Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Nama : Raka Pratama

NPM : 200110180051

Kelas :A

TEKNOLOGI DAGING

DATA HASIL PENGAMATAN

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Tidak Dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1,1 kg

b. Berat Darah : 33 g

c. Berat Bulu : 59 g

d. Berat Kaki, kepala dan jeroan : 188 g

e. Berat Karkas : 820 g

f. Persen karkas (perhitungan) : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑋 100 %


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝

820
X 100 % = 74.5454
1100

g. Parting : Dada : 300 g

Paha Atas : 180 g

Paha Bawah : 180 g

Sayap : 60 g

Punggung : 120 g

2. Keempukan Daging

Pengukuran ke-1 : 55 mm/detik/gram

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Pengukuran ke-2 : 51 mm/detik/gram

Pengukuran ke-3 : 51 mm/detik/gram

Keempukan daging = 52.3 mm/detik/gram

3. Susut Masak

Berat daging sebelum dimasak : 30 g


Berat daging setelah dimasak : 25 g

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘


% Susut Masak : x 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘

30−25 x 100 % = 16.67%


30

4. Daya Ikat Air

Berat sampel daging : 0,3 g

Luas Area total : π x 𝑟2cm2

= 3,14 x 2,232

= 15.61 CM2

Luas Area daging : π x 𝑟2cm2


=
3,14 x 1,162

= 4,22 CM2

Luas Area basah : Luas Area Total-Luas Area Daging

= 15,61-4.22

= 11.38

𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐶𝑀2)


mg H O : – 8,0
2
0,0948

11.38
=
-8,0
0,0948

= 120.04-8,0 = 112.042
Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020
Daya Ikat Air (DIA) : Kadar Air %- 𝑚𝑔 𝐻2O x 100 %
300

112.042
= 75% - x 100 %
300

= 75 % - 37.3%

= 37.7 %

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1 kg

b. Berat Darah : 36 g

c. Berat Bulu : 71 g

d. Berat Kaki, kepala dan jeroan : 206 g

e. Berat Karkas : 687 g

f. Persen karkas (perhitungan) : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑋 100 %


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝

687 X 100 % = 68.7 %


1000

g. Parting : Dada : 260 g

Paha Atas : 152 g

Paha Bawah : 152g

Sayap : 180 g

Punggung : 104 g

2. Keempukan Daging

Pengukuran ke-1 : mm/detik/gram

Pengukuran ke-2 : mm/detik/gram

Pengukuran ke-3 : mm/detik/gram

Keempukan daging = 42 mm/detik/gram (diambil dari rerata pengukuran)

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


3. Susut Masak

Berat daging sebelum dimasak :30 g


Berat daging setelah dimasak : 23 g

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘


% Susut Masak =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑎𝑘

30−23
x 100 % = 23.33 %
30

4. Daya Ikat Air

Berat sampel daging : 0,3 g

Luas Area total : π x 𝑟2cm2

= 23.74 cm2

Luas Area daging : π x 𝑟2cm2

9,07 cm2

Luas Area basah : L.Area Total-Luas Area Daging

14.67 cm2

𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐶𝑀2)


mg H O : – 8,0
2
0,0948

14,67
=
0,0948 -8,0

= 154.74-8.0 = 146.746

Daya ikat air : KA % - 𝑚𝑔 𝐻2O x 100 %


300

146.746
= 75 % - x 100 %
300

= 75 % - 48.9%
= 26.1%

PEMBAHASAN

Menurut Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Namun demikian seiring dalam

kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot,

meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama

otot dengan daging.

Pada rata-rata presentasi karkas pada ayam yang tidak dilelahkan adalah 74,5 %

dan pada ayam yang dilelahkan adalah 68,7 %. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian

dari North dan Bell (1992) yang menyatakan persentase karkas broiler bervariasi antara

65 – 75% dari bobot badan, semakin berat ayam yang dipotong, maka karkasnya semakin

tinggi pula. Pada penelitian Amrullah, 2002 menyatakan bahwa bobot karkas berbeda-

beda untuk setiap umurnya seperti pada umur 8 minggu memiliki bobot karkas sekitar

1,995 gram dengan persentase bagian- bagian karkas yaitu lemak abdominal 4,3%, sayap

9,6%, betis 13,0%, paha 16,6%, dada bertulang 34,2% dan dada tanpa tulang 22,6% . Pada

ayam yang tidak dilelahkan didapat bobot karkas 820 g dan pada ayam yang dilelahkan

687 g.

Keempukan daging merupakan salah satu penentu paling mendasar pada kualitas

daging. Keempukan sebagian besar dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni sebelum pemotongan

(antemortem) meliputi : spesies, bangsa, fisiologi, umur, jenis kelamin, manajemem dan
stress. Faktor lainnya yaitu setelah pemotongan (postmortem) meliputi : refrigerasi, metode

chilling, pembekuan, pelayuan, penyimpanan, pengolahan serta penambahan bahan

pengempuk

Uji keempukan pada daging berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan,

diperoleh data keempukan pada ayam yang tidak dilelahkan yaitu 52, 33 mm/detik/gram

dan pada ayam yang dilelahkan yaitu 42 mm/detik/gram. Hal ini menunjukkan bahwa

ayam yang dilelahkan lebih empuk dibandingkan dengan ayam yang tidak dilelahkan.

Dalam Soeparno (2005) menyatakan bahwa keempukan daging dipengaruhi oleh

pemasakan karena mencairkan lemak dan putusnya serabut otot daging yang

menyebabkan daging menjadi lebih empuk.


Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


pemanasan pada daging. Nilai susut masak pada ayam yang tidak di lelahkan 16,67%

dan pada ayam yang dilelahkan 23,3 %. Pada praktikum ini susut masak pada ayam yang

tidak dilelahkan memiliki nilai yang lebih baik dibanding dengan ayam yang dilelahkan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Arief, dkk. (2005), yang menyatakan daging

dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dari pada

daging dengan persentase susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi

selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Semakin rendah nilai susut masak maka

menunjukkan bahwa daging memiliki kualitas yang semakin baik sebab tidak banyak

kehilangan masa daging ketika dimasak. Menurut Goman (1994) selama pemasakan

daging, proses perubahan air akan ditekan keluar karena jaringan menyusut. Kolagen

lebih sukar larut pada ternak dewasa karena ikatan akan semakin kuat sehingga semakin

tua ternak akan semakin berkurang susut masaknya.

Menurut Lawrie (2003) menyatakan bahwa daya mengikat air daging sangat

dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH akhir semakin tinggi daya mengikat air atau nilai

mgH2O rendah. Tingkat penurunan pH postmortem berpengaruh terhadap daya mengikat

air. Uji daya ikat air berdasarkan praktikum yang telah diakukan diperoleh kadar air bebas

sekitar 37,7% pada ayam yang tidak dilelahkan dan sekitar 26,1 % pada ayam yang

dilelahkan. Menurut Swatland (2000), kualitas daging dipengaruhi oleh otot, pakan dan
perlakuan sebelum pemotongan. Soepamo (2009) menambahkan bahwa daya ikat air

dipengaruhi oleh kadar protein daging dan karkas.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum teknologi daging dapat disimpulkan yakni dapat

mengetahui hasil uji kualitas daging dengan nilai presentasi karkas pada ayam yang tidak

dilelahkan adalah 74,5 % dengan bobot 820 g dan pada ayam yang dilelahkan adalah 68,7

% dengan bobot 687 g. Selanjutnyam, Uji keempukan daging pada ayam yang tidak

dilelahlan 52, 33 mm/detik/gram dan pada ayam yang dilelahkan adalah 42

mm/detik/gram. Kemudian, hasil susut masak ayam yang tidak dilelahkan mencapai
16,67% dan pada ayam yang dilelahkan 23,3 %, serta daya ikat air sekitar 37,62% pada

ayam yang tidak dilelahkan dan sekitar 26,08 % pada ayam yang dilelahkan.
Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi KPP. IPB.

Baranang siang, Bogor

Goman, D. M., dan Shemingion, K. B.. 1994. Imu Pangan : Pengantar Imu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.

Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta

North, M.O and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual.2nd Ed. The

Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Conecticut, New York

Suryati, T dan I. I. Arief. 2005. Pengujian daya putus warner-bratzler, susut masak dan

organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai

konsumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Soepamo. 2009. IImu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta

Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada. University

Press, Yogyakarta Swatland, H. J.. 20 12. Developing New Technology for

Marketing Comelid Meat Quality. University of Guelard. Canada

Soeparno, 1992. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Prosesing Daging Unggas.

Fakultas Peternakan. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


TEKNOLOGI TELUR
A. HASIL PENGAMATAN EKSTERIOR TELUR

Perlakuan Warna Bentuk Shape Keutuhan Tekstur Kebersihan


Panjang Lebar Index
(mm) (mm)
Telur Segar Coklat 53.3 44.8 Tidak retak Normal Sedikit Kotor
84,05% Tidak pecah

Suhu Ruang Coklat 58.1 42.6 73,32% Tidak pecah Normal Sedikit Kotor
Tidak retak

Dipping coklat 57.7 45.1 78,16% Tidak pecah Sedikit Bersih


minyak Tidak retak Normal
kelapa

B. HASIL PENGAMATAN INTERIOR TELUR

Perlakuan Berat Bayangan Tebal Kuning IKT Putih Telur IPT HU


Yolk Keraba Telur
ng Lebar Tinggi Tinggi Lebar
(cm) (cm) (cm) (cm)
Telur Segar 65 Tidak Jelas 0.38 3,45 1,48 0,43 0,63 5,35 0,12 77,116

Suhu Ruang 56 Agak Jelas 0.42 2,76 1,12 0,40 0,56 8,65 0,06 75,063

Dipping 60 Terlihat 0.39 3,10 1,22 0,39 0,46 8,96 0,05 64,706
minyak
kelapa

PEMBAHASAN

Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak, produk peternakan yang

memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat.Oleh sebab itu perlu

dilakukan suatu tindakan atauusaha-usaha bidang teknologi kualitas dan penanganan pasca

produksi telur.Tindakan ini penting agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha inidapat

sampai ke konsumen dengan kualitas yang masih tetap baik (Rianto, 2011).

Pada praktikum teknologi telur ini dilakukan pengamatan eksterior telur pada telur

segar didapatkan hasil warna kerabang coklat dengan panjang 53,3 mm dan lebar 44.8 mm,

pada telur yang disimpan pada suhu ruang didapat warna telur coklat dengan panjang 58,1 mm
dengan lebar 42,6 mm, dan pada telur yang di dipping minyak kelapa memiliki warna coklat

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


dengan panjang 57,7 mm dan lebar 45,1 mm. Telur segar memiliki shape index 84,1, pada

telur suhu ruang shape index telur 73,3, dan pada telur yang di dipping minyak kelapa shape

index 78,2.

Berdasarkan pengamatan praktikum ini semua telur memiliki keutuhan sama yaitu telur

tidak retak dan tidak pecah, pada telur segar dan telur suhu ruang memili tekstur normal serta

sedikit kotor, sedangkan pada telur yang di dipping minyak kelapa memiliki tekstur sedikit

normal serta bersih. bentuk telur dapat ditentukan dengan indeks telur yaitu perbandingan

antara lebar (diameter) telur dengan panjang telur dikalikan 100. Bentuk telur yang baik

mempunyai indeks telur sebesar 74. (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996)

Ukuran telur dibagi menjadi 6 golongan, yaitu jumbo dengan berat lebih dari 65 gr,

extra large 60-65 gr, large/besar 55-60 gr, medium 50-55 gr, small /kecil 45-50gr,

dan peewee di bawah 45 gr. Berdasarkan pada praktikum pengamatan interior telur, telur segar

masuk kedalam kategori extra large karena memiliki berat 65 gr, telur yang disimpan dalam

suhu ruang masuk dalam kategori large karena memiliki berat sebesar 56 g, serta telur yang di

dipping minyak kelapa masuk kedalam kategori large atau extra large karena memiliki berat

60 hal tersebut berdasarkan pernyataan Stewart dan Abbott (1972).

Indeks kuning telur yang baik berkisar antara 0,40 sampai 0,42, apabila telur terlalu

lama disimpan, maka indeks yolk menurun menjadi 0,25 atau kurang. Hal ini disebabkan

kuning telur semakin encer dan semakin lebar telurnya yang baru mempunyai indeks yolk

sebesar 0,30 sampai dengan 0,50 (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996). Pada hasil praktikum

indeks kuning telur pada telur segar adalah 0,43, telur yang disimpan dalam suhu ruang 0,41,

dan pada telur yang di dipping minyak kepala 0,39. Perubahan indeks telur ini diakibatkan

penyimpanan telur yang terlalu lama dan menyebabkan pemindahan air dari putih telur menuju

kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10ºC. Menurut Grant (1979) penurunan nilai

indeks yolk dapat terjadi akibat menurunnya kandungan protein. Dalam kondisi ini protein yang

dimaksud adalah fosfitin, lipovitelin dan livetin.

Menurut Buckle et al. (1987) indeks albumen bervariasi antara 0,054 sampai dengan

0,174. Pada praktikum ini indeks putih telur pada telur segar ialah 0,117, telur yang disimpan

dalam suhu ruangan 0,064 dan pada telur yang di dipping minyak kelapa IPT nya adalah 0,051.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Haugh Unit yaitu hubungan antara tebal atau tinggi albumen dengan keseluruhan bobot telur,

merupakan dasar pengukuran indeks mutu telur. Nilai Haugh Unit tergolong dalam kelas AA

(baik sekali) dengan kategori nilai HU > 79 (Buckle, dkk., 1987). Munawaro & Naimatun

(2010) menyatakan bahwa HU dinyatakan dengan rumus: HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)

Keterangan: H = tinggi albumen kental (mm) W = berat telur (gram) (Card and Neishein, 1975).

Berdasarkan HU, kualitas albumen dapat digolongkan menjadi empat, yaitu highest (AA)

untuk HU diatas 72, high (A) untuk HU antara 60 sampai 72, intermediate (B) jika HU antara

31 sampai 60 dan low (C) untuk HU di bawah 31. Pada praktikum ini penilaian Haugh Unit

(HU) pada telur segar adalah 77,12 (AA), pada telur yang disimpan dalam suhu ruang adalah

75,06 (AA) sedangkan pada telur yang di dipping minyak kelapa HU sebesar 64,71 (AA).

KESIMPULAN

Berdasarkan pengujian yang telah di lakukan di ketahui bahwa setiap perlakuan yang

berbeda akan menyebabkan hasil akhir yang berbeda pula, hal tersebut dikarenakan selain

pengaruh genetic, kualitas telur juga sangat di pengaruhi oleh lama penyimpanan dan keadaan

lingkungan. Kualitas telur yang baik adalah yang baru saja di keluarkan oleh induk telur,

bentuknya normal, utuh dan jika di lakukan candling bayangan yolknya tidak terlalu jelas

untuk terlihat

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, A.K., A.R. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas

Indonesia Jakarta.

Grant, R.A. 1979. Applied Protein Chemistry. Research Director. Aquapure, Ltd. Parkstone

Poole. Dorset, UK

Indratiningsih, R. A dan Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak Susu dan. Telur.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rianto. 2011. Teknologi Hasil Ternak Telur, Susu dan Daging. Jurnal Peternakan 2(3):108-

117

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Diktat Kuliah Faperta Uncen. Manokwari.

Steward, G. F. dan J. C. Abbott. 1972. Marketing eggs and poultry. Third Printing. Food and

Agricultural Organization (FAO), The United Nation. Rome.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


TEKNOLOGI SUSU
A. HASIL PENGAMATAN SUSUNAN SUSU

Pengamatan Hasil
Berat Jenis 1,035+-0,00022 = 1,0328
- Suhu ̊
16 C
- Skala Laktodensimeter 1,035

Kadar Lemak 3,35 %


100 (1,0328−1)
1,23 (3,35) + 2,71 x
Bahan Kering 1,0328
4,1205 + 2,71 x 3.1758 = 12,73 %
BK – Lemak
Bahan Kering Tanpa Lemak 12,73% -3,35 = 9.37 %

B. HASIL PENGAMATAN KEADAAN SUSU

Pengamatan Hasil

Uji Fisik : - Putih kekuningan


Warna Bau - Normal
Rasa - Manis asin
Konsistensi - Normal
Uji Kebersihan Bersih
Uji Alkohol Tidak ada butir-butir didinding
Uji Didih Tidak ada butir-butir didinding
Derajat Asam mL NaOH yang digunakan untuk titrasi yakni 1,5 mL
1,5 X 4 = 6 mL Shoxlet Herikel

PEMBAHASAN

Susu merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi yag sehat, dengan pemerahan

yang sempurna dan tanpa mengurangi atau menambah suatu komponen (Dirjen Peternakan,

1983). Susu sebagai bahan dasar pengolahan susu, kemungkinan dapat berlainan dan

posisinya setelah susu tersebut mengalami perlakuan atau pengolahan.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


Berat jenis susu pada hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil 1,0328,

hasil tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam SNI No. 01-3141-1998 adalah

minimal 1,0280. Adapun Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan bahan

padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar

lemaknya, berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan laktodensimeter atau

lactometer.

Pada hasil pengamatan praktikum teknologi susu ini didapatkan hasil 9,37% hal itu

sesuai dengan yang ditetapkan oleh SNI (2011) kandungan bahan kering tanpa lemak pada

susu minimum 7,8%. Mutaminah et al. (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi protein

dan laktosa maka semakin tinggi bahan kering tanpa lemak.

Hasil dari uji fisik menunjukan warna susu putih kekuningan, kekuningan disini

dikarenakan memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo, 1997 dalam Ginting

dan Pasaribu, 2005). Bau aroma susu segar adalah khas bau susu karena adanya kandungan

asam volatile dan lemak dalam susu. Susu segar yang normal berasa agak manis karena

mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap jika susu

didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan dengan

keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar

klorida.

Uji reduktase pada prinsipnya mikroba didalam susu menghasilkan enzim

reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari "methylen blue" (MB) menjadi tak

berwarna. Apabila kedalam susu dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut

berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut berangsur-angsur hilang. Lama

waktu hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah

mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim

reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan

demikian pula sebaliknya.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan praktikum Teknologi susu, dapat diiketahui hasil yang diuji

dan memiliki kualitas yang cukup baik. Dapat dilihat dari berat jenisnya yang sesuai dengan

SNI, dan kandungan Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak nya yang cukup,

warnanya punkekuningan. Hasil uji alcohol, uji kebersihan, dan uji didih pun cukup baik.

Hasil uji reduktasenya juga tidak terlalu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Peternakan, 1983. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan Nomor

17/KPTS/DJP/Deptan/83. Tentang Syarat-syarat Tata Cara Pengawasan dan

Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri.

Ginting, Nurzainah, dan Elsegustri Pasaribu. 2005. Pengaruh Temperatur dalam Pembuatan

Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu dengan Menggunakan Lactobacillus

Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan,

Vol.1, No.2, Agustus 2005.

Mutamimah, L., Utami, dan Sadewo. 2013. Kajian kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak

susu kambing Sapera di Cilacap dan Bogor. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1: 874-

880.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. SNI 01-3141-1998.Syarat Mutu Susu Segar.

Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Jakarta.

SNI. 2011. Kualitas Susu Segar. Badan Standardisasi Nasional,Jakarta.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


TEKNOLOGI KULIT

PEMBAHASAN

Menurut, Astawan (2011). Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang

merupakansuatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Pada saat hidup, kulit

memiliki fungsi antara lain sebagai indra perasa,tempat pengeluaran hasil pembakaran,

sebagai pelindung darikerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan, sebagai

penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatantubuh hewan. Kulit ternak

memiliki banyak kegunaan baik dalam penggunaan sebagai kebutuhan pangan atau olahan

pangan, kebutuhan sandang dan keperluan lainnya. Adapun sebelum digunakan, kulit tersebut

harus dilakukan pengolahan yang mana pengolahan tersebut dilakukan dalam tahap proses

pengawetan antara lain yakni dengan metode penggaraman.

Adapun proses penggaraman pada kulit, sebagai berikut

1. Kulit yang akan diawetkan dipastikan harus mengembang sebelum dilakukan

penggaraman, proses tersebut dilakukan dengan menggunakan garam dapur (NaCl) atau
garam klorin (NaCL+Na2SO4) dari kadar air 65% menjadi ±30%.

Syarat garam yang digunakan :

Yaitu butiran garam ±1mm, kadar Ca dan Mg harus kurang dari 2% dan bebas dari besi (Fe).

Adapun penggunaan garam yakni untuk mendorong dan mengeluarkan air dari kulit dan

klorida mampu membunuh mikroorganisme.

2. Setelah itu dilakukan Proses pengawetan sementara sebelum melakukan penjualan,

menggunakan garam yang tidak beryodium yang akan membuat kulit menjadi semakin awet

dan tidak berbilatung sehingga bisa menjaga kualitas kulit dan dapat dilakukan penyimpanan

paling lama 1 bulan.

3. Langkah berikutnya yang harus dilakukan yaitu pastikan hamparan kulit dengan

bagian daging menghadap ke atas dan kulit dilebarkan sampai keujung jangan sampai ada

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020


lipatan yang membuat tidak terkena proses penggaraman karena akan membuatkulit menjadi

berbelatung dan busuk. Pastikan untuk menambahkan garam. Setelah itu lakukan pelipatan

kulit, ada beberapa cara pelipatan kulit salah satunya pelipatan dari dua sisi menjadi satu dan

pastikan bahwa lipatan tidak terbuka. Penyimpanan harus dipastikan tidak terkena air dan lalat

agar daya tahan kulit semakin lama dan kualitas kulit dan harga semakin baik.

KESIMPULAN

Dapat mengetahui dan memahami pengolahaan kulit dengan proses pengawetan kulit dengan

metode penggaraman.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, 2011. Anatomi Kulit. Jakarta. Erlangga.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan-2020

Anda mungkin juga menyukai