Anda di halaman 1dari 13

BIOSECURITY DAN SANITASI UMUM

Definisi
Biosecurity adalah segala upaya dan usaha melalui sebuah program yang
dirancang untuk mencegah dan atau melindungi unit operasional Breeding Farm
dan Hatchery dari masuknya agen “pathogen” seperti bakteri, virus dan agen
penyakit beserta vektornya seperti tikus, kucing, insekta, burung dan lainnya.
Sanitasi adalah segala usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut. Terkait dengan lingkungan Hatchery
sanitasi didefinisikan sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi yang mampu
mencegah terjadinya kontaminasi lingkungan atau terjadinya penyakit yang
disebabkan oleh lingkungan (manusia, air, peralatan, kendaraan dan bahan
baku)
TERMINAL DAN HOLDING ROOM

1. Identifikasi HE
Hal penting bagi Supervisor Hatchery adalah mengetahui dengan baik kondisi
telur tetas yang akan diinkubasikan sehingga mampu menentukan masa inkubasi
yang tepat sesuai kondisi HE. Adapun hal-hal yang harus diketahui adalah :
 Jenis HE (Layer/Broiler) 

 Status kesehatan Flock atau kandang 

 Usia induk Breeding 

 Koleksi HE di Kandang 

 Tanggal produksi HE 

 Jumlah produksi HE harian 

 Lama koleksi HE (hari). 
. Grade Out HE
Telur tetas yang masuk ke Hatchery masih perlu dilakukan seleksi untuk
mendapatkan telur tetas yang memenuhi standard untuk di inkubasikan. Agar
mempermudah pelaksanaan dilapangan kriteria berikut dapat dijadikan pedoman
untuk mengafkir telur tetas :
 Double Yolk 

 Kecil (< 46 gram ) 

 Kotor 

 Tipis 

 Misshape 

 Ring egg 

 Terlalu panjang 

 Retak dan pecah 

5. Fumigasi HE
Agar fumigasi terlaksana dengan efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Konsentrasi formaldehyde yang terkandung dalam formalin (std 40%) 

 Temperatur ruang fumigasi, idealnya 27 - 29 C 
 Kelembaban ruang fumigasi 70 – 75 % 

 Volume ruangan dan jumlah telur 

 Dosis fumigant (PK + Formalin), sistem sirkulasi dan exhaust fan yang baik 

 Waktu fumigasi (20 menit) 

4
Untuk dosis fumigasi dengan kekuatan satu kali dosis yang kita jadikan acuan
adalah PK 21.5 gram + formaline 43 ml. Pada volume ruang 100 CF atau 2,83

m³. Untuk dosis per 1 m3 adalah PK (7,6 gr) : Formalin (15,2 ml).

Temperatur dan RH Cooling room


Pengaturan temperatur dan RH di Cooling room sangat penting bagi
Hatchery untuk mencapai hatchability yang optimal. Kesalahan pengaturan
temperatur dan RH selama penyimpanan akan menurunkan hatchability sampai
20 – 25 %. Idealnya koleksi HE dilakukan selama 1 - 5 hari, jika lebih akan
berefek negatif terhadap hatchability dan chick quality.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan selama penyimpanan HE adalah sirkulasi
udara dan penempatan egg buggy harus ada space antara buggy dan dinding.

Tabel pengaturan temperatur dan RH dalam Cooling room yang dianjurkan :


Lama Koleksi Temperatur Humidity
Posisi bagian tumpul telur
(Penyimpanan) (ºC) (%)
1 - 4 hari 18 - 20 75 - 77 Di atas
5 - 7 hari 16 - 17 77 - 80 Di atas
8 - 14 hari 14 - 15 80 - 85 Dibawah dan perlu turning jika
diperlukan tutup dengan plastic
bags permeable (polythene).

Contoh pengaturan temperatur dan RH serta efeknya terhadap Hatchability.


HATCHABILITY
Temperatur Waktu Waktu
penyimpanan penyimpanan penyimpanan Perbedaan hatchability
(º C) 1 - 4hari 5 - 7 hari
15 73,4 76,2 2,8
20 76,3 75,0 1,3
25 74,9 72,6 2,3
30 77,1 36,3 40,8

Standard Kerja dan Pengesetan HE


Satu orang tenaga kerja terminal dan Cooling room harus mampu
menangani telur minimal 25.000 butir dalam waktu 7 jam kerja, pekerjaan
meliputi sanitasi di terminal dan Cooling room, seleksi HE, sanitasi HE, stock
opname, pengesetan ke egg buggy dan administrasi.
Dalam pengesetan HE hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah :
 Posisi telur jangan sampai ada yang terbalik (up side down), karena akan

menghasilkan DIS dan atau culled chick, hal ini sangat merugikan secara
ekonomis. 
 Jangan sampai telur kotor dan retak ter-setting. 

 Pengkodean harus betul, yang meliputi kode Kandang, Tgl produksi, dan

kode setting. Hal ini penting untuk identifikasi dan analisa performance 
 Kelompokkan HE per mesin berdasaarkan grade, type bulu, usia induk,
kandang dan lama koleksinya. 
SETTER DAN RUANG SETTER

1. Temperatur
Suhu inkubasi yang kita set sangat mempengaruhi tingkat perkembangan
embrio, temperatur yang terlalu rendah akan menyebabkan embrio tumbuh
lambat selama proses inkubasi, sedangkan pada temperatur yang terlalu tinggi
embrio akan berkembang sangat cepat sehingga menetas lebih awal. Embrio
relatif lebih toleran pada temperatur yang rendah sedangkan pada temperatur
tinggi akan banyak menimbulkan masalah. Pengaturan set point harus selaras
dengan humidity yang dikehendaki. Umumnya set point selama di setter Dry Bulb
adalah 99,5ºF – 100.3 ºF dan Wet bulb 83 – 86 ºF. Hal ini tergantung kondisi HE
yang akan disetting sesuai data identifikasi HE di awal.
Untuk menambah atau mengurangi masa inkubasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
 Memajukan atau memundurkan jam setting pada set point yang sama 

 Memajukan atau memundurkan jam transfer 

 Menaikkan atau menurunkan set point 

Contoh penghitungan penyesuaian masa inkubasi apakah memajukan jam


setting atau merubah set point. Untuk mesin multistage :
a) Set point awal 99,3 / 83 ° F (19 hari di setter)
Akan dirubah : 99,5 / 83 ° F (19 hari di setter)
99,5 ° F X 24 Jam X 19 hari = 45..372
99,3 ° F X 24 Jam X 19 harI = 45.280,8 +

-------------
91,2 ° F : 40 F = 2.28 jam

b) Saat ini kita menetaskan HE dari induk usia 32 minggu, koleksi 4 hari
dengan masa inkubasi 498 jam. Minggu depan kita akan setting HE dari
usia 60 Minggu, rata-rata berat HE 65 gram dan lama koleksi 10 hari.
Faktor koreksi :
 Setiap 2 hari penyimpanan dibutuhkan tambahan inkubasi 1 jam 

 Setiap kelebihan berat HE 2,5 gram dari 50 gram perlu tambahan
0,5 jam masa inkubasi. 
Jadi total tambahan waktu inkubasi yang di butuhkan adalah :
Koreksi usia koleksi : 10 hari : 2 hari = 5 X 1 jam = 5 jam
Koreksi berat HE : 65 gr – 50 gr = 15 : 2,5 = 6 x 0,5 jam = 3 jam +

Total 8 jam

Hal terpenting dari temperatur adalah keseragaman level temperatur di


seluruh bagian ruangan di dalam setter agar seluruh embrio tumbuh secara
bersamaan dan diharapkan waktu tetas yang relatif sama.

2. Kelembaban (% Relative Humidity)


Angka kelembaban yang sering kita gunakan adalah prosentase relative
humidity (% RH) namun sebenarnya yang terpenting adalah absolute humidity
yaitu berapa banyak kandungan air di udara yang dinyatakan dalam gram per kg
udara. Disarankan untuk ruang setter yang ideal nilai absolute humidity nya
adalah 12 – 12.5 gram / kg udara. Kelembaban sangat penting untuk mengontrol
Egg Weight Loss pada telur, set point humidity harus disesuaikan dengan kondisi
HE yang akan disetting, meliputi :
 Usia induk 

 Berat HE 

 Lamanya koleksi di Cooling room dan pencapaian egg weight loss yang
diinginkan 
Untuk daerah tropik seperti Indonesia, umumnya digunakan set point Wet
bulb setter 82°F - 84°F atau 50 – 55 % RH untuk mencapai Weight Loss yang
ideal yaitu 10.5 – 12 %.
Pengaruh humidity yang terlalu tinggi di setter :
 Pencapaian Weight Loss yang tidak cukup ( < 10% ) 

 Kecilnya air cell (kantung udara) menyebabkan ayam sulit saat pipping. 

 Kecilnya volume ruang udara menyebabkan posisi embrio tidak teratur 

 Penyerapan albumen yang tidak optimal menyebabkan ayam menempel
pada membran dinding telur. 
 Akan menghasilkan DOC Cull (red hock) 

Pengaruh humidity yang rendah di setter :


 Menyebabkan Weight Loss yang berlebihan 

 Mempengaruhi BW DOC (DOC kecil) 

 Mempengaruhi pigmen (pucat) pada DOC. 
Egg weight loss tip :
Telur harus kehilangan berat selama proses di setter sebesar
10.5 – 12 % dari berat asli untuk mendapatkan ukuran kantong udara
(air cell) yang ideal. Lakukan penurunan set point temperatur Wet bulb
1°F untuk meningkatkan 1% Weight Loss.

3. Turning
Turning telur dibutuhkan di setter yang bertujuan agar embrio dapat
memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah
menempelnya embrio pada sel membran khususnya pada 2 minggu pertama
inkubasi.
Selama proses perkembangan embrio terjadi peningkatan produksi panas di
dalam setter. Proses turning akan membantu mendistribusikan udara dan
membantu mendinginkan setter.
Idealnya turning dilakukan setiap satu jam sekali dengan sudut kemiringan 42
- 45° dengan sistim Automatic. Dengan turning yang baik akan membantu
mengoptimalkan pertumbuhan embrio.

4. Velocity (CFM)
Velocity adalah suatu ukuran level kecepatan udara yang biasanya
diukur melalui sedotan cerobong exhaust pada mesin multistage atau pada air in
let damper mesin single stage yang bertujuan untuk menjaga supply oksigen ke
dalam mesin dan pembuangan gas CO2 menjadi seimbang. Rekomendasi untuk
Velocity setiap mesin Setter adalah 3 – 5 CFM per 1.000 butir telur sedangkan
untuk mesin hatcher 15 – 20 CFM per 1.000 telur

Cara penghitungan pengukuran Velocity (CFM) untuk mesin multistage :


Rumus-rumus :
CFM = Luas (Feet²) x Kecepatan (Feet/min)
Feet² = Inchi² : 144
Rumus Luas Lingkaran = 0,7854 x D x D = dalam inchi (D 8”)

= 0,7854 x 8 x 8= 50,26 Inchi²/ 144 = 0,349 Feet²


= 100 CFM/ 0,349 Feet² = 286 Feet/minute (Anemometer LCA )
Jika D 7” :
0,7854 x 7 x 7 = 38,48 Inchi²/ 144 = 0,267 Feet²
=100CFM/0,267Feet² = 374,5 Feet/Minute (Anemometer LCA).

5. Egg Weight Loss. (%)


Egg Weight Loss adalah penyusutan berat telur selama proses inkubasi di
setter dalam satuan prosentase. Egg Weight Loss erat hubungannya dengan
humidity dan berpengaruh besar terhadap hatchability dan kualitas doc yang
akan dihasilkan.

Secara umum Egg Weight Loss yang dianjurkan adalah 10.5 – 12 %, namun
lebih detailnya dapat dibuat acuan sebagai berikut :

Usia Induk Jenis % Weight Loss


25 – 30 W Broiler 10.5 – 11
20 – 28 W Layer 10.5 – 11
30 – 50 W Broiler 11.0 – 11.5
29 – 35 W Layer 11.0 – 11.5
≥ 50 W Broiler 11,5 – 12
≥ 36 W Layer 11,5 – 12

Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian Egg Weight Loss :


 Berat HE 

 Usia Induk 

 Lama koleksi HE di Cooling room 

 Set point Wet bulb (humidity) 

 Kelembaban ruang setter 

 Waktu transfer (18.5 hari atau 19 hari) 

 Kualitas kerabang telur. 
6. Embriology Ayam
Umumnya kematian embrio selama proses perkembangannya di inkubator
terjadi pada usia 1 - 7 hari dan pada 18 - 21 hari terakhir masa inkubasi,
sedikit terjadi pada pertengahan inkubasi.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh :
a. Penanganan HE mulai dari farm sampai dengan ke Hatchery
b. Masalah – masalah penyakit
c. Kontaminasi microbial
d. Kesalahan-kesalahan inkubasi (Setter – Hatcher)
e. Treatment di Setter (Fumigasi dan penguapan harus memperhatikan masa

kritis perkembangan embrio dan dosis yang digunakan).


f. Handling HE
Handling yang kasar pada waktu Setting dapat menyebabkan kematian
awal pada embrio sedangkan handling yang kasar pada saat transfer akan
membunuh embrio.
Pelaksanaan Candling tidak dapat menghasilkan kepastian Fertility, beberapa
embrio akan mati awal, hal ini dapat kita pastikan dengan membuka telur (Break
out Analysis).
Masalah nutrisi dapat menyebabkan kematian embrio kapan saja sepanjang
proses perkembangannya, tapi jika terjadi kematian pada middle part of
incubation sangat dominan, maka ini adalah indikasi masalah nutrisi.
Kontaminasi microbial akan membunuh embrio selama perkembangnnya,
telur mempunyai pertahanan alami terhadap microbes akan tetapi jika ini telah
rusak pada kontaminasi di Oviduct atau lewat egg shell, maka mikrobial masuk
ke yolk dan albumen yang merupakan sumber energi bagi bakteri dan fungi.
Empat aspek utama kebutuhan embrio selama proses perkembangannya
adalah.
1) Suhu yang ideal untuk embryo
2) Kelembaban (RH)
3) Sirkulasi udara (kesesuaian Supply O2 dan pembuangan CO2)

4) Turning telur

Beberapa penyebab kematian embrio pada usia 1 – 7 hari :


 Kondisi holding room yang salah (temperatur dan RH) sehingga beberapa
embrio tumbuh lebih dulu sebelum inkubasi. 

 Kesalahan handling HE (kasar) 

 Transportasi HE 

 Temperatur Setter yang tidak tepat 

 Insuffisient turning 

 Masalah kesehatan dan nutrisi pada breeders 

 Kontaminasi pada telur setelah bertelur 

 Infeksi pada yolk saat Ovulation 

 Cacat bawaan (Inherited Congenital) 
Penyebab kematian embrio pada 3 hari terakhir inkubasi (18 - 21) :
 Malpositioning 

 Insufficient turning during incubation up to transfer 

 Humidity terlalu rendah di setter 

 Mati lemas akibat kekurangan oksigen 

 Overheating temperatur 

 Terlalu rendah temperatur selama inkubasi 

 Inherited congenital 

 Infeksi pada telur 

 Humidity terlalu tinggi 

7. Sanitasi
Ruangan setter dan koridor dalam setter harus selalu terjaga kebersihannya.
Untuk mesin multistage lakukan pengepelan ruang setter sebanyak 3 kali sehari
yaitu sebelum memulai kerja, gunakan BKC atau Synergize sebanyak 4 cc per
liter untuk cairan mengepel. Sediakan selalu diruang setter bak cuci tangan yang
mengandung disinfektan BKC / Synergize 2 cc / liter air.
Pengepelan di dalam koridor dilakukan 2 kali sehari yaitu pada saat setelah
pengambilan telur untuk transfer atau menjelang istirahat dan sesaat sebelum
pulang kerja dengan menggunakan BKC 4 cc / liter air (mesin multistage).
Sanitasi pada telur tetas di dalam mesin setter dapat dilakukan dengan cara
fumigasi dan penguapan formalin, namun perlu diperhatikan rekomendasi
berikut :
i) Jangan pernah melakukan fumigasi telur di setter pada saat masa
inkubasi antara 36 – 96 jam (kritis I).
ii) Jika akan melakukan fumigasi hanya diperbolehkan dengan kekuatan
1 kali dosis.
iii) Penguapan formalin dapat diberikan dengan memperhatikan waktu

kerja operator mesin dan operator kebersihan setter.


Untuk melengkapi sanitasi dan agar udara yang masuk ke ruang setter lebih
bersih, maka pada duct inlet (cerobong udara masuk) udara segar perlu dipasang
lampu ultra violet disepanjang ducting. Selain itu duct inlet perlu di fumigasi
secara periodik setiap 1 – 2 minggu sekali dengan 3 kali dosis.
8. Manejemen Ventilasi Ruang Setter dan mesin setter
Sirkulasi udara di ruang setter dan di dalam mesin setter sangat penting
untuk pertukaran gas CO2 dengan O2. Sirkulasi yang jelek dapat membunuh
embrio, karena supply O2 ke embrio tidak seimbang dengan produksi gas CO2.
Management ventilasi yang baik dapat menghindari masalah ini dan mampu
meningkatkan hatchability.
Rancangan sistem ventilasi harus memperhatikan:
 Kapasitas supply oksigen 

 Room pressure (tekanan udara masing-masing ruangan) 

 Perubahan dan perpindahan gas CO2 

 Perubahan dan perpindahan panas 

 Supply humidity 

Direkomendasikan agar volume udara yang memasuki ruangan setter sebesar


3 - 5 CFM per 1000 butir telur (0,14 m3/menit) dan positive air pressure sebesar
0.015 – 0.02 “wc. Untuk mengukur ini dapat digunakan alat air pressure meter
atau anemometer.
Hal-hal penting dalam aplikasi manejemen ventilasi adalah :
 Positive air pressure di ruang setter dapat diketahui dengan membuka pintu

ruang setter dan membiarkannya tertutup sendiri atau dengan


menggunakan asap atau benang (tali). 
 Posisi keluarnya udara segar dari duct inlet diupayakan jangan langsung

mengarah ke damper mesin setter 


 Untuk mesin multistage perlu diperhatikan level bukaan duct inlet udara

segar dalam setter antara lubang depan dan belakang dengan proporsi yang
seimbang. Hal ini bertujuan agar bagian depan dan belakang mendapat
suplai oksigen yang seimbang pula. 
 Dalam mengamati Sistem dan mekanisme kerja damper perlu
memperhatikan kondisi mesin saat pengamatan yang antara lain; 

 Kondisi normal 

 Saat transfer dan setelah transfer 

 Setelah sanitasi 

 Setelah setting 
Contoh Program Setpoint Single Stage :

D H T EGG T AIR HUM CO2 VENT ECO TURN


(-) -12 (-) 77,0 67,0 0,15 20 -100 100 60
00 00 100.3 100.3 -100.3 94,0 0.05 0 -100 100 60
00 01 100.3 100.3 -100.3 94,0 0.85 0 – 20 100 60
01 00 100.2 100.2 -100.2 94,0 0.85 0 – 20 100 60
02 12 100.1 100.1 -100.1 94,0 0.85 0 – 20 100 60
03 00 100,0 100,0 -100.1 94,0 0.85 0 – 20 80 60
04 00 100,0 100,0 -100.1 94,0 0.85 0 – 20 80 60
05 00 100,0 99.9 -100.1 94,0 0.85 0 – 20 80 60
06 00 100,0 99.9 -100.1 92,0 0.85 0 – 20 80 60
07 00 100,0 99.8 -100,0 92,0 0.85 0 – 20 80 60
08 00 100,0 99.8 -100,0 92,0 0.85 0 – 20 80 60
09 00 100,0 99.6 – 99.9 88,0 0.55 0 – 50 80 60
09 12 100,0 99.6 – 99.9 84,0 0.45 0 – 60 80 60
10 00 100,0 99.6 – 99.9 82,0 0,40 0 – 70 80 60
11 00 100,0 99.3 – 99.8 82,0 0,40 0 – 70 100 60
12 00 100,0 98.9 – 99.7 78,0 0,30 5 – 80 100 60
13 00 100,0 98.5 – 99.6 78,0 0,30 5 – 80 100 60
14 00 100,0 98,0 – 99.4 76,0 0,30 20 – 100 100 60
15 00 100,0 97.7 – 99.2 76,0 0,30 20 – 100 100 60
16 00 100,0 97.4 – 99,0 74,0 0,30 30 – 100 100 60
17 00 100,0 97.2 – 98.8 74,0 0,30 30 – 100 100 60
18 12 100,0 97.0 – 98.7 74,0 0,30 30 – 100 100 60

Anda mungkin juga menyukai