Anda di halaman 1dari 7

Respon Fisiologis Sapi Laktasi Akibat Modikasi Lingkungan Kandang

(Physiological Responses Of Lactating Cows By The Effect Of Environmental


Modified Barn)

Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2


1)
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang
2)
Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro, Semarang
Jalan Prof. H. Soedarto, S. H., Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275
Telp : (024) 7460024
Corresponding E-mail : dianharjanti@undip.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon fisiologis sapi laktasi akibat modifikasi
lingkungan kandang sapi perah. Materi yang digunakan adalah 8 ekor sapi perah fase laktasi.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah cross-over design yang terdiri dari 2 perlakuan
dengan 8 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian kipas angin dan nozzle sebagai
bentuk modifikasi lingkungan (T1) dan kontrol (tanpa perlakuan) (T0). Hasil penelitian menunjukkan
terjadi penurunan suhu lingkungan dari 31,41(±0,01)°C (T0) menjadi 30,49(±0,06)°C (T1) (P<0,05),
sedangkan pada suhu rektal tidak tejadi perubahan. Suhu rektal memiliki nilai T0 sebesar
38,10(±0,16)°C dan nilai T1 sebesar 38,05(±0,16)°C. Simpulan penelitian ini adalah modifikasi
lingkungan kandang menggunakan kipas angin dan nozzle memberikan pengaruh terhadap suhu
udara kandang akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap respon fisiologis ternak sapi
laktasi.

Kata Kunci: Sapi laktasi, modifikasi lingkungan, fisiologi lingkungan, fisiologi ternak

ABSTRACT
This research aims to determine the effect of dairy barn modification using air fan and
nozzle installation on the physiological responses of lactating cows. Material used were 8 lactating
dairy cows. The experimental design used was cross-over design consisting of 2 treatments with 8
replications. The treatment applied were using air fan and nozzle as a form of environmental
modification (T1) and control (without treatment) (T0). The results showed that environmental
temperature was decreased from 31,41(±0,01)°C (T0) to 30,49(±0,06)°C (T1) (P<0.05) whereas the
rectal temperature of lactating cows were not affected by the treatment. The rectal temperature for
T0 and T1 were 38,10(±0,16)°C and 38,05(±0,16)°C, In conclusion, the barn modification affects the
temperature of the environment, but did not change the physiological responses of the lactating
cows.

Keywords: Lactating cows, barn environmental modification, environmental physiology,


animal physiology

PENDAHULUAN meningkat yaitu 14,77 pada tahun 2012


Sapi perah merupakan jenis menjadi 16,84 kg/kapita/tahun (Pusat
ternak ruminansia yang dimanfaatkan Data dan Sistem Informatik
produksi susunya (Riski et al., 2016). Kementerian Pertanian, 2016). Namun
Kebutuhan konsumsi susu di Indonesia sayangnya, peningkatan konsumsi
mengalami peningkatan yang tersebut tidak diimbangi oleh pasokan
disebabkan oleh tingginya jumlah produksi susu dalam negeri. Pasokan
populasi penduduk Indonesia yang terus produksi di Indonesia dari tahun ke

76 , Vol. 37, No. 2 September 2019


tahun mengalami penurunan khusunya minum dingin, naungan, pemilihan
di Provinsi Jawa Tengah yaitu dari bahan atap kandang dan penentuan
105.516 ton pada tahun 2012 menjadi ketinggian kandang (Yani dan Purwanto,
99.607 ton pada tahun 2017 (Badan 2006).
Pusat Statistik, 2016). Akibatnya, impor Indikator yang dapat diukur yaitu
susu di Indonesia masih tergolong tinggi meliputi tingkat perubahan lingkungan
yaitu 89,18% dari jumlah produksi susu di secara fisiologis dan tingkat respon
Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2016). perubahan fisiologis tubuh ternak dari
Jenis bangsa sapi perah yang suhu rektal, frekuensi napas dan
umumnya dipelihara di Indonesia adalah frekuensi denyut jantung. Tingkat
jenis bangsa Frisian Holstein (FH). Jenis keberhasilan lainnya yaitu tingkat
sapi ini banyak dipelihara di Indonesia performa sapi perah dalam
k h u s u n y a J a w a Te n g a h k a r e n a produktivitasnya menghasilkan susu
genetiknya yang tidak jauh dengan sapi secara kuantitatif dan kualitatif.
asalnya dan telah mampu beradaptasi Lingkungan merupakan peranan
dengan iklim di Indonesia karena telah terpenting yang perlu diperhatikan dalam
terdomestikasi pada iklim tropis. menentukan permormans produktivitas
 Lingkungan merupakan salah sapi perah.
satu faktor penentu tinggi rendahnya Tujuan penelitian ini adalah untuk
tingkat produksi susu pada sapi perah. mengetahui respon fisiologis sapi laktasi
Lingkungan yang juga merupakan akibat modifikasi lingkungan kandang
indikator tingkat kenyamanan sapi perah dengan menggunakan nozzle dan kipas
yang hal tersebut dapat diukur melalui angin. Manfaat dari penelitian ini adalah
perubahan fisiologis yang terjadi pada dapat memberikan informasi tentang
tubuh sapi perah (Pasaribu et al., 2015). respon fisiologis sapi laktasi akibat
Cekaman panas yang yang dapat modifikasi lingkungan kandang dengan
membuat ternak stress mampu memicu menggunakan nozzle dan kipas angin.
beberapa faktor lain untuk menghambat Hipotesis dari penelitian ini adalah
proses pengeluaran susu. Unsur-unsur modifikasi lingkungan pada kandang
lingkungan seperti suhu, kelembaban, dapat memepengaruhi respon fisiologis
radiasi matahari dan Temperature ternak sapi perah fase laktasi.
Humidity Index (THI) merupakan aspek-
aspek utama yang diukur dalam fisiologi MATERI DAN METODE
lingkungan dalam bentuk sebagai respon Materi yang digunakan dalam
ternak secara langsung. Tingginya suhu penelitian ini adalah 8 ekor sapi perah
lingkungan di Indonesia, diyakini dengan jenis bangsa Friesian Holstein
merupakan salah satu faktor dalam (FH) dengan rata-rata bobot badan
penurunan produktivitas sapi perah 443,18±12,89 kg (CV= 0,077%) dan
dalam menghasilkan susu. memiliki produksi susu sebesar
 Lingkungan dapat dimodifikasi 5,96±0,57 liter/hari (CV= 0,19%).
dengan keadaan atau kondisi iklim asal Peralatan yang digunakan dalam
sapi perah maupun kondisi dimana penelitian ini adalah 4 buah kipas angin
lingkungan tidak melampaui batas (Sekai, Indonesia) dengan tipe HFN-950
kenyamanan sapi perah. Usaha berdiameter 23 cm dengan kecepatan
modifikasi lingkungan dengan cara 3,2 m/s dan 1 buah nozzle (Walet
memperkecil tingkat panas pada Misting, Indonesia) dengan 4 titik
lingkungan sekitar sapi perah dapat penyemprotan dengan penyemprotan
berupa pemberian kipas, pemberian air uap air berbentuk embun berukuran 0,3
menggunakan nozzle, pemberian air mm yang memiliki adaptor bertekanan

Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 77
maksimal (max pressure) sebesar 130 didapat adalah semua data keadaan
psi, berkekuatan (openflow) 1,6 lpm (liter lingkungan dan ternak sapi dalam
per menit) dengan voltase listrik arus keadaan normal (tidak mendapat
searah sebesar 24 VDC (voltage direct perlakuan) selama 2 x 24 jam (setiap 2
current) yang digunakan untuk jam). Data ini digunakan untuk
memberikan efek bentuk modifikasi menentukan waktu pemberian
lingkungan yang dipasang 1 meter diatas perlakuan yaitu menyalakan alat kipas
sapi, anemometer (China OEM, China) angin dan nozzle. Perlakuan dilakukan
untuk mengukur kecepatan angin dari pada pukul 10.00-15.00 WIB karena
kipas angin, 3 buah thermohygrometer pada waktu tersebut merupakan waktu
(HTC-2, China) yang digunakan untuk dimana suhu menunjukkan rentang
membaca suhu dan kelembaban puncak panas dalam satu hari.
lingkungan luar dan dalam kandang dan Penelitian ini menggunakan pakan
termometer klinis (Polygreen, Jerman) berupa jerami karena keterbatasan
yang digunakan untuk mengukur suhu hijauan pada musim kemarau yang
rektal sapi melalui rektum sapi. diberikan secara adlibitum dan pakan
konsentrat (Sulursari, Indonesia)
Rancangan Penelitian sebanyak 4 kg setiap hari.
Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Tahap Penelitian
cross over design. Unit percobaan yang Tahap penelitian merupakan
digunakan adalah 8 ekor sapi dengan 16 tahap pengambilan data. Data yang
kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan diambil dalam tahap ini adalah data
adalah pemberian kipas angin dan fisiologis lingkungan yaitu suhu
nozzle sebagai bentuk modifikasi lingkungan dan data fisiologis ternak
lingkungan (T1) dan perlakuan kontrol yaitu suhu rektal setiap 2 jam dalam
yaitu tanpa diberikan pemberian kipas sehari yaitu pukul 18.00, 20.00, 22.00,
angin dan nozzle (T0). Penelitian ini 24.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00, 12.00,
menggunakan 4 ekor sapi yang diberikan 14.00 dan 16.00 selama 22 hari. Data
perlakuan (T1) dan 4 ekor sapi sebagai diambil secara duplo (dua kali) yang
kontrol (T 0 ) pada 11 hari pertama digunakan sebagai validasi data. Data
(periode 1), kemudian jeda 1 hari untuk yang ditampilkan merupakan data hasil
penukaran sapi. Periode 2 dilakukan rata-rata.
pada 11 hari terakhir dilakukakan Suhu lingkungan dapat diketahui
penukaran posisi sapi yaitu 4 ekor sapi dengan cara melihat skala yang telah
sebagai kontrol diberi perlakuan dan 4 ditampilkan pada thermohygrometer
ekor sapi yang mendapat perlakuan yang diletakkan pada tiga tempat, yaitu
menjadi kontrol. satu tempat di luar kandang sebagai
suhu makro, satu tempat didalam
Tahap Pra penelitian kandang bagian wilayah perlakuan (T1)
 Tahap persiapan dimulai dengan dan satu tempat didalam kandang
cara pengambilan data fisiologi bagian wilayah perlakuan control (T0).
lingkungan untuk menentukan waktu Suhu rektal ternak sapi dapat diukur
pemberian perlakuan dan pengambilan menggunakan termometer klinis atau
sampel pakan untuk dilakukan analisis termometer rektal yang dimasukkan
proksimat untuk mengetahui kandungan pada rektum sapi. Suhu dapat dibaca
nutrien dalam pakan yang diberikan serta ketika termometer klinis memberikan
pengumpulan data kebutuhan sapi perah angka yang konstan dengan ditunjukkan
pada setiap sapinya. Data awal yang adanya suara pada alat termometer

78 , Vol. 37, No. 2 September 2019


klinis. Pengukuran suhu rektal diukur terdapat pengaruh perlakuan terhadap
selama satu menit dan dilakukan secara fisiologi ternak. Data dianalisis dibantu
duplo (dua kali). menggunakan aplikasi software SPSS
16.0. Respon fisiologi lingkungan dan
Analisis Data fisiologis ternak terdapat perbedaan
Data suhu yang diperoleh cara pengujian analisis statistiknya
dianalisis menggunakan analisis uji T dikarenakan pada respon fisiologis
pada taraf 5% menggunakan lingkungan (suhu lingkungan) tidak
independent t-test two tailed untuk mengalami proses penukaran dan
membandingkan antar perlakuan. bukan sebagai unit percobaan, namun
Sedangkan, data suhu rektal yang merupakan sebagai variabel bebas.
diperoleh dianalisis menggunakan
analisis ragam (ANOVA atau analysis of HASIL DAN PEMBAHASAN
variance) atau uji F pada taraf 5% untuk Berdasarkan hasil penelitian,
mengetahui pengaruh perlakuan untuk respon fisiologis akibat modifikasi
menganalisis pengaruh perlakuan lingkungan kandang disajikan dalam
terhadap suhu rektal. Apabila hasil P- tabel 1.
Value<0,05 (P<0,05) menunjukkan
Tabel 1. Rataan Respon Fisiologis Akbibat Modifikasi Lingkungan Kandang

*) Signifikasi pada taraf 5% (P<0,05)

Respon Suhu Udara Akibat lingkungan berupa kipas angin dan


Modikasi Lingkungan Kandang nozzle memiliki kapasitas kerja yang
 Berdasarkan Tabel 1, dapat kecil untuk memanipulasi kondisi
diketahui bahwa secara umum rataan lingkungan mendekati kondisi
penurunan suhu oleh T 0 sebesar lingkungan normal sapi perah di lokasi
31,41±0,053°C menjadi T 1 sebesar penelitian yang memiliki suhu yang
30,49±0,279°C ini menunjukkan ekstrim. Kapasitas kerja yang
pemberian perlakuan modifikasi dimaksudkan adalah ukuran kipas angin
lingkungan memberikan pengaruh yang yang terlalu kecil dan tekanan pompa
signifikan (P<0,05) terhadap suhu mikro nozzle yang kurang kuat dalam
lingkungan kandang. Pemberian memberikan efek modifikasi lingkungan
modifikasi lingkungan membuktikan suhu kandang.
udara dalam kandang dapat turun secara  Faktor lain yang mempengaruhi
signifikan. Meskipun hasil menunjukkan nilai tingginya suhu dalam kandang
terdapat signifikasi namun data yang penelitian adalah suhu makro kandang
ditunjukkan rataan nilai setelah diberi yang ekstrim panas dan atap kandang
perlakuan masih menunjukkan angka yang bersifat menyerap panas. Atap
diatas rataan ideal suhu udara kandang yang digunakan adalah
lingkungan untuk sapi perah. Menurut berbahan asbes yang mana asbes
Ya n i d a n P u r w a n t o ( 2 0 0 6 ) , s u h u bersifat menyerap panas sehingga akan
lingkungan yang ideal atau suhu nyaman menambah beban panas dalam
sapi perah pada daerah tropis seperti kandang. Menurut Yani dan Purwanto
o
Indonesia yaitu berkisar antara 23-28 C. (2006), pemilihan atap kandang sangat
Hal ini disebabkan karena pemberian berpengaruh terhadap kondisi dan
perlakuan berupa alat modifikasi fisiologis suhu di dalam kandang

Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 79
sehingga dalam pemeliharaan sapi perah rektal atau suhu tubuh, sedangkan untuk
sebaiknya memilih atap kandang yang mengetahui tingkat pembuangan panas
mampu memantulkan dan menyerap (heat loss) dapat diketahui melalui suhu
radiasi sehingga dapat mengurangi kulit, frekuensi nafas dan denyut jantung.
proses perpindahan panas ke dalam Berdasarkan penelitian Kartiko (2019)
kandang. Selain itu, faktor yang yang menunjukkan tidak adanya
menyebabkan kecilnya kapasitas kerja signifikasi atau perubahan pada
alat modifikasi lingkungan kandang frekuensi napas dan denyut nadi akibat
adalah tipe kandangnya sendiri. modifikasi lingkungan kandang. Hal ini
Kandang yang digunakan dalam juga saling beterkaitan antara tidak
penelitian berupa kandang dengan adanya signifikasi atau perubahan pada
model semi terbuka (barn terbuka) suhu rektal. Respon fisiologis
sehingga dapat menyebabkan merupakan satu kesatuan yang saling
pemberian perlakuan modifikasi mempengaruhi dan memiliki
lingkungan tidak memberikan dampak mekanisme.
secara langsung ke ternak. Mekanisme peningkatan suhu
tubuh dimulai dari proses penyerapan
Respon Suhu Rektal Akibat panas dari lingkungan, kemudian ternak
Modikasi Lingkungan Kandang secara langsung terpapar cekaman
 Berdasarkan Tabel 1, dapat panas sehingga akan meningkatkan
diketahui bahwa secara umum rataan frekuensi napas, denyut nadi dan suhu
nilai suhu rektal sapi perah laktasi pada T0 rektal sebagai bentuk upaya
sebesar 38,10±0,43ºC dan T1 sebesar pengeluaran panas dari dalam tubuh.
38,05±0,42ºC. Pemberian perlakuan ini Suhu rektal merupakan suatu bentuk
tidak memberikan pengaruh yang gambaran dari suhu tubuh atau dapat
signifikan terhadap suhu rektal ternak dikatakan bahwa pengukuran suhu
sapi perah fase laktasi. Berdasarkan tubuh dapat diukur melalui suhu rektal
rataan nilai tersebut menunjukkan bahwa sapi laktasi. Menurut Cunningham dan
masing-masing perlakuan merupakan Klein, (2007), mekanisme respon
nilai suhu normal bagi sapi laktasi. fisiologis diawali dari lingkungan yang
Menurut Utomo (2009), sapi perah kemudian jatuh langsung mengenai kulit
periode laktasi memiliki rataan normal sehingga akan direspon oleh syaraf
suhu rektal adalah sebesar 37,3-38,3˚C sebagai stimulus dan kemudian
dan suhu tersebut mencapai puncak dilanjutkan menuju hipotalamus,
pada pukul 12.00 WIB dan akan kemudian hipotalamus akan
berangsur menurun setelah pukul 16.00 memerintahkan organ tertentu untuk
WIB. Meskipun, suhu udara dalam mensekresikan hormon kortikosteroid
perlakuan menunjukkan diatas normal pada kelenjar adrenal (HPA-Axis) yang
suhu ideal sapi perah, namun suhu rektal akan mempengaruhi kerja jantung untuk
yang ditunjukkan pada data masih pada memompa lebih cepat sehingga
kisaran normal. Hal ini disebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida
karena sudah beradaptasinya sapi ini menjadi lebih cepat yang dilakukan
yang telah dipelihara cukup lama pada melalui peningkatan frekuensi
lingkungan penelitian. pernapasan.
Suherman et al. (2013) Selain itu, perolehan panas (heat
berpendapat ternak dapat diketahui gain) juga dapat disebabkan oleh faktor
status suhu kritisnya yaitu dengan dalam tubuh. Proses penghasilan panas
mengetahui suhu tubuh yang dari dalam tubuh diakibatkan oleh hasil
diestimasikan dari pengukuran suhu metabolisme tubuh seperti proses

80 , Vol. 37, No. 2 September 2019


degradasi suatu bahan pakan. Menurut panas ke suhu tubuh.
Naiddin et al. (2010), respon fisiologis
ternak meliputi suhu rektal, frekuensi KESIMPULAN DAN SARAN
denyut nadi dan frekuensi napas dapat Simpulan dari hasil dan
dipengaruhi salah satunya dari pakan. pembahasan penelitian ini adalah
Konsumsi pakan akan meningkat ketika modifikasi lingkungan kandang
ternak nyaman. Berdasarkan penelitian menggunakan kipas angin dan nozzle
Naqiyya et al. (2019) menyebutkan memberikan pengaruh terhadap suhu
bahwa adanya pengaruh peningkatan lingkungan akan tetapi tidak
konsumsi pakan akibat perlakuan memberikan pengaruh terhadap respon
modifikasi lingkungan kandang. Pakan fisiologis sapi laktasi.
yang digunakan sebagai pemenuhan Saran dari penelitian ini adalah
kebutuhan hidup pokok dan juga sebagai sebaiknya ada penelitian lebih lanjut
produktivitas susu ternak sapi perah mengenai perlakuan pemberian
akan mengalami proses pencernaan modifikasi lingkungan kandang dan
yang panjang. Pada dasarnya sebaiknya penelitian dilakukan dengan
peningkatan konsumsi pakan akan memperpanjang waktu atau periode
meningkatkan laju metabolisme penelitian.
yangmana metabolisme akan
menyebabkan peningkatan suhu rektal. DAFTAR PUSTAKA
Namun, dalam penelitian ini
menunjukkan peningkatan konsumsi Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi
tidak menyebabkan peningkatan panas Susu Segar Menurut Provinsi
pada suhu tubuh dalam keadaan kondisi 2009-2018. Badan Pusat
dingin (kondisi perlakuan). Hal ini juga Statistik, Jakarta.
diakibatkan pada masa penelitian
menggunakan pakan jerami. Cunningham, J. G. dan B. G. Klein.
Pada penelitian Nugraheni et al. 2007. Veterinary Physiology.
(2019) menyebutkan bahwa tidak Saunders Elsevier, Missouri.
adanya pengaruh akibat modifikasi
lingkungan kandang terhadap tingkat Kartiko, M. A. 2019. Respon Fisiologis
kecernaan. Efektivitas panas yang Sapi Laktasi Akibat Modifikasi
dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi Lingkungan Kandang di
berupa pakan jerami adalah rendah. Teaching Farm Sapi Perah FPP
Menurut Wanapat et al. (2013), limbah UNDIP. Fakultas Peternakan
pertanian berupa jerami memiliki dan Pertanian, Universitas
kandungan nutrient yang rendah Diponegoro, Semarang.
sehingga memiliki kecernaan yang (Skripsi)
rendah pula pada sistem pencernaan
ternak ruminansia. Hal ini menunjukkan Naiddin, A., M. N. Rokhmat, S.
kecernaan pada sapi tidak terdegradasi Dartosukarno, M. Arifin dan A.
dengan sempurna, sehingga hasil Purnomoadi. 2010. Respon
metabolisme pakan tidak banyak fisiologis dan profil darah sapi
menghasilkan panas. Kejadian seperti ini Peranakan Ongole (PO) yang
menunjukkan bahwa pembuangan diberi pakan ampas teh dalam
panas dari sapi tersebut lebih sedikit level yang berbeda. Dalam: L. H.
dibandingkan perolehan panas yang Prasetyo, L Natalia, dan S.
didapatkan sehingga perlakuan Iskandar (Editor). 2010.
memberikan penurunan perolehan Prosiding Seminar Nasional

Moch. Azmy Kartiko1, Priyo Sambodho2 dan Dian Wahyu Harjanti2 : Respon Fisiologis Sapi Laktasi 81
Te k n o l o g i P e t e r n a k a n d a n Suherman, D., B. P. Purwanto, W.
Veteriner. Bogor 3–4 Agustus Manalu dan I. G. Permana. 2013.
2010. Badan Penelitian dan Model penentuan suhu kritis pada
Pengembangan Peternakan, sapi perah berdasarkan
Bogor. Hal. 217–223. kemampuan produksi dan
manajemen pakan. J. Sain
Naqiyya, M., S. M. Sayuthi dan P. Peternakan Indonesia. 8 (2): 121-
Sambodho. 2019. Pengaruh 138.
modifikasi lingkungan terhadap
jumlah konsumsi pakan dan Utomo, B. D. P. Miranti, dan G. C. Intan.
minum sapi perah Peranakan 2009. Kajian termoregulasi sapi
Frisian Hosltein di Teaching Farm perah periode laktasi dengan
sapi perah FPP UNDIP. (Belum introduksi teknologi peningkatan
Dipublikasikan) kualitas pakan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan
Nugraheni, S., R. Hartanto dan D. W. d a n Ve t e r i n e r : Te k n o l o g i
Harjanti. 2019. Kecernaan pakan P e t e r n a k a n d a n Ve t e r i n e r
sapi laktasi akibat modifikasi Mendukung Industrialisasi
lingkungan kandang di Teaching Sistem Pertanian untuk
Farm sapi perah FPP UNDIP. Meningkatkan Ketahanan
(Belum Dipublikasikan) Pangan dan Kesejahteraan
Peternak. Bogor, 13 -14 Agustus
Pasaribu, A., Firmansyah dan N. Idris. 2009. Hal. 263 – 268.
2015. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006.
sapi perah di Kabupaten Karo, Pengaruh iklim mikro terhadap
Provinsi Sumatera Utara. J. Ilmu- respon fisiologis sapi peranakan
Ilmu Peternakan. 18 (1): 28-35. Fries Holland dan modifikasi
lingkungan untuk meningkatkan
Pusat Data dan Sistem Informatik produktivitasnya. J. Media
Pertanian. 2016. Outlook Susu Peternakan. 29 (1): 35-46.
Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan. Kementerian Wanapat, M., S. Kang, N. Hankla dan K.
Pertanian Indonesia, Jakarta Phesatcha. 2013. Effect of rice
straw treatment on feed intake,
Riski, P., B. P. Purwanto dan A. Atabany. rumen fermentation, and milk
2016. Produksi dan kualitas susu production in lactating dairy
sapi FH laktasi yang diberi pakan cows. African Journal of
daun pelepah sawit. J. Ilmu Agricultural Research. 8 (17):
Produksi dan Teknologi Hasil 1677- 1687.
Peternakan. 4 (3): 345-349.

82 , Vol. 37, No. 2 September 2019

Anda mungkin juga menyukai