NPM : 200110180051
Kelas :A
TEKNOLOGI DAGING
b. Berat Darah : 33 g
c. Berat Bulu : 59 g
820
X 100 % = 74.5454
1100
Sayap : 60 g
Punggung : 120 g
2. Keempukan Daging
3. Susut Masak
= 3,14 x 2,232
= 15.61 CM2
= 4,22 CM2
= 15,61-4.22
= 11.38
11.38
=
-8,0
0,0948
= 120.04-8,0 = 112.042
Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020
Daya Ikat Air (DIA) : Kadar Air %- 𝑚𝑔 𝐻2O x 100 %
300
112.042
= 75% - x 100 %
300
= 75 % - 37.3%
= 37.7 %
a. Bobot Hidup : 1 kg
b. Berat Darah : 36 g
c. Berat Bulu : 71 g
Sayap : 180 g
Punggung : 104 g
2. Keempukan Daging
30−23
x 100 % = 23.33 %
30
= 23.74 cm2
9,07 cm2
14.67 cm2
14,67
=
0,0948 -8,0
= 154.74-8.0 = 146.746
146.746
= 75 % - x 100 %
300
= 75 % - 48.9%
= 26.1%
PEMBAHASAN
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Namun demikian seiring dalam
kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot,
meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama
Pada rata-rata presentasi karkas pada ayam yang tidak dilelahkan adalah 74,5 %
dan pada ayam yang dilelahkan adalah 68,7 %. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
dari North dan Bell (1992) yang menyatakan persentase karkas broiler bervariasi antara
65 – 75% dari bobot badan, semakin berat ayam yang dipotong, maka karkasnya semakin
tinggi pula. Pada penelitian Amrullah, 2002 menyatakan bahwa bobot karkas berbeda-
beda untuk setiap umurnya seperti pada umur 8 minggu memiliki bobot karkas sekitar
1,995 gram dengan persentase bagian- bagian karkas yaitu lemak abdominal 4,3%, sayap
9,6%, betis 13,0%, paha 16,6%, dada bertulang 34,2% dan dada tanpa tulang 22,6% . Pada
ayam yang tidak dilelahkan didapat bobot karkas 820 g dan pada ayam yang dilelahkan
687 g.
Keempukan daging merupakan salah satu penentu paling mendasar pada kualitas
daging. Keempukan sebagian besar dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni sebelum pemotongan
(antemortem) meliputi : spesies, bangsa, fisiologi, umur, jenis kelamin, manajemem dan
stress. Faktor lainnya yaitu setelah pemotongan (postmortem) meliputi : refrigerasi, metode
pengempuk
Uji keempukan pada daging berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan,
diperoleh data keempukan pada ayam yang tidak dilelahkan yaitu 52, 33 mm/detik/gram
dan pada ayam yang dilelahkan yaitu 42 mm/detik/gram. Hal ini menunjukkan bahwa
ayam yang dilelahkan lebih empuk dibandingkan dengan ayam yang tidak dilelahkan.
pemasakan karena mencairkan lemak dan putusnya serabut otot daging yang
dan pada ayam yang dilelahkan 23,3 %. Pada praktikum ini susut masak pada ayam yang
tidak dilelahkan memiliki nilai yang lebih baik dibanding dengan ayam yang dilelahkan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Arief, dkk. (2005), yang menyatakan daging
dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dari pada
daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi
selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Semakin rendah nilai susut masak maka
menunjukkan bahwa daging memiliki kualitas yang semakin baik sebab tidak banyak
kehilangan masa daging ketika dimasak. Menurut Goman (1994) selama pemasakan
daging, proses perubahan air akan ditekan keluar karena jaringan menyusut. Kolagen
lebih sukar larut pada ternak dewasa karena ikatan akan semakin kuat sehingga semakin
Menurut Lawrie (2003) menyatakan bahwa daya mengikat air daging sangat
dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH akhir semakin tinggi daya mengikat air atau nilai
air. Uji daya ikat air berdasarkan praktikum yang telah diakukan diperoleh kadar air bebas
sekitar 37,7% pada ayam yang tidak dilelahkan dan sekitar 26,1 % pada ayam yang
dilelahkan. Menurut Swatland (2000), kualitas daging dipengaruhi oleh otot, pakan dan
perlakuan sebelum pemotongan. Soepamo (2009) menambahkan bahwa daya ikat air
KESIMPULAN
mengetahui hasil uji kualitas daging dengan nilai presentasi karkas pada ayam yang tidak
dilelahkan adalah 74,5 % dengan bobot 820 g dan pada ayam yang dilelahkan adalah 68,7
% dengan bobot 687 g. Selanjutnyam, Uji keempukan daging pada ayam yang tidak
mm/detik/gram. Kemudian, hasil susut masak ayam yang tidak dilelahkan mencapai
16,67% dan pada ayam yang dilelahkan 23,3 %, serta daya ikat air sekitar 37,62% pada
ayam yang tidak dilelahkan dan sekitar 26,08 % pada ayam yang dilelahkan.
Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. K. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi KPP. IPB.
Goman, D. M., dan Shemingion, K. B.. 1994. Imu Pangan : Pengantar Imu Pangan,
North, M.O and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual.2nd Ed. The
Suryati, T dan I. I. Arief. 2005. Pengujian daya putus warner-bratzler, susut masak dan
Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada. University
Soeparno, 1992. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Prosesing Daging Unggas.
Yogyakarta.
Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suhu Ruang Coklat 58.1 42.6 73,32% Tidak pecah Normal Sedikit Kotor
Tidak retak
Suhu Ruang 56 Agak Jelas 0.42 2,76 1,12 0,40 0,56 8,65 0,06 75,063
Dipping 60 Terlihat 0.39 3,10 1,22 0,39 0,46 8,96 0,05 64,706
minyak
kelapa
PEMBAHASAN
Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak, produk peternakan yang
memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat.Oleh sebab itu perlu
dilakukan suatu tindakan atauusaha-usaha bidang teknologi kualitas dan penanganan pasca
produksi telur.Tindakan ini penting agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha inidapat
sampai ke konsumen dengan kualitas yang masih tetap baik (Rianto, 2011).
Pada praktikum teknologi telur ini dilakukan pengamatan eksterior telur pada telur
segar didapatkan hasil warna kerabang coklat dengan panjang 53,3 mm dan lebar 44.8 mm,
pada telur yang disimpan pada suhu ruang didapat warna telur coklat dengan panjang 58,1 mm
dengan lebar 42,6 mm, dan pada telur yang di dipping minyak kelapa memiliki warna coklat
telur suhu ruang shape index telur 73,3, dan pada telur yang di dipping minyak kelapa shape
index 78,2.
Berdasarkan pengamatan praktikum ini semua telur memiliki keutuhan sama yaitu telur
tidak retak dan tidak pecah, pada telur segar dan telur suhu ruang memili tekstur normal serta
sedikit kotor, sedangkan pada telur yang di dipping minyak kelapa memiliki tekstur sedikit
normal serta bersih. bentuk telur dapat ditentukan dengan indeks telur yaitu perbandingan
antara lebar (diameter) telur dengan panjang telur dikalikan 100. Bentuk telur yang baik
Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan berat lebih dari 65 gr,
extra large 60-65 gr, large/besar 55-60 gr, medium 50-55 gr, small /kecil 45-50gr,
dan peewee di bawah 45 gr. Berdasarkan pada praktikum pengamatan interior telur, telur segar
masuk kedalam kategori extra large karena memiliki berat 65 gr, telur yang disimpan dalam
suhu ruang masuk dalam kategori large karena memiliki berat sebesar 56 g, serta telur yang di
dipping minyak kelapa masuk kedalam kategori large atau extra large karena memiliki berat
Indeks kuning telur yang baik berkisar antara 0,40 sampai 0,42, apabila telur terlalu
lama disimpan, maka indeks yolk menurun menjadi 0,25 atau kurang. Hal ini disebabkan
kuning telur semakin encer dan semakin lebar telurnya yang baru mempunyai indeks yolk
sebesar 0,30 sampai dengan 0,50 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996). Pada hasil praktikum
indeks kuning telur pada telur segar adalah 0,43, telur yang disimpan dalam suhu ruang 0,41,
dan pada telur yang di dipping minyak kepala 0,39. Perubahan indeks telur ini diakibatkan
penyimpanan telur yang terlalu lama dan menyebabkan pemindahan air dari putih telur menuju
kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10ºC. Menurut Grant (1979) penurunan nilai
indeks yolk dapat terjadi akibat menurunnya kandungan protein. Dalam kondisi ini protein yang
Menurut Buckle et al. (1987) indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai dengan
0,174. Pada praktikum ini indeks putih telur pada telur segar ialah 0,117, telur yang disimpan
dalam suhu ruangan 0,064 dan pada telur yang di dipping minyak kelapa IPT nya adalah 0,051.
merupakan dasar pengukuran indeks mutu telur. Nilai Haugh Unit tergolong dalam kelas AA
(baik sekali) dengan kategori nilai HU > 79 (Buckle, dkk., 1987). Munawaro & Naimatun
(2010) menyatakan bahwa HU dinyatakan dengan rumus: HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
Keterangan: H = tinggi albumen kental (mm) W = berat telur (gram) (Card and Neishein, 1975).
Berdasarkan HU, kualitas albumen dapat digolongkan menjadi empat, yaitu highest (AA)
untuk HU diatas 72, high (A) untuk HU antara 60 sampai 72, intermediate (B) jika HU antara
31 sampai 60 dan low (C) untuk HU di bawah 31. Pada praktikum ini penilaian Haugh Unit
(HU) pada telur segar adalah 77,12 (AA), pada telur yang disimpan dalam suhu ruang adalah
75,06 (AA) sedangkan pada telur yang di dipping minyak kelapa HU sebesar 64,71 (AA).
KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang telah di lakukan di ketahui bahwa setiap perlakuan yang
berbeda akan menyebabkan hasil akhir yang berbeda pula, hal tersebut dikarenakan selain
pengaruh genetic, kualitas telur juga sangat di pengaruhi oleh lama penyimpanan dan keadaan
lingkungan. Kualitas telur yang baik adalah yang baru saja di keluarkan oleh induk telur,
bentuknya normal, utuh dan jika di lakukan candling bayangan yolknya tidak terlalu jelas
untuk terlihat
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, A.K., A.R. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Jakarta.
Grant, R.A. 1979. Applied Protein Chemistry. Research Director. Aquapure, Ltd. Parkstone
Poole. Dorset, UK
Indratiningsih, R. A dan Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak Susu dan. Telur.
Rianto. 2011. Teknologi Hasil Ternak Telur, Susu dan Daging. Jurnal Peternakan 2(3):108-
117
Steward, G. F. dan J. C. Abbott. 1972. Marketing eggs and poultry. Third Printing. Food and
Pengamatan Hasil
Berat Jenis 1,035+-0,00022 = 1,0328
- Suhu ̊
16 C
- Skala Laktodensimeter 1,035
Pengamatan Hasil
PEMBAHASAN
Susu merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi yag sehat, dengan pemerahan
yang sempurna dan tanpa mengurangi atau menambah suatu komponen (Dirjen Peternakan,
1983). Susu sebagai bahan dasar pengolahan susu, kemungkinan dapat berlainan dan
hasil tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam SNI No. 01-3141-1998 adalah
minimal 1,0280. Adapun Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan bahan
padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar
lemaknya, berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan laktodensimeter atau
lactometer.
Pada hasil pengamatan praktikum teknologi susu ini didapatkan hasil 9,37% hal itu
sesuai dengan yang ditetapkan oleh SNI (2011) kandungan bahan kering tanpa lemak pada
susu minimum 7,8%. Mutaminah et al. (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi protein
Hasil dari uji fisik menunjukan warna susu putih kekuningan, kekuningan disini
dikarenakan memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo, 1997 dalam Ginting
dan Pasaribu, 2005). Bau aroma susu segar adalah khas bau susu karena adanya kandungan
asam volatile dan lemak dalam susu. Susu segar yang normal berasa agak manis karena
mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu
didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan
keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar
klorida.
reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari "methylen blue" (MB) menjadi tak
berwarna. Apabila kedalam susu dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut
berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut berangsur-angsur hilang. Lama
waktu hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah
mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim
reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan
Dari hasil pengamatan praktikum Teknologi susu, dapat diiketahui hasil yang diuji
dan memiliki kualitas yang cukup baik. Dapat dilihat dari berat jenisnya yang sesuai dengan
SNI, dan kandungan Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak nya yang cukup,
warnanya punkekuningan. Hasil uji alcohol, uji kebersihan, dan uji didih pun cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ginting, Nurzainah, dan Elsegustri Pasaribu. 2005. Pengaruh Temperatur dalam Pembuatan
Mutamimah, L., Utami, dan Sadewo. 2013. Kajian kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak
susu kambing Sapera di Cilacap dan Bogor. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1: 874-
880.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. SNI 01-3141-1998.Syarat Mutu Susu Segar.
PEMBAHASAN
Menurut, Astawan (2011). Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang
merupakansuatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Pada saat hidup, kulit
memiliki fungsi antara lain sebagai indra perasa,tempat pengeluaran hasil pembakaran,
sebagai pelindung darikerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan, sebagai
penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatantubuh hewan. Kulit ternak
memiliki banyak kegunaan baik dalam penggunaan sebagai kebutuhan pangan atau olahan
pangan, kebutuhan sandang dan keperluan lainnya. Adapun sebelum digunakan, kulit tersebut
harus dilakukan pengolahan yang mana pengolahan tersebut dilakukan dalam tahap proses
penggaraman, proses tersebut dilakukan dengan menggunakan garam dapur (NaCl) atau
garam klorin (NaCL+Na2SO4) dari kadar air 65% menjadi ±30%.
Yaitu butiran garam ±1mm, kadar Ca dan Mg harus kurang dari 2% dan bebas dari besi (Fe).
Adapun penggunaan garam yakni untuk mendorong dan mengeluarkan air dari kulit dan
menggunakan garam yang tidak beryodium yang akan membuat kulit menjadi semakin awet
dan tidak berbilatung sehingga bisa menjaga kualitas kulit dan dapat dilakukan penyimpanan
3. Langkah berikutnya yang harus dilakukan yaitu pastikan hamparan kulit dengan
bagian daging menghadap ke atas dan kulit dilebarkan sampai keujung jangan sampai ada
berbelatung dan busuk. Pastikan untuk menambahkan garam. Setelah itu lakukan pelipatan
kulit, ada beberapa cara pelipatan kulit salah satunya pelipatan dari dua sisi menjadi satu dan
pastikan bahwa lipatan tidak terbuka. Penyimpanan harus dipastikan tidak terkena air dan lalat
agar daya tahan kulit semakin lama dan kualitas kulit dan harga semakin baik.
KESIMPULAN
Dapat mengetahui dan memahami pengolahaan kulit dengan proses pengawetan kulit dengan
metode penggaraman.
DAFTAR PUSTAKA