Anda di halaman 1dari 7

RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN

PORTABLE DI BALAI BESAR 1


PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi perah merupakan penghasil utama susu untuk konsumsi manusia.

Susu hanya didapatkan pada akhir siklus reproduksi dan sangat tergantung pada

sekresi sejumlah hormon yang diatur oleh sistem neuroendokrin (Senger, 2003).

Proses pengeluaran susu yang disebut dengan ejeksi susu atau Milk Let Down,

memerlukan aktivitas sensoris, aktivitas saraf, aktivitas hormon oksitosin,

kontraksi sel mioepitel dan transfer mekanis susu dari alveoli hingga ke puting

susu (Senger, 2003; Bruckmaier, 2005). Ejeksi susu memerlukan suatu

lingkungan bebas stres emosional untuk sapi perah dalam mencapai pelepasan

oksitosin berkelanjutan untuk pengeluaran susu hingga pengosongan ambing

selesai (Bruckmaier, 2005).

Proses pemerahan dapat membuat stres pada sapi perah yang terlihat dari

peningkatan kadar kortisol, sedangkan menyusui anakan tidak demikian (Lupoli et

al., 2001). Efek perlawanan terhadap pemerahan tercermin oleh peningkatan

kortisol darah selama pemerahan sekitar 15 ng/mL (Rushen et al., 2001) sampai

25 ng/mL (Hopster et al., 2002; Negrao et al., 2004), meskipun hasil nilai kortisol

dari mesin pemerah susu lebih rendah dari pemerahan tangan yang berkisar antara

25 ng/ml sampai 27,6 ng/ml (Gorewit et al., 1992). Stres selama pemerahan tidak

hanya mengganggu kesejahteraan hewan namun juga berefek negatif pada ejeksi

susu, menghasilkan peningkatan sisa susu yang dapat berpengaruh negatif pada
RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 2
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kesehatan (Rushen et al., 2001) dan juga peningkatan resiko perlukaan ambing

(Hemsworth et al., 1989; Bruckmaier 2005).

Keuntungan penggunaan mesin perah adalah meningkatkan efektifitas dan

efisiensi dari pemerahan dan tenaga kerja (White et al., 2006). Secara normal,

mesin perah menimbulkan pelepasan oksitosin dan ejeksi susu melalui reflek

neuroendokrin, tetapi mesin perah terkadang dapat menimbulkan stres dan

menyebabkan pengurangan produksi susu (Tancin et al., 1995). Sampai saat ini,

telah banyak dilaporkan efek pemerahan menggunakan mesin perah pada

Automatic Milking System (AMS) dan Tandem Parlor Milking System (TMS).

Beberapa studi menemukan peningkatan kadar kortisol pada sapi perah

menggunakan AMS daripada TMS (Hopster et al., 2002; Wenzel et al., 2003;

Hagen et al., 2004), sementara yang lain tidak menemukan perbedaan (Gigax et

al., 2006). Tingkah laku kegelisahan seperti melangkah, mengangkat kaki dan

menendang, lebih tinggi pada AMS daripada TMS (Wenzel et al., 2003),

sementara yang lain tidak menemukan perbedaan seperti itu (Hopster et al., 2002).

Wenzel et al. (2003) dan Hagen et al. (2004, 2005) melihat adanya tanda stres

pada AMS, sedangkan Hopster et al. (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan dalam hal kesejahteraan hewan antara sapi yang diperah dengan AMS

dan TMS.

Manajemen sistem pemerahan otomatis sama sekali tidak membutuhkan

kehadiran manusia, sedangkan manajemen sistem pemerahan parlor masih

memungkinkan terjadinya interaksi manusia dan hewan. Menurut Rushen et al.

(2001), kehadiran manusia dapat menurunkan beberapa tingkah laku kegelisahan


RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 3
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan detak jantung pada sapi yang diperah pada tempat asing. Meski demikian

penanganan yang kasar pada sapi dapat menyebabkan sapi menjadi ketakutan

terhadap orang tersebut yang berakibat pada peningkatan residual susu dan

pengurangan produksi susu (Rushen et al., 1999a).

Di Indonesia sistem pemerahan sebagian besar masih dilakukan secara

manual meskipun sekarang sudah ada beberapa peternakan yang menggunakan

mesin perah. Salah satu peternakan yang sudah menggunakan mesin perah adalah

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)

Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah. Selain menggunakan mesin perah tandem

parlor, peternakan tersebut juga menggunakan mesin perah portable. Penggunaan

mesin perah portable pada sapi multipara dapat meningkatkan kadar kortisol

hingga 15 ng/ml (Rushen et al, 2001), sedangkan pada sapi primipara dapat

menimbulkan stres pada awal laktasi (Reenen et al, 2002). Oleh karena itu perlu

dilakukan penelitian mengenai efek penggunaan mesin perah portable yang

sesuai dengan prosedur pemerahan yang digunakan di Indonesia terhadap respon

fisiologis dan tingkah laku sapi perah.

Perumusan Masalah

Pemerahan tampaknya dapat membuat stres yang terlihat dari peningkatan

kortisol. Sistem pemerahan sapi di Indonesia dilakukan secara manual ataupun

menggunakan mesin perah baik tandem atau portable. Mesin perah terkadang

dapat menimbulkan stres dan menyebabkan pengurangan produksi susu. Mesin

perah baik tandem atau portable dinilai dapat meningkatkan efektifitas dan
RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 4
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

efisiensi dari pemerahan dan tenaga kerja, namun permasalahannya bagaimana

respon fisiologis dan tingkah laku sapi yang ditimbulkan akibat penggunaan

mesin perah portable tersebut masih belum diketahui.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui efek pemerahan susu menggunakan mesin perah portable terhadap

kadar kortisol serum darah.

2. Mengevaluasi dan menghitung rasio Neutrofil/Limfosit (N/L) sebagai indikator

stres.

3. Mengevaluasi tingkah laku hewan selama proses pemerahan menggunakan

mesin perah portable dan mengkaji hubungannya dengan kadar kortisol serum

darah.

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis :

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai penambah kepustakaan

yang berhubungan dengan proses pemerahan menggunakan mesin perah portable

dan pengaruhnya pada respon fisiologis dan tingkah laku sapi perah yang dilihat

dengan perubahan kadar kortisol darah, rasio N/L dan tingkah laku hewan.
RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 5
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Manfaat praktis :

1. Manfaat bagi masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat mengetahui efek pemerahan susu terhadap

kondisi fisiologis dan tingkah laku hewan ternaknya. Langkah selanjutnya

yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi kembali manajemen

pemerahan susu yang selama ini digunakan untuk mencegah timbulnya

stres pada sapi perah.

2. Manfaat bagi pemerintah

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah,

bahwa proses pemerahan susu yang selama ini dilakukan dapat

mempengaruhi fisiologis dan tingkah laku hewan ternak. Perubahan

tersebut dapat dilihat dari kadar kortisol dan rasio N/L dalam darah, dan

juga terjadi perubahan tingkah laku ternak. Hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan manajemen

pemerahan yang terbaik untuk mengurangi stres pada sapi perah.

Keaslian Penelitian

Sapi primipara yang diperah dengan metode pemerahan Tandem Parlor

Milking System (TMS) dan Automated Milking System (AMS) pernah dikaji oleh

Hopster et al. (2002). Hasil penelitian Hopster et al. (2002) menunjukkan tidak

ada perbedaan jumlah melangkah selama proses pemerahan antara sapi AMS (4,7)

dan sapi TMS (8,0). Tidak ada sapi yang menendang selama persiapan ambing

dan selama pemerahan. Konsentrasi kortisol plasma meningkat secara siginikan


RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 6
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dari baseline, hingga mencapai konsentrasi maksimal 27,2 ng/ml pada sapi AMS

dan 21,0 ng/ml pada sapi TMS.

Wenzel et al. (2003) mempelajari tingkah laku menendang dan respon

stres pada sapi selama pemerahan pada double-sided parlor dengan menghitung

jumlah tendangan sapi dan mengukur konsentrasi kortisol susu. Hasilnya tingkah

laku menendang pada ketiga fase pemerahan lebih sering terjadi pada AMS

daripada double-sided parlor. Perbedaan signifikan untuk tahap persiapan ambing

(t=2.690; d.f. 31; P≤0,05) dan sangat signifikan untuk pemerahan inti (t=5.064;

d.f. 27; P≤0,01) dan diakhir pemerahan (t=4.820; d.f. 28; P≤0,01). Tingkah laku

menendang jarang terjadi dan tidak ada perbedaan antara kedua sistem

pemerahan. Kortisol susu sapi AMS lebih tinggi daripada sapi double-sided

parlor baik pemerahan pagi hari (t=3.165; d.f. 18; P≤0,01), ataupun pemerahan

sore hari (t=1,68; d.f. 26; P≤0,05). Namun, Gygax et al. (2006) mendapatkan hasil

yang berbeda pada konsentrasi kortisol susu sapi yang diperah dengan sistem

AMS dan Auto-Tandem Milking Parlor (ATM). Hasilnya tidak terdapat

perbedaan kortisol susu pada sapi yang diperah dengan AMS dan maupun dengan

ATM (AMSpartially forced: 1,15±0.07; AMSfree cow traficc: 1,02±0.12; ATM:

1,01±0.16 nmol/l).

Efek pemerahan menggunakan mesin perah portable telah diteliti pada

sapi perah multipara (Runshen et al., 2001) dan sapi primipara (Reenen et al.,

2002). Runshen et al. (2001) mengambil darah setiap 15 menit sekali

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kortisol pada pemerahan sapi

yang diperah di tempat biasanya dari 5 ng/ml menjadi 15 ng/ml pada menit ke-45
RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU SAPI YANG DIPERAH MENGGUNAKAN MESIN
PORTABLE DI BALAI BESAR 7
PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL-HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO
NURINA TITISARI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

setelah pemerahan, sedangkan sapi yang diperah di ruangan isolasi dengan kontak

manusia naik menjadi 20 ng/ml dan tanpa kontak manusia naik menjadi 25 ng/ml.

Kejadian menendang secara signifikan lebih tinggi (P<0,001) pada pemerahan

kontrol (5,47±0,44 min-1) daripada ruangan terisolasi (0,84±0,44 min-1). Kejadian

melangkah berbeda sangat signifikan pada ruangan terisolasi tanpa kontak

manusia (3,89 ± 0,47 min-1) daripada pemerahan kontrol (0,93±0,47 min-1) atau

pada ruangan isolasi dengan kontak manusia (0,89±0,47 min-1). Sedangkan pada

penelitian Reenen et al. (2002) menunjukkan bahwa pemerahan menggunakan

mesin perah portable pada awal laktasi dapat menimbulkan stres pada sapi muda

berdasarkan adanya hambatan ejeksi susu. Kortisol susu setelah 10 menit

pemasangan ambing hari ke 2 hingga hari ke 130 menurun seiring waktu yang

menunjukkan sapi mulai terbiasa dengan mesin perah (hari ke-2: 11,5 ±

0,78ng/ml; hari ke-4: 8,9 ± 9,6ng/ml; hari ke-130: 9,6 ± 1,01ng/ml).

Beberapa sumber ilmiah telah banyak mengkaji tentang sistem pemerahan

otomatis, tandem parlor dan mesin perah portable yang sesuai dengan prosedur

yang berlaku di peternakan masing-masing yang berada di luar negeri. Sedangkan

kajian sistem pemerahan dengan mesin perah portable dengan prosedur

pemerahan yang berlaku di Indonesia belum pernah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai