EKOFISIOLOGI
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sumedang
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Hidayat (2008) adaptasi fisiologis merupakan proses penyesuaian tubuh srcara
alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor
yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbangan.
Rataan suhu udara, kelembaban, dan THI kandang terlihat pada Tabel 1. Rataan suhu
kandang tanpa pengkabutan sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada kandang dengan
pengkabutan, demikian pula pada THI. Kondisi suhu udara kandang masih dalam batas
toleransi bagi kambing. Menurut Lu (1989) batas toleransi suhu lingkungan pada kambing
berkisar 25-30 derajat. Pada kondisi penelitian ini kondisi interaksi suhu dan kelembapan
berpotensi mempengaruhi cekaman panas pada kambing. Pengkabutan mampu memperbaiki
kondisi klimat kandang menjadi lebih baik dengan menurunkan suhu maupun
THI.Kelembaban kedua kandang relatif sama dan cukup tinggi, lebih besar dari kisaran
kelembaban optimum yang dibutuhkan oleh kambing. Menurut Smith dan Mangkuwidjojo
(1988) kelembapan optimum pada kambing yaitu 75%
Frekuensi Respirasi
Frekuensi respirasi kambing berkisar antara 34,8 dan 44 kali/menit. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi (P>0,05) antara perlakuan
pengkabutan dan bangsa kambing terhadap respons frekuensi respirasi. Selanjutnya, faktor
pengkabutan sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap respons frekuensi respirasi,
sebaliknya faktor bangsa kambing tidak berpengaruh (P>0,05).
Frekuensi respirasi kedua bangsa kambing berada di atas kisaran normal, yaitu 10-20
kali permenit (Smith dan Mangkuwidjoyo, 1988). Hal ini diakibatkan oleh nilai THI yang
mencapai lebih dari 80 yang menyebabkan sistem thermoregulasi kambing aktif dan
meningkat.
Kambing pada kandang tanpa pengkabutan memiliki cekaman panas yang lebih tinggi
dan menyebabkan respirasi kambing cukup tinggi dibandingkan kondisi kambing pada
kandang tanpa pengkabutan. Peningkatan cekaman panas pada perlakuan tanpa pengkabutan
diakibatkan oleh perolehan panas dari lingkungan (heat gain) yang diindikasikan dengan
peningkatan suhu udara dan THI. Peningkatan frekuensi respirasi merupakan salah satu
mekanisme termoregulasi untuk menjaga suhu tubuh tidak ikut meningkat dan relatif konstan.
Peningkatan pernafasan menyebabkan panas tubuh bagian dalam akan cepat dialirkan oleh
darah ke saluran respirasi dan selanjutnya dikeluarkan melalui evaporasi.
Penurunan frekuensi respirasi kambing dalam kandang yang dikabut diduga
diakibatkan oleh penurunan suhu permukaan tubuh setelah pengkabutan sehingga
memungkinkan terjadinya pelepasan panas tubuh ke lingkungan. Kambing Boer dan PE
memiliki frekuensi pernafasan yang relatif sama karena kedua jenis kambing ini merupakan
kambing yang tinggal di iklim tropis, sehingga kambing sudah terbiasa.
Rataan frekuensi denyut jantung kambing selama penelitian berkisar dari 69,7-76
kali/menit. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi
(P>0,05) antara perlakuan pengkabutan dan bangsa kambing terhadap frekuensi denyut
jantung. Selanjutnya, baik perlakuan pengkabutan maupun bangsa kambing masing-masing
juga tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap frekuensi denyut jantung (P>0,05).
Frekuensi denyut jantung semua kambing baik di kandang tanpa pengkabutan maupun
dengan pengkabutan masih dalam kisaran normal, yaitu 70-80 kali per menit (Dukes, 1985).
Menurut Astuti et al (2015), meningkatnya denyut jantung bertujuan untuk mengatur tekanan
darah dan membantu mengedarkan panas dari organ tubuh bagian dalam ke permukaan
tubuh. Pada kondisi cekaman panas yang tinggi ternak akan memaksimalkan pelepasan panas
tubuh ke lingkungan dengan jalur respirasi. Pada cekaman panas tinggi, sebagian besar
mekanisme pelepasan panas akan efektif melalui respirasi, sehingga frekuensi denyut jantung
relatif tidak banyak meningkat.
Suhu Rektal
Rataan suhu rektal berkisar antara 38,55 dan 38,76°C. Analisis ragam menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P>0,05) antara perlakuan pengkabutan
dan bangsa kambing terhadap respons suhu rektal. Selanjutnya, baik perlakuan pengkabutan
maupun bangsa kambing juga tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap suhu rektal
(P>0,05). Hasil yang berbeda diduga berkaitan dengan kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan panas pada kambing yang lebih baik dibandingkan dengan sapi perah.
Suhu rektal pada percobaan semua kambing masih dalam kisaran normal. Menurut
Aye (2007), suhu rektal normal untuk domba dan kambing berkisar 32,60°C sampai 39,60°C.
Dalam kondisi cekaman panas, ternak akan mengaktifkan mekanisme termoregulasi serta
ternak akan memperbesar pelepasan panas tubuh terhadap lingkungan untuk mempertahankan
suhu tubuh tetap dalam kondisi normal. Pelepasan panas dilakukan dengan menggunakan
jalur respirasi yang mengikat di atas normal, baik pada kandang pengkabutan maupun tanpa
pengkabutan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa mekanisme termoregulasi ternak dapat
berjalan dengan baik karena suhu tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran normal.
Nilai HTC kambing Boerawa cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kambing
Peranakan Ettawa. Hal ini mengindikasikan bahwa kambing Peranakan Ettawa memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan klimat di sekitarnya relatif lebih baik.
BAB IV
4.1. Kesimpulan
Tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan pengkabutan dan bangsa kambing
terhadap respons frekuensi respirasi, denyut jantung, suhu rektal, dan HTC kambing. Pada
perlakuan bangsa kambing juga tidak berpengaruh pada respons frekuensi respirasi, denyut
jantung, dan suhu rektal, serta daya adaptasi kambing, sedangkan pada aplikasi pengkabutan
dalam kandang efektif memperbaiki respons frekuensi respirasi dan ketahanan panas
kambing.
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A., Erwanto, dan P. E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat –
hijauan terhadap respon fisiologis dan perforam sapi Peranakan Simental.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3(4):201–7.
Aye, P. A. 2007. Production of Multi-Nutrient Blocks for Ruminants and Alcohol
from Waste Products of Leucaena and Gliricidia Leaves Using Local
Technologies. Federal University of Technology Akure.
Dukes. 1985. Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing New York
University Collage. Camel.
Lu, C.D. 1989. Effect of Heat Stress on Goat Production. Elseiver science publisher
B.V. Amsterdam.
Smith, J.B. dan S. Mangkuwidjoyo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Cetakan Pertama. Jakarta :
UI Press.