Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Nama : Alip Aksi Kotun Ismaya

NPM : 200110180030

Kelas :C

TEKNOLOGI DAGING

DATA HASIL PENGAMATAN

(a) Ayam tidak dilelahkan

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Tidak dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1,1 kg


b. Berat Darah : 33 g
c. Berat Bulu : 59 g
d. Berat Kaki, kepala dan jeroan : 188 g
e. Berat Karkas : 840 g
berat karkas
f. Persen karkas (perhitungan) : x 100%
berat hidup

840
= x 100 %
1100

= 76,37%

g. Parting : Dada : 300 g


Paha Atas& Paha Bawah : 180 g
Paha Bawah : 180 g
Sayap : 60 g
Punggung : 120 g

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


2. Keempukan Daging

Pengukuran ke-1 = 55 mm/detik/gram


Pengukuran ke-2 = 51 mm/detik/gram
Pengukuran ke-3 = 51 mm/detik/gram

55+51+ 51
Keempukan daging =
3
= 52,3 mm/detik/gram

3. Susut Masak

Berat daging sebelum dimasak : 30 g


Berat daging setelah dimasak : 25g

berat s ebelum dimasak −berat setelah dimasak


Susut Masak = x 100%
berat sebelum dimasak
30−25
= x 100%
30
= 16,67%

4. Daya Ikat Air

Berat sampel daging : 0,3059 g


Luas Area total : 15,63 cm2
Luas Area daging : 4,30 cm2
Luas Area basah : 11,33 cm2
area basah−8,0
mg H2O :
0,0948

11,33−8,0
=
0,0948

= 111,51 mg H2O

mg H 2O
Daya ikat air : KA% - x 100%
300

111,51
= 75% - x 100%
300

= 37,87 %

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


(b) Ayam dilelahkan

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1 kg
b. Berat Darah : 36 g
c. Berat Bulu : 71 g
d. Berat Kaki, kepala dan jeroan : 206 g
e. Berat Karkas : 848 g
berat karkas
f. Persen karkas (perhitungan) : x 100%
berat hidup

848
= x 100 %
1000

= 84,80%

Parting : Dada : 260 g


Paha Atas& Bawah : 152 g
Paha Bawah : 152 g
Sayap : 180 g
Punggung : 104 g

2. Keempukan Daging

Pengukuran ke-1 = 42 mm/detik/gram


Pengukuran ke-2 = 42 mm/detik/gram
Pengukuran ke-3 = 42 mm/detik/gram

42+42+ 42
Keempukan daging =
3
= 42 mm/detik/gram

3. Susut Masak

Berat daging sebelum dimasak : 30 g


Berat daging setelah dimasak : 23 g

berat sebelum dimasak −berat setelah dimasak


Susut Masak = x 100%
berat sebelum dimasak
30−23
= x 100%
30
= 23,34%

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


4. Daya Ikat Air

Berat sampel daging : 0,305 g


Luas Area total : 23,76 cm2
Luas Area daging : 9,08 cm2
Luas Area basah : 14,68 cm2
area basah−8,0
mg H2O :
0,0948

14,68−8,0
=
0,0948

= 146,85 mg H2O

mg H 2O
Daya ikat air : KA% - x 100%
300

146,85
= 75% - x 100%
300

= 26,05 %

Pada praktikum teknologi daging kali ini dijelaskan penanganan ayam


PEMBAHASAN
sebelum pemotongan dengan melihat perbedaan kondisi ayam tidak dilelahkan dan
ayam dilelahkan. Perbedaan kondisi tersebut memberikan hasil yang berbeda
terhadap presetase karkas, keempukan daging, susut masak dan daya ikat air
sehingga memberikan pengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan.
Presentase karkas dari ayam yang tidak dilelahkan dan dilelahkan pada praktikum
kali ini yaitu 76,37% dan 84,80%. Perhitungan presentase karkas didapatkan dari
perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidupnya. Presentase karkas ayam
dilelahkan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang tidak dilelahkan. Ternak
unggas sebaiknya diistirahatkan/dilelahkan terlebih dahulu sebelum dipotong
(Budiarti, 1992). Tujuannya agar ayam tidak stress, darah dapat keluar sebanyak
mungkin ketika dipotong dan memiliki energi yang cukup sehingga rigor mortis
berlangsung sempurna. Faktor yang mempengaruhi presentase karkas yaitu bangsa,
jenis kelamin, umur, makanan, kondisi fisiknya dan lemak abdomen (Williamson
dan Payne, 1993). Bagian-bagian karkas yang menjadi pusat kebutuhan konsumen
atau umumnya disebut degan potongan karkas komersial meliputi dada, paha atas,
paha bawah, sayap, dan punggung. Potongan karkas komersial ini erat kaitannya
dengan nilai daya jual terhadap konsumen.
Hasil yang didapatkan dari keempukan daging pada ayam yang tidak
dilelahkan dan tidak dilelahkan berbeda, pada ayam yang tidak dilelahkan yaitu
52,3 mm/detik/gram sedangkan pada ayam yang dilelahkan yaitu 42
mm/detik/gram. Keempukan daging pada ayam yang dilelahkan memiliki nilai yang
lebih kecil dibandingkan dengan ayam yang tidak dilelahkan, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa ayam yang tidak dilelahkan memiliki daging yang lebih empuk.
Hal tersebut sesuai denganLaboratorium
pernyataan Teknologi
(Pratama Pengolahan
dkk, 2015),Produk
semakin kecil angka
Peternakan-2020
keempukan yang diperoleh maka akan semakin empuk daging tersebut. Keempukan
daging ini merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas daging, pernyataan
tersebut sesuai dengan pendapat Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa
antemortem dan posmortem. Faktor sebelum pemotongan (antemortem) meliputi genetik,
manajemen, spesies, fisiologis ternak, dan umur. Faktor setelah pemotongan (postmortem)
meliputi pelayuan, pembekuan, metode pengolahan, dan penambahan bahan pengempuk.
Susut masak adalah berat yang hilang selama proses pemasakan. Susut masak
merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan dengan jus daging yaitu banyaknya air
yang berikatan didalam dan diantara serabut otot (Soeparno, 1992). Nilai susut masak dari
ayam yang tidak dilelahkan yaitu 16,67%, sedangkan ayam yang dilelahkan yaitu 23,34%.
Soeparno (2009) menyatakan bahwa daging dalam jumlah susut masak rendah mempunya
kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat perebusan akan lebih sedikit.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa ayam yang tidak dilelahkan
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan ayam yang dilelahkan.
Daya ikat air yang didapatkan berdasarkan hasil praktikum pada ayam yang tidak
dilelahkan 37,87 % dan ayam yang dilelahkan yaitu 26,05%. Kemampuan daging untuk
menahan air merupakan suatu sifat penting karena dengan daya ikat air yang tinggi, maka
daging mempunyai kualitas yang baik. Daya ikat air pada penelitian ini berada dalam
kisaran normal. Menurut Soeparno (2009), daya ikat air daging sekitar 20 - 60%. Daging
yang memiliki daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi
kehilangan berat. Semakin kecil nilai daya ikat air, maka susut masak daging semakin besar,
sehingga kualitas daging semakin rendah karena banyak komponen-komponen terdegradasi.
Dapat disimpulkan bahwa ayam yang dilelahkan memiliki kualitas daging yang rendah
dibandingkan dengan ayam yang tidak dilelahkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum teknologi daging dapat disimpulkan bahwa


ayam yang diberi perlakuan dilelahkan terlebih dahulu sebelum dipotong lebih baik
daripada ayam yang tidak dilelahkan, karena tujuan ayam dilelahkan terlebih dahulu
sebelum pemotongan agar ayam tidak stress, darah dapat keluar sebanyak mungkin
ketika dipotong dan memiliki energi yang cukup sehingga rigor mortis berlangsung
sempurna. Meskipun ayam yang dilelahkan memiliki bobot hidup yang lebih kecil
dari ayam yang tidak dilelahkan tetapi ayam yang dilelahkan memiliki persentase
karkas, keempukan dan daya susut yang lebih baik dibandingkan dengan ayam yang
tidak dilelahkan.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


DAFTAR PUSTAKA

Budiarti.1992. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas


Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya. Control Point Program, A
Workshop Manual. The Food Processors Institute,Washington, DC.

Pratama, Andry., Suradi, Kusmayadi., L, Roosrtita., C, Hartati., Lengkey, Hendronoto


AW., S, Denny Suryanto., S, Lilis., G, Jajang., W, Eka., P, Wendry S. 2015.
Evaluasi Karakteristik Sifat Fisik Karkas Ayam Broiler Berdasarkan Bobot Badan
Hidup. Jurnal Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. 15(2).

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Williamson, G dan E. M. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.


Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


TEKNOLOGI TELUR

A. HASIL PENGAMATAN EKSTERIOR TELUR

Perlakuan Warna Bentuk Shape Keutuhan Tekstur Kebersihan


Panjang Lebar Index
(mm) (mm)
Telur Segar Coklat 53.3 44.8 84.05 Tidak Normal Sedikit
(A) retak, tidak Kotor
pecah
Suhu Coklat 58.1 42.6 73.32 Tidak Normal Sedikit
Ruang retak, tidak Kotor
(B) pecah
Dipping Coklat 57.7 45.1 78.16 Tidak Sedikit Bersih
minyak retak, tidak Normal
kelapa pecah
(C)

B. HASIL PENGAMATAN EKSTERIOR TELUR

Perlakua Bera Bayanga Tebal Kuning IKT Putih Telur IPT HU


n t n Yolk Keraban Telur
g Leba Tingg Tingg Leba
r i i r
(cm) (cm) (cm) (cm)
Telur 65 gr Tidak 0.38 3.45 1.48 0.43 0.63 5.35 0.11 77.11
Segar Jelas 8 6
(A)
Suhu 56 gr Agak Jelas 0.42 2.76 1.12 0.40 0.56 8.65 0.06 75.06
Ruang 6 5 3
(B)
Dipping 60 gr Agak Jelas 0.39 3.10 1.22 0.39 0.46 8.96 0.05 64.70
minyak 1 6
kelapa
(C)

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi telur, dilakukan pengamatan pada eksterior dan interior
telur menggunakan tiga perlakuan telur segar (A) atau telur yang tidak diberikan
perlakuan/penambahan, telur yang ditempatkan pada suhu ruang (B), dan telur yang
diberikan diping minyak kelapa (C). Pada pengamatan ekterior telur, hal yang menjadi
fokus pengamatan diantaranya warna telur, bentuk telur, Shape Index (SI), keutuhan telur,
tekstur telur, dan kebersihan telur. Pada pengataman interior telur, yang menjadi fokus
pengamatan diantaranya berat telur, bayangan yolk, tebal kerabang, lebar dan tinggi kuning
telur, Indeks Kuning Telur (IKT), lebar dan tinggi putih telur, Indeks Putih Telur (IPT), dan
Haugh Unit (HU). Fokus pengamatan tersebut sesuai dengan pernyataan North and Bell
(1990) bahwa kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang
menentukan baik kualitas internal maupun eksternal. Kualitas eksternal difokuskan pada
kebersihan kulit, tekstur, bentuk, warna kulit dan keutuhan telur. Kualitas internal mengacu
pada putih telur (albumen) : Kebersihan dan viskositas, ukuran sel udara, bentuk kuning
telur dan kekuatan kuning telur. Penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan
meneropong rongga udara (air cell) dan dapat juga dengan memecah telur untuk diperiksa
kondisi kuning telur, putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit (HU)
dan ada tidaknya noda bintik darah.
Hasil pengamatan eksterior telur, ketiga perlakuan pada telur segar (A) telur yang
ditempatkan pada suhu ruang (B), dan telur yang diberikan diping minyak kelapa (C)
memiliki warna kecoklatan, warna kerabang ini menandakan telur masih segar. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Yuwanta (2010), bahwa warna kerabang telur yang normal adalah
berwarna coklat terang dan mengkilap. Warna coklat pada kerabang dipengaruhi oleh
porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin, dan beberapa jenis
porpirin yang belum teridentifikasi (Miksik dkk, 1996).
Pada perlakuan A, bentuk panjang 53.3 mm dan lebar 44.8 mm, dengan nilai shape
index 84.05. Pada perlakuan B, bentuk panjang 58.1 mm danlebar 42.6 mm, shape index
73.32. Pada perlakuan C yaitu pada perlakuan dipping minyak kelapa bentuk panjang 57.7
mm, lebar 45.1 mm, dengan shape index 78.16. Nilai shape index didapatkan dari
perhitungan lebar kerabang dibagi dengan panjang kerabang dikali 100. Nilai shape indeks
telur yang tinggi bukan berarti telur berkualitas baik, karena bentuk telur yang baik
mempunyai indeks telur sebesar 74, berbentuk bulat apabila indeksnya ≥76 dan oval
apabila indeksnya = 72-76 (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Nilai shape index dari hasil
pengamatan yang paling mendekati adalah pada perlakuan B, telur pada suhu ruang. Pada
nilai keutuhan menunjukkan hasil yang penilaian yang sama pada ketiga perlakuan yaitu
tidak retak dan tidak pecah, sehingga memiliki grade sound sesuai data penuntun laporan
praktikum. Pada perlakuan pertama dan kedua memiliki tekstur normal sehingga memiliki
Grade A atau AA tetapi pada perlakuan ketiga memiliki tekstur sedikit normal sehingga
memiliki grade B. Pada tingkat kebersihan perlakuan pertama dan kedua sedikit kotor
sehingga memiliki Grade B dengan noda kurang dari 1/16 namun ada perlakuan ketiga
yaitu pada perlakuan dipping minyak kelapa, tingkat kebersihan bersih sehinga memiliki
grade AA dan A berarti tidak ada Laboratorium
noda sesuai data penuntun
Teknologi laporan
Pengolahan praktikum.
Produk Keadaan
Peternakan-2020
kulit telur yang kulitnya yang permukaannya kasar, retak dan kotor akan mempengaruhi
mutu dalam telur tersebut karena kulit telur memiliki pori-pori yang memyebabkan udara
dan kotoran dapat masuk ke dalam telur. Perlakuan pembersihan bertujuan untuk menghi-
langkan kotoran dari permukaan kulit telur. Mutu telur semakin baik jika kulit telur dalam
keadaan bersih dan tidak ada kotoran apa pun yang menempel (Sarwono, 2001).
Hasil pengamatan interior telur menunjukan bahwa telur segar, suhu ruang dan
dipping kelapa memiliki berat masing-masing sebesar 65 gram, 56 gram dan 60 gram.
Bobot telur menurut Campbell dkk (2003), secara normal telur ayam mempunyai berat
antara 40-80g/butir sehingga berat tersebut masih dalam kisaran normal. Pada bayangan
yolk perlakuan A tidak jelas, perlakuan B agak jelas dan perlakuan C agak jelas. Menurut
SNI 3926:2008, pada bayangan kuning telur grade AA akan menampakan bayangan yang
tidak jelas, pada grade A akan menampakan bayangan telur yang agak jelas dan pada
grade B akan menampakan bayangan telur yang jelas. Penentuan bayangan yolk ini
ditentukan dengan metode candling. Pada telur yang kualitasnya lebih
rendah, yolk tampak bergerak lebih bebas dan bayangannya lebih gelap
karena yolk terapung lebihdekat dengan cangkang.  Perbedaan dalam penampakan ini
lebih banyak disebabkan karena perubahan yolk.
Ketebalan kerabang pada telur konsumsi merupakan hal penting karena
menentukan kualitas. Tebal kerabang pada perlakuan A 0.38 mm, perlakuan B 0.42 mm,
dan perlakuan C 0.39 mm. Dari ketig perlakuan, yang memiliki kualitas terbaik yaitu pada
perlakuan B, sesuai dengan pernyataan Hauser dkk (1952), semakin tebal kerabang, maka
kualitas telur semakin baik. Kekuatan kerabang telur dapat diketahui dengan melihat tebal
kerabang, berat jenis telur dan persentase telur yang retak (Orr dan Fletcher, 1972).
Pengukuran nilai kuning telur dilakukan dengan menggunakan indeks kuning telur
(IKT) yaitu perbandingan antara tinggi dengan diameter kuning telur. Pada perlakuan A
memiliki IKT 0.43. Pada perlakuan B memiliki IKT sebesar 0.406, Pada perlakuan C
memiliki IKT 0.39, sehingga dalam nilai IKT tersebut telur masih dikatakan normal.
Sesuai pernyataan Prasetya dkk (2015), bahwa indeks kuning telur yang baik berkisar
antara 0,40-0,42. Apabila telur terlalu lama disimpan, maka indeks yolk menurun menjadi
0,25 atau kurang. Menurut SNI 3926:2008, makin tua umur telur maka makin besar
kuning telur. Telur yang baru mempunyai indeks kuning telur antara 0,33 dan 0,52 dengan
rata-rata 0,42.
Indeks Putih Telur (IPT) menurut Andi (2013) yaitu dengan meletakkan pecahan
telur yang akan diukur di atas kaca datar kemudian diameter putih telur diukur dengan
menggunakan jangka sorong, Hasil pengamatan Indeks Putih Telur yang diperoleh pada
telur segar sebesar 0,01, pada telur suhu ruang sebesar 0,06 dan pada telur dipping minyak
kelapa sebesar 0,05. Telur yang baru dihasilkan oleh induk mempunyai indeks putih telur
antara 0,050 – 0,174 (Buckle et al. 1985). Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan,
indeks putih telur dipengaruhi oleh temperatur dan lama penyimpanan. Lebih lanjut
dinyatakan semakin tinggi temperatur penyimpanan dan lama waktu penyimpanan, maka
turunnya indeks putih telur semakin cepat.
Haugh Unit (HU) merupakan nilai yang menyatakan kualitas telur yang
ditentukan berdasarkan hubungan antara bobot dengan tinggi putih telur. Penentuan
kualitas telur berdasarkan haugh unit menurut standar U.S Departemen of Agriculture
(2000) yaitu, jika nilai HU kurang dari 31 maka termasuk golongan kualitas C, jika nilai
HU antara 31-60 maka termasuk golongan kualitas B, jika nilai HU antara 60-72 maka
termasuk golongan kualitas A dan jika nilai HU lebih dari 72 maka digolongkan kualitas
AA. Dari hasil perhitungan, didapatkan haugh unit perlakuan A sebesar 77,1 termasuk
dalam golongan kualitas AA, pada Laboratorium
perlakuan B Teknologi Pengolahan
sebesar 75,06 Produk
termasuk Peternakan-2020
dalam kualitas AA
dan pada telur dipping minyak kelapa sebesar 64,7 termasuk dalam kualitas A. Nilai
Haugh Unit ialah nilai yang menunjukan sifat keenceran putih telur dan dapat menentukan
tingkatan kualitas dari telur itu (Hantoro, 2002) .
KESIMPULAN

Hasil pengamatan eksterior telur pada ketiga perlakuan secara umum


memiliki warna coklat berarti termasuk kategori normal. Bentuk panjang dan
lebar memiliki shape index dengan nilai yang normal. Keutuhan tidak retak dan
tidak pecah, sehingga termasuk grade sound. Tekstur pada perlakuan A dan B
memiliki Grade AA dan perlakuan C memiliki grade A. Tingkat kebersihan
perlakuan A dan B memiliki grade B dan perlakuan C memiliki grade AA.
Hasil pengamatan interior telur pada ketiga perlakuan secara umum
memiliki berat normal. Pada bayangan yolk perlakuan pertama tidak jelas, kedua
agak jelas dan ketiga agak jelas. Berdasarkan nilai IKT, telur termasuk normal
dan berdasarkan nilai IPT, telur termasuk segar. Nilai HU pada perlakuan A
memiliki grade AA karena melebih inilai 72 sedangkan pada perlakuan ketiga
memiliki grade A karena terdapat pada rentang 60-72.

Andi, N.M. 2013. Pengaruh Level Ekstrak Daun Melinjo (Gnetum gnemon Linn) dan
DAFTAR Lama
PUSTAKA
Penyimpanan yang Berbeda Terhadap Kualitas Telur. Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2003). Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Hauser, G.F., G.O. Hall dan J.H.. Bruckner. 1952. Poultry Management. J.B. Lippincott
Company, Chicago. Philadelphia. New York.
Miksik, I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian eggshell pigments and their variability.
Comp. Biochem. Physiol. Elsevier Science. 113B: 607W612.
North, M.O and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual Fourth
Edition. An Avi Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York.
Orr, H.L.. dan D.A. Fletcher. 1973. Egg and Egg Products. Publication 1948. Canada
Dept. of Agriculturel.
Prasetya, Francisco H., Setiawan, Iwan., dan Garnida, Dani. 2015. Karakteristik dan
Interior Telur Itik Bali (Kasus di Kelompok Ternak Itik Maniksari di Dusun
Lepang, Desa Takmung Kec. Banjarangkan, Kab. Klungkung, Provinsi Bali).
Jurnal Unpad. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. 4(1).
Romanoff, A.L. dan A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons, Inc. ,
New York.
Sarwono. B., B.A. Murtidjo dan A. Daryanto. 2001. Telur Pengawetan dan Menfaatnya.
Seri Industri Kecil. Penebar Swadaya, Jakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia), 2008. Telur Ayam.
http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/unduh/7782. (Diakses: 15
Desember 2020).
Laboratorium
Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. DiktatTeknologi Pengolahan
Penanganan Produk
Pasca Peternakan-2020
Panen Unggas.
Deparetmen Pertanian. Balai Latihan Petanian, ternak, Ciawi Bogor.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Produks Telur. UGM Press. Yogyakarta.
TEKNOLOGI SUSU

A. HASIL PENGAMATAN SUSUNAN SUSU

Pengamatan Hasil
Berat Jenis 1,0327
Kadar Lemak 3,35%
Bahan Kering 8,62%
Bahan Kering Tanpa Lemak 5,27%
B. HASIL PENGAMATAN KEADAAN SUSU

Pengamatan Hasil
Uji Fisik :
Warna (1) Putihkekuningan
Bau (2) Normal
Rasa (3) Manis asin
Konsistensi (4) Normal
Nilai uji fisik =1
Uji Kebersihan Bersih
Nilai Uji Kebersihan = 2
Uji Alkohol Tidak ada butir-butir didinding
Nilai Uji Alkohol = 1
Uji Didih Tidak ada butir-butir didinding
Nilai Uji Didih = 1
Uji Reduktase Lebih dari 5 jam
Nilai Reduktase = 3
Derajat Asam mL NaOH yang digunakan
untuk titrasi = 1,5 mL
Derajat Asam = 1,5 mL x 4
= 6 Soxhlet Henkel
Nilai Derajat Asam (antara 4,5-7) = 2

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Praktikum kali ini mengamati video tentang teknologi susu untuk mengetahui kualitas
PEMBAHASAN
susu, hasil pengamatan yang dilakukan diantaranya pengamatan susunan susu dan
pengamatan keadaan susu. Uji kualitas susu dapat ditinjau dari uji alkohol, uji derajat asam,
dan angka katalase yang merupakan pemeriksaan terhadap keadaan susu yang berguna untuk
memeriksa dengan cepat keasaman susu, menentukan adanya kuman-kuman pada air susu
(Hadiwiyoto, 1994).
(1) Susunan Susu
Pada pengamatan susunan susu yaitu berat jenis susu diperlukan alat dan
bahan berupa laktodensimeter, gelas ukur 500 ml berisi susu, dan termometer. Tujuan
dilakukannya uji berat jenis adalah untuk mengetahui jika terjadi penyimpangan
terhadap susu segar dalam hubungannya dengan penambahan air. Pertama dicelupkan
laktodensimeter ke dalam gelas ukur berisi susu hingga laktodensimeter tidak
bergoyang lalu catat skala laktodensimeter yaitu tiga angka dibelakang koma. Pada
pengamatan keadaan susu dilakukan pengamatan uji fisik dengan melihat secara kasat
mata warna, bau, rasa, dan konsistensi pada susu. Dilakukan uji kebersihan
menggunakan gelas Erlenmeyer yang dilengkapi dengan corong dan kapas, dan gelas
ukur 25 ml. Uji alkohol menggunakan alkohol 70%, penjepit kayu, tabung reaksi
dengan penutup kapas, dan gelas ukur 25 ml. Pengamatan susunan susu meliputi
berat jenis, kadar lemak, berat kering sampai tanpa lemak, angka refraksi. Hasil yang
didapat pada susunan susu berat jenis memiliki skala laktodensimeternya sebesar
1,035, kadar lemak 3,35%, bahan kering 13,28, dan bahan kering tanpa lemak 9,93,
yang hasil perhitunganya berat jenis sebesar 1,0327, bahan kering 12,7% dan BKTL
sebesar 9,35%. Hasil yang didapatkan sudah memenuhi standard mutu SNI (2011)
dimana berat jenis untuk susu segar minimal 1,0280 g/ml. Komponen massa padatan
susu menjadi faktor penunjang tingginya berat jenis susu. Hal ini sejalan dengan
pendapat Ueda (1999) bahwa semakin banyak padatan susu maka berat jenis susu
naik dan kandungan air yang tinggi menurunkan berat jenis susu. Legowo et al.
(2009) menyatakan bahwa berat jenis susu tergantung dari kandungan lemak dan
bahan padat susu, karena berat jenis lemak lebih rendah dibandingkan berat jenis air
ataupun plasma susu.
(2) Keadaan Susu
Pengamatan keadaan susu meliputi uji fisik, uji kebersihan, uji alkohol, uji
didih, dan derajat asam. Pada pengamatan uji fisik hasil yang didapat memiliki warna
putih kekuningan, bau normal, rasanya manis asin, dan konsistensinya normal. Nilai
uji fisik bernilai 1 karena dari warna bau, rasa dan konsistensi normal tidak ada
penyimpangan. Menurut Kelly (1996) Susu yang baik adalah susu putih kekuning-
kuningan atau putih susu normal. Warna putih karena adanya penyebaran butiran
koloid lemak kalsium kasein sedangkan warna kekuning-kuningan pada susu adalah
adanya karoten. Bau susu normal menunjukan bahwa susu tersebut tidak tercemari
oleh mikroorganisme. Apabila susu mengeluarkan baru busuk maka terdapat indikasi
bahwa susu tersebut terkena mastitis dan susu berbau asam itu menandakan susu
sudah dalam keadaan rusak atau lama (Anggorodi, 1992). Cita rasa susu dipengaruhi
oleh kadar lemak, protein, dan Laboratorium
mineral yangTeknologi
terdapat pada susu. Hal
Pengolahan ini sesuai
Produk dengan
Peternakan-2020
pendapat Sumudhita (1989) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bau
dan rasa susu adalah pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan,
persiapan sapi yang akan diperah. Konsistensi susu pada saat praktikum memiliki
konsistensi yang normal. Menurut Kelly (1996) susu akan berlendir bila
Uji Kebersihan pada uji ini tidak terdapat noda atau kotoran di dalam susu atau dapat
dikatakan keadaanya bersih. Hal ini menunjukkan dalam penanganannya susu tersebut bebas
dari kontaminasi debu kotoran, alat dalam keadaan steril dan pekerja yang higienis. Nilai uji
kebersihan yaitu 2. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno dkk. (2011) menyatakan
bahwa susu yang dalam keadaan bersih yaitu susu yang apabila dilakukan penyaringan tidak
terdapat kotoran seperti dedak, ampas kelapa, kotoran kandang, pasir, bulu, dll.
Uji alkohol bertujuan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu titik pada
uji alkohol ketika praktikum tidak tampak butir-butir kecil atau kerusakan pada susu hal ini
menunjukkan bahwa kalsium fosfat susu seimbang (Kelly, 1996) nilai pada uji alkohol yaitu 1.
Hasil menunjukkan bahwa pada uji alkohol tidak terdapat butir-butir didinding. Hasil tersebut
sesuai dengan pernyataan Dwitania dan Swacita (2009), bahwa tidak terdapatnya butiran
menandakan uji alcohol negative, begitupun sebaliknya.
Hasil pada uji didih praktikum kali ini yaitu tidak adanya gumpalan pada dinding maka
nilai dari uji didih yaitu 1. Hasil tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh
Dwitania dan Swacita (2013), uji didih negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu
yang melekat pada dinding tabung reaksi, hal ini dikarenakan susu masih dalam keadaan
homogeny. Prinsip pada uji didih yaitu, susu yang memiliki kualitas yang tidak bagus akan
pecah ataupun menggumpal bila melalui proses didih. Uji reduktase bertujuan untuk
menentukan adanya kuman-kuman di dalam susu dalam waktu cepat. Kualitas susu salah
satunya dapat dilihat dari kualitas mikrobiologis nya. Pengujian mikrobiologi susu salah
satunya yaitu dengan cara uji methylen blue. Titik uji ini dapat memberikan perkiraan jumlah
bakteri dalam susu dengan mengamati waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan
aktivitas yang dapat menyebabkan perubahan zat warna methylen blue semakin tinggi jumlah
bakteri dalam susu, semakin cepat terjadinya perubahan warna (Kelly, 1996). Waktu reduktase
yaitu lebih dari 5 jam maka nilai uji reduktase yaitu 3.
Uji penetapan derajat asam dilakukan pada 10 mL susu yang ditambah fenolftalein
sebanyak 2 tetes, lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N didapatkan hasil derajat asam 6 dan masih
dikategorikan memiliki kualitas baik. Pada uji derajat asam susu yang derajat asamnya tidak
melebihi maupun dibawah standar (4,5-7,0°SH) menunjukkan kualitas susu baik. Prinsip pada
uji derajat asam yaitu secara titrasi ditetapkan kadar asam yang terbentuk dalam susu. Asam
yang terbentuk sebagian besar karena perombakan laktosa menjadi asam akibat kerja
mikroorganisme.
Pengolahan susu dapat dibuat dengan cara pasteurisasi, sterilisasi, dan pembuatan
yoghurt. Susu pasteurisasi menurut SNI 01-3951-1995 adalah susu yang telah mengalami
proses pemanasan pada temperatur 72⁰C minimum selama 15 detik atau pemanasan pada 63-
66⁰C selama 30 menit, kemudian segera didinginkan sampai 10⁰C, selanjutnya diperlakukan
secara aseptik dan disimpan pada suhu maksimum 4,4⁰C (BSN 1995). Hingga saat ini. istilah
susu sterilisasi belum terdefinisikan dalam SNI tersendiri. Namun secara umum, istilah susu
sterilisasi adalah produk olahan susu yang diperoleh melalui suatu proses membunuh
mikroorganisme hingga ke spora-sporanya. Proses sterilisasi dilakukan dengan cara
memanaskan susu hingga temperatur 121⁰C, selama kurun waktu 15 menit. susu sterilisasi
biasa dikemas dengan kemasan tetrapack yaitu kardus yang ada lapisan alumunium foil-nya di
dalam. Susu jenis ini tidak harus disimpan dalam suhu dingin. Dengan proses sterilisasi
memperpanjang umur simpan susu dan dapat menjadi susu untuk anak sekolah dalam
membantu pemenuhan gizi bagi anak Indonesia (Hendrawati dan Utomo, 2017). Yogurt
merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di
seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa agak asam. Selain
dibuat dari susu segar, yogurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang
dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu bergantung pada kekentalan produk yang
diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan ini yogurt juga dapat dibuat dari campuran
susu skim dengan susu nabati (susu kacangkacangan) (Sumantri, 2004).

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum teknologi telur dapat disimpulkan bahwa


penilaian susu dapat dilakukan dengan pengujian susunan susu yaitu dengan
mengukur berat jenis, dan pengujian keadaan susu seperti uji fisik, uji
kebersihan, uji didih, uji alcohol, dan uji derajat asam. Hasil pengujian yang
dilakukan didapatkan hasil bahwa susu yang digunakan saat praktikum baik
kualitasnya karena tidak terjadi penggumpalan saat uji didih dan alcohol.
Derajat asam yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan uji
reduktase yang membutuhkan waktu lama yaitu 5 jam. Pengolahan produk
susu dapat dilakukan dengan dengan cara pasteurisasi, sterilisasi, dan
pembuatan yoghurt.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951- 1995 tentang Susu
Pasteurisasi. Jakarta (ID): BSN.
Dwitania, D.C., dan I. B. N. Swacita. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam
Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar.
Indonesia Medicus Veterinus. 2(4) : 437 - 444
Hadiwiyoto,S. 1982, Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Universitas Gajah
Mada Press. Yogyakarta.
Hendrawati, T. Y., dan S. Utomo. 2017. Optimasi Suhu dan Waktu Sterilisasi Pada
Kualitas Susu Segar di Kabupaten Boyolali. Jurnal Teknologi. 9(2): 97-102.
Kelly, J. 2002. Nutrition of the dairy cow. In: A. H. Andrews (editor). The ealth of
Dairy Cattle. Blackwell Science, UK.
Legowo, A. M., Kusrahayu, Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sumantri, Indro. (2004). Pemanfaatan Mangga Lewat Masak Menjadi Fruitghurt
dengan Mikroorganisma Lactobacillus bulgaricus. Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro.
Sumudhita, M. W. (1989). Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi
Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.
Ueda, A. 1999. Relationship Among Milk Density, Composition, and Temperature.
University of Guelph, Canada.(Thesis).

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


TEKNOLOGI KULIT

PEMBAHASAN

Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak
yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam keunaan. Prinsip
mekanisme penyamakan kulit adalah memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman
atau jaringan serat kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat
kulit (Purnomo, 1985). Metode penggaraman merupakan metode yang paling banyak
digunakan untuk mengawetkan bahan baku dalam industri kulit, karena dengan salinitas
dalam air yang tepat, maka kemampuan yang memaksa bakteri yang menyebabkan kulit
membusuk keluar dari dalam kulit sangat baik (Fawzi, 2017). Stanley (1993),
menambahkan bahwa penggaraman merupakan metoda pengawetan yang paling mudah
dan efektif.
Pada praktikum kali ini, video yang ditonton yaitu video “Penggaraman dan
Pengawetan Kulit Domba di Peternakan Saung Domba”. Langkah awal yang dilakukan
pada pengawetan kulit dengan cara penggaraman yaitu menyiapkan bahan diantaranya
garam yang tidak beryodium dan kulit kambing. Penggunaan garam tersebut bertujuan
sebagaibahn yang membantu pengawetan agar terhindar dari belatung. Langkah
selanjutnya yaitu melumuri garam pada kulit yang telah dilebarkansampai keujung dan
tidak ada bagian yang terlipat sehingga proses penggaraman merata. Setelah sudah
dipastikan semua bagian rata dilumri garam, maka dapat dilakukan penambahan garam
sehingga kult yang dilumuri garam tidak terlalu sedikit. Garam berfungsi sebagai
pengawet, agar kulit tidak terkena belatung sehingga kulit ini akan terjaga kurang lebih
selama 1 bulan. Tujuan penggaraman adalah untuk pengawetan. Selain itu, untuk
mendapatkan perubahan bahan yang diinginkan seperti tekstur, warna, dan mendapatkan
karakteristik tertentu dari produk dengan aroma dan rasa yang khas. Fungsi dari
penggaraman adalah menghambat atau membunuh bakteri pembusuk pada bahan dan
membentuk struktur tertentu (Saputro, 2014).
Pada saat proses penggaraman pada kulit kambing telah selesai, maka dilanjutkan
dengan proses pelipatan kulit. Pelipatan dilakukan dengan cara kulit dilipat ke depan dan
dipastikan lipatan tidak terbuka. Setelah itu disimpan ditumpukkan yang tidak terkena air
dan lalat, karena lalat merupakan sumber dimana belatung menhinggapi kulit. Kulit
setelah diawetkan kemudian disimpan dalam waktu tertentu akan mengalami perubahan
komposisi kimia dan sifat sifat fisisnya. Selama kulit disimpan akan terjadi proses
pengusangan pada kulit, sehingga akan terjadi denaturasi bahkan degradasi dari
komponen penyusun kulit (Purnomo, 1985). Pengaruh penyimpanan kulit akan
mempengaruhi kualitas kulit. Penyimpanan kulit pada suhu tropis menyebabkan
kekuatan kulit berkurang lebih besar dibandingkan pada suhu temperate. Dalam
penyimpanan terjadi peristiwa hidrolisis di dalam kulit (Seligsberger dan Mann, 1978).

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Menurut Saputro (2014), Pada proses fermentasi, garam berfungsi menghambat
pertumbuhan bakteri yang tidak tahan terhadap garam namun menumbuhkan bakteri yang
halotoleran terhadap garam. Garam juga memiliki kemampuan dalam mengikat air dalam
jaringan sayuran sehingga terjadi perubahan tekstur dari produk yang dibuat. Pada proses
pengolahan dengan enzimatis, fungsi garam adalah menyeleksi jenis enzim yang aktif.
Enzim yang tidak tahan terhadap garam akan inaktif sehingga enzim yang aktif akan
beraktivitas mendegradasi protein dan membentuk flavor dan aroma yang khas. Proses
penggraman kulit ini memiliki nilai manfaat sehingga daya tahan kulit lebih lama dan dapat
diterima oleh konsumen yang dapat mempermudah penjualan kulit juga.
Jenis pengawetan menggunakan garam memiliki beberapa keuntungan dan kerugian
antara lain :
1.        Keuntungan 
a)        Pengawetan tidak tergantung dengan sinar matahari
b)        Sedikit sekali terjadi kerusakan kulit
c)       Pelaksanaan cepat dan tidak membutuhkan ruangan yang luas.
2.        Kerugian
Biaya pengawetan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak, karena jumlah penggunaan
garamnya bertambah pula Saputro (2014).

KESIMPULAN

Sesuai dengan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa prinsip pengawetan


kulit adalah memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat
kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit. Metode
penggaraman merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengawetkan
bahan baku dalam industri kulit, karena dengan salinitas dalam air yang tepat, maka
kemampuan yang memaksa bakteri yang menyebabkan kulit membusuk keluar dari
dalam kulit sangat baikPenggunaan garam dilakukan untuk mengawetkan dan
menyamarkan kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan. Fungsi dari
penggaraman adalah menghambat atau membunuh bakteri pembusuk pada bahan
dan membentuk struktur tertentu.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


DAFTAR PUSTAKA

Fawzi, A.R. 2017. Pembuatan Alat Pengendali Tingkat Salinitas Pada Proses
Pengawetan Kulit Sapi Dengan Menggunakan Kendali Fuzzy Pid. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit.


AkademiTeknologi Kulit . Yogyakarta: Departemen Perindustrian.

Saputro, Denny Wahyu. 2014. Pemanfaatan Kacang Tolo (Vigna unguiculata)


Sebagai Bahan Tambahan Es Krim Dengan Pewarna Alami Daun Bayam
Merah (Amaranthus tricolor L.). Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Stanley, A. 1993. Preservation of Rawstock. Leather the International Journal.195


(4662) Dec. 1993:27-30.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020

Anda mungkin juga menyukai