Anda di halaman 1dari 8

V

PENGARUH WAKTU PEMERAHAN PAGI DAN SORE TERHADAP


PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PERIODE LAKTASI TIGA
DI BBPTU-HPT BATURRADEN FARM TEGALSARI
Oleh :
Farisi Abdussalam
200110120201
5.1.

Abstrak
Praktek kerja lapangan dilaksanakan di BBPTU-HPT Baturraden, tepatnya

di rearing farm Manggala dan farm Tegalsari. Kegiatan prakatek kerja lapangan
yang dilaksanakan selama 25 hari mulai tanggal 12 Januari 2015 hingga 6
Februari 2015. Tujuan utama kegiatan praktek kerja lapangan ini adalah untuk
mengetahui seleluruh menejmen yang dijalankan di BBPTU-HPT Baturraden.
Tajuan khusus dari praktek kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui pengaruh
waktu pemerahan pagi dan sore terhadap produksi susu sapi perah periode laktasi
tiga di bbptu-hpt baturraden farm tegalsari. Metode dalam pengumpulan data
dilakukan secara langsung. Pengumpulan data secara langsung dilakukan dengan
cara makukan observasi langsung terhadap ternak dan wawancara dengan pekerja
dan pengawas. Jumlah sapi yang diamati sebanyak 10 ekor yang sedang dalam
periode laktasi tiga, diperah setiap hari dengan interval 12:12, yaitu pada pagi hari
pukul 04:00, dan sore hari pukul 16:00. Pengamatan dan pencatatan data
dilakukan selama 30, pada bulan Januari 2015. Pengumpulan data dilakukan
dengan pencatatan test day yang terdiri dari catatan produksi susu pagi, sore
hari. Setelah pencatatan didapatkan hasil bahwa waktu pemerahan pagi lebih
menghasilkan lebih banyak susu disbanding pemerahan sore, setiap harinya.
Terdapat beberapa faktor penyebab hal tersebut, diantaranya faktor pakan,
temperatur, kelembaban dan keadaan lingkungan sekitar.
Kata Kunci : Periode Laktasi Tiga, Waktu Pemerahan, Produksi Susu

5.2.

Pendahuluan
Sapi perah merupakan salah satu ternak ruminansia yang dipelihara

dengan tujuan produksi susu. Pengembangan usaha peternakan sapi perah


dengan sasaran peningkatan produksi susu perlu diperhatikan baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas dan kuantitas susu dapat dipengaruhi
oleh faktor fisiologis

dan faktor lingkungan. Faktor fisiologis meliputi

bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur. Faktor
lingkungan meliputi makanan, masa kering, kondisi waktu beranak, frekuensi
pemerahan, interval pemerahan, temperatur lingkungan, penyakit dan obatobatan (Ensminger, 1971).
Pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
hari. Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan
memberikan perubahan

komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan

interval waktu pemerahan yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu


yang berbeda juga (Sudono, 1985). Umumnya pada perusahaan sapi perah,
pemerahan pagi hari dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan sore hari pukul
14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam. Hal ini
akan memberikan perbedaan jumlah susu yang dihasilkan pada setiap waktu
pemerahan maupun pada total produksi perlaktasi.
Oleh karena itu dengan dibuatnya laporan PKL ini penulis ingin mengetahui
pengaruh waktu pemerahan pagi dan sore terhadap produksi susu sapi perah
periode laktasi tiga studi kasus di BBPTU-HPT Baturraden Farm Tegalsari.
5.3.

Maksud dan Tujuan


Mengetahui pengaruh waktu pemerahan pagi dan sore terhadap produksi

susu sapi perah periode laktasi tiga studi kasus di BBPTU-HPT Baturraden Farm
Tegalsari.

5.4.

Metode Pengamatan

Metode pengamatan yang dilakukan dalam praktek kerja lapangan ini melalui :
1. Observasi langsung ke lapangan dan mencatat data-data
2. Wawancara dan diskusi dengan pengawas maupun pekerja kandang.
3. Studi literatur yaitu untuk mengkaji lebih dalam hasil pengamatan
berdasarkan fakta ilmiah yang telah dilakukan.
5.5.

Hasil dan Pembahasan


Interval pemerahan yang dilakukan di BBPTU-HPT Baturraden yaitu

12:12. Pemerahan pagi dilakukan pada pukul 04.00 WIB dan pemerahan sore
dilakukan pada pukul 16.00 WIB. Jumlah sapi yang diamati yaitu 10 sapi periode
laktasi 3, dan data yang diolah yaitu data produksi susu selama bulan Januari
2015. Hasil produksi susu tersebut dicatat menggunakan catatan Test Day
yang terdiri dari catatan produksi susu pagi dan sore hari. Hasil yang didapat
setelah dibuat kuva produksi susu dengan acuan Test Day yang sebenarnya, yaitu
total produksi susu yang dihasikan berbeda pada setiap waktu pemerahan
walaupun interval pemerahan telah sama pada setiap pemerahan. Perbandingan
total produksi susu pemerahan pagi Test Day dengan total produksi susu

Produksi Susu (liter)

pemerahan sore Test Day ditampilkan pada Tabel 1.

Test Day (Hari)

Ilustrasi 1. Kurva Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Periole Laktasi 4

Tabel 2. Perbandingan Produksi Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Periode Laktasi 4
Hari ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Produksi susu pemerahan

Produksi susu pemerahan

pagi (liter)
94
95.7
94.6
93.8
91.2
86.2
88.4
91.4
90.2
93.2
85
85.4
87
94.6
83.5
85
87.8
85.6
88.6
90.4
89.7
95.6
94
90
90.9
92.8
95.4
85.1
85.4
86.8

sore (liter)
65.2
68.4
73.8
71
66.8
63.8
75.8
75.2
68
67.8
67.8
61.4
59.8
61.2
68.6
62
67
60.2
66.6
61.2
68.8
67.2
67.2
57.6
71.8
69.6
68.2
72.8
73.2
69.4

Selisih
28.8
27.3
20.8
22.8
24.4
22.4
12.6
16.2
22.2
25.4
17.2
24
27.2
33.4
14.9
23
20.8
25.4
22
29.2
20.9
28.4
26.8
32.4
19.1
23.2
27.2
12.3
12.2
17.4

Makin (2011) menyatakan dalam penelitian Kurniawan (2012), bahwa


interval pemerahan 12:12 memproduksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan
interval pemerahan 10:14, hal ini telah sejalan dengan interval pemerahan yang
diterapkan di BBPTU-HPT Baturraden yaitu dengan interval pemerahan 12:12.
Pada Ilustrasi 1 menunjukan bahwa kurva pemerahan pagi lebih tinggi produksi

susunya pada setiap pemerahan, dengan puncaknya pada 95,7 liter / hari / 10 sapi.
Sedangkan pada kurva pemerahan sore produksi susunya selalu lebih rendah pada
setiap pemerahan, dengan puncaknya hanya di 75,8 liter / hari / 10 sapi. Hal itu
tidak sesuai dengan teori yang dikemukanan McKusick (2002) yang menyatakan
apabila interval antara pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih
banyak pada interval yang lebih lama, sedangkan pada kasus ini walaupun interval
sama, tetapi produksi susu tetap lebih banyak pada salahsatu waktu pemerahan,
yaitu pemerahan pagi.
Selain faktor interval pemerahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
jumlah produksi susu pada pagi dan sore hari, diantaranya pakan, temperatur,
dan lingkungan sekitar. (Kurniawan, 2012)
5.5.1. Suhu dan Kelembaban Udara
Keseimbangan pada tubuh ternak diperngaruhi oleh keadaan suhu dan
kelembaban sekitar ternak. Keseimbangan yang dipengaruhi yaitu keseimbangan
air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Produksi air
susu dan konsumsi makanan secara otomatis direduksi dalam usaha mengurangi
produksi panas tubuh. Penurunan nafsu makan menyebabkan produksi air susu
direduksi. Stres panas merupakan faktor yang sangat berpengaruh tinggi terhadap
produksi susu terutama pada saat puncak produksi (Makin, 2011; McDowell,
1972; Purwanto, 1993; Yani dan Purwanto, 2006). Panas yang mempengaruhi
suhu tubuh sapi dapat dikurangi melalui penyemprotan air dingin ke seluruh
permukaan tubuh (Shibata, 1996; Yani & Purwanto, 2006). Pendinginan air pada
tubuh sapi perah pada keadaan tidak nyaman meningkatkan efisiensi produksi
susu lebih baik dibandingkan tanpa penyemprotan (Tasripin, 1995). Hal ini
sesuai dengan keadaan lingkungan kandang di BBPTU-HPT Baturraden yang
panas pada siang hari dan dingin pada malam hari, hal ini mempengaruhi produksi
susu pada setiap interval, pada malam hari yang dingin dan nyaman untuk sapi
dibandingakan pada siang hari, menyebabkan produksi susu pada pemerahan pagi
lebih banyak dari pada pemerahan sore. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
produksi susu pemerahan sore, keadaan suhu dan kelembaban pada siang hari

harus diperhatikan agar sapi dapat nyaman, yaitu dengan cara dimandikan atau
mengunakan Sprayer dan Blower air, untuk menurunkan suhu tubuh sapi pada
siang hari.
5.5.2. Keadaan Lingkunga dan Kecernaan Pakan
Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang membuat sapi merasa
nyaman dan tenang. Apabila lingkungan kandang tidak tenang dan nyaman
sehingga pemanfaatan energi digunakan untuk mengurangi beban stres tersebut.
Kondisi sapi yang tenang pada malam hari mendukung produksi susu pada pagi
hari karena pada malam hari energi (TDN) sepenuhnya dimanfaatkan pada
produksi susu. (Kurniawan, 2012). Hal ini sesuai dengan keadaan lingkungan di
BBPTU-HPT Baturraden, pada siang hari kondisi kandang berisik dan banyak
lalulalang pekerja dan mesin yang dapat membuat sapi stress, sedangkan pada
malam hari tenang dan sepi. Pada malam hari pakan hijauan diberikan mengalami
proses pelayuan lebih optimal, yang sebelumnya hanya 24 jam di gudang hijauan.
Pelayuan hijuan optimal dilakuan 1-2 hari. (Nevy, 2008)
5.6.

Kesimpulan dan Saran

5.6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan praktek kerja lapangan, panjang
interval antar pemerahan berpengaruh terhadap produksi susu pada setiap
pemerahan, , tertapi tidak selalu produksi susu akan lebih banyak pada interval
yang

lebih

lama, dengan interval pemerahan 12:12 yang diberlakukan di

BBPTU-HPT Baturraden menghasilakn pemerahan pagi dengan produksi susu


lebih banyak dari pemerahan sore, pada setiap hari pemerahan. Waktu pemerahan
pagi menghasilkan produksi susu lebih banyak terjadi dikarenakan berbagai
macam faktor diantaranya faktor pakan, temperature, kelembaban dan lingkungan
sekitar.
5.6.2. Saran

Untuk mengoptimalkan produksi susu keseluruhan maupun antar waktu


pemerahaan, maka selain jarak antar interval pemerahan diperhatikan, harus
diperhatikan juga faktor yang lain, yaitu factor lingkungan sekitar, suhu dan
temperatur. Untuk mengoptimalkan hal tersebut kandang bias dilengkapi dengan
sprayer atau blower untuk mencegah stress panas pada siang hari, dan juga dengan
pengaplikasian peredam suara pada kandang agar ternak tidak terganggu oleh
kebisingan.
5.7.

Daftar Pustaka

Ensminger, M. E dan Tyler, H. D 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. Danville:
The Interstate Printers and Publisher, Inc.
Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara
Kurniawan, dkk. 2012. Model Kurva Produksi Susu Sapi Perah dan Korelasinya
pada Pemerahan Pagi dan Siang Periode Laktasi Satu. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran 2012.
Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production
Climate. W.H. Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128

in

Warm

McKusick, B. C., D. L. Thomas, Y. M. Berger, dan P. G. Marnet. 2002.


Effect of Milking Interval on Alveolar Versus Cisternal Milk
Accumulation and Milk Production and Composition in Dairy Ewes.
Journal Dairy Science. 85 : 2197-2206.
Purwanto, B.P. 1993. Heat and Energy Balance in Dairy Cattle Under High
Environmental Temperatute. Doctoral Thesis, Hiroshima University.
Shibata, M. 1996. Factors Affecting Thermal Balance and Production Of
Ruminants In A Hot Environment. A Review. Mem.Nat.Inst. Anim. Ind.
No. 10. National Institute of Animal Industri Tsukuba, Japan.
Sudono, T. 1982. Sapi Perah dan Pembagian Makanan. Departemen Ilmu
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Tasripin, D. S., Soedono , Sutardi, Manalu. 1995. Pengaruh Pendinginan Tubuh
Sapi Perah Fries Holland Pada Kondisi Cekaman Panas Terhadap
Produksi Susu. Proseding Nasional. Bogor: Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Yani, A. dan B.P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons
Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan
untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Jurnal Media Peternakan Vol. 29
No 1. halaman 35-46.

Anda mungkin juga menyukai