LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI LINGKUNGAN PETERNAKAN
Disusun Oleh :
Kelompok 2B
Departemen : Peternakan
Menyetujui,
Mengetahui,
Koordinator Umum Asisten
Fisiologi Lingkungan Peternakan
TUJUAN
mengetahui cara menghitung nilai THI dan HTC pada beberapa komonitas ternak,
untuk mengetehui kondisi lingkungan kandang yang nyaman bagi ternak dan
untuk mengetahui respon fisiologis ternak berupa suhu rektal, frekuensi napas dan
frekuensi nadi terhadap lingkungan sekitar serta untuk mengetahui jenis limbah
MANFAAT
mengetahui cara menghitung nilai THI dan HTC pada beberapa komonitas ternak,
rektal, frekuensi napas dan frekuensi nadi terhadap lingkungan sekitar, serta dapat
dalam dan luar kandang memiliki suhu rata-rata 30,27°C dan 30,01°C. Hal ini
nyaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman et al. (2017) yang menyatakan
bahwa menyatakan bahwa rata-rata suhu yang nyaman untuk sapi potong antara
17-29°C. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan ternak mengalami cakaman stress
Hal ini sesuai dengan pendapat Astuti et al. (2015) yang menyatakan bahwa suhu
lingkungan yang tidak sesuai dapat menyababkan cekaman stress bagi sapi,
menyebabkan suhu lingkungan yang berbeda adalah iklim, cuaca dan ketinggian
tempat.
kandang sapi potong adalah 63,5% dan 63,33%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kelembaban pada lingkungan kandang ternak relatif rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Amiano et al. (2018) yang menyatakan bahwa rata- rata
kelembaban pada kandang sapi potong adalah berkisar antar 75-79%. Pengamatan
menunjukkan hasil yang lebih rendah dari literatur, hal tersebut disebabkan karena
berkepanjangan dapat berpengaruh buruk pada kesehatan ternak. Hal ini sesuai
(Temperature Humidiy Index) pada sapi potong adalah sebesar 80. Nilai tersebut
berada diatas standar normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Aditia et al. (2017)
yang menyatakan bahwa standar normal nilai THI pada sapi potong adalah kurang
dari sama dengan 74. Nilai THI 80 menandakan ternak tersebut mengalami stres
sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat BQA (2014) yang menyatakan bahwa sapi
potong yang memiliki nilai THI 79-83 menandakan sapi mengalami stres sedang.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan pada sapi potong adalah
kenyamanan pada ternak karena jika suhu dan kelembaban melebihi standar akan
mempengaruhi fungsi fisiologis ternak antara lain turunnya nafsu makan dan
siklus birahi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapariyanto et al. (2016) yang
menyatakan bahwa tingkat kenyamanan (THI) pada ternak dipengaruhi suhu dan
kenyamanan tidak sesuai standar adalah ternak akan mengalami cekaman baik
cekaman panas maupun cekaman dingin, terjadinya penurunan nafsu makan dan
perubahan pada siklus reproduksi. Zona suhu dalam THI terbagi atas 4 yaitu zona
dalam keadaan normal, zona dengan warna kuning cerah (alert zone) 75 – 78
menandakan bahwa sapi mengalami stres ringan, zona kuning gelap (danger zone)
zone) 84 – 97 menandakan bahwa sapi mengalami stres berat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan BQA (2014) yang menyatakan bahwa pembagian zona THI
yaitu zona putih (69 – 74) ternak dalam kondisi normal, zona kuning cerah (75 –
78) ternak dalam kondisi stres ringan, zona kuning gelap (79 – 83) ternak dalam
kondisi stres sedang, dan zona merah (84 – 97) ternak dalam kondisi stres berat.
B. Fisiologi Ternak dan HTC (Heat Tolerance Coefficient)
Tabel 3. Rataan Suhu Rektal, Frekuensi Nadi, Frekuensi Napas dan HTC (Heat
Tolerance Coefficient) Sapi Potong
Parameter Hasil Standar
Suhu Rektal ( C)
o
37,38 a
38 – 39,2b
Frekuensi Denyut Nadi
62,21a 40 – 70b
(kali/menit)
Frekuensi Napas
29,63a 15 – 35c
(kali/menit)
Index Rhoad 90a 90 – 95e
Index Benezra 2,16a 2d
Sumber : a. Data Primer Praktikum Fisiologi Lingkungan Peternakan, 2019.
b. Aditia et al. (2017).
c. Jackson and Cockroft, (2002).
d. Arifin (2012).
e. Putra et al. (2016).
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa suhu rektal dari sapi
potong yaitu sebesar 37,38°C, hasil tersebut berada dibawah standar normal. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Aditia et al. (2017) yang menyatakan bahwa ternak
sapi potong memiliki standar suhu rektal yaitu antara 38 – 39,2°C. Faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya suhu rektal ternak sapi potong adalah kondisi
lingkungan seperti suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ghiardien et al. (2016)
yang menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi nilai suhu rektal adalah
suhu yang ada di lingkungan tempat tinggal ternak. Suhu rektal yang tidak sesuai
Qisthon dan Hartono (2019) yang menyatakan bahwa kondisi cekaman stress akan
denyut nadi dari sapi potong yaitu 62,21 kali/menit, hasil tersebut sesuai dengan
standar normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aditia et al. (2017) yang
menyatakan bahwa ternak sapi potong memiliki standar normal frekuensi denyut
nadi yaitu antara 40-70 kali/menit. Banyak sedikitnya jumlah denyut nadi
dipengaruhi oleh faktor suhu di dalam kandang dan ketinggian kandang. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Suherman et al. (2017) yang menyatakan faktor yang
mempengaruhi frekuensi denyut nadi ternak adalah suhu yang ada di dalam
kandang dan tinggi rendahnya atap dalam kandang. Efek yang ditimbulkan
apabila frekuensi denyut nadi tidak sesuai dengan standar normal adalah ternak
ternak.
pernapasan dari sapi potong yaitu 29,63 kali/menit, hasil tersebut sesuai dengna
standar normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jackson and Cockroft, (2002)
yang menyatakan bahwa respirasi normal pada sapi dewasa adalah 15-35 kali per
menit dan 20-40 kali per menit pada pedet. Faktor lingkungan yang berpengaruh
langsung pada ternak adalah suhu dan kelembaban kandang. Suhu kandang harian
suhu kritis, sapi akan mulai menderita cekaman panas, sehingga mekanisme
jantung Dan penguapan air melalui kulit. Hal ini sesuai dengan pendapat
Agustin (2010) yang menyatakan bahwa lingkungan akan berpengaruh langsung
faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu
Rhoad) sapi potong sebesar 90 artinya sapi tersebut mengalami stress ringan,
karena jika nilai Index Rhoad semakin mendekati 100 ternak semakin nyaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Warsono dan Mu’in (2009) menyatakan bahwa
Index Rhoad dapat dihitung berdasarkan temperatur rektal dari sapi tersebut
standar nilai Index Rhoad adalah 100. Hal ini diperkuat oleh Putra et al. (2016)
yang menyatakan bahwa nilai standar Index Rhoad sapi potong yaitu 90-95 dan
daya tahan panas yang baik mendekati angka 100. Faktor yang menyebabkan
tinggi rendahnya nilai Index Rhoad adalah suhu rektal ternak dan suhu lingkungan
Nilai HTC (indeks benezra) dari sapi potong yaitu sebesar 2,16 hasil
tersebut berada diatas standar normal dan ternak dalam keadaan kurang nyaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin (2012) menyatakan bahwa nilai Indeks
Benezra yang baik adalah 2, jika nilai Indeks Benezra lebih dari 2 atau kurang dari
2 maka ternak tersebut berada pada kondisi yang tidak nyaman, yang akan
sapi turun. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawan et al. (2013) yang
menyatakan bahwa ketahanan ternak terhadap panas akan menentukan
C. Perkandangan
dan Pertanian Universitas Diponegoro telah mendekati standar yang ada. Hal ini
yang sesuai santdar perlu diperhatikan antara lain dalam segi teknis, ekonomi,
Model kandang yang digunakan adalah tail to tail. Penempatan sapi-sapi pada tipe
ganda ini dengan cara dibuat dua jajaran atau baris dengan saling bertolak
belakang. Hal ini sesuai dengan perryataan Suryani et al. (2012) yang menyatakan
bahwa kandang tipe ganda dibedakan menjadi dua yaitu saling berhadapan head
antara sapi satu dengan sapi lainnya untuk menghindari terjadinya perkelahian
antar sapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusti et al. (2016) yang menyatakan
bahwa dinding pembatas yang terbuat dari besi guna untuk pemberi penyekat
atau memisahkan sapi satu dan sapi lainnya. Bahan yang digunakan untuk atap
yaitu asbes. Bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi
udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang
kandang daerah untuk ketinggian 1500-3000 mdpl (meter diatas permukaan laut).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati et al. (2019) yang menyatakan
bahwa atap dengan model gable biasanya dingunakan pada daerah daratan tinggi.
Atap yang terbuat dari asbes memiliki keuntungan dan kekurangan yaitu hagarnya
yang murah, tahan lama tetapi menyerap panas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Arsanti (2018) yang menyatakan bahwa atap kandang sapi potong bisa
menggunakan bahan asbes karena sapi potong lebih tahan terhadap panas.
Lantai kandang terbuat dari cor beton dengan kemiringan 10° yang
mengarah ke selokan agar air bisa mengalir. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gusti et al. (2016) yang menyatakan bahwa lantai kandang yang terbuat dari cor
beton tidak benyebabkan becek dan lantai kandang yang miring supaya mudah
untuk memberihkan kandang. Panjang kadang 15,6 m, lebar kandang 11,5 m dan
lebar selokan 0,34 m. Lebar selokan merupaka faktor terpenting dalam kandang.
penampungan limbah. Hal ini sesuai dengan pernyatan Arifin (2015) yang
menyatakan bahwa lebar selokan kandang yang ideal sekitar 0,30 - 0,40 m dengan
pengelolahan limbah.
D. Pengelolaan Limbah
Limbah merupakan sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan dan
Pitoyo et al. (2016) yang menyatakan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha dan
kegiatan yang erat kaitanya dengan pencemaran, limbah digolongkan menjadi tiga
yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah yang dihasilkan oleh industri peternakan
berupa feses, urin dan sisa pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
dihasilkan dari berbagai macam aktivitas peternakan yaitu berupa feses, urin, sisa
pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang yang dapat menimbulkan
pencemaran. Feses sapi merupakan limbah padat dari proses metabolisme tubuh
sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayati et al. (2010) yang menyatakan
bahwa feses sapi adalah limbah padat yang berasal dari proses metabolisme
ternak sapi, yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga perlu
sekitarnya.
padat berupa feses dan limbah cair berupa urin lalu diolah menjadi biogas agar
Fathurrohman et al. (2015) yang menyatakan bahwa feses dan urin dapat
ramah lingkungan yang dilakukan denga cara feses dan urin ditampung dalam
tangki kedap udara lalu gas yang ditimbulkan ditampung dalam tangki, saat sudah
yang tersambung. Limbah sisa pakan serta wadah vaksin, suntikan dan sisa alat
kesehatan dalam kandang sapi potong belum diolah secara optimal dan hanya
Noviansyah et al. (2015) yang menyatakan bahwa limbah pakan yang tidak diolah
Limbah sisa pakan seharusnya dapat diolah lebih lanjut seperti contohnya
dibuat menjadi pupuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiyatwan et al. (2015)
yang menyatakan bahwa limbah sisa pakan dan feses dapat diolah menjadi pupuk
organik yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah serta
dalam wadah lalu diangkut agar tidak mencemari lingkungan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Setiawan (2014) yang menyatakan bahwa jenis limbah lain
seperti plastik, botol, wadah vaksin dan limbah kesehatan ternak harus
lingkungan perkandangan.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
pada kondisi stress ringan, hal tersebut dapat diketahui dari nilai THI dan HTC
yang diluar dari nilai standar. Sapi potong mempertahankan suhu tubuhnya
dengan cara meningkatkan frekuensi napas dan frekuensi denyut nadi sehingga
pembuangan panas dari dalam ke luar tubuh dapat dilakukan dengan baik.
B. Saran
ternak dari penyakit dan stres. Sistem kandang harusnya diperbaiki lagi dimana
atap dibuat dari genting sehingga kandang bisa lebih menahan panas dari
Aditia, E. L., A. Yani dan A. F. Fatonah. 2017. Respons fisiologis sapi bali pada
sistem integrasi kelapa sawit berdasarkan kondisi lingkungan
mikroklimat. J. Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 5 (1):
23-28.
Amiano, K., Satata, B., Imanuel, R dan Raya, P. 2018. Status fisiologis ternak
sapi bali (bos sondaicus) betina yang dipelihara pada lahan
gambut. J.AGRI PET. 19 (2): 94-101.
Arifin. S. 2012. Nilai HTC (Heat Tolerance Coefficient) pada Sapi Peranakan
Ongole (PO) Betina Dara Sebelum dan Sesudah Diberi Konsentrat Di
Daerah Dataran Rendah. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya,
Malang. (Skripsi).
Astuti, A., Erwanto dan P. E. Santosa, 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat-
hijauan terhadap respon fisiologis dan performa sapi peranakan
simmental. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (4): 201-206.
BQA, N. 2014. Handling Cattle through High Heat Humidity Indexes. Nebraska
University, Lincoln.
Fathurrohman, A., M. A. Hari,. A. Zukhriyah dan M. A. Adam. 2015. Persepsi
peternak sapi dalam pemanfaatan kotoran sapi menjadi bio-gas di Desa
Sekarmojo Purwosari Pasuruan. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 25 (2): 36-42.
Gusti, P. A., Sufianto, H., & Putranto, A. D. 2016. Konsep bangunan sehat pada
kandang sapi studi Kasus UPTPT dan HMT Kota Batu. Jurnal
Mahasiswa Jurusan Arsitektur. 4 (4): 57-68.
Hidayati, Y. A., E. T. Marlina, T. B. A. Kurnani dan E. Harlia. 2010. Pengaruh
campuran feses sapi potong dan feses kuda pada proses pengomposan
terhadap kualitas kompos. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 13 (6): 299-
303.
Paggasa, Y. 2017. Model usaha ternak integrasi sawit-ternak sapi potong di p4s
cahaya purnama Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai Timur. Jurnal
Pertanian Terpadu.3 (5): 117-128.
Pitoyo. P., I. W Arthana, I.M. Sudarma. 2016. Kinerja pengelolaan limbah hotel
peserta profer dan non profer di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. J
Ecotropic. 11 (1) : 31-40.
Rahmawati, F., Hamdani, M. D. I., Husni, A., & Sulastri, S. (2019). Estimasi niali
ripitabilitas dan nilai MPPA (Most Probable Produccing Ability) bobot
sapi peranakan ongole (PO) di desa wawasan kecamatan tanjungsari
kabupaten lanpung selatan. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, 3 (2):
1-6
Suryani, A. J., Adiwinarti, R., & Purbowati, E. 2012. Potongan komersial karkas
dan edible portion pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi pakan
jerami urinasi dan konsentrat dengan level yang berbeda. Animal
Agriculture Journal. 1 (1): 123-132.
Warsono, I. U., dan M. A. Mu’in. 2009. Daya tahan panas Sapi Bali di Kabupaten
Mnokwari. Jurnal Ilmu Peternakan. 3 (1): 20-23
LAMPIRAN
T. Rektal (oC)
Hari ke Rataan T. Rektal (oC)
Pagi Siang Sore
1 35,55 37,20 34,20 35,65
2 36,85 37,70 37,90 37,48
3 37,85 38,65 38,45 38,32
4 37,65 38,35 38,20 38,07
Rataan 36,98 37,98 37,19 37,38
Keterangan : T = Termeratur
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Frekuenasi Napas Sapi Potong
Keterangan :
*) Index Rhoad diperoleh dengan rumus
Hari 1
HTC = 100 – 10 (Tf – Ti)
= 100 – 10 (37,20 – 35,55)
= 100 – 10 (1,65)
= 83,50
Hari 2
HTC = 100 – 10 (Tf – Ti)
= 100 – 10 (37,70 – 36,85)
= 100 – 10 (0,85)
= 91,50
Hari 3
HTC = 100 – 10 (Tf – Ti)
= 100 – 10 (38,65 – 37,85)
= 100 – 10 (0,80)
= 92,00
Hari 4
HTC = 100 – 10 (Tf – Ti)
= 100 – 10 (38,35 – 37,65)
= 100 – 10 (0,70)
= 93,00
Lampiran 7. (Lanjutan)
KUISIONER PRAKTIKUM
MANAJEMEN LINGKUNGAN PETERNAKAN
Kelas : Peternakan B
Kelompok :2
Komoditas : Sapi Potong
Hari/tanggal/bulan :Kamis,18 Oktober 2019
Nama : Hunardi
Umur : 57
Pekerjaan : Pengurus Kandang sapi potong
Alamat rumah : Banjarsari Selatan 2B
*) perkandangan
ampak Depan T
ampak Samping
ampak Belakang T
ampak Dalam
*) Wawancara