LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI LINGKUNGAN PETERNAKAN
Oleh :
Kelompok 8C
TUJUAN
MANFAAT
ternak. Mampu mengetahui pengolahan limbah ternak dengan benar agar tidak
kandang kambing bagian dalam 27,78 ⁰C dan luar 29,41 ⁰C. Suhu tersebut
stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Qisthon dan Widodo (2015) yang
menyatakan bahwa suhu yang membuat kambing tersebut tidak stres berkisar
antara 20,37 ⁰C – 30,46 ⁰C. Kelembapan rata – rata yang dihasilkan yaitu 48,33
untuk kelembapan dalam dan 52,50 untuk kelembapan luar. Suhu dapat
pendapat Santos dkk (2019) berpendapat bahwa suhu normal pada kandang
kambing yaitu berkisar antara 20,27 ⁰C – 34,83 ⁰C, serta memiliki kelembapan
normal yaitu 47,77 – 74,43 % dimana suhu diatas tersebut akan mengakibatkan
Hasil tersebut tidak sesuai dengan standar, karena THI berkisar antara 50-72. Hal
ini sesuai dengan pendapat Vastola (2015) yang menyatakan bahwa THI berkisar
antara 50 - 72. Hasil THI yang didapat menandakan udara pada ternak dalam
keadaan nyaman . Faktor yang mempengaruhi nilai THI yaitu faktor lingkungan
kenyamanan kambing. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Adeludon dkk (2012)
yang menyatakan bahwa nilai THI pada kenyamanan kambing dipengaruhi oleh
Tabel 3. Rataan Suhu Rektal, Frekuensi Nadi, Frekuensi Nafas dan HTC (Heat
Tolerance Coefficient) Kambing
Parameter Hasila Standar
o
Suhu Rektal ( C) 38,98 39b
Frekuensi Denyut Nadi
95,92 97b
(kali/menit)
Frekuensi Nafas
33,46 35b
(kali/menit)
Index Rhoad 79,50 92,44c
Index Benezra 1,95 2,2c
Sumber :
a. Data Primer Praktikum Fisiologi Lingkungan Peternakan, 2019.
b. Ramadhan dkk (2017)
c. Putra dkk (2016)
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
suhu rektal pada kambing yaitu 38,98 ℃. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ramadhan dkk (2017) bahwa suhu rektal normal pada kambing yaitu 39 ℃.
Faktor yang mempengaruhi suhu rektal yaitu meliputi kelembapan. Hal ini sesuai
mengalami cekaman dan suhu tubuh menjadi naik disebabkan radiasi matahari,
rata frekuensi denyut nadi pada kambing yaitu 96 kali/menit. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ramadhan dkk (2017) menyatakan bahwa frekuensi denyut nadi
frekuensi denyut nadi pada kambing yaitu kenaikan metabolisme. Hal ini sesuai
rata-rata freukensi nafas pada kambing yaitu 33 kali/menit. Hasil dari pengamatan
tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhan dkk (2017) yang
frekuensi nafas pada hewan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Scharf (2010)
index rhoad pada kambing sebesar 79,5. Hal ini sesuai dengan pendapat
Putra dkk (2016) yang menyatakan bahwa index rhoad dan index benezra yang
Coeficient (HTC) ditentukan oleh index rhoad dan index benezra. Nilai HTC
mempengaruhi frekuensi nafas pada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurmi (2016) yang menyatakan bahwa laju respirasi pada kambing dipengaruhi
oleh suhu lingkungan yang tidak nyaman. Tinggi rendahnya index benezra
dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra dkk (2016)
yang menyatakan bahwa nilai index benezra dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
C. Perkandangan
kandang kambing tanpa sekat yang alasnya tidak berupa panggung dan mampu
6 m, tinggi 3,5 m, lebar 4,5 m, lantai berbentuk datar menyerong dan memiliki
sudut atap 30⁰C yang dapat diisi 11 ekor kambing. Kandang tersebut lebih luas di
terdiri dari 2 tipe yaitu kandang panggung dan tidak panggung, tipe kandang tidak
panggung dapat memuat lebih banyak kambing. Kekurangan dari model kandang
tidak panggung yaitu apabila kambing mengeluarkan fases dan urin akan
berserakan dan lebih mudah kotor. Hal ini sesuai dengan pendapat
Setiawan (2004) yang menyatakan bahwa bentuk kandang panggung lebih baik
D. Pengelolaan Limbah
yang dihasilkan oleh kandang kambing FPP yaitu berupa limbah cair, limbah
padat dan limbah wadah vaksin, suntikan dan sisa alat kesehatan. Limbah adalah
hasil sisa atau buangan kegiatan peternakan yang sudah tidak terpakai. Hal ini
baik berupa limbah padat seperti feses maupun limbah cair seperti urin. Limbah
kandang kambing yang diolah hanya limbah feses.limbah feses diolah menjadi
pupuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Sitompul dkk (2017) yang menyatakan
bahwa feses ternak berpengaruh terhadap penyediaan zat hara. Hasil yang
limbah padat berupa feses terkadang dioalah menjadi pupuk tanpa fermentasi dan
hiasan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Purbowati dkk (2015) yang
menyatakan bahwa limbah sisa hasil kegiatan peternakan dapat diolah untuk
dijadikan pupuk organik. Feses kambing merupakan limbah yang baik untuk
dijadikan pupuk karena feses kambing mengandung materi organik yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Cholis dkk (2016) yang menyatakan bahwa feses
Akibat dari limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan
penyakit bagi ternak maupun peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yogaffany (2015) yang menyatakan bahwa limbah yang belum diolah dengan
baik membawa dampak pada pencemaran lingkungan yaitu bau dan mengganggu
kesehatan. Kenyamanan ternak juga terganggu ketika terdapat banyak limbah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Siregar (2017) yang menyatakan bahwa ternak tidak
nyaman ketika disekitar kandang terdapat banyak limbah. Akibat dari tidak
A. Simpulan
dilaksanakan dapat diketahui bahwa ternak kambing dalam keadaan normal. Hal
ini berdasarkan nilai THI yang sesuai dengan standar kenyamanan pada kambing.
kandang kambing baik dan sesuai dengan standar kenyamanan ternak. Pengolahan
limbah kambing kurang maksimal karena hanya limbah feses yang diolah kembali
kambing koloni.
B. Saran
perhitungan dengan akurat, agar praktikum dan perhitungan yang telah dilakukan
materi yang sedang dilaksanakan agar semua praktikan mengerti tentang tujuan
dan manfaat yang sebenarnya. Pada pemeliharaan ternak kambing sudah cukup
agar ternak tidak cepat stress dan tidak cepat terserang penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Purbowati, E., I. Rahmawati dan E. Rianto. 2015. Jenis hijauan pakan dan
kecukupan nutrien kambing Jawarandu di Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Pastura. 5(1): 10 – 14.
Putra, R. R., S. Bandiati dan A.A Yulianti. 2014. Identifikasi daya tahan panas
sapi Pasundan BPPT Cijeungjing Kecamatan Cijeungjing Kabupaten
Ciamis. J. Sains Peternakan Indonesia. 9(2): 117 – 129.
Qisthon, A dan Y. Widodo. 2015. Pengaruh peningkatan rasio konsentrat dalam
ransum kambing peranakan ettawah di lingkungan panas alami terhdapa
konsumsi ransum, respon fisiologis dan pertembuhan. J. Zootek. 35(2):
351 – 360.
Ramadhan, A. F., S. Dartosukarno dan A. Purnomoadi. 2017. Pengaruh
pemberian vitamin B komplek terhadap pemulihan fisiologi, konsumsi
pakan, dan bobot badan kambing Kacang Muda Dan dewasa pasca
transportasi. J. Mediagro. 13(1): 23 – 33.
Santos, A. C. Gonzaga., M. Yaamin. R. Priyanto dan H. Maheswari. 2019.
Respon fisiologi domba pada sistem pemeliharaan dan pemberian jenis
konsentrat berbeda. J. Ilmu Reproduksi dan Teknologi Hasil Peternakan.
7(1): 1 – 9.
Scharf, B., J. A Carrol., D. G. Riley., C. C. Chase., S. W. Coleman., D. H.
Keisler., R. L. Weaber dan D.E. Spiers. 2010. Evaluation Of Physiological
And Blood Serum Differences In Heat Tolerant (Romosinuano) And Heat
Suspectible (Angus) Bos Taurus Cattle During Controlled Heat Challenge.
J. Anim. Sci. 88: 2321 – 2336.
Setiawan, A. I. 2004. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, G. 2017. Analisis kelayakan dan strategi pengembangan usaha ternak sapi
potong. J. Agrium. 17(3): 192 – 201.
Sitompul, E., I. W. Wardhana dan E. Sutrisno. 2017. Studi identifikasi rasio C/N
pengolahan sampah organik sayuran sawi, daun singkong, dan kotoran
kambing dengan variasi komposisi menggunakan metode
vermikomposting. J. Teknik Lingkungan. 6(2): 1 – 12.
Suherman dan E. Kurniawan. 2017. Manajemen pengelolaan ternak kambing di
Desa Batu Mila sebagai pendapatan tambahan petani lahan kering. J.
Dedikasi Masyarakat. 1(1): 7 – 13.
Suherman, D., B. P. Purwanto., W. Manalu dan I. G. Permana. 2013. Simulasi
Artificial Neural Network untuk menentukan suhu kritis pada sapi Fries
Holland berdasarkan respon fisiologi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 18(1):
70 – 80.
Suhesy, S dan Adriani. 2014. Pengaruh probiotik dan trichorderma terhadap hara
pupuk kandang yang berasal dari feses sapi dan kambing. J. Ilmu-Ilmu
Peternakan. 17(2): 45 – 53.
Vastola, A. 2015. The Sustainability of Agro-Food and Natural Resource Systems
in the Mediterranean Basin. Springer Open, Italy.
Widyarti, M dan Y. Oktavia. 2011. Analisis iklim mikro kendang domba garut
system tertutup milik fakultas peternakan IPB. J. Keteknikan Pertanian.
25(1): 37 – 42.
HTC = +
i i
Keterangan :
Tf = Suhu Tubuh Siang (oC)
Ti = Suhu Tubuh Pagi (oC)
Rf = Frekuensi Napas Siang (Kali/menit)
= 1,66
Ket :
KUISIONER PRAKTIKUM
MANAJEMEN LINGKUNGAN PETERNAKAN
Kelas : Peternakan C
Kelompok : 8C
Komoditas : Kambing
Hari/tanggal/bulan : Kamis, 12 September 2019