Anda di halaman 1dari 5

Sifat Kimia Telur

Telur mengandung hampir semua zat makanan yang diperlukan manusia

seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral. Telur puyuh merupakan sumber

protein hewani serta menjadi bahan makanan yang potensial karena banyak

memegang peranan dalam membantu mencukupi kebutuhan gizi masyarakat .

Dalam telur puyuh juga mengandung berbagai macam vitamin seperti vitamin A,

D, E, K dan mengandung sejumah mineral yang cukup tinggi (Haryoto, 2002).

Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam yang

terdiri dari 3 komponen pokok yaitu putih telur (58%), kuning telur (31%), dan

kerabang telur (11%) (Ensminger dan Nesheim, 1992). Telur puyuh memiliki

kandungan lemak relatif rendah jika dibandingkan dengan telur unggas lainnya

(Redaksi Agromedia, 2007).

Perubahan fisika dan kimia telur juga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat

fungsional telur yang bersangkutan. Telur, baik secara keseluruhan maupun bagian

misalnya kuning telur atau putih telur memiliki sifat seperti berikut:

1. Waktu Koagualasi dan Kekuatan

Gel Koagulasi atau gelatinasi produk adalah proses kimia dimana cairan sol

berubah menjadi gel. Koagulasi ditandai dengan perubahan dari molekul rantai

panjang menjadi struktur tiga dimensi, dimana struktur makromolekul pada sol

menjadi matriks gel tiga dimensi. Kekuatan elektrostatis yang kuat mengikat

makromolekul di dalam fase sol dengan ikatan hidrogen, ikatan disulfide dan ikatan

intermolekul menyebabkan makromolekul insoluble dalam gel. Makromolekul

protein dan karbohidrat, baik putih maupun kuning telur mempunyai kemampuan

membentuk gel (Bell dan Weaver, 2002). Koagulasi oleh panas terjadi akibat reaksi

antara protein dan air yang diikuti dengan penggumpalan protein karena ikatan-
ikatan antar molekul. Putih telur ayam akan terkoagulasi pada suhu 620C.

Sedangkan kuning telurnya terkoagulasi pada 650C. Putih telur bebek terkoagulasi

pada suhu yang lebih rendah, yaitu 550C setelah 10 menit pemanasan. Kemampuan

koagulasi ini memungkinkan telur untuk mengikat air dan mempertahankan kesan

basah produk bakery selama penyimpanan (Winarno dan Koswara, 2002).

Koagulasi oleh telur karena pemanasan tidak terjadi begitu saja melainkan juga

ditentukan oleh waktu pemasaran, dimana kecepatan terjadinya koagulasi pada

telur akan bertambah dengan bertambahnya lama pemanasan yang diikuti oleh

kenaikan suhu.Waktu koagulasi lebih cepat terjadi pada produk putih telur yang

tidak diberi tambahan sukrosa dibandingkan dengan yang diberi tambahan sukrosa

(Nahariah dkk, 2010). Kemampuan protein untuk membentuk gel sangat penting

dalam proses pengolahan pangan. Teknik pengolahan pangan yang berhubungan

dengan kemampuan pembentukan gel adalah perlakuan menggunakan panas.

Pemanasan pada protein akan menyebabkan denaturasi. Adanya pemanasan dan

keberadaan air, protein dapat membentuk matriks gel dengan menyeimbangkan

interaksi antara protein-protein dan protein-pelarut di dalam produk pangan.

Matriks gel ini dapat mengikat air, lemak, dan ingredient lainnya untuk dapat

menghasilkan berbagai jenis produk, seperti adonan roti, tahu, keju dan yogurt

(Andarwulan dkk., 2011). Kekuatan gel adalah kriteria yang sering digunakan

untuk mengevaluasi protein pangan. Kualitas beberapa bahan pangan terutama

tekstur dan mouthfeel ditentukan oleh kapasitas gel protein. Sifat unik dari protein

gel adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan. Gel

sebagai fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-

pelarut seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk (Kusnandar,

2005)
2. Daya busa (Foaming)

Busa adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila putih telur

dikocok, maka gelembung udara akan terperangkap dalam albumen cair dan

membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap, busa yang terbentuk

akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan busa ditentukan oleh

kandungan ovomusin (salah satu komponen putih telur) (Aini, N. 2009).

Telur ayam ras dan buras memiliki kandungan gizi yang tidak berbeda jauh.

Jika dilihat dari komposisi kimia kandungan protein telur ayam ras dan buras

memiliki kandungan protein yang tidak berbeda jauh. Perbedaan yang lebih terlihat

hanya pada kandungan lemaknya (Muchtadi dkk., 2010).

Kandungan Gizi Telur Unggas


Protein Lemak Karbohidrat Abu Kadar Air
Telur
(%)
Puyuh 13,6 8,24 1,0 1,1 73,7
Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0 73,7
Ayam Buras 13,4 10,3 - - -
Sumber : Muchtadi dkk (2010)

Sedangkan menurt Yuwanta (2007) Kandungan gizi ayam buras per 100

gramnya memiliki kandungan protein sebesar 11,7 gram protein, 17,1 gram lemak

dan 67,5 gram kadar air.

Kandungan Gizi Ayam Buras


Jenis Zat Telur Komplit Putih Telur Kuning Telur
Bahan yang dimakan (%) 90 100 100
Air (g) 67,5 54,8 15,3
Bahan Kering (g) 23,32 6,9 15,6
Energi (cal) 152,4 26,7 128,3
Protein (g) 11,7 6,7 4,9
Lemak (g) 17,1 - 17,1
Kolesterol (g) 0,42 - 0,42
Glukosa (g) 0,3 0,2 0,1
Mineral (g) 0,8 0,3 0,5
Sumber : Yuwanta (2007)

Telur itik memiliki keunggulan dalam kandungan gizinya, dibandingkan

dengan telur unggas lainnya, telur bebek/itik memiliki kadar protein yang lebih

tinggi serta kandungan lemak yang tinggi.

Kandungan Gizi Telur Itik


Bagian (%) Isi Telur Putih Telur Kuning Telur
Berat 67 40,4 26,6
Air 69,7 86,6 44,8
Bahan kering 30,3 13,2 55,2
Protein 13,7 11,3 17,7
Lemak 14,4 0,08 35,2
Karbohidrat 1,2 1,0 1,1
Sumber : Asih 2010
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. 2009. Lebih Jauh Tentang Sifat Fungsional Telur. http://kulinologi.biz/.


Diakses pada15 januari 2017.
Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian
Rakyat, Jakarta.
Asih, N.H.F. (2010). Kualitas Sensoris dan Antioksidan Telur Asin dengan
Penggunaan Campuran KCl dan Ekstrak Daun Jati. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Bell, D.D and W.D Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Production.

Ensminger, M.A & C. Nesheim. (1992). Foultry Science (Animal Agriculture


Series).3nd Edition. Interstate Publisher , Inc, Danville, ilinois

Haryoto. (2002). Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: KANISIUS (Anggota


IKAPI).
Kusnandar, F. 2005. Mengenal Sifat Fungsional Protein. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Muchtadi, T.R., Sugiyono, M., dam Ayustaningwarno, F. (2010). Ilmu


Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: ALFABETA, CV.
Nahariah., E. Abustam danR. Malaka. 2010. Karakteristik Fisikokimia Tepung
Putih Telur Hasil Fermentasi Saccharomyces cereviceae dan Penambahan
Sukrosa pada Putih Telur Segar. Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin, Makassar. 1(1): 35-42

Redaksi AgroMedia. (2007). Sukses Beternak Puyuh. Jakarta: PT Agromedia


Pustaka.
Winarno, F. G. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. MBrio
Press. Bogor

Yuwanta, T. (2007). Beternak Ayam Buras. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.

Anda mungkin juga menyukai