Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN AKHR PRAKTIKUM

Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak

Dosen Pengampu : Dr. Wendry Setiyadi P., S.Pt., M.Si.

Disusun Oleh :

Muhamad Fajar Pratama


200110190314

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG

2021
I

Praktikum Teknologi Daging

1.1 HASIL PENGAMATAN

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Tidak Dilelahkan)

a. Bobot Hidup : 1,1 kg

b. Berat Darah : 33 gram

c. Berat Bulu : 59 gram

d. Berat Kaki, Kepala, dan Jeroan : 188 gram

e. Berat Karkas : 660 gram

f. Persentase Karkas (Perhitungan) : 60%

g. Parting

- Dada : 300 gram

- Paha Atas + paha bawah :180 gram

- Sayap : 60 gram

- Punggung : 120 gram

h. Berat Daging yang diperoleh : 441 gram

2. Keempukan Daging

Hasil Pengukuran ke-1 :55 mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-2 :50 mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-3 :50 mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-4 : - mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-5 : - mm/detik/gram


Rataan Nilai Keempukan Daging : 51,6 mm/detik/gram

3. Susut Masak

a. Berat Sebelum Dimasak :30 gram

b. Berat Setelah Dimasak :25 gram

c. Susut Masak (Perhitungan) :16,6%

4. Daya Ikat Air

a. Berat Sampel Daging :0,3 gram

b. Luas Area Total :(3,14)(2,1)2 = 13,84 cm2

c. Luas Area Daging :(3,14)(1,2)2 = 4,52 cm2

d. Area Basah (Perhitungan) :13,84 – 4,52 = 9,32 cm2

e. mg H2O : (9,3/0,094)− 8,0 = 90,31

f. DIA :70,32% - (90,31/300) 𝑥 100 = 40,24%

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Dilelahkan)

a. Bobot Hidup :1 kg

b. Berat Darah :36 gram

c. Berat Bulu :71 gram

d. Berat Kaki, Kepala, dan Jeroan :206 gram

e. Berat Karkas :696 gram

f. Persentase Karkas (Perhitungan) :69,6%

g. Parting

- Dada :260 gram


- Paha Atas + paha bawah :152 gram

- Sayap :180 gram

- Punggung :104 gram

h. Berat Daging yang diperoleh :351 gram

2. Keempukan Daging

Hasil Pengukuran ke-1 :42 mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-2 :mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-3 :mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-4 :mm/detik/gram

Hasil Pengukuran ke-5 :mm/detik/gram

Rataan Nilai Keempukan Daging :42 mm/detik/gram

3. Susut Masak

a. Berat Sebelum Dimasak :30 gram

b. Berat Setelah Dimasak :23 gram

c. Susut Masak (Perhitungan) :23,3%

4. Daya Ikat Air

a. Berat Sampel Daging:0,3 gram

b. Luas Area Total:(3,14)(2,8)2 = 24,61 cm2

c. Luas Area Daging:(3,14)(1,8)2 = 10,17 cm2

d. Area Basah (Perhitungan):24,61 – 10,17 = 14,44 cm2

e. mg H2O: (14,44/0,0948) − 8,0 = 144,32


f. DIA:70,35% -(144,32/300) 𝑥 100% = 22,24%

1.2 Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan adanya


perbedaan produksi karkas antara ayam yang mengalami kelelahan dan ayam
yang tidak mengalami kelelahan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan dalam
literatur bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk penyembelihan ayam adalah
ayam harus dalam keadaan sehat dan tidak dalam keadaan lelah agar memiliki
tenaga yang cukup dan tidak ada tekanan untuk melakukan proses rigor mortis
dengan sempurna. (Budiati, 1992).

Karkas adalah bagian dari ternak setelah dipotong, dan bagian yang tidak
termasuk karkas dibuang, seperti jeroan (Hafid dan Priyanto, 2006). Persentase
karkas broiler bervariasi antara 65-75% dari bobot badan.Semakin berat ayam
dipotong, semakin tinggi karkasnya (Noth dan Bell, 1992). Pada praktek yang
telah dilakukan, proporsi karkas ayam yang tidak mengalami kelelahan sebesar
81,8%, dan proporsi karkas ayam yang mengalami kelelahan sebesar 81,8% dan
utnuk ayam yang dilelahkan sebesar 84%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
bobot karkas antara lain strain, umur, jenis kelamin dan kondisi fisik ternak
(Dewanti et al., 2013).

Keempukan ayam nonfatigue sebesar 52,3 mm/dtk/g, sedangkan ayam


leleh memiliki keempukan 42 mm/dtk/g. Perbedaannya adalah karena ayam yang
kelelahan sedang dalam keadaan stress. Menurut Soeparno (2009), keempukan
daging dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor pra-pemotongan
(antemortem), antara lain genetik, manajemen, spesies, fisiologi hewan, dan
umur. Faktor setelah pemotongan (postmortem) meliputi pelayuan, pembekuan,
cara pengolahan dan penambahan pelunak.

Susut masak ayam yang tidak mengalami dilelahkan sebesar 16,6%, dan
susut masak ayam yang mengalami dilelahkan sebesar 23,3%. Artinya kualitas
ayam tanpa dilelahkan baik karena susut masaknya lebih rendah. Menurut
Soeparno (2009) kualitas daging dengan susut masak yang lebih rendah relatif
lebih baik dibandingkan dengan daging dengan susut masak yang lebih besar

Daya ikat air ayam yang tidak dilelahkan yaitu sebesar 25%, sedangkan
pada daging ayam yang dilelahkan yaitu sebesar 1,4%. Daya ikat air pada daging
berkisar antara 20-60% (Soeparno, 2009).
1.3 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


kualitas daging ayam tidak dilelahkan mempunyai kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan daging ayam yang dilelahkan.

1.4 DAFTAR PUSTAKA

Budiarti.1992. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan


Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya.
Control Point Program, A Workshop Manual. The Food Processors
Institute, Washington, DC.

Dewanti, R., M. Irham dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng


gondok (Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap
persentase karkas, non-karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan
Umur Delapan Minggu. Buletin Peternakan Vol. 37(1): 19-25, Februari
2013. hlm. 19-25.

Hafid H & R Priyanto. 2006. Pertumbuhan dan distribusi potongan komersial


karkas sapi australian commercial cross dan brahman cross hasil
penggemukan. Media Peternakan 29(2) : 63-69.

North, M.O and D.D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual.2nd
Ed. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Conecticut, New York.

Soeparno. (2009). Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
II

TEKNOLOGI TELUR

2.1 Hasil Pengamatan

A. PENGAMATAN EKSTERIOR TELUR

Bentuk
Shap
Leba
Perlakua Warn Panjan e Tekstu
r Keutuhan Kebersihan
n a g Inde r
(mm) (mm x
)

Tidak
Telur Cokla 84,0 Norma Sedikit
53,3 44,8 pecah tidak
Segar t 5 l kotor
retak

Tidak
Suhu Cokla 73,3 Norma Sedikit
58,1 42,6 pecah tidak
Ruang t 2 l kotor
retak

Dipping Tidak
78,1 Sedikit
minyak coklat 57,7 45,1 pecah tidak bersih
6 normal
kelapa retak

B. PENGAMATAN INTERIOR TELUR

Kuning
Putih Telur
Telur
Bayang Tebal
Perlaku Ber Leb Leb
an Keraba Ting YI Ting AI HU
an at ar ar
Yolk ng gi gi
(cm (cm
(cm) (cm)
) )
Telur Tidak 3,4 0, 5,3 0, 77,1
65 0,38 1,48 0,63
Segar jelas 5 42 5 11 1

Suhu Agak 2,7 0, 8,6 0, 73,5


56 0,42 1,12 0,56
Ruang jelas 6 4 5 06 3

Dippin
g 0, 8,9 0, 66,5
60 Telihat 0,39 3,1 1,22 0,46
minyak 39 6 05 7
kelapa

Perhitungan :

1. Shape Index = Lebar / Panjang x 100

Telur segar

= 44.8/53.3 x 100

= 84.052

Suhu Ruang

= 42.6/58.1 x 100

= 73.321

Minyak Kelapa

= 45.1/57.7 x 100

= 78.162

2. YI = Tinggi kuning telur / diameter kuning telur

Telur segar

= 1.48 / 3.45 = 0.42 cm

Suhu ruang
= 1.12 / 2.76 = 0.4 cm

Minyak Kelapa

= 1.22 / 3.10 = 0.39 cm

3. AI = Tinggi putih telur / diameter rata-rata putih telur

Telur segar

= 0.63 / 5.35 = 0.11 cm

Suhu ruang

= 0.56 / 8.65 = 0.06 cm

Minyak Kelapa

= 0.46 / 8.96 = 0.05 cm

4. HU = 100 Log (H + 7.57 - 1.7W0.37)

Telur segar = 100 Log (6.3 + 7.57 - 1.7(65)0.37) = 77.11

Suhu ruang = 100 Log (5.6 + 7.57 - 1.7(60)0.37) = 73.53

Minyak Kelapa = 100 Log (4.6 + 7.57 - 1.7(56)0.37) = 66.57

2.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan melalui video pembelajaran,


dapat dilihat kualitas telur yang diuji menggunakan 3 perlakuan yaitu telur segar,
telur pada suhu ruang, dan telur dipping minyak kelapa. Pengamatan dilakukan
dengan mengamati kualitas eksternal dan internal setiap telur yang telah mendapat
perlakuan yang berbeda. Kerabang ketiga telur ini berwarna coklat yang artinya
kerabangnya sangat teabal, karena semakin terang warna kerabang telur maka
semakin tipis kerabang telurnya (Jazil, 2013).

Uji kualitas eksterior telur dilakukan untuk menguji keutuhan, tekstur, dan
kebersihan pada telur. Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga telur dengan
perlakuan yang berbeda menunjukan kualitas yang baik, pada telur segar dan telur
pada suhu ruang didapati bahwa teksturnya normal, tidak terdapat
keretakan/pecah, dan telur dalam keadaan sedikit kotor. Sedangkan pada telur
yang di dipping minyak kelapa di dapatkan teksturnya sedikit normal, tidak
terdapat keretakan/pecah, dan telur dalam keadaan bersih.

Uji kualitas interior yang pertama dilakukan yaitu pengukuran berat telur.
Berat telur yang di dapatkan berdasarkan hasil pengamatan pada telur segar, telur
pada suhu ruang, dan telur yang di dipping minyak kelapa berturut-turut yaitu 65,
56, dan 60 gram. Hal tersebut berarti telur termasuk dalam kualitas yang baik,
sesuai dengan pendapat Sefton dan Siegel (1974), bahwa bobot telur ayam ras
yang baik sekitar 55-65 gram.

Uji kualitas interior selanjutnya yaitu perhitungan indeks kuning telur.


Pada telur segar, telur pada suhu ruang dan telur dengan perlakuan dipping
minyak kelapa mempunyai indeks kuning telur berturut-turut 0,42, 0,40, dan 0,39.
Nilai indeks kuning telur (IKT) yang baik berkisar antara 0,33 – 0,51 dengan rata-
rata 0,42 (Purwantini dan Roesdiyanto, 2002). Hal ini berarti ketiga telur tersebut
merupakan telur yang normal.

Uji kualitas interior selanjutnya yaitu perhitungan indeks putih telur dari
telur segar, telur pada suhu ruang, dan telur dengan perlakuan dipping minyak
kelapa berturut-turut 0,12, 0,6 dan 0,5. Menurut SNI (2008) menyatakan bahwa
telur ayng masih baru nilai indeks putih telurnya sekitar 0,050 – 0,175 dengan
angka normal berkisar antara 0,090 – 0,120.

Uji kualitas interior yang terakhir yaitu haugh unit (HU). Pada telur segar,
telur pada suhu ruang, dan telur dengan perlakuan dipping minyak kelapa
memiliki nilai HU secara berurutan sekitar 77,3, 75,3, dan 65. Buckle dkk (1987)
menyatakan bahwa telur dengan mutu baik memiliki nilai HU 75 sedangkan telur
yang rusak memiliki nilai HU di bawah 50. Semakin tinggi nilai HU maka
kualitas telur semakin baik.

2.3 KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan


perlakuan pada telur mempengaruhi kualitas baik interior maupun eksterior telur
tersebut. Dari ketiga telur tersebut dapat dikatakan bahwa ketiganya sama-sama
memiliki kualitas yang baik walaupun ada perbedaan dari segi perhitungan
indeks-indeksnya.

2.4 Daftar Pustaka


Jaelani, A.,dan Zakir, M. 2016. Kualitas Eksterior dan Interior Telur Komersil
pada Beberapa Peternakan di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Hasil-hasil
Penelitian .

Jazil, N., Hintono, A., dan Mulyani, S. 2013. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras
dengan Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan.
Journal Apl. Teknologi Pangan, 2(1), 43-47.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktik).


eBookPangan.com. Piliang, W. 1992. Manajemen Beternak Unggas.
Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Institut Pertanian Bogor.

Purwantini, & Roesdiyanto. 2002. Produksi dan Kualitas Itik Lokal di Daerah
Sentra Peternakan Itik. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman.

Saefton, A., & Siegel. 1974. Inheritance of Body Weight in Japanse Quail.
Poultry Sci , 53: 1597.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.


III

Teknologi Susu

3.1 Hasil Pengamatan

Pengamatan Susunan Susu

Pengamatan Hasil Nilai

Berat Jenis BJ = 1,035 + (16 – 27,5) x 0,00002 4,00

= 1,035 – 0,0023

= 1,0327

Kadar Lemak 3,35 % 5,50

Bahan Kering 12,7 % -

Bahan Kering Tanpa Lemak BKTL = BK – Kadar Lemak 5,00

= 12,7 – 3,35

= 9,35 %

Pengamatan Keadaan Susu

Pengamatan Hasil Nilai


Warna Putih kekuningan 1

Bau Normal 1

Rasa Manis asin 1

Konsistensi Normal 1

Uji Kebersihan Bersih 2


Uji Alkohol Tidak ada butir-butir 1

Uji Reduktase Lebih dari 5 jam 3

Uji Didih Tidak ada butir-butir 1

Derajat Asam 6 2
Nilai Susu = (Jumlah nilai susunan susu – jumlah nilai keadaan susu ) / 2

= 27,5 / 2 = 13,75

3.2 Pembahasan

Pada praktikum teknologi susu diamati susunan dan keadaan susu


setelah itu diberi nilai dan dihitung nilai susunya. Berdasarkan hasil
pengamatan susunan susu didapatkan nilai berat jenis susu 1,035
sehingga mendapatkan angka mutu 4, kadar lemak susu sebesar 3,35%
sehingga mendapatkan angka mutu 5,5, BK sebesar 12,701, dan
kandungan BKTL sebesar 9,351 sehingga mendapatkan angka mutu 5.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan keadaan susu didapatkan
hasil pengamatan yaitu susu memiliki warna putih kekuningan, bau
yang normal, rasa manis asin, konsistensi normal, bersih, pada uji
alkohol susu tidak menimbulkan butir-butir, pada uji reduktase susu
dapat bertahan lebih dari 5 jam, dan pada uji didih susu tidak
menimbulkan butir- butir serta susu memiliki nilai derajat asam
sebesar 6. Berdasarkan angka mutu tersebut susu yang dilakukan
proses pengamatan susunan dan keadaan susu mendapatkan nilai susu
sebesar 13,75. Berdasarkan pengamatan, uji alkohol dan uji didih pada
susu tersebut tidak menunjukkan adanya butir- butir di dinding yang
berarti susu ada dalam kondisi baik. Hal itu sesuai dengan pendapat
Soeparno dkk (2011), bahwa apabila saat uji alkohol terbantuk
gumpalan maka susu tersebut dalam keadaan tidak baik. Uji derajat
asam menunjukkan hasil 6 oSH. Hal tersebut berarti susu dalam
kondisi yang baik karena derajat asam bernilai pada kisaran 4,5 – 7
oSH (Suardana dan Sawcita, 2004).
3.3 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengujian


kualitas susu dapat diuji dengan mengamati susunan susu yaitu BJ, kadar
lemak, BK, dan BKTL dan keadaan susu yang terdiri dari warna, bau, rasa,
kebersihan, konsistensi, uji alkohol, uji reduktase, uji didih, dan derajat asam.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai susu sebesar 13,75 dimana
nilai terebut termasuk dalam kelas ke-4.
3.4 Daftar pustaka

Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2011. Dasar


Teknologi Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suardana IW dan Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori


Dan Prinsip Dasar. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.
Denpasar.
IV

Pengolahan Kulit

4.1 Hasil Pengamatan

1. Pengukuran Kuantitas Kulit

a. Berat Kulit

- Berat Kulit 1 : 185 gram

- Berat Kulit 2 : 240 gram

- Berat Kulit 3 : 270 gram

- Berat Kulit 4 : 220 gram

- Berat Kulit 5 : 115 gram

- Berat Kulit 6 : 205 gram

- Rata-rata berat kulit : 205,83 gram

b. Berat garam krosok

yang digunakan (40-50%) : 82,32 gram

c. Tebal Kulit

- Croupon : 3 mm

- Kepala : 1 mm

- Perut : 1,5 mm

- Ekor : 2,5 mm

- Rata-rata Ketebalan Kulit : 2 mm

d. Luas Kulit

- Panjang Kulit : 29,5 cm

- Lebar Kulit : 22,5 cm

- Luas Kulit : 663,75 cm2


2. Jelaskan prosedur dan prinsip yang dilakukan pada pengawetan kulit
menggunakan metode penggaraman kering!

Jawab :

Prosedur :

1. Timbang garam grosok sebanyak 40 – 50 % berat kulit yang akan


digarami.

2. Lakukan pengaraman secara merata pada permukaan kulit yang akan


diawetkan.

3. Kulit dilipat dengan bagian dalam saling bertemu lalu disimpna dalam
wadah

4. Cairan yang terbentuk selama penyimpanan dibuang supaya tidak terjadi


pembusukan

5. Kulit yang telah digarami dapat disimpan dalam suhu ruang selama 1
bulan sebelum digunakan

Prinsip :

Penggaraman merupakan pengolahan dengan menggunakan garam


konsentrasi tinggi. Tujuan penggaraman yaitu untuk pengawetan pada kulit.
Mekanisme penggaraman terjadi dalam 3 tahap. Tahap pertama yaitu garam
mengikat air didalam bahan. Tahap kedua yaitu menurunkan aktivitas air
produk sehingga mikroba pembusuk dan perusak yang tidak tahan terhadap
aw rendah tidak dapat tumbuh. Dan tahap ketiga adalah merubah konsentrasi
intra dan ekstrasel dalam jaringan bahan sehingga menghasilkan tekstur
tertentu.,

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan rata-rata berat kulit yang


dilakukan proses pengukuran kualitas kulit adalah 205,8 gram, dengan nilai
rata-rata ketebalan kulit adalah 2 mm. Sedangkan luas kulit yang diukur
memiliki nilai 663,75cm2. Proses pengawetan kulit pada praktikum ini
menggunakan metode penggaraman kering dengan prinsip memanfatkan
reaksi osmosis pada kulit yang diberikan garam. Penggaraman bertujuan
untuk mengeluarkan kandungan air di dalam kulit sehingga menurunkan
potensi pertumbuhan bakteri pembusuk yang dapat merusak struktur kulit.
Prosedur yang dilakukan dalam proses penggaraman kulit menurut Soeparno
dkk (1979) adalah sebagai berikut :

1. Timbang Garam krosok yang akan digunakan untuk melakukan


penggaraman sebanyak 40-50% berat kulit yang akan diawetkan.

2. Taburkan Garam krosok secara merata pada permukaan kulit

3. Lipat kulit bagian dalam yang sudah diberikan garam krosok, kemudian
simpan pada wadah. Air yang muncul karena proses osmosis dibuang
secara berkala untuk mencegah kebusukan.

4. Kulit yang sudah di garamkan harus disimpan pada suhu ruang selama
kurang lebih 1 bulan sebelum dapat digunakan

4.3 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses pengawetan


kulit dengan penggaraman kering memiliki prinsip memanfatkan reaksi osmosis
pada kulit yang diberikan garam yang dilakukan dengan cara membentangkan
kulit kemudian diberikan taburan garam guna menurunkan kadar air pada kulit.

4.4 Daftar pustaka

Soeparno, Wikantadi, B., dan Djojowodagdo, S. 1979. Pengaruh Beberapa


Cara Pengawetan Kulit Mentah Kambing PE Terhadap Kekuatan
Tarik dan Kemuluran Kulit Samak Jadi. Jurusan Teknologi Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai