ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon fisiologis sapi laktasi akibat modifikasi
lingkungan kandang sapi perah. Materi yang digunakan adalah 8 ekor sapi perah fase laktasi.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah cross-over design yang terdiri dari 2 perlakuan
dengan 8 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian kipas angin dan nozzle sebagai
bentuk modifikasi lingkungan (T1) dan kontrol (tanpa perlakuan) (T0). Hasil penelitian menunjukkan
terjadi penurunan suhu lingkungan dari 31,41(±0,01)°C (T0) menjadi 30,49(±0,06)°C (T1) (P<0,05),
sedangkan pada suhu rektal tidak tejadi perubahan. Suhu rektal memiliki nilai T0 sebesar
38,10(±0,16)°C dan nilai T1 sebesar 38,05(±0,16)°C. Simpulan penelitian ini adalah modifikasi
lingkungan kandang menggunakan kipas angin dan nozzle memberikan pengaruh terhadap suhu
udara kandang akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap respon fisiologis ternak sapi
laktasi.
Kata Kunci: Sapi laktasi, modifikasi lingkungan, fisiologi lingkungan, fisiologi ternak
ABSTRACT
This research aims to determine the effect of dairy barn modification using air fan and
nozzle installation on the physiological responses of lactating cows. Material used were 8 lactating
dairy cows. The experimental design used was cross-over design consisting of 2 treatments with 8
replications. The treatment applied were using air fan and nozzle as a form of environmental
modification (T1) and control (without treatment) (T0). The results showed that environmental
temperature was decreased from 31,41(±0,01)°C (T0) to 30,49(±0,06)°C (T1) (P<0.05) whereas the
rectal temperature of lactating cows were not affected by the treatment. The rectal temperature for
T0 and T1 were 38,10(±0,16)°C and 38,05(±0,16)°C, In conclusion, the barn modification affects the
temperature of the environment, but did not change the physiological responses of the lactating
cows.
Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 77
maksimal (max pressure) sebesar 130 didapat adalah semua data keadaan
psi, berkekuatan (openflow) 1,6 lpm (liter lingkungan dan ternak sapi dalam
per menit) dengan voltase listrik arus keadaan normal (tidak mendapat
searah sebesar 24 VDC (voltage direct perlakuan) selama 2 x 24 jam (setiap 2
current) yang digunakan untuk jam). Data ini digunakan untuk
memberikan efek bentuk modifikasi menentukan waktu pemberian
lingkungan yang dipasang 1 meter diatas perlakuan yaitu menyalakan alat kipas
sapi, anemometer (China OEM, China) angin dan nozzle. Perlakuan dilakukan
untuk mengukur kecepatan angin dari pada pukul 10.00-15.00 WIB karena
kipas angin, 3 buah thermohygrometer pada waktu tersebut merupakan waktu
(HTC-2, China) yang digunakan untuk dimana suhu menunjukkan rentang
membaca suhu dan kelembaban puncak panas dalam satu hari.
lingkungan luar dan dalam kandang dan Penelitian ini menggunakan pakan
termometer klinis (Polygreen, Jerman) berupa jerami karena keterbatasan
yang digunakan untuk mengukur suhu hijauan pada musim kemarau yang
rektal sapi melalui rektum sapi. diberikan secara adlibitum dan pakan
konsentrat (Sulursari, Indonesia)
Rancangan Penelitian sebanyak 4 kg setiap hari.
Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Tahap Penelitian
cross over design. Unit percobaan yang Tahap penelitian merupakan
digunakan adalah 8 ekor sapi dengan 16 tahap pengambilan data. Data yang
kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan diambil dalam tahap ini adalah data
adalah pemberian kipas angin dan fisiologis lingkungan yaitu suhu
nozzle sebagai bentuk modifikasi lingkungan dan data fisiologis ternak
lingkungan (T1) dan perlakuan kontrol yaitu suhu rektal setiap 2 jam dalam
yaitu tanpa diberikan pemberian kipas sehari yaitu pukul 18.00, 20.00, 22.00,
angin dan nozzle (T0). Penelitian ini 24.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00, 12.00,
menggunakan 4 ekor sapi yang diberikan 14.00 dan 16.00 selama 22 hari. Data
perlakuan (T1) dan 4 ekor sapi sebagai diambil secara duplo (dua kali) yang
kontrol (T 0 ) pada 11 hari pertama digunakan sebagai validasi data. Data
(periode 1), kemudian jeda 1 hari untuk yang ditampilkan merupakan data hasil
penukaran sapi. Periode 2 dilakukan rata-rata.
pada 11 hari terakhir dilakukakan Suhu lingkungan dapat diketahui
penukaran posisi sapi yaitu 4 ekor sapi dengan cara melihat skala yang telah
sebagai kontrol diberi perlakuan dan 4 ditampilkan pada thermohygrometer
ekor sapi yang mendapat perlakuan yang diletakkan pada tiga tempat, yaitu
menjadi kontrol. satu tempat di luar kandang sebagai
suhu makro, satu tempat didalam
Tahap Pra penelitian kandang bagian wilayah perlakuan (T1)
Tahap persiapan dimulai dengan dan satu tempat didalam kandang
cara pengambilan data fisiologi bagian wilayah perlakuan control (T0).
lingkungan untuk menentukan waktu Suhu rektal ternak sapi dapat diukur
pemberian perlakuan dan pengambilan menggunakan termometer klinis atau
sampel pakan untuk dilakukan analisis termometer rektal yang dimasukkan
proksimat untuk mengetahui kandungan pada rektum sapi. Suhu dapat dibaca
nutrien dalam pakan yang diberikan serta ketika termometer klinis memberikan
pengumpulan data kebutuhan sapi perah angka yang konstan dengan ditunjukkan
pada setiap sapinya. Data awal yang adanya suara pada alat termometer
Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 79
sehingga dalam pemeliharaan sapi perah rektal atau suhu tubuh, sedangkan untuk
sebaiknya memilih atap kandang yang mengetahui tingkat pembuangan panas
mampu memantulkan dan menyerap (heat loss) dapat diketahui melalui suhu
radiasi sehingga dapat mengurangi kulit, frekuensi nafas dan denyut jantung.
proses perpindahan panas ke dalam Berdasarkan penelitian Kartiko (2019)
kandang. Selain itu, faktor yang yang menunjukkan tidak adanya
menyebabkan kecilnya kapasitas kerja signifikasi atau perubahan pada
alat modifikasi lingkungan kandang frekuensi napas dan denyut nadi akibat
adalah tipe kandangnya sendiri. modifikasi lingkungan kandang. Hal ini
Kandang yang digunakan dalam juga saling beterkaitan antara tidak
penelitian berupa kandang dengan adanya signifikasi atau perubahan pada
model semi terbuka (barn terbuka) suhu rektal. Respon fisiologis
sehingga dapat menyebabkan merupakan satu kesatuan yang saling
pemberian perlakuan modifikasi mempengaruhi dan memiliki
lingkungan tidak memberikan dampak mekanisme.
secara langsung ke ternak. Mekanisme peningkatan suhu
tubuh dimulai dari proses penyerapan
Respon Suhu Rektal Akibat panas dari lingkungan, kemudian ternak
Modikasi Lingkungan Kandang secara langsung terpapar cekaman
Berdasarkan Tabel 1, dapat panas sehingga akan meningkatkan
diketahui bahwa secara umum rataan frekuensi napas, denyut nadi dan suhu
nilai suhu rektal sapi perah laktasi pada T0 rektal sebagai bentuk upaya
sebesar 38,10±0,43ºC dan T1 sebesar pengeluaran panas dari dalam tubuh.
38,05±0,42ºC. Pemberian perlakuan ini Suhu rektal merupakan suatu bentuk
tidak memberikan pengaruh yang gambaran dari suhu tubuh atau dapat
signifikan terhadap suhu rektal ternak dikatakan bahwa pengukuran suhu
sapi perah fase laktasi. Berdasarkan tubuh dapat diukur melalui suhu rektal
rataan nilai tersebut menunjukkan bahwa sapi laktasi. Menurut Cunningham dan
masing-masing perlakuan merupakan Klein, (2007), mekanisme respon
nilai suhu normal bagi sapi laktasi. fisiologis diawali dari lingkungan yang
Menurut Utomo (2009), sapi perah kemudian jatuh langsung mengenai kulit
periode laktasi memiliki rataan normal sehingga akan direspon oleh syaraf
suhu rektal adalah sebesar 37,3-38,3˚C sebagai stimulus dan kemudian
dan suhu tersebut mencapai puncak dilanjutkan menuju hipotalamus,
pada pukul 12.00 WIB dan akan kemudian hipotalamus akan
berangsur menurun setelah pukul 16.00 memerintahkan organ tertentu untuk
WIB. Meskipun, suhu udara dalam mensekresikan hormon kortikosteroid
perlakuan menunjukkan diatas normal pada kelenjar adrenal (HPA-Axis) yang
suhu ideal sapi perah, namun suhu rektal akan mempengaruhi kerja jantung untuk
yang ditunjukkan pada data masih pada memompa lebih cepat sehingga
kisaran normal. Hal ini disebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida
karena sudah beradaptasinya sapi ini menjadi lebih cepat yang dilakukan
yang telah dipelihara cukup lama pada melalui peningkatan frekuensi
lingkungan penelitian. pernapasan.
Suherman et al. (2013) Selain itu, perolehan panas (heat
berpendapat ternak dapat diketahui gain) juga dapat disebabkan oleh faktor
status suhu kritisnya yaitu dengan dalam tubuh. Proses penghasilan panas
mengetahui suhu tubuh yang dari dalam tubuh diakibatkan oleh hasil
diestimasikan dari pengukuran suhu metabolisme tubuh seperti proses
Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 81
Te k n o l o g i P e t e r n a k a n d a n Suherman, D., B. P. Purwanto, W.
Veteriner. Bogor 3–4 Agustus Manalu dan I. G. Permana. 2013.
2010. Badan Penelitian dan Model penentuan suhu kritis pada
Pengembangan Peternakan, sapi perah berdasarkan
Bogor. Hal. 217–223. kemampuan produksi dan
manajemen pakan. J. Sain
Naqiyya, M., S. M. Sayuthi dan P. Peternakan Indonesia. 8 (2): 121-
Sambodho. 2019. Pengaruh 138.
modifikasi lingkungan terhadap
jumlah konsumsi pakan dan Utomo, B. D. P. Miranti, dan G. C. Intan.
minum sapi perah Peranakan 2009. Kajian termoregulasi sapi
Frisian Hosltein di Teaching Farm perah periode laktasi dengan
sapi perah FPP UNDIP. (Belum introduksi teknologi peningkatan
Dipublikasikan) kualitas pakan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan
Nugraheni, S., R. Hartanto dan D. W. d a n Ve t e r i n e r : Te k n o l o g i
Harjanti. 2019. Kecernaan pakan P e t e r n a k a n d a n Ve t e r i n e r
sapi laktasi akibat modifikasi Mendukung Industrialisasi
lingkungan kandang di Teaching Sistem Pertanian untuk
Farm sapi perah FPP UNDIP. Meningkatkan Ketahanan
(Belum Dipublikasikan) Pangan dan Kesejahteraan
Peternak. Bogor, 13 -14 Agustus
Pasaribu, A., Firmansyah dan N. Idris. 2009. Hal. 263 – 268.
2015. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006.
sapi perah di Kabupaten Karo, Pengaruh iklim mikro terhadap
Provinsi Sumatera Utara. J. Ilmu- respon fisiologis sapi peranakan
Ilmu Peternakan. 18 (1): 28-35. Fries Holland dan modifikasi
lingkungan untuk meningkatkan
Pusat Data dan Sistem Informatik produktivitasnya. J. Media
Pertanian. 2016. Outlook Susu Peternakan. 29 (1): 35-46.
Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan. Kementerian Wanapat, M., S. Kang, N. Hankla dan K.
Pertanian Indonesia, Jakarta Phesatcha. 2013. Effect of rice
straw treatment on feed intake,
Riski, P., B. P. Purwanto dan A. Atabany. rumen fermentation, and milk
2016. Produksi dan kualitas susu production in lactating dairy
sapi FH laktasi yang diberi pakan cows. African Journal of
daun pelepah sawit. J. Ilmu Agricultural Research. 8 (17):
Produksi dan Teknologi Hasil 1677- 1687.
Peternakan. 4 (3): 345-349.