20 (1): 1-7
ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460-3716
Pengaruh Perbedaan Sumber Energi Pakan (Jagung dan Pollard) terhadap Respon
Fisiologis Kelinci New Zealand White Betina
The Effect of Differences in Feed Sources of Energy (Corn and Pollard) on Physiological
Response of New Zealand White Female's Rabbit
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengkaji respon fisiologis kelinci New Zealand White betina yang
memperoleh pakan pelet dengan sumber energi yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei - Juli 2016 bertempat di Meteseh, Tembalang, Semarang. Materi yang digunakan adalah 18 ekor
kelinci New Zealand White betina umur 4–5 bulan dengan rata-rata bobot badan 1,97 ± 0,32 kg
(CV=16,65%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3
perlakuan dan 6 ulangan. Parameter yang diamati adalah respon fisiologis meliputi denyut nadi,
frekuensi napas dan suhu rektal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan pelet dengan
sumber energi pakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap respon fisiologis ternak. Respon
fisiologis kelinci New Zealand White hasil penelitian dalam kondisi normal. Rata-rata denyut nadi,
frekuensi napas dan suhu rektal kelinci New Zealand White berturut-turut 140 kali/menit, 80 kali/menit
dan 38,17ᴼC. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan pemberian sumber energi
pakan pada kelinci New Zealand White betina menghasilkan respon fisiologis yang sama dan dalam
kisaran normal.
Kata kunci: kelinci New Zealand White, pakan sumber energi, respon fisiologis
ABSTRACT
The aim of this research was to examine the physiological response of New Zealand White female
rabbits which obtain pellet feed with different energy sources (corn and pollard). This research was
conducted from May until July 2016 at Meteseh, Tembalang, Semarang. The material used was 18 New
Zealand White females rabbits aged 4-5 months with an average body weight of 1.97 ± 0.32 kg (CV =
16.65%). The experimental design used was a complete randomized design with 3 treatments and 6
replication. The parameters observed in this study were physiological response including pulse, breath
frequency, and rectal temperature. The results showed that the treatment of different sources of feed
energy did not affect the physiological response of livestock. The physiological response of New Zealand
White rabbits which were fed with different energy sources (corn and pollard) is still in normal
condition. The average pulse rate, respiratory rate and rectal temperature of New Zealand White rabbits
were 140 times/min, 80 times/min and 38.17 ° C, respectively. Based on the results of this study it can be
concluded that the treatment of feed energy source produces the same physiological responses of female
New Zealand White rabbit and within the normal range.
Keywords: different energy sources, physiological response, New Zealand White Rabbit
mencapai 5,44 kg dan mampu menghasikan Zealand White betina yang memperoleh
anak sekelahiran 10–12 ekor. Produktivitas pakan pelet dengan sumber energi yang
ternak kelinci dipengaruhi oleh faktor berbeda. Manfaat yang diharapkan dari
genetik lingkungan, pakan dan penyakit. penelitian ini adalah memperoleh informasi
Permasalahan yang dihadapi pada mengenai pengaruh pemberian pakan
pemeliharaan kelinci di daerah beriklim sumber energi terhadap respon fisiologis
panas adalah cekaman panas, kualitas pakan kelinci NZW, sehingga dapat memberikan
rendah dan mudah terserang penyakit rekomendasi kepada peternak mengenai
(Nuriyasa et al., 2014). pakan sumber energi yang baik untuk kelinci
Pakan mengandung zat nutrisi berupa secara fisiologis.
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan METODE
dan produktivitas ternak. Pakan dengan
sumber energi yang berbeda dapat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
mempengaruhi kondisi fisiologis kelinci Mei-Juli 2016, di daerah Meteseh,
karena perbedaan proses fermentasi atau Tembalang, Semarang.
metabolisme pakan dalam tubuh ternak. Materi penelitian
Jagung dan pollard merupakan bahan pakan Materi yang digunakan dalam
yang tinggi akan kandungan energi. penelitian adalah 18 ekor kelinci NZW
Kandungan nutrisi jagung adalah 86% bahan betina umur 4–5 bulan dengan rata-rata
kering (BK), abu 3,3%, lemak 6,9%, serat bobot badan 1,97 ± 0,32 kg (CV=16,65%).
kasar (SK) 4,3%, bahan ekstrak tanpa Pakan yang diberikan berupa pelet yang
nitrogen (BETN) 61,8% dan protein kasar disusun dengan kandungan PK 16% dan
(PK) 9,7%, sedangkan kandungan nutrisi digestible energy (DE) 2.500 kkal/kg (iso
pollard adalah BK 86%, abu 5,2%, lemak protein dan iso energi). Bahan pakan
3,5%, SK 15,7%, BETN 51,9% dan PK penyusun pelet berupa jagung dan/atau
12,9% (Hartadi, 1997). pollard, bungkil kedelai, molasses, garam,
Respon fisiologis merupakan indikator arang aktif, wheat bran, dedak kasar dan
bagi ternak apakah ternak dalam kondisi dedak halus. Komposisi bahan pakan
normal atau tidak yang dipengaruhi oleh penelitian terdapat dalam Tabel 1, sedangkan
beberapa faktor di antaranya pakan dan kandungan nutrisi pakan pelet dapat dilihat
temperatur lingkungan. Respon fisiologis pada Tabel 2. Alat yang digunakan pada
menurut Naiddin et al. (2010) merupakan penelitian ini adalah stetoscop untuk
aktivitas fisiologis dalam tubuh ternak mengukur denyut nadi ternak, stopwatch
meliputi denyut nadi, frekuensi napas dan untuk mengukur frekuensi napas ternak,
suhu rektal yang dipengaruhi oleh konsumsi thermometer klinis untuk mengukur suhu
pakan. Peningkatan produksi panas dalam rektal ternak serta thermohigrometer untuk
tubuh akibat dari proses metabolisme pakan mengukur suhu dan kelembapan dalam dan
menyebabkan ternak akan mempertahankan luar kandang.
temperatur tubuhnya melalui proses
Metode penelitian
termoregulasi (Frandson, 1992), sehingga
Penelitian menggunakan rancangan
ternak tetap dalam kondisi normal.
acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan
Pelepasan panas tubuh ditandai dengan
6 ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu
meningkatnya denyut jantung dan frekuensi
TI = (jagung), T2 = (pollard) dan T3 =
napas. Peningkatan frekuensi napas
(jagung+pollard). Parameter yang diamati
bertujuan untuk membantu mengendalikan
adalah respon fisiologis meliputi denyut
suhu tubuh. Suhu rektal merupakan respon
nadi, frekuensi napas dan suhu rektal.
terakhir dari gambaran kondisi fisiologis
Parameter pendukung yaitu konsumsi bahan
seekor ternak.
kering (BK) pakan, konsumsi energi, suhu
Penelitian ini bertujuan untuk
dan kelembaban kandang. Penelitian
mengkaji respon fisiologis kelinci New
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap
Tabel 3. Konsumsi BK dan konsumsi energi pakan pada kelinci New Zealand White betina.
Perlakuan
Parameter
T1 T2 T3
Konsumsi BK Pakan (g/hari) 77,88 78,68 78,97
Konsumsi Energi (kkal/g) 307,69 315,99 343,29
Konsumsi energi pada kelinci NZW dan Purwanto (2015) bahwa pakan yang
betina yang diberi pakan dengan sumber dikonsumsi ternak bisa berpengaruh
energi jagung dan atau pollard tidak tidak meningkatkan laju produksi panas dalam
berbeda nyata (Tabel 3) dengan rata-rata tubuh atau disebut juga dengan efek
sebesar 322,34 kkal/g. Konsumsi energi kalorigenik pakan dan untuk
kelinci NZW pada penelitian tergolong mempertahankan kondisi homeostasis,
rendah dengan rata-rata 322,34 kkal/kg ternak memerlukan energi yang cukup. Suhu
dibandingkan dengan penelitian Rizqiani dan kelembaban rata-rata kandang penelitian
(2011) sebesar 46,17-62,74 g/ekor/hari. sebesar 27,69ᴼC dan 79%. Suhu dan
Konsumsi energi pakan dipengaruhi oleh kelembaban tersebut masih dalam zona
besar kecilnya konsumsi BK. Pakan sumber nyaman bagi ternak kelinci sebesar 21,87–
energi merupakan komponen penting bagi 31,13ºC dan 80-86% (Kamal et al., 2010),
tubuh ternak yang digunakan untuk hidup sehingga menyebabkan respon fisiologis
pokok dan pertumbuhan. Ternak kelinci ternak kelinci yang normal. Hal ini karena
mampu memanfaatkan pakan sumber energi suhu dan kelembaban kandang
yang berasal dari hijauan maupun konsentrat mempengaruhi respon fisiologis ternak.
karena sistem pencernaan yang sederhana Denyut Nadi
dengan cecum yang besar (Blakely dan Rata-rata denyut nadi kelinci NZW
Bade, 1994). Menurut Tillman et al. (1998) betina hasil penelitian perlakuan T1 (143
defisiensi energi dapat menyebabkan kali/menit), T2 (137 kali/menit) dan T3 (140
turunnya bobot badan sehingga pertambahan kali/menit) pada suhu dan kelembapan
bobot badan ternak terhambat. sebesar 27,69ᴼC dan 79% menunjukkan
Respon Fisiologis Kelinci New Zealand berbeda tidak nyata. Denyut nadi kelinci
White tersebut termasuk normal dengan rata-rata
Respon fisiologis ternak hasil 140 kali/menit. Denyut nadi kelinci yang
penelitian meliputi denyut nadi, frekuensi normal disebabkan oleh suhu dan
napas dan suhu rektal pada kelinci NZW kelembaban kandang yang optimal. Suhu
betina yang memperoleh pakan dengan dan kelembaban kandang penelitian
sumber energi berbeda ditampilkan pada termasuk normal. Menurut Nursita et al.
Tabel 2. Analisis statistik menunjukkan (2013) bahwa suhu dan kelembapan optimal
bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata bagi ternak kelinci yaitu 25ᴼC dan 80%.
terhadap respon fisiologis ternak. Respon Penelitian Arrington dan Kelley (1976)
fisiologis kelinci New Zealand White yang menunjukkan bahwa denyut nadi kelinci
mendapat pakan dengan sumber energi normal berkisar antara 123-304 kali/menit
berbeda dalam kondisi normal. Hal ini dengan rata-rata 205 kali/menit. Pakan
karena konsumsi BK dan energi yang (pelet) yang disusun dengan kandungan PK
berbeda tidak nyata. Pakan sumber energi dan DE yang sama dengan bahan pakan
baik dari jagung dan atau pollard yang sumber energi berbeda tidak mempengaruhi
masuk ke dalam tubuh ternak menghasilkan denyut nadi kelinci. Kelinci yang mendapat
panas hasil dari proses metabolisme. Namun ketiga perlakuan pakan mendapat tambahan
oleh ternak, panas tersebut digunakan untuk beban panas yang sama yang berasal dari
mempertahankan kondisi homeostasis. Hal energi pakan yang berbeda sehingga proses
ini sesuai dengan pendapat dari Suherman thermoregulasi tubuh berjalan normal, hal ini
Tabel 4. Denyut nadi, frekuensi napas dan suhu rektal kelinci New Zealand White betina yang
memperoleh pakan sumber energi berbeda.
Perlakuan
Parameter
T1 T2 T3
Denyut Nadi (kali/menit) 143,00 137,00 140,00
Frekuensi Napas (kali/menit) 81,00 80,00 80,00
Suhu Rektal (ᴼC) 38,12 38,28 38,12
dikarenakan konsumsi BK dan energi juga metabolis kelinci yang dihasilkan oleh
tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dinyatakan sumber energi pakan yang berbeda diduga
bahwa kemampuan ternak dalam melepas tidak berbeda karena konsumsi energi kelinci
panas hampir sama. Suherman dan Purwanto berbeda tidak nyata. Denyut nadi yang
(2015) menyatakan bahwa konsumsi energi normal menjadi indikasi frekuensi napas
yang tinggi, produksi panas ternak semakin yang normal pula. Menurut Nuriyasa et al.
tinggi pula diakibatkan energi yang berasal (2014) bahwa mempercepat laju respirasi
dari ransum merupakan tambahan beban merupakan cara yang paling efektif untuk
panas. menyeimbangkan panas tubuh. Faktor lain
Frekuensi Napas yang dapat menyebabkan peningkatan laju
Frekuensi napas kelinci NZW betina respirasi pada ternak kelinci yaitu ternak
perlakuan T1 (81 kali/menit), T2 (80 dalam keadaan ketakutan yaitu mencapai
kali/menit) dan T3 (80 kali/menit) 200-300 kali/menit (Nursita et al., 2013).
menunjukkan berbeda tidak nyata. Frekuensi Suhu Rektal
napas ternak kelinci New NZW betina Suhu rektal mewakili temperatur
tersebut termasuk normal dengan rata-rata 80 seluruh bagian tubuh ternak karena
kali/menit. Frekuensi napas dipengaruhi oleh merupakan hasil rata-rata pengukuran semua
suhu dan kelembaban kandang. Suhu dan jaringan tubuh (Esmay, 1978). Suhu rektal
kelembaban yang optimal akan kelinci New Zealand White betina perlakuan
menghasilkan frekuensi napas ternak yang T1 (38,12ᴼC), T2 (38,28ᴼC) dan T3
normal. Suhu dan kelembaban yang tinggi (38,12ᴼC) menunjukkan berbeda tidak nyata.
menyebabkan ternak mempercepat proses Suhu rektal ternak kelinci tersebut termasuk
pelepasan panas dengan cara evaporasi dari dalam kisaran normal dengan rata-rata
saluran pernafasan. Nursita et al. (2013) 38,17ᴼC. Hal ini dikarenakan suhu dan
menyatakan bahwa frekuensi napas kelinci kelembaban kandang dalam keadaan normal.
berkisar antara 70 – 76 kali/menit, Menurut Arrington dan Kelley (1976) suhu
sedangkan frekuensi napas kelinci menurut rektal yang normal pada ternak kelinci
Arrington dan Kelley (1976) sebesar 36-56 sebesar 38,94ᴼC. Perlakuan pakan sumber
kali/menit dengan rata-rata 46 kali/menit. energi yang berbeda tidak mempengaruhi
Frekuensi napas kelinci penelitian tergolong suhu rektal kelinci NZW betina. Menurut
lebih tinggi daripada penelitian dari Nuriyasa et al. (2014) apabila perlakuan
Arrington dan Kelley (1976), hal ini ransum yang berbeda tidak mempengaruhi
dikarenakan perbedaan iklim yaitu iklim suhu rektal, hal ini mengindikasikan bahwa
tropis dan subtropis. Kelinci penelitian hidup panas metabolisme yang dihasilkan dari
di daerah beriklim tropis sehingga sumber energi pakan yang berbeda oleh
menghasilkan frekuensi napas yang lebih ternak kelinci belum berpengaruh pada suhu
tinggi. Perlakuan sumber energi yang rektal. Panas pada tubuh kelinci yang terukur
berbeda tidak mempengaruhi frekuensi sebagai suhu rektal berasal dari panas
napas ternak kelinci. Mardiono (2016) metabolisme dan panas dari lingkungan.
menyatakan bahwa frekuensi napas Menurut pendapat Suherman dan Purwanto
dipengaruhi oleh produksi panas metabolis (2015) suhu rektal ternak akan mencapai
dan frekuensi denyut nadi. Produksi panas lebih dari 40ºC pada suhu lingkungan yang
Suherman, D. dan B.P. Purwanto. 2015. (PFH) yang diberi pakan pollard dan
Respon fisiologis sapi perah dara Fries bekatul. Jurnal Protein. 15 (2): 141–
Hollad yang diberi konsentrat dengan 147.
tingkat energi berbeda. Jurnal Sains Tillman, A.D., S. Reksohadiprojdo, S.
Peternakan Indonesia. 10 (1): 13–21. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S.
Susanti, S. dan E. Marhaeniyanto. 2007. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan
Kecernaan, retensi nitrogen dan Ternak Dasar. Edisi ke-6. Gadjah
hubungannya dengan produksi susu Mada University, Yogjakarta.
pada sapi peranakan Friesian Holstein