Anda di halaman 1dari 2

TUGAS KE 3

STRATEGI PEMBANGUNAN UNTUK PEMENUHAN KECUKUPAN DAGING SAPI


Oleh:
Alip Aksi Kotun Ismaya
(NPM: 200110180030)

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Badan Pusat Statistik (2008) memprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2025 akan mencapai 273 juta jiwa. Data ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan bagi
penduduk Indonesia akan meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk. Konsumsi
produk ternak Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan beberapa negara di dunia. Oleh
karena itu, pembangunan peternakan di Indonesia harus difokuskan untuk meningkatkan
produksi dan konsumsi produk ternak yang merupakan sumber protein hewani, sedangkan
untuk jangka panjang diperlukan konsep pembangunan peternakan yang berkelanjutan dengan
memanfaatkan sumber daya lokal.
Laju peningkatan jumlah penduduk, yang diikuti dengan perbaikan taraf hidup dan
perubahan selera konsumen telah mengubah pola konsumsi yang mengarah pada protein
hewani asal ternak. Daging, telur, dan susu merupakan komoditas pangan berprotein tinggi,
yang umumnya memiliki harga yang lebih mahal dibanding bahan pangan lainnya (Soedjana
1997). Daging sapi sebagian besar dihasilkan oleh usaha peternakan rakyat. Kebutuhan
daging sapi meningkat dari tahun ke tahun, demikian pula impor terus bertambah dengan laju
yang makin tinggi, baik impor daging maupun sapi bakalan. Indonesia merupakan negara net
importir produk peternakan, termasuk daging sapi. Kondisi demikian menuntut para
pemangku kepentingan (stakeholders) menetapkan suatu strategi pengembangan peternakan
sapi potong nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor, dan secara bertahap
mampu berswasembada dalam menyediakan kebutuhan daging nasional.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana strategi pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi?
1.3 Tujuan
Mengetahui strategi pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi?

II. Pembahasan
Dalam rangka akselerasi pengembangan industri peternakan sapi untuk mewujudkan
swasembada daging maka perlu dirumuskan strategi dan kebijakan yang efektif. Strategi
pengembangannya harus bertolak dari permasalahan yang ada, potensi sumber daya yang
tersedia, serta potensi pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan
langkah-langkah strategis untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi, diataranya dapat
ditempuh dengan (1) manajemen dan pola pengembangan, (2) memanfaatkan sumber daya
genetik sapi lokal, dan (3) pengembangan teknologi Inseminasi Buatan (IB).
Perencanaan pembangunan harus komprehensif dan tidak parsial dengan berdasar
pada sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan,
teknologi, dan potensi pasar. Antisipasi dinamika penyakit hewan yang selama ini menjadi
masalah serius dalam peternakan sapi seperti penyakit kuku dan mulut (PMK), antraks, dan
penyakit lainnya. Pemilihan model atau pola pengembangan industri ternak sapi harus mampu
mengakselerasi peningkatan populasi dan produksi daging sapi serta meningkatkan
kesejahteraan peternak. Disamping itu, pola pengembangan yang dikembangkan juga harus
mampu meningkatkan daya saing produk daging sapi, melalui peningkatan produktivitas,
peningkatan efisiensi dan perbaikan mutu hasil produksi melalui sistem manajemen mutu
yang baik.
Strategi lain dalam memanfaatkan sumber daya genetik ternak adalah memilih
komoditas ternak yang akan dikembangkan. Untuk ternak besar, dapat dikembangkan sapi
bali dan sapi PO karena sudah beradaptasi dengan lingkungan dan sumber pakan lokal
tersedia. Sapi lokal lainnya seperti sapi madura dan sapi aceh juga dapat dikembangkan.
Persilangan dengan bangsa sapi eksotik sebaiknya hanya untuk produksi daging, sehingga
tidak perlu dilakukan persilangan sampai F2 dan seterusnya. Strategi ini juga akan menjamin
kelestarian sumber daya genetik ternak lokal sehingga pembangunan peternakan
berkelanjutan akan terwujud (Bahri dan Bess, 2012).
Inseminasi buatan bertujuan untuk membentuk bangsa baru ternak melalui persilangan
dengan pejantan unggul (Toelihere 1981). Dengan teknologi IB akan dihasilkan pedet yang
lebih besar dengan laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diperoleh bobot potong yang
tinggi. Untuk efektivitas IB, semen sebaiknya tidak didistribusikan secara merata pada semua
wilayah, tetapi selektif pada wilayah dengan pola pemeliharaan intensif, khususnya sumber
bibit sapi potong. Tidak efektifnya distribusi semen menyebabkan persentase kelahiran rendah
akibat tingginya service per conception (SC) dan rendahnya conception rate (CR).
Keberhasilan IB ditentukan oleh beberapa faktor, yakni SDM peternak, keterampilan
inseminator, dan sarana pendukung (peralatan) (Sitepu et al. 1997).
III. Kesimpulan
Strategi yang dapat ditempuh dalam pemenuhan kecukupan daging sapi diantaranya
dengan menerapkan pola pengembangan yang harus mampu meningkatkan daya saing produk
daging sapi, mengembangkan sumber daya genetik sapi lokal karena sudah beradaptasi
dengan lingkungan dan sumber pakan lokal tersedia, dan penerapan teknologi IB yang
menghasilkan pedet lebih besar dengan laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat
diperoleh bobot potong yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai