butirometer, kemudian dimasukkan 11
ml susu yang akan diperiksa dan ditambahkan 1 ml amyl alkohol.
Setelah disumbat dengan tutup karet, tabung butirometer dikocok sampai
rata dan dilakukan sentrifuge selama 5 menit pada kecepatan 1200 rpm.
Setelah itu kadar lemak dibaca dengan cairan kuning yang terdapat pada
skala butirometer.

c.

Penetapan Refraksi
Penetapan angka refraksi (angka skala yang ditunjukkan refraktometer)
dari serum kalsium klorida susu. Angka refraksi disesuaikan pada suhu
27,5o C dan dihitung indeks refraksinya.
Hasil pemeriksaan susu tersebut selanjutnya dikirimkan ke perusahaan

yang bersangkutan sebagai pedoman maupun peringatan dalam mengelola


perusahaannya. Persyaratan mutu susu segar yang telah ditetapkan oleh SNI dapat
dilihat pada tabel 3 berikut :

48

Tabel 4. persyaratan mutu susu sapi segar (Anonim, 2011)

Pengembangan Peternakan
dan Kesehatan Hewan Perusahaan Ternak

Kegiatan kesehatan masyarakat veteriner dan administrasi dinas yang


berkaitan dengan pengembangan peternakan dan kesehatan hewan perusahaan
ternak dilaksanakan di beberapa tempat yang meliputi PT. Great Giant Pinnapple
Co., Kelompok Ternak Sapi Perah lembu Poang dan Kelompok Peternak Ayam
Berkat Usaha Bersama. Penjelasan mengenai kegiatan yang dilakukan di tempat
tersebut dijelaskan pada bagian berikut :

49

PT. Great Giant Livestock


PT. Great Giant Livestock( GGL) adalah salah satu perusahaan Feedloter
terbesar yang ada di Indonesia. PT. GGl merupakan salah satu cabang dari PT.
Gunung Sewu Group. PT GGL terletak di KM 77 Jalan Trans Sumatera,
Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Berawal dari keinginan untuk memanfaatkan limbah nanas PT. Great
Giant Livestock diresmikan menjadi bahan hukum sendiri yang berada di bawah
Gunung Sewu Group. PT. Great Giant Livestock berdiri sejak 27 Februari 1987
dengan uji pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan pakan menggunakan 25
ekor sapi yang terdiri dari 15 ekor sapi PO dan 10 ekor sapi Bali. Tahun 1988
populasi bertambah menjadi 350 ekor. Tahun 1990 memulai impor bakalan dari
Australia dengan jenis sapi Brahman Cross. Tahun 2010 populasi meningkat
menjadi 25.000 ekor. PT. GGL merupakan suatu perusahaan penggemukan yang
dalam pelaksanaannya melakukan import sapi bakalan dari Australia untuk
selanjutnya digemukkan sesuai target. Sapi yang telah digemukkan selanjutnya
dijual kepada para pelanggan dan dilakukan pemotongan pada rumah potong
hewan (RPH) yang telah melakukan kerjasama dengan PT. GGL
Lingkup Usaha

PT. Great Giant Livestock bersama PT. Great Giant

Pinneaple (GGP) yang masih berda dalam satu Group telah menerapkan konsep
integrated Farming. PT.GGL memanfaatkan Pakan yang berasal dari Limbah
nanas PT. GGP, sementara PT. GGP memanfaatkan pupuk organik dari PT. GGL.
Sarana penunjang perusahaan terdiri dari bangunan kandang, terdiri dari 2 feedlot
masing masing berjarak 500 meter dengan kapasitas total maksmum 14. 000 ekor;

50

bangunan kantor, termasuk didalamnya adalah kantor logistik dan kantor


departemen farming service adalah tempat yang berfungsi untuk menyimpan
peralatan serta mesin-mesin yang di gunakan PT. GGL; bangunan gudang, dan
perbengkelan yang terletak di depan bangunan kantor; feedmil, berfungsi untuk
menyimpan bahan pakan dari supplier dan pembuatan konsentrat; pengolahan
Pupuk Organik (PPO); Silo, terdiri dari 2 fungsi yang berbeda silo yang pertama
sebagai tempat penampungan konsentrat dengan kapasitas 15.000 kg dan yang
kedua berfungsi sebagai penampungan hijauan dan roughage; kantor satpam,
sebagai pos keamanan; Rumah Potong Hewan; dan rumah karyawan.
Sistem Perkandangan yang ada di PT. GGL dibagi mejadi 2 yaitu kandang
Breeding dan kandang untuk Fattening. Kandang Breeding digunakan untuk sapi
betina bunting yang diperoleh pada saat pembelian atau sapi yang digunakan
untuk breeding karena memiliki kuatlitas yang cukup baik. Kandang breeding
dibagi menjadi kandang sapi bunting muda, kandang melahirkan, kandang
menyusui, kandan sapi lepas sapih, dan kandang seleksi.
Kandang sapi fattening dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu kandang
karantina sementara, kandang fase starter, kandang fase grower, dan kandang fase
finisher. Pengelompokkan sapi ke dalam kandanng tersebut berdasarkan umur.
Sapi yang pertama kali datang akan ditempatkan pada kandang karantina dulu dan
selanjutnya dipindahkan ke kandang starter, grower dan terakhir finisher selain itu
terdapat kandang isolasi untuk sapi sakit.
PT. GGL juga memulai usaha dengan produksi susu sapi perah yang
mengadaptasi dari timur tengah dari tengah panas matahari bisa menghasilkan

51

susu yang berkualitas dan berkuantitas. Dengan import sapi FH murni dari
australia sebanyak 220 ekor pada awalnya dan memproduksi susu 36 ltr/sapi/hari.
Hasil produksi ini masih didistribusikan secara internal untuk karyawan PT. GGP.
PT. Indo Prima Beef
Penggemukan sapi pribadi yang menjadi cikal bakal berdirinya PT Indo
Prima Beef Sudah di mulai pada tahun 2000, dengan menggunakan sapi sebanyak
30 ekor .

Gambar 4. Struktur organisasi PT. Indo Prima Beef


Pada awalnya kandang yang di gunakan adalah kandang bekas peternakan
ayam yang gagal, akan tetapi dalam perjalanannya fasilitas kandang bisa di
kembangkan dan pembangunan kandang lebih banyak di lakukan di tahun 2013
dan 2014, sehinga design nya sudah di sesuaikan dengan kaidah Animal welfare
di mana hal itu menjadi syarat mutlak untuk dapat melakukan importasi dan
rencana akan terus dikembangkan sesuai rencana 5 tahunan yang sudah di
canangkan.
Produksi

52

Dalam proses penggemukan , bakalan yang di gunakan adalah bakalan


sapi lokal dengan jenis PO ( Peranakan Ongole) Simmental, Limosine maupun
Brahmans Cross. Pengggemukan pada saat ini lebih banyak menggunakan sapi
SO karena diantara semua jenis sapi lokal sapi SO adalah yg memberikan
performance terbaik dengan ADG sekurang kurangnya 1.1 kg/ekor/hr .
Manajamen pakan dilakukan melalui pola intensive dengan menggunakan
semua potensi pakan yg unggul yaitu untuk hijauannya diganti Tebon jagung dan
konsentratnya nutrisinya di tingkatkan, walaupun konsekwensinya biaya
pakannya naik tetapi dengan imbal balik kenaikan ADG maka kenaikan biaya
tersebut masih tertutupi..
Kelompok Peternak Ayam (KPA) Berkat Usaha Bersama
Kelompok Peternak Ayam BERKAT USAHA BERSAMA Kelurahan
Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat Kota Metro, Lampung merupakan kelompok
ternak yang memproduksi ayam probio atau ayam herbal yang berdiri pada
tanggal 22 maret 2008. Ayam probio atau ayam herbal adalah ayam broiler yang
dipelihara secara organik dengan menggunakan probiotik dan jamu jamuan atau
herbal tanpa menggunakan obat obatan kimia, antibiotik, desinfektan, maupun
hormon pertumbuhan sehingga menghasilkan daging ayam yang sehat dan
berkualitas organik dan aman untuk dikonsumsi.
Kelompok Peternak Ayam (KPA) Berkat Usaha Bersama memiliki
anggota sejumlah 30 orang dengan total populasi ayam seluruh kandang sebanyak
27.500 ekor. Ayam probio KPA ini dipasarkan dalam bentuk karkas ke Lampung,
Bali, Surabaya, Jakarta, dan Singapore. Kelompok Peternak Ayam (KPA) Berkat

53

Usaha Bersama telah memperoleh sertifikat halal Daging Ayam Probio LPPOM
MUI No. 02010003110412, sertifikat Halal Rumah Potong Ayam LPPOM MUI
No. 02020003130412, sertifikat Juru Sembelih Halal LPPOM MUI No.
02010002811011, dan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner No. RPU-1872022-007
Tanggal 13 juli 2012.
Balai Besar Perikanan dan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung Selatan
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) adalah unit pelaksanaan
teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral
Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan. BBPBL mempunyai
tugas melaksanakan uji terap teknik dan kerja sama, pengelolaan produksi,
pengujian laboratorium, mutu pakan, residu, kesehatan ikan danlingkungan, serta
bimbingan teknis perikanan budidaya laut.
Fungsi dari balai ini meliputi identifikasi dan penyusunan rencana
program teknis dan anggaran; pemantauan dan evaluasi serta laporan, pelaksanaan
uji terap teknik perikanan budidaya laut; pelaksanaan penyiapan bahan
standardisasi perikanan budidaya laut; pelaksanaan sertifikasi sistem perikanan
budidaya laut, pelaksanaan kerja sama teknis perikanaan laut; pengelolaan dan
pelayanan sistem informasi, dan publikasi perikanan budidaya laut; pelaksanaan
layanan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis perikanan budidaya
laut; pelaksanaan pengujian mutu pakan, residu, serta kesehatan ikan dan
lingungan budidaya laut; pelaksanaan bimbingan teknis laboratorium pengujian;
pengelolaan produksi induk unggul, benih bermutu, dan sarana produksi

54

perikanan budidaya laut; pelaksanaan bimbingan teknis perikanan budidaya laut;


dan pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang telah ditugaskan BBPBL telah
menetapkan visinya untuk mewujudkan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
sebagai institusi rujukan nasional utama dalam pengembangan teknologi budidaya
laut. Misi dari BBPBL adalah menghasilkan teknologi budidaya laut adaptif guna
mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya
Tujuan dari didirikannya balai ini adalah untuk pengembangan teknologi
budidaya laut adaptif, peningkatan pelayanan laboratorium kesehatan ikan dan
lingkungan perairan budidaya, mendukung pengembangan kawasan budidaya laut
di daerah binaan, penyediaan benih dan calon indukan ikan laut unggul,
penyediaan pakan hidup dalam rangka mendukung pengembangan budidaya laut,
dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui pelaksanaan kegiatan
pelatihan, pembinaan, visualisasi, dan sertifikasi.
Kegiatan pokok di BBPBL merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi
Balai, yang meliputi:
1. Pembenihan dan pembudidayaan
a.

Ikan bersirip (Kerapu bebek, Kerapu macan, Kakap putih, Kakap


merah, Bawal bintang, Kerapu kertang, Cobia, Badut/nemo, Blue devil

b.

Ikan tak bersirip (Teripang, Kuda laut, Rumput laut)

2. Pakan
a.

Pakan alami (Cocolith sp, Chaetoceros sp, Kopepoda, Spirulina sp,


Artemia salina, dll)

55

b.

Pakan buatan/pellet ( formulasi pakan kakap, formulasi pakan kerapu,


formulasi pakan cobia)

3. Pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan budidaya laut


a.

Pembudidayaan ikan yang terancam punah

b.

Pengendalian hama dan penyakit

c.

Pemantauan kualitas air/mutu air untuk budidaya

4. Bimbingan alih teknologi, penyebaran informasi dan publikasi :


a.

Pelatihan/magang teknologi budidaya laut

b.

Bimbingan praktek siswa/mahasiswa, penelitian mahasiswa

c.

Pembinaan teknologi budidaya laut

d.

Sosialisasi SNI

e.

Disseminasi teknologi budidaya laut

f.

Pennerbitan buletin seri budidaya laut

g.

Penerbitan dan penyebaran buku petunjuk teknis

h.

Laporan kegiatan dan hasil perekayasaan

i.

Pengelolaan website

Balai Veteriner Lampung


Balai Veteriner Lampung, dahulu bernama Balai Penyidikan Penyakit
Hewan (BBPH Wilayah III Tanjung karang). Balai ini merupakan penjelmaan dari
laboratorium kesehatan hewan tipe A yang umumnya merupakan proyek kerja
sama antara proyek lembaga dunia atau pemerintah negara lain dengan
pemerintah Indonesia. BPPH Tanjung Karang merupakan proyek kerjasama

56

dengan pemerintah Jepang yang tercantum dalam bantuan teknik BAPPENAS


dengan Nomor kode ATA-133. Pada tahun 2001 Balai Penyidikan Penyakit
Hewan Wilayah III Tanjung Karang berubah nama menjadi Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner Regional III, berdasarkan Surat Keputusan Mentan
No.457/kpts/OT.210/8/2001 tanggal 20 Agustus 2001. Kemudian Berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian 61/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Balai Veteriner (B-Vet) pada tahun 2013 BPPV Regional III
berubah nama menjadi Balai Veteriner Lampung
Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III, terletak di
Provinsi Lampung, tepatnya di kota Bandar Lampung dengan jarak kurang lebih
20 KM dari Bandara Radin Intan, 90 KM dari Pelabuhan Laut Bakauheni dan 3
KM dari Terminal Induk Rajabasa, terletak pada 1030-1050 bujur timur dan 30-60
lintang selatan serta 138 M diatas permukaan laut. Berdasarkan surat keputusan
derektur jenderal peternakan nomor 557/Kpts/Djp/1980 tanggal 15 Desember
1980 telah ditetapkan tugas pokok dan tugas BPPH yaitu melaksanakan
penyidikan penyakit hewan, pengujian kesehatan hewan dan produk asal hewan,
pengamanan hewan serta produk asal hewan.
Visi B-vet Lampung adalah terwujudnya pelayanan prima melalui
pengembangan penyidikan dan pengujian Veteriner serta sistem Informasi
penyakit hewan berbasis Laboratorium yang terakreditasi. Misi dari Balai
Penyidikan

dan

Pengujian

Veteriner

(BPPV)

Regional

III

adalah

menyelenggarakan Akreditasi terhadap metode pengujian agar di akui terhadap


Internasional; memberdayakan sumberdaya manusia yang ada agar dapat

57

menghasilkan keluaran yang diinginkan oleh stakeholders; meningkatkan


kemandirian dan profesionalitas dibidang penyidikan, pengujian, dan sistem
informasi penyakit hewan; dan menyediakan laporan hasil penyidikan dan
pengujian tepat waktu.
BBPV Regional III memiliki fungsi dalam pelaksanaan diagnosa penyakit
hewan, pelaksanaan surveilance epidemologi penyakit hewan, pemantauan dan
evaluasi pasca vaksinasi hewan, pemantauan pelayanan medik veteriner,
pemeriksaan kesehatan ternak, unggas, satwa, semen, dan embrio; pelaksanaan
pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease and zoonosis), analisa
veteriner terapan, pelaksanaan sertifikasi status kesehatan hewan dan hasil uji
produk asal hewan, pemberian saran teknis penanggulangan dan penolakan
penyakit hewan, pembuatan peta regional penyakit hewan, dokumentasi dan
penyebaran informasi kesehatan hewan, pemberian pelayanan teknis laboratorium
kesehatan hewan dan laboratorium kesehatan masyarakat veteriner, pelayanan
teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan hewan dan produk
asal hewan, dan pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga balai.

58

BAB III
PEMBAHASAN

Kegiatan Koasistensi Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas di Dinas


Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung dilaksanakan dari tanggal 14
31 Desember 2015. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
terletak di Jalan Z.A. Pagar Alam No. 52 Labuhan Ratu Kedaton Bandar Lampung.
Selama 3 minggu Koasistensi Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas
dilaksanakan berbagai kegiatan sebagaimana terlihat pada tabel X.
Tabel 5. Jadwal kegiatan Koasistensi Masyarakat Veteriner dan Administrasi Dinas
di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
Hari, Tanggal
14 Desember
2015

Kegiatan
Administrasi dinas dan

15 Desember
2015

Inspeksi mendadak pasar


sekitar Lampung

16 Desember
2015

Pemeriksaan Daging,
Bakso, dan Uji Rapid test
babi
Pemeriksaan Antemortem
dan Postmortem di RPH
Kunjungan Ke pasar

Laboratorium Kesmavet Rumah


Potong Hewan Kota Metro

Kunjungan ke Peternakan
Sapi Perah Lembu
Poang
Pemeriksaan Susu

Kota Metro

17 Desember
2015
17 Desember
2015
17 Desember
2015
17 Desember
2015
18 Desember
2015
21 Desember
2015
22 Desember
2015
23 Desember
2015

Kunjungan Peternakan
Ayam Probiotik Berkat
Usaha Bersama
Kegiatan Lapangan di
Balai Besar Perikanan dan
Budidaya Laut
Kegiatan lapangan di
Feedlot PT. Great Giant
Livestock Coy (GGLC)
Kegiatan lapangan di
Feedlot PT. Great Giant

Lokasi
Ruang pertemuaan Bidang
Kesehatan Hewan Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Lampung
Pasar Bambu Kuning dan Super
Indo di Mall Kartini

Rumah Potong Hewan Kota Metro


Pasar Cendrawasih, Kota Metro

Laboratorium Kesmavet Rumah


Potong Hewan Kota Metro
Kota Metro

BBPBL Lempasing, Padang


Cermin, Kab. Pesawaran
Terbanggi Besar, Kab. Lampung
Tengah
Terbanggi Besar, Kab. Lampung
Tengah

24 Desember
2015
25 Desember
2015
28 Desember
2015
29 Desember
2015

30 Desember
2015
31 Desember
2015
31 Desember
2015

Livestock Coy (GGLC)


Kegiatan lapangan di
Feedlot PT. Indo Prima
Beef
Kegiatan lapangan di
Feedlot PT. Indo Prima
Beef
Kegiatan Di Laboratorium
Balai Karantina

Bandar Jaya, Kab. Lampung


Tengah
Bandar Jaya, Kab. Lampung
Tengah
Balai Karantina Kelas 1 Lampung
dan Pelabuhan Panjang

Kegiatan pemberian
Bekri, Lampung
vaksinasi dan pengambilan
sampel pada sapi import
yang baru datang di
feedlot PT. Santosa
Agrindo
Kegiatan di Balai
Balai Veteriner Lampung
Veteriner Lampung
Uji Boraks dan Formalin
pada Bakso di
Laboratorium Kesmavet
Penyerahan Plakat dan
Ucapan Terima Kasih

Balai Veteriner Lampung

Ruang pertemuaan Bidang


Kesehatan Hewan Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Lampung

A. Kegiatan Administrasi Dinas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan


Provinsi Lampung
Kegiatan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
dilaksanakan selama dua hari, yaitu tanggal 14 15 Desember 2015. Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi lampung, dalam melaksanakan tugasnya
dibagi menjadi 4 bidang, yaitu bidang bina usaha peternakan, bidang produksi
peternakan, bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner , serta
bidang sarana dan prasarana. Kegiatan kami di Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi ini difokuskan kepada bidang kesehatan hewan. Bidang kesehatan
hewan memiliki tugas dalam penyiapan bahan dan perumusan kebijakan teknis di
bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit hewan (Bidang P3H), serta
Pengawasan Obat Hewan dan Pelayanan Kesehatan.
Hari pertama kegiatan dimulai kami berkeliling kantor Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Bandar Lampung guna mengetahui struktur kerja dan tata
organisasi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, selain itu
kami membantu beberapa kebutuhan administratif kepegawaian. Hari kedua kegiatan
diisi dengan membantu program kerja gabungan yang dilaksanakan Dinas
Peternakan dan Kesehatan Provinsi Lampung, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
dan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung mengadakan sidak pasar dalam
rangka menyambut hari besar Natal dan Tahun Baru serta menggalakkan lalu lintas
hasil pangan asal hewan yang ASUH. Kegiatan ini dilaksanakan di 2 lokasi yaitu,
Pasar Bambu Kuning dan Superindo, Mal Kartini Bandar Lampung berupa
pemeriksaan formalin pada daging Sapi dan Kambing menggunakan test kit,
pengambilan Sampel Bakso,Nugget, Daging Sapi dan Kambing, serta dilakukan
Pemeriksaan pH pada daging ayam.

61

Gambar 5 (a). Kegiatan lapangan di pasar (b) Proses pengujian pH pada


daging ayam, (c) Proses pengujian formalin pada daging
B. HIGIENE DAGING
Higiene daging adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendapatkan
daging yang ASUH serta mempertahankan kondisi hewan yang dipotong dalam
keadaan baik hingga sampai ke konsumen. Kesehatan daging meliputi kondisi ternak
sebelum disembelih, proses penyembelihan, perlakuan karkas, transportasi hingga
distribusi daging ke konsumen.
1. Kegiatan Pemeriksaan Daging di Laboratorium Kesmavet RPH Metro
Daging yang di uji merupakan sampel dari bakso dan mie ayam di sekitar
kota metro dalam rangka monitoring secara rutin untuk menjaga kesehatan
konsumen. Sampel diambil secara acak sesuai jadwal yang telah di tetapkan, untuk
diuji dan sebagai tindakan akan diberikan penyuluhan lebih lanjut jika menunjukkan
hasil positif. Uji yang dilakukan meliputi pengujian Formalin, Boraks dan Pork.

62

Uji Formalin. uji formalin di laboratorium kesmavet ini dilakukan secara manual.
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diberi 10 ml aquabidest dan
dihomogenkan. Masukkan kedalam tabung reaksi kemudian di sentrifuge dengan
kekuatan 1000 rpm. Supernatant diambil 10 ml, dan diberi 3 tetes larutan
Fenilhidrazin 3%, 2 tetes larutan sodium nitroprusida 3%, dan 3 tetes larutan NaOH
10 %. Hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya warna hijau emerald, sedangkan
jika hasil negative ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning.
Uji Boraks. Prinsip dari uji boraks adalah di dalam rimpang kunyit terdapat minyak
atsiri kurkumin yang dapat dijadikan indikator Natrium tetraboraks dan asam boraks
yang memberikan warna merah oranye yang dirubah menjadi hijau gelap oleh
penambahan amonia, tetapi akan kembali menjadi merah oranye apabila
ditambahkan asam. uji ini dilakukan dengan membuat ekstrak dari 25 gram sampel
bakso atau daging pada mie ayam, kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml.
Ekstrak disaring, dan masukkan kedalam tabung raksi sebanyak 20 ml. setelah itu
ditambahkan HCL pekat sebanyak 0,7 ml. larutan kemudian diteteskan pada kertas
kunyit yang telah disiapkan dan dipotong ukuran 1x6 cm. Hasil positif akan
menunjukkan perubahan warna ke oranye, dan jika tidak berubah maka hasil negatif.
uji pork. Uji ini dilakukan dengan menimbang 0,5 gram sampel, kemudian
ditambahkan dengan air panas 1 ml. setelah dingin makan masukkan test kit xema.
jika positif pada indikator test kit akan terbentuk 2 garis, dan jika hasil negatif maka
hanya akan terbentuk satu garis.
Uji bangkai. Prinsip uji ini adalah kompetisi antara Hemoglobin (Hb) dengan
Malachite green dalam mengikat Oksigen (O2), dimana Hb memiliki afinitas yang
lebih tinggi dalam mengikat O2. Cara kerjanya adalah membuat 1 bagian daging
dengan 10 bagian air kemudian mengambil 1 ml ekstrak ke dalam tabung reaksi lalu
setelah itu meneteskan 1 tetes reagen durante ke dalam tabung reaksi. Homogenisasi

63

dengan cara mengkocok tabung reaksi, jika positif daging adalah bangkai hasil akan
berwarna hijau sedangkan jika warna tetap biru maka hasil negatif.
Berdasarkan pengujian dari ketujuh sampel tersebut, maka diperoleh hasil bahwa
semua sampel negative formalin, boraks, bangkai dan porks. keterangan lebih lanjut
dapat di lihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 6. hasil uji formalin, boraks, pork, dan bangkai


No
Sampel
Uji Formalin Uji Boraks

Pork

Bangkai

1
Sampel Bakso 1
2
Sampel Bakso 2
3
Sampel Bakso 3
4
Sampel Daging 1
5
Sampel Daging 2
6
Sampel Daging 3
7
Sampel Daging 4
8
Kontrol positif
+
Berikut ini adalah gambar hasil pngujian Pork, Boraks dan Formalin pada

ketujuh

sampel tersebut.

Gambar 21. hasil uji formalin, boraks dan pork

(a)
(b)
Gambar 6 (a). Hasil uji bangkai dengan reagen durante. (b) Proses pengujian
oleh mahasiswa koas

64

2. RPH Kota Metro


Rumah Potong Hewan Kota Metro merupakan UPT di bawah Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Metro Lampung. Didirikan dan mulai
efektif pada tanggal 2 Januari 2013. RPH Kota Metro merupakan RPH jenis I yaitu
RPH atau UPD miliki pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah dan
sebagai jasa pelayanan umum, dan RPH kategori I, yaitu usaha pemotongan di RPH
tanpa fasilitas pelayuan karkas (untuk menghasilkan karkas hangat). RPH ini
memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pengamanan bahan pangan asal
hewan di kota Metro dalam penyediaan daging yang aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH) sehingga memberikan jaminan ketentraman bathin masyarakat kota Metro.
Lokasi RPH sudah memenuhi persyaratan bedasarkan SNI No. 01-61591999, yaitu tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya dan lebih rendah
dari pemukiman penduduk. Lokasinya pun berdekatan dengan sungai, namun bukan
merupakan daerah yang rawan banjir. Tidak berada di daerah industri logam dan
kimia. Lahan relatif luas, yang memungkinkan adanya pengembangan lebih lanjut.
Kompleks bangunan RPH terdiri dari bangunan RPH utama yang meliputi rumah
potong kambing, rumah potong unggas, dan rumah potong hewan besar (untuk sapi
dan kerbau), dilengkapi pula dengan kandang peristirahatan, ruang kantor dan rumah
penjaga sekaligus penjagal, serta tempat pembuangan limbah baik limbah padat
maupun cair. Namun demikian, fasilitas yang sering digunakan hanyalah RPH utama
untuk hewan besar seperti kerbau dan sapi dengan jumlah pemotongan 5-10
ekor/hari. Pemotongan unggas juga sering dilakukan di kompleks RPH ini, namun
kapasitas pemotongan untuk unggas hanya berkisar antara 50-100 ekor/hari.

65

d
e
Gambar 7. Bangunan RPH Kota Metro , Ruang administrasi (a) , Bagunan utama (b),
anak koas bersama drh siska (c), Instalasi pengolahan limbah (d), Menara air (e)

Ditinjau dari segi sarana, meliputi akses jalan, sumber air dan sumber listrik
yang memadai. Bangunan dan tata letak RPH Kota Metro terdiri dari bangunan
utama, kandang penampungan dan istirahat hewan, kantor administrasi dan kantor
dokter hewan, mushola, kamar mandi, sarana penanganaan limbah, insenerator,
tempat parkir, rumah jaga dan menara air.

66

Kandang penampungan berjarak lebih dari 10 meter dari bangunan utama dan
terdapat gangway yang memadai untuk sapi digiring menuju bangunan utama. Atap
juga mampu melindungi hewan dari panas dan hujan. Tempat unloading hewan
kemiringannya cukup, tidak memberikan celah terjadinya cedera pada hewan.

Gambar 8. Kandang penampungan RPH Kota Metro


Lokasi RPH tidak berada di pusat kota, meskipun di dekat kompleks masih
terdapat beberapa pemukiman di sekitar kompleks. Berdasarkan Peraturan Nomor13/
PERMENTAN/ OT.140/1/2010, RPH Kota Metro merupakan RPH Jenis I, karena
merupakan RPH milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah dan
sebagai jasa pelayanan umum. RPH Kota Metro juga sudah mendapat sertifikasi
antara lain Nomor Kontrol Veteriner No : RPH1872022006 tanggal 4 Juni 2014,
Sertifikat hala untuk daging sapi nomor 02020004660313 dan sertifikat halal untuk
daging Kambing nomor 02020005901014. Dengan adanya sertifikasi pada RPH
Metro maka telah terpenuhi segala persyaratan teknis Kesmavet baik dari aspek
Hygiene-sanitasi sarana maupun proses berproduksi yang baik pada unit usaha
produk asal pangan hewan sehingga memberikan jaminan mutu.
Rumah potong hewan Kota Metro belum menerapkan prosedur administratif
secara lengkap seperti Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), pemeriksaan
kesesuaian surat pengantar dengan jumlah, jenis, dan kondisi ternak, serta verifikasi
berkas serah terima dan mencatat data ternak ke buku penerimaan ternak.
Penerimaan ternak hanya dilakukan dengan proses unloading dan memasukkan
hewan ke kandang peristirahatan melalui gangway. Terdapat dua kandang

67

peristirahatan di RPH Kota Metro, kedua lkandang peristirahatan ini sudah


memenuhi syarat yakni terdapat atap dan tempat minum yang memadahi.
Tabel 7. Tarif Retribusi RPH Kota Metro
No

Uraian

Tarif Retribusi

Retribusi sapi/kerbau per ekor

Rp 20.000

a. pemeriksaan kesehatan ternak antemortem

Rp 2.500

b. pemeriksaan ternak postmortem

Rp 2.500

c. pemakaian fasilitas rumah potong

Tempat pemotongan

Rp 7.000

Tempat pelayuan

Rp 5.000

Kandang penampungan ternak

Rp 3.000

Retribusi kambing/domba per ekor

Rp 3.500

a. pemeriksaan kesehatan ternak antemortem

Rp 1.000

b. pemeriksaan ternak postmortem

Rp 1.000

c. pemakaian fasilitas rumah potong

Tempat pemotongan

Rp 500

Tempat pelayuan

Rp 500

Kandang penampungan ternak

Rp 500

Retribusi untuk babi per ekor

Rp 10.000

a. pemeriksaan kesehatan ternak (antemortem)

Rp 5.000

b. pemeriksaan ternak (postmortem)

Rp 5.000

Retribusi pemeriksaan ulang daging/karkas


yang berasal dari luar Kota Metro
a. daging/karkas sapi, kerbau per ekor

68

Rp 15.000

b. daging/karkas kambing, domba per ekor

Rp 6.500

c. daging/karkas babi per ekor

Rp 6.500

d. daging/karkas unggas per ekor

Rp 100

Sebelum dilakukan penyembelihan, proses pemeriksaan betina produktif dan


pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan, namun hal ini masih sangat
sulit dilakukan karena kedatangan ternak biasanya menjelang pemotongan yaitu pada
jam 19.00 hingga 22.00, sedangkan pemotongan hewan biasa dilakukan pada pukul
03.00 dini hari dengan banyak atau tidaknya jumlah sapi yang datang.
Proses penyembelihan dilaksanakan oleh seorang juru sembelih halal yang
telah memiliki sertifikat, namun tidak menggunakan restraining box karena alat
sedang rusak sehingga proses penyembelihan dilakukan di lantai. Untuk proses
perebahan sapi secara manual, belum menggunakan metode barley atau rop
squeezed, sehingga belum memenuhi kaidah animal walfare. Setelah refleks hilang,
kepala dipisahkan dan diperiksa antemortem Proses pengulitan dan pengeluaran
jeroan masih dilakukan di lantai tempat pemotongan, hal ini karena katrol yang ada
diameternya terlalu kecil dan masih bersifat manual sehingga jagal enggan untuk
menggunakannya. Sistem casting pada sapi juga belum menggunakan metode barley
atau rop squeeze. sehingga spek kesrawan dalam hal casting sapi belum diperhatikan.
Jeroan dibersihkan di dekat restraining box, sedangkan organ dalam seperti ginjal,
hati., paru, limpa, dan jantung diperiksa oleh dokter hewan atau paramedis terlebih
dahulu. berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ditemukan adanya penyakit. Berikut ini
adalah dokumentasi pemeriksaan post mortem.

69

Gambar 9. Proses penyembelihan dan Pemeriksaan post mortem pada sapi yang
dipotong,.

Untuk sapi dalam keadaan paralysis,dan perlu dilakukan penyembelihan


darurat, penyembelihan di lakukan di luar ruangan RPH. Berikut adalah dokumentasi
kegiatan di RPH saat pemotongan sapi secara darurat.

Gambar 10. Proses Pemotongan sapi secara darurat


Pemeriksaan postmortem dilakukan pada beberapa organ antara lain hati,
limpa, jantung, pulmo, ginjal, uterus. Pemeriksaan meliputi perabaan konsistensi,
ukuran dan dilakukan penyayatan. Selama pelaksanaan kegiatan di RPH Kota Metro
ditemukan hati yang terinfestasi fasciola sebanyak 2 buah. Tindakan yang dilakukan
ialah pengafkiran bagian yang rusak, dan bagian yang masih baik boleh diedarkan.

70

RPH meto belum dilengkapi dengan fasilitas pelayuan daging, sehingga


langsung dilakukan penjualan setelah karkas selesai di timbang. Alat transportasi
daging biasanymasiha menggunakan mobil bak terbuka dan tidak diberi alas, hal ini
kurang baik karena dapat memungkinkan terkena cemaran mikroba . Seharusnya
pengangkutan daging menggunakan mobil bak tertutup yang dilengkapi dengan
mesin pendingin atau es batu untuk mencegah kontaminasi mikroba dan mengurangi
aktifitas pembusukan daging. erdasarkan pengamatan selama di RPH mungkin perlu
adanya optimalisasi fasilitas di RPH yang perlu untuk tetap memenuhi SOP dalam
pemotongan, terutama dalam optimalisasi pemanfaat ruang bersih dan ruang kotor di
RPH yang kurang diperhatikan.

C
Gambar 11. (a) pemeriksaan postmortem pada hati normal, (b) hati yang
dicuragi terdapat fasciola, (c) cacing fasciola di hati

71

Selama dilakukan pemeriksaan postmortem oleh dokter hewan atau petugas


teknis, jagal melakukan parting dan penimbangan karkas. Karkas yang dinyatakan
baik dilakukan pengecapan oleh petugas. Cap yang digunakan berwarna hijau dan
berbentuk lingkaran. Di RPH Kota Metro tidak terdapat fasilitas pelayuan, sehingga
karkas hangat langsung dikirim ke pasar berupa karkas hangat. Begitu pengecapan
selesai, karkas diangkut dengan menggunakan mobil pick up terbuka hanya dialasi
dengan terpal dan tidak ditutup. Semestinya daging diangkut menggunakan
kendaraan khusus berupa mobil boks tertutup dan dilengkapi dengan alat pendingin
untuk mempertahankan suhu bagian dalam daging segar dan suhu bagian dalam
jeroan. Keadaan pengangkutan dengan mobil pick up terbuka seperti ini dapat
berbahaya karena mengontaminasi daging, berupa mikroorganisme dari luar, debu
dan juga suhu tidak sesuai untuk pendinginan menjadi predisposisi perkembangan
mikroorganisme.

Gambar 12. Pengecapan daging oleh petugas


Karkas dari RPH Kota Metro dikirim ke Pasar Cendrawasih. Keadaan atapatap di pasar kurang menjamin kebersihan dari daging yang dipasarkan. Lapak
penjualan pun kebersihannya tidak dijaga, seringkali ditemui adanya lapak yang
kotor, lembab dan kurang ventilasi. Sebaiknya dilakukan perbaikan fasilitas sehingga
lapak untuk penjualan daging terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan
mencegah adanya kontaminasi langsung. Pengawasan oleh petugas juga perlu
dilakukan untuk menjamin daging yang sampai di konsumen merupakan daging yang
Aman, Sehat, Utuh dan Halal.

72

3. Kunjungan ke Pasar Cendrawasih, Kota Metro


Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2015. Pada saat melakukan
kegiatan kunjungan di Pasar Cenderawasih, kondisi pasar ini sedang dalam renovasi.
Namun kios tempat penjualan daging sudah dilengkapi dengan meja dari keramik
dan tidak tercampur dengan kios lain. Daging sudah di gantung dan penjual memakai
pelindung badan dan penutup kepala, namun kurang dekat dengan sumber air.
Namun terdapat penjual daging yang berada pada bagian berbeda dari sisi pasar
karna renovasi, meja yang digunakan sebagai alas beberapa sudah keramik namun
beberapa kios daging terutama daging ayam alas masih berupa taplak atau kain. Pada
kegiatan ini kami melakukan pemantauan harga daging di pasar dan pengamatan
organoleptik daging. Uji cepat terhadap daging pada saat kunjungan ini tidak
dilakukan, karena pihak dinas kota metro sudah sering melakukan sidak pasar secara
rutin sebulan sekali.

Gambar 13. keadaan Pasar Cenderawasih. a. Penjual daging sapi di area dalam , b.
Penjual daging sapi di area luar, c. Penjual daging ayam, d. Kondisi Pasar
Harga daging ayam di pasar cendrawasih berkisar antara Rp 25.000 Rp
27.000/kg, untuk daging sapi Rp 100.000,-/kg, sedangkan daging babi Rp 90.000,-

73

/kg. Dari hasil pemeriksaan organoleptic, daging dalam keadaan baik, tidak
ditemukan adanya memar atau kelainan pada daging dan hati. Sebagian besar daging
berasal dari luar daerah metro, dan tidak dipotong di RPH. Pemotongan sapi di luar
RPH dirasa kurang baik, karena jika sapi di potong di TPH, tidak ada pengawasan
dokter hewan terhadap sapi yang disembelih, sehingga meningkatkan resiko
penyembelihan sapi betina produktif dan sapi yang menderita penyakit.
4. Kegiatan Kunjungan di KPA Berkat Usaha Bersama
Kegiatan kunjungan lapangan di KPA Berkart Usaha Bersama dilaksanakan
pada tanggal 18 Desember 2015. KPA Berkat Usaha Bersama merupakan kelompok
peternak ayam di Lampung yang memproduksi ayam probiotik/ ayam herbal.
Inspirasi beternak ayam herbal yang menjadi keunggulan KPA ini bermula dari
pengetahuan akan bahaya residu antibiotik yang ramai diberitakan media. Ayam
probio atau ayam herbal adalah ayam broiler yang dipelihara secara organik dengan
menggunakan probiotik dan jamu jamuan atau herbal tanpa menggunakan obat
obatan kimia, antibiotic, desinfektan maupun hormon pertumbuhan sehingga
menghasilkan daging ayam yang sehat dan berkualitas organik sehingga aman untuk
dikonsumsi. Ayam probio atau ayam herbal KPA Berkat Usaha Bersama ini
menggunakan 11 macam bahan herbal meliputi lempuyang, temulawak, jahe, kencur,
kunyit, temu ireng, lengkuas, sirih, sambiloto, brotowali, dan bawang putih sebagai
bahan campuran pakan.
Berdasarkan hasil uji lab terhadap karkas ayam probio produksi KPA Berkat
Usaha Bersama menunjukkan kualitas yang baik, bebas residu antibiotik, serta bebas
dari kandungan bakteri berbahaya.Kotoran unggas juga lebih kering dan tidak
berbau, meskipun demikian masa pemeliharaan ayam ini menjadi cenderung lebih
lama karena pertambahan bobot hidup lebih rendah. Pakan yang digunakan di KPA
ini adalah pakan pabrikan dari PT. Japfa Comfeed. DOC juga diambil dari
perusahaan yang sama. Meskipun ayam broiler dipelihara secara organik, program

74

vaksinasi tetap dilakukan. Keunggulan dari karkas ayam probio ini adalah tekstur
yang padat dan sedikit lemak, warna daging merah muda, serat lebih halus, tidak ada
sisa darah serta tidak berbau amis.
KPA ini juga telah memiliki Rumah Potong Ayam, dan dalam pendiriannya
bekerja sama dengan PT. Natura Pangan dan telah memiliki Nomor Kontrol
Veteriner RPU-187220200-007, Sertifikat Halal MUI, dan surat ijin Gangguan.
Rumah Potong Ayam milik KPA Berkat Usaha Bersama ini telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan SNI nomor 01-6160-1999 tentang rumah pemotongan
unggas (RPU).
Bangunan RPA ini terdiri dari tempat istirahat kandang, bak pemotongan,
Ruang 1 (terdiri dari pintu penerimaan ayam setelah disembelih, defeathering
otomatis menggunakan picker, pemisahan kepala, kaki dan jeroan/evisceration),
Ruang 2 (terdiri dari bak defeathering manual, 2 bak pencucian karkas), Ruang 3
(bak pencucian karkas akhir dengan air es, grading, serta penyimpanan dan
pengepakan karkas). Area kotor meliputi tempat penyembelihan hingga ruang
pencucian karkas. Area bersih merupakan area tempat pemrosesan terakhir karkas,
yakni mulai dari ruang pencucian karkas terakhir yang berisi air es untuk kemudian
di-grading dan dilakukan pengepakan. Pada saat melakukan kunjungan di RPA,
aktifitas pemotongan ayam sedang tidak dilakukan, sehingga hanya melihat kondisi
bangunan RPA. Fasilitas RPA disajikan pada Gambar 15 berikut.

75

Gambar 14. Fasilitas dan gambaran proses pemotongan ayam di KPA Berkat usaha
bersama
Proses grading karkas setelah di lakukan packing didasarkan pada berat badan
yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 8. Grade ayam probio di KPA Berkat Usaha Bersama
Grade
Berat Badan (kg)
A
0,9 <
B
0,80 0,90
C1
0,75 0,79
C2
070 0,74
D1
0,66 0,69
D2
0,50 0,65
X
0,49 <
Secara keseluruhan RPA KPA Berkat Usaha Bersama sudah baik dan
memenuhi standar kelayakan. Sistem pengolahan air limbah RPA berkat usaha
bersama juga telah menggunakan kolam pemisahan bertingkat dan hasil akhirnya
berupa pupuk yang hingga kini masih dalam masa uji coba. Transportasi yang
digunakan untuk mengangkut karkas yang akan dikirim ke konsumen adalah mobil
box biasa, dan belum menggunakan mobil box berpendingin. Pengadaan mobil box
berpendingin sebagai sarana transportasi dari RPA ke konsumen atau keluar daerah
sangat diperlukan untuk menjaga kualitas karkas yang sampai ke konsumen.

76

C. Higiene Susu
Higiene susu adalah usaha untuk mendapatkan susu yang sehat, aman, utuh,
dan murni sejak dari pemerahan dan tetap dipertahankan keadaan tersebut hingga
sampai ke konsumen. Cara yang dilakukan untuk menjaga hygiene susu adalah
dengan menghindari pencemaran susu oleh mikroorganisme yang dapat menular
kepada manusia. Pemantauan kesehatan susu dilakukan mulai dari pengamatan
kondisi ternak sebelum diperah, pemerahan susu, proses dan perlakuan susu,
transportasi dan distribusi sampai ke konsumen.
1. Kunjungan di Kelompok Ternak Sapi Perah Lembu Poang
Kelompok ternak sapi perah Lembu Poang merupakan salah satu kelompok
ternak yang berada di kota metro, dengan jumlah anggota awal lima orang.
Kelompok ternak ini mulai aktif pada tahun 2003 dengan populasi sapi awal
sejumlah 10 ekor. Sapi tersebut pada awalnya merupakan bantuan dari pemerintah,
untuk mengembangkan sapi perah di daerah lampung. Pada awalnya, pemeliharaan
sapi perah dilakukan di kandang kelompok ternak di salah satu tempat, namun mulai
tahun 2004 peternak lebih memilih untuk memelihara sapi di kandang dekat rumah
masing-masing dengan alas an kemudahan transport dan pengawasan. Saat ini
jumlah anggota kelompok ternak berjumlah 10 orang dengan populasi sapi sekita 50
ekor sapi.
Kelompok ternak ini belum memiliki koperasi susu sapi perah, dan belum ada
penjualan susu dalam bentuk olahan. sistem penjualannya dilakukan dengan
mengumpulkan susu di ketua kelompok ternak untuk di jadikan satu, kemudian di
pasarkan lebih lanjut ke tempat penjualan. Produksi satu kelompok mencapai 40-50
liter per hari. Harga penjualan susu sapi hasil produksi adalah Rp 10.000,-/liter untuk
dijual di pasar dan masyarakat sekitar, dan harga 12.000/liter untuk dijual di salah

77

satu caf sekitar metro. Produksi susu sapi rata-rata tiap ekor adalah 5-8 liter, hal ini
sangat jauh dari jumlah produksi normal.
Pemerahan dilakukan dengan metode manual, sebanyak dua kali sehari yakni
pagi dan sore. Pemberian antiseptic setelah pemerahan tidak dilakukan oleh peternak,
shingga resiko terjadinya mastitis dan kontaminasi bakteri sangat tinggi terlebih lagi
didukung dengan kondisi lingkungan sekitar kandang yang kotor dan kondisi sapi
yang kurang baik. Rendahnya produksi susu ini kemungkinan dikarenakan
kurangnya pakan hijauan yang tersedia di lampung, terutama pada musim kemarau
dan akibat suhu lingkungan yang kurang sesuai.Suhu lingkungan di daerah lampung
relatif tinggi, yakni sekitar 35oC. Suhu ini tergolong tidak ideal untuk sapi perah,
karena sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) idealnya dipelihara pada suhu 1825C, meskipun demikian, sapi Peranakan frisian holstein ini pada awalnya juga
didatangkan dari daerah pondok rangon atau pasuruan, yang bukan merupakan
daerah dingin dengan harapan cepat beradaptasi dengan suhu lingkungan di daerah
lampung. Berikut adalah foto kegiatan di kelompok ternak sapi perah lembu poang.

Gambar 15. Keadaan Kandang Kelompok ternak sapi perah lembu poang dan anak
koas FKH UGM bersama ketua kelompok ternak lembu poang pak supri

Meskipun dalam pemeliharaan peternak telah memberikan pakan fermentasi


untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, namun cekaman panas yang di timbulkan dari
suhu lingkungan masih belum dapat teratasi., sehingga performa produksi susu

78

sangat rendah. Perbaikan kandang, dan menjaga hygiene susu dari pemerahan sampai
dijual ke konsumen sangat penting dilakukan, namun jika dipertimbangkan hal ini
sangat sulit dilakukan akibat keterbatasan dana dan perlengkapan.
2. Pemeriksaan susu di laboratorium
Pemeriksaan susu terbagi menjadi dua macam, yakni pemeriksaan keadaan
susu dan pemeriksaan komponen susu. Pemeriksaan keadaan susu meliputi uji
organoleptik, uji alkohol, uji reduktase, uji didih, dan derajat keasaman. Sedangkan
pemeriksaan susunan susu meliputi pengukuran berat jenis, kadar lemak, dan berat
kering tanpa lemak. Pemeriksaan keadaan susu yang dilakukan selama koasistensi di
laboratorium kesmavet adalah uji organoleptik, Ph, dan alcohol,sedangkan
pemeriksaan susunan susu yang dilakukan adalah pengukuran berat jenis. Untuk
pemeriksaan lain yang dilakukan di laboratorium kesmavet adalah pemeriksaan
terhadap mastitis dengan CMT.. Sampel pemeriksaan susu berasal dari kelompok
ternak Lembu Poang, dengan jumlah 6 sampel. Berikut ini adalah Tabel 6 hasil
pengujian susu :
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Sampel Susu
No

Jenis
sampel
susu

Uji
CMT

Gumun

6,67

(27,5 C)
<1,01

Kuat
(Unyil)

6,83

Kuat
(Surine
m)
Kuat
(Bibit)

5
6

Supri
Giman

Uji
alkohol

Ph

Uji BJ
Susu
o

Uji Organoleptik
Warna

Bau

Rasa

TAP

TAP

TAP

<1,01

TAP

TAP

TAP

6,78

<1,01

TAP

TAP

TAP

6,78

<1,01

TAP

TAP

TAP

6,70
7,10

<1,01
<1,01

TAP
TAP

TAP
TAP

TAP
Tawar

Berdasarkan uji organoleptik yang meliputi pemeriksaan terhadap warna, bau,


rasa, dan kekentalan dapat terlihat 2 sampel susu yang baik . Uji alkohol yang

79

menunjukkan hasil positif dengan presipitat sedangkan hasil negatif yang


menunjukkan kualitas susu baik dan tidak ada yang menunjukkan hasil positif karna
tidak terdapat butir-butir susu dalam dinding tabung. Pengujian terhadap pH
menggunakan pH elektrik dimana pH susu yang baik adalah 6,3-6,8 dan hasil yang
didapat tingkat keasaman pada keenam sampel susu terdapat satu sampel yang pH
sampel susu sapi pak Giman adalah 7,10 dicurigai bahwa susu tersebut dicampur
dengan air. Sedangkan kelima sampel yang lain masih baik karena masih dalam
keadaan rentang derajat asam yang sesuai dengan SNI dan masih baik untuk
dikonsumsi.. Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah uji mastitis dengan
menggunakan reagen californian mastitis test (CMT). Berdasarkan uji mastitis, ada
sampel yang positif mastitis dengan positif 1 karena hasil yang didapat terlihat
mengental.

Gambar 16. Pengujian Bj, Alkohol, pH, CMT dan Organoleptik susu di
laboratorium
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi kandang dan sapi perah serta
pengujian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara fisik kondisi susu yang
diuji baik, namun keadaan susu masih belum memenuhi standar dikarenakan Bj yang
rendah. Kelompok ternak sapi perah ini masih perlu dukungan pemerintah dan
dokterhewan setempat dalam hal manajemen kesehatan, pemeliharaan, pemerahan,
dan penanganan susu. Penguatan kelembagaan kelompok juga perlu dilakukan agar
mempermudah dalam koordinasi kelompok dan pemasaran susu.

80

D. Pengembangan Peternakan dan Kesehatan Hewan Perusahaan Ternak


1. Balai Besar Perikanan dan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung
Kegiatan pokok di Balai Besar Perikanan dan Budidaya Laut Lampung
dilakukan satu hari pada tanggal 21 Desember 2015. Balai Besar ini meliputi
pembenihan dan pembudidayaan ikan bersirip (kerapu bebek, kerapu macan, kakap
putih, kakap merah, bawal bintang, kerapu kertang, cobia, ikan badut , blue devil) ,
dan ikan tak bersirip (teripang, kuda laut). Sebagai balai budidaya laut, maka
pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan budidaya laut dilaksanakan melalui
pembudidayaan ikan yang terancam punah, pengendalian hama dan penyakit serta
pemantauan kualitas air/mutu air untuk budidaya. Dalam hal pelayanan publik,
BBPBL melayani pembelian telur, benih dan calon induk ikan laut, pemeriksaan
sampel penyakit ikan laut dan analisa kualitas air, kunjungan ilmiah berwawasan
kelautan, penelitian, PKL, magang mahasiswa dan siswa sekolah, pelatihan,
sosialisasi, magang budidaya laut bagi instansi pemerintah dan stakeholder.
Sarana budidaya di BBPL berupa kolam-kolam buatan besar untuk ikan-ikan
seperti kerapu macan, kerapu kertang, kerapu bebek dan kakap. Untuk ikan-ikan
seperti ikan badut/clown fish dan blue devil dikembangkan dalam akuariumakurium. Kuda laut ditempatkan di kolam besar. Selain kolam-kolam buatan, BBPBL
juga memiliki keramba di tengah laut untuk memelihara ikan-ikan seperti kerapu dan
kakap yang sudah dewasa. Ketika akan bertelur, maka ikan-ikan tersebut akan
dipindahkan ke kolam buatan kembali. Terdapat kolam penetasan, pendederan dan
pemeliharaan larva ikan terpisah dari tempat pemeliharaan lainnya.

81

Gambar 17. Kolam budidaya ikan di BBPBL


Bagian laboratorium penguji kesehatan ikan dan lingkungan melayani
pengujian kualitas air meliputi oksigen terlarut, PH, temperatur, kesadahan total,
alkalinitas total, bahan organik total, salinitas, phosphate, nitrat dan nitrit, amonia,
plankton,

logam

berat

air,

logam

berat

pada

produk,

chlorine

dan

kekeruhan/kecerahan. Dalam hal pengujian penyakit ikan laut, laboratorium


melayani pengujian untuk VNN (Viral Nervous Necrosis) pada ikan kerapu dan
kakap, WSSV (White Spot Syndrome Virus) pada udang Vannamei dan udang
Penaed, Iridovirus, IMNV, TSV, IHHNV, identifikasi bakteri, ALT/Total Bakteri,
ALT/Total Vibrio, Histologi, jenis parasit, pemeriksaan umum dan antibiotika.
Setiap jenis uji memiliki waktu penyerahan hasil uji yang beragam, berkisar antara 15 hari dan biaya yang beragam pula.
Selama di BBPBL, kegiatan yang dilakukan ialah mengunjungi kolam-kolam
budidaya dan berkeliling ke bagian laboratorium ikan dan tanah.

Gambar 18. Laboratorium pengujian di BBPBL


2.

Kegiatan di Feedlot Great Giant Live Stock (GGLC)


Kegiatan lapangan di PT.GGLC ini dilaksanakan pada tanggal 22-23

Desember 2015. PT GGLC merupakan salah satu perusahaan feedloter terbesar di

82

Indonesia dengan kapasitas kandang sekarang ini mencapai 25.000 ekor. PT. GGLC,
PT.GGPC dan PT Umas Jaya Adiutama merupakan perusahaan milik gunung sewu
group yang dan telah menerapkan prinsip integrated farming dengan konsep
zerowaste. PT.GGL bekerjasama dengan PT.GGP untuk memanfaatkan pakan yang
berasal dari limbah kulit nanas PT. GGP dan PT Umas Jaya Adiutama untuk
memanfaatkan onggok ketela dari pabrik tapioka, sementara PT. GGP dan PT Umas
Jaya Adiutama memanfaatkan pupuk organik hasil olahan feses sapi dari PT. GGL.
PT. GGL merupakan suatu perusahaan penggemukan sapi yang menerima
bakalan sapi import dari Australia, dan selanjutnya dilakukan penggemukan sesuai
terget sekitar 3 bulan. Sapi yang telah digemukkan selanjutnya dijual kepada para
pelanggan dan dilakukan pemotongan pada rumah potong hewan (RPH) yang telah
melakukan kerjasama dengan PT. GGL di sekitar sumatra dan jawa barat.
Syarat bakalan sapi yang di Impor ke Indonesia dari Australia ke PT.GGLC
juga

telah

sesuai

dengan

Peraturan

Menteri

Pertanian

No.62/Permentan/OT.140/5/2013 pasal 12 yang menyatakan bahwa sapi bakalan


harus sehat, tidak terdapat residu antibiotik atau hormon pertumbuhan yang
mebahayakan manusia, dan berat badan per ekor maksimal 350 kg pada saat tiba di
pelabuhan pemasukan, dan berumur tidak lebih dari 30 bulan serta harus digemukkan
minimal 60 hari setelah masa karantina. Sedangkan syarat untuk sapi indukan juga
telah memenuhi kriteria yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Pertanian No.62/Permentan/OT.140/5/2013 pasal 13 yang menyebutkan
bahwa sapi indukan harus sehat, memiliki organ dan kemampuan reproduksi yang
baik, berumur antara 2 sampai 4 tahun, bebas dari segala cacat fisik dan genetik,
serta mempunyai sifat unggul dan dapat dikembangbiakkan dalam kurun waktu
minimal 2 kali beranak dari hasil perkawinan di Indonesia.
Berdasarkan fungsinya, sistem pemeliharaan dan perkandangan yang ada di
PT. GGL dibagi mejadi 2 yaitu untuk breeding dan untuk fattening. Kandang

83

pemeliharaan untuk sapi breeding dan fattening juga sudah dibedakan. Kandang
Breeding digunakan untuk sapi betina pada saat pembelian sedang bunting atau sapi
yang digunakan untuk breeding karena memiliki kualitas yang cukup baik. Kandang
breeding sendiri dibagi menjadi kandang sapi bunting muda, kandang sapi bunting
tua dan melahirkan, kandang weaning, kandang seleksi, dan kandang sapi lepas
sapih. Pada kandang sapi fattening dibagi lagi menjadi 3 kelompok utama yaitu
kandang karantina sementara (IKH), kandang fase starter, kandang fase grower, dan
kandang fase finisher. Pengelompokkan sapi ke dalam kandanng tersebut
berdasarkan umur dan komposisi pakan tiap fase berbeda. Untuk sapi yang sakit,
maka akan ditempatkan di kandang isolasi untuk mendapatkan perlakuan khusus dari
bagian animal health.

Gambar 19. Instalasi Kandang Sapi Potong di PT.GGLC

3. Kegiatan di Feedlot Indo Prima Beef (IPB)


Kegiatan kunjungan ke PT. Indo Prima Beef dalam kegiatan Koasistensi
Administrasi Dinas dan Kesehatan Masyarakat Veteriner terkait dengan bidang
pengembangan peternakan dan sektor terkait dilakukan pada tanggal 24 25
Desember 2015. Perusahaan ini bergerak di bidang penggemukan sapi. Sapi yang

84

dipelihara disini ialah jenis lokal (Sumba Ongole) dan Brahman Cross yang
merupakan sapi impor.
PT. Indo Prima Beef memiliki total jumlah kandang ialah 12 termasuk 1
kandang karantina. Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS) untuk sapi-sapi
lokal dan juga impor. Kandang karantina dimaksudkan untuk pemeliharaan sapi-sapi
yang baru datang selama masa observasi. Selama masa observasi atau pengamatan,
sapi di IKHS berada di bawah pengawasan petugas karantina. Tindakan yang
dilakukan selama masa pengamatan ini antara lain pengambilan sampel darah untuk
uji RBT sejumlah 10% dari total sapi yang datang dan vaksinasi SE untuk seluruh
populasi.

Gambar 20. Perkandangan di PT. Indo Prima Beef


Manajemen pemeliharaan yang diterapkan di PT. Indo Prima Beef meliputi
pembersihan kandang dua kali sehari (pagi dan sore), pembersihan tempat pakan dan
minum, pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan sore). Pakan yang diberikan
terdiri dari hijauan dan konsentrat. Penggemukan dilakukan dengan menggunakan
pola intensif dengan menggunakan semua potensi pakan yang unggul yaitu hijauan
tebon jagung dan konsentrat. Perbandingan antara hijauan dan konsentrat berbedabeda tergantung dari hari pemeliharaan sapi. Average Dailly Gain (ADG) pada saat
ini 1,1 kg/day dan ditargetkan untuk terus meningkat mencapai 1,4 kg/day.
Manajamen kesehatan dilakukan setiap hari, dengan pengontrolan rutin oleh
anak kandang dan penyelia disana. Apabila ditemui sapi yang menunjukkan gejala
sakit, maka akan dipisahkan dan dilakukan pengobatan. Di PT. Indo Prima Beef juga
terdapat kandang terpisah berisi sapi-sapi yang kalah dalam hal pakan terhadap sapi

85

dominan dalam kandang dominan. Sapi-sapi ini dipisahkan bertujuan untuk


mengintensifkan pola pemeliharaan sehingga dapat mencapai target penggemukan
selama 120 hari. Sapi-sapi yang sakit juga dimasukkan ke dalam kandang ini untuk
memudahkan dalam observasi dan penanganan harian.
Pemberian obat cacing rutin tidak dilakukan di feedlot ini dikarenakan
sebelum kedatangan ke perusahaan telah dilakukan pemberian obat cacing. Selain
itu, waktu pemeliharaan yang cukup singkat, hanya 120 hari maka dianggap
pemberian obat cacing tidak perlu dilakukan.
F. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Lampung
Kegiatan koasistensi administrasi dinas dan kesehatan masyarakat veteriner
di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Lampung dilaksanakan pada
tanggal 30-31 Desember 2015. BBPV Lampung memiliki wilayah pelayanan empat
provinsi, yaitu provinsi Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Sumatra Selatan.
Balai ini memiliki tugas melaksanakan pengamatan dan pengidentifikasian diagnosa,
pengujian veteriner, dan produk hewan. Balai ini memiliki 7 laboratorium yang
terdiri dari bagian epidemiologi, patologi, virologi, bakteriologi, parasitologi,
kesehatan masyarakat veteriner, dan bioteknologi. Kegiatan utama BVet Lampung
adalah pengujian sampel dan surveilan penyakit. Sampel yang diuji dapat bersifat
aktif maupun pasif.
Kegiatan kami difokuskan pada laboratorium bagian kesehatan masyarakat
veteriner (kesmavet) dan epidemiologi. Jenis pengujian yang dilayani oleh
laboratorium kesmvet BPPV Lampung diantaranya adalah (1) pemeriksaan cemaran
mikroba (Penentuan TPC, Coliform, E.coli, Salmonella sp., Staphylococcus
aureus).(2)

Pemeriksaan

residu

antibiotic

(golongan

pensislin,

tetrasiklin,

aminoglikosida dan sulfa). (3) pemeriksaan fisik kimiawi daging dan susu, (4)

86

pemeriksaan formalin, (5) pemeriksaan boraks, (6) Pemeriksaan identifikasi spesies,


dan (7) Pemeriksaan hormon.
Kegiatan kami di laboratorium kesmavet adalah mengikuti pengujian
formalin dan boraks pada bakso. Dari hasil uji, semua sampel dinyatakan negatif.
Berikut adalah pengujian formalin dan boraks.

Gambar 21. Aktivitas pengujian residu antibiotik di laboratorium kesmavet.


Di bagian epidemiologi, kami melakukan diskusi tentang tugas dan fungsi
laboratorium epidemiologi. Tugas dari laboratorium epidemiologi adalah memetakan
penyakit, membuat rencana dan strategi survelilans penyakit sekaligus melakukan
pengkajian terhadap hasil surveilans, dan mengumpulkan dan mengkaji data
pengujian yang dilakukan BPPV Lampung selama periode waktu tertentu dan
mengolahnya dalam bentuk data tertulis, peta, dan atau tabel yang informatif.
Diskusi lain diluar metode surveilans adalah mengenai peran BPPV Lampung
dalam mengentaskan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) seperti Rabies,
Anthrax, Brucellosis, AI dan Hog Cholera. sesuai dengan SK. Mentan No.
5681/Kpts/PD.620/12/2011, Lampung telah bebas brucellosis tahun 2011. Bila ada
kasus reaktor positif maka harus dipotong bersyarat dan pemerintah menyediakan
dana kompensasi. Balai Veteriner Lampung juga telah berhasil membebaskan
Bangka Belitung dari rabies serta mempertahankan status bebas anthrax di keempat

87

provinsi wilayah layanan. Untuk saat ini BPPV lampung masih berjuang untuk
membebaskan Pulau Pisang dari rabies. Kasus Hog Cholera di provinsi lampung juga
sudah tidak ada, dan menuju bebas hog cholera. Suatu daerah dapat dinyatakan bebas
dari suatu penyakit apabila dalam kurun waktu 2 tahun berturut turut sudah tidak
menunjukkan adanya kasus, dengan waktu monitoring selama 5 tahun.

Gambar 22. Bersama drh Tri Gunawan, MP


Berdasarkan diskusi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan
kerjasama yang kuat dari seluruh pihak terkait seperti Laboratorium kesehatan hewan
provinsi, Puskeswan, Dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan,
Participatory Disease Surveillance Response (PDSR), Peternak atau perusahaan
peternakan, serta peran aktif dari masyarakat untuk membebaskan wilayah lampung
dari PHMS.

88

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil kegiatan koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Administrasi Dinas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
dapat disimpulkan bahwa Provinsi Lampung memiliki potensi peternakan dan
perikanan yang baik terutama pada bidang industri perunggasan, peternakan sapi
potong dan budidaya hasil laut. Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi,
Dinas Kabupaten, Perusahaan swasta, dan peternak lokal di Provinsi Lampung
terjalin dengan baik, dan didukung oleh keberadaan Balai Pengujian Veteriner
yang dapat membantu dalam pengendalian dan monitoring penyebaran penyakit.
Saran
Dalam rangka melaksanakan program kesehatan masyarakat veteriner
yang lebih baik, maka kegiatan sosialisasi tentang hygiene daging dan susu, serta
pentingnya kesehatan hewan perlu ditingkatkan.

89

Anda mungkin juga menyukai