Oleh :
Kelas C
Kelompok 1
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
Besar harapan penyusun, laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
pengetahuan bagi siapa yang memerlukan informasi dalam laporan praktikum ini.
laporan praktikum ini. Oleh karena itu, penyusun memohon kritik dan saran dari
semua pihak terhadap laporan praktikum ini agar menjadi perbaikan dalam
Penyusun
I
PENDAHULUAN
Pada peternakan sapi perah hijauan merupakan pakan yang sangat penting
dan harus tersedia setiap saat. Hal ini menjadi kendala di peternakan sapi perah
kemarau hijauan akan sulit untuk didapatkan dibandingkan pada saat musim hujan
di mana hijauan akan sangat melimpah. Silase merupakan salah satu solusi untuk
segar yang melalui proses fermentasi anaerob. Pembuatan silase dibagi menjadi
awetkan dan dapat digunakan pada musim-musim tertentu dengan jangka waktu
penyimpanan yang lama. Selain itu nutrient yang terkandung didalam hijauan
diharapkan dapat dipertahankan melalui proses silase sehingga pada saat musim
kemarau pakan silase hijauan dapat digunakan sebagai hijauan ternak yang
1
1.3 Kegunan
sehingga menjadi stategi untuk membentuk sumber cadangan pakan pada musim
tertetu.
Waktu : 15.00-17.00
2
3
II
TINJAUAN PUSTAKA
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian
atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam
tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi
vertikal. Silo yang digunakan pada peternakan skala besar adalah silo yang
permanen bisa berbahan logam berbentuk silinder ataupun lubang dalam tanah
(kolam beton). Silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik.
anaerob pada bahan agar terjadi proses fermentasi. Bahan untuk pembuatan silase
bisa berupa hijauan atau bagianpbagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak
ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung,pucuk tebu, batang
nanas dan lainplain. Kadar air bahan yang optimal optimal untuk dibuat silase
adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu
rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga
menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak
ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang
prinsipnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat
bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (Khan et al., 2004).
Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan
dengan kandungan uap air yang tinggi.Pembuatan silase tidak tergantung kepada
musim jika dibandingkan dengan pembuatan hay yang tergantung pada musim
Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat
akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air
asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder,
2004).
Silase yang baik biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu
anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik beraroma dan
berasa asam, tidak berbau busuk.Silase hijauan yang baik berwarna hijau
(berlendir). Silase yang baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Kadar
keasamanya (pH) apabila dilakukan analisa lebih lanjut adalah 3,2-4,5. Silase
yang berjamur,warna kehitaman, berair dan aroma tidak sedap adalah silase yang
III
(2) Bahan imbuhan untuk silase: probiotik (cair dan powder), dedak, molases,
onggok
kasar)
(4) Tempat untuk pembuatan silase: tong plastik bertutup, lengkap dengan
klem penguncinya
baik yang diketahui secara organoleptik, yaitu teksturnya segar, kehijau- hijauan,
energi (panas). Selain itu oksigen yang tersedia digunakan pulaoleh enzim,
8
bakteri, dan jamur dalam merombak gula menjadi alkohol, H2CO3, asam-
asam organic (asetat, laktat, dan butirat), dan air. Pada saat itu terjadi
perombakan protein menjadi amoniak, amida, asam butirat, CO2, dan air,
respirasiterhentisehinggasuasanamenjadianaerob.Padakondisiini jamur
tidak dapat tumbuh, namun bakteri pembentuk asam laktat masih aktif
prosesensilase.
(2) Melayukan hiajuan minimal 1 hari (kandungan bahan kering kira-kira 60–
50%.
(3) Memotong hijauan hingga 3–5 cm. lalu memasukkan ke dalam plastik silo
(4) Pemberian bahan tambahan harus merata ke seluruh hijauan yang akan
tersebut. Membuka kemasan dan lihat bentuk, warna, dan bau dari silase.
(a) bau dan rasa; sentuhan; warna; cita rasa, lalu nilai berdasarkan
(b) uji cobakan dengan diberikan kepada sapi secara in vivo, lihat
(b) menyajikan hijauan yang biasa diberikan dan sandingkan dengan silase
IV
I 0 3 5 0 8 7 3 26
G
II Molases 5 5 10 6 15 5 46
1%
G Prob +
III 4 5 10 8 15 3 45
400 cc air
4.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan pada kali ini yaitu pembuatan silase dengan
bahan hijauan yang digunakan yaitu tebon jagung. Kami kelompok 1 membahas
yang digunakan pada pembuatan silase ini akan mempengaruhi kualitas silase dari
segi nutriennya. Tebon jagung (jagung muda umur 60-70 hari termasuk batang,
daun, bunga dan buah) memiliki kandungan bahan kering (BK) sebesar 24,03%,
yang diperoleh setelah tebon jagung mengalami pelayuan sebelum dibuat silase
(Rif’an, 2009). Pada awalnya molases adalah istilah yang digunakan untuk
berbagai produk samping dan berasal dari tanaman yang memiliki kandungan gula
yang tinggi, dan berbentuk cairan kental yang berwarna coklat gelap.
mencacah hijauan. Hal ini berfungsi untuk memperlancar proses fermentasi yang
11
substrat yang dipakai adalah karbohidrat siap pakai. Substrat yang biasa
digunakan yaitu dedak dan molases, selain itu juga asam laktat dapat digunakan
tahap pengemasan diawali dengan pencetakan dulu didalam kotak lalu divakum
sampai tidak ada udara didalammnya. Lalu dilakukan pemeraman selama 21 hari
atau 3 minggu. Cara pencetakan silase adalah dengan menggunakan karung yang
Silase ini harus ditempatkan pada tempat kedap udara supaya terhindar
produk akhir proses ensilase pada keadaan silo yang kedap udara, dan dapat
Menurut Boslen (1993) tahap ensilase terbagi kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase Aerob
Fase ini dimulai sejak hijauan pakan dimasukan kedalam silo terdapat dua
proses didalam fase ini, yaitu proses respirasi dan proteolisis. Proses respirasi
karbondoksida dan air serta panas. Oksigen umumnya habis dalam waktu 4 − 5
2. Fase Fermentasi
Fase ini dimulai ketika ketersediaan oksigen telah habis, dan mikroba an-
aerob mulai berkembangbiak dengan cepat. Pada fase ini juga asam laktat akan
meningkat. Dengan meningkatnya asam laktat ini, maka bakteri pembentuk asam
12
asetat berangsur-angsur menurun yang disebabkan mereka tidak dapat hidup pada
3. Fase Stabil
Fase ini yaitu dimana masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam
laktat berakhir serta sedikit sekali aktifitas mikroba akan terjadi pada fase ini.
Selain itu juga dalam fase ini terjadi penguraiaan hemiselulosa yang terjadi secara
Penurunan pH yang lambat diakibatkan oleh fermentasi aktif yang berakhir karena
kekurangan gula, sehingga asam laktat akan memfermentasikan gula yang berasal
Fase pengeluaran silase dimulai saat silo dibuka serta diberikan pada
ternak. Didalam fase ini oksigen secara bebas akan mengkontaminasi lapisan
aerob yang memfermentasi gula, serta hasil-hasil akhir dari fermentasi dan zat
Pengujian silase dilakukan dengan 2 metode yaitu uji palatabilitas dan uji
organoleptik terhadap setiap perlakuan yang berbeda. Uji ini merupakan uji yang
menunjukan kesukaan ternak dalam mengkonsumsi pakan. Selain itu juga uji ini
tekstur, rasa dan aroma. Menurut Christi, R. F. et al, (2019) menerangkan bahwa
ternak untuk mengkonsumsi suatu bahan pakan yang diberikan dalam periode
tertentu. Selain itu parameter dalam uji organoleptik diantaranya warna, aroma,
rasa dan tekstur karena tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk
13
dipengaruhi oleh warna, aroma, rasa, dan rangsangan mulut (Laksmi, 2012). oleh
sebab itu terdapat perbedaan level dalam setiap kelompok. Silase yang tidak baik
ditandai dengan rasa yang tidak sedap dan tidak ada dorongan untuk mencoba.
diketahui bahwa pada kelompok kami, yaitu kelompok 1 dengan perlakuan 0 atau
tanpa penambahan perlakuan lainnya memiliki kualitas silase level C yaitu cukup.
Karena kualitas silase pada kelompok kami memiliki tekstur sedikit lengket, kadar
memiliki rasa manis asam, baunya pun merangsang dan asam tidak segar. Rasa
asam yang ada dalam silase disebabkan oleh faktor bakteri asam laktat (Sayuti,.
dkk 2019).
memiliki kualitas A yang artinya ekselen. Dimana kualitas hasil silase kelompok
II memiliki warna hijau kuning terang, bau segar, asam wangi serta harum, dan
kering agak lembab dengan kadar air berada diantara 60-64%. Menurut pendapat
coklat, dengan aroma seperti caramel dan memiliki rasa yang manis sehingga
ternak lebih suka dengan silase dengan penambahan molases. Pada kelompok III
dengan perlakuan ditambah G Prob + 400cc air memiliki kualitas A juga. Kualitas
silase pada kelompok III memiliki warna hijau kuning terang, bau segar, asam
wangi dan harum, dan kering agak lembab dan kadar air berada antara 60-64%.
Maka dari ketiga perlakuan yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa
silase masih bisa dikonsumsi oleh hewan ternak. Hal yang nampak dalam
perbedaan yaitu dalam indikator warna. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
Kushartono dan Nani (2015) menerangkan bahwa silase yang baik apabila warna
daun masih kehijauan dan tercium bau asam. Oleh karena itu, silase yang kurang
14
baik ditandai dengan perubahan warna menjadi hitam atau mendekati warna
tanaman yang mengalami proses ensilase yang disebabkan oleh perubahan yang
terjadi dalam tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama
Pada indikator penilaian tekstur, silase ini memiliki tekstur kering, akan
tetapi apabiula dipegang akan terasa lembut dan empuk. Kriteria ini sudah cukup
baik, karena silase yang kurang baik ditandai dengan kandungan air yang banyak,
akan terasa becek atau basah sedikit, dan bau yang menempel harus dicuci
menggunakan sabun agar bau nya dapat hilang. Maka berdasarkan perbandingan
tadi silase kelompok II dan III akan lebih disukai oleh hewan ternak
memiliki nilai A atau yang ekselen. Karena menurut Kartadisastra (1997) bahwa
ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin
atau asam.
adalah dengan keadaan yang aerob. Karena hal ini disebabkan oleh udara yang
amsuk kedalam silase dan mengganggu proses silase, molases yang diberikan pun
tidak merata, dan silo yang tidak tertutup rapat. Kegagalan dalam pembuatan
silase dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah proses pembuatan
yang salah, terjadi kebocoran silo yang anaerobik, tidak tersedianya karbohidrat
terlarut (WSC), berat kering (BK) awal yang rendah sehingga silase menjadi
KESIMPULAN
kelompok I, II, dan III masih bisa diberikan kepada ternak untuk dikonsumsi.
Dimana perbedaan yang sangat jelas terlihat dari indikator warna yang
menandakan bahwa silase yang dibuat tidak terlalu jauh menyimpang. silase yang
kurang baik ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi hitam mendekati
warna kompos yang diakibatkan karena temperatur silase dalam silo terlalu tinggi.
Jadi dapat dikatakan bahwa Kelompok II dan III lebih baik daripada silase
15
DAFTAR PUSTAKA
Bolsen K.K dan Sapienza. 1993. Teknologi Silase : Penanaman, Pembuatan dan
Pemberiannya pada Ternak. Pioner Seed. Kansas.
Christi Febrianto Raden, Ana Rochana dan Iman Hernaman. 2019. Kualitas Fisik
Dan Palatabilitas Konsentrat Fermentasi Dalam Ransum Kambing Perah
Peranakan Ettawa Physical Quality And Palatability Of Fermented
Concentrates Diets Of Ettawa Cross Goats. Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.
Laksmi, R. (2012). Daya ikat air, pH dan sifat organoleptik chicken nugget yang
disubstitusi telur rebus. Animal Agriculture Journal 1(1): 453-460
McDonald, P. 2001. Animal Nutrition, 2nd. Ed. The English Languange Book
Society and Longman.
Rif’an, M. 2009. Pengaruh Lama Fermentasi Pakan Komplit dan Silase Tebon
Jagung Terhadap Perubahan Ph dan Kandungan Nutrien. Skripsi.
Universitas Brawijaya. Malang.
16
Rukmana, R. 2005. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius.Yogyakarta.
Sayuti Muhammad, Fahrul Ilham dan Tri Ananda Erwin Nugroho. 2019.
Pembuatan Silase Berbahan Dasar Biomas Tanaman Jagung Activities Of
Making Silage Using Corn Biomass. Jurnal Pengabdian Dan
Pemberdayaan Masyarakat. 3(2).
17