C 5 Laprak Penetasan Telur
C 5 Laprak Penetasan Telur
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Kelas C
Verlia Dwi Putri 200110210022
Akhmad Miftakul Alimudin 200110210023
M. Abiyyu Mufid 200110210073
Catherine Julia Dwi S. 200110210161
Erin Anindya 200110210265
Wulandari Matsuroh 200110180122
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
akhir praktikum yang berjudul “Penetasan Telur” ini tepat pada waktunya. Kami
selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Dr. Ir. Endang Sujana,
Unggas Pembibit, serta kepada para asisten laboratorium yang telah membimbing
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Produksi dan Manajemen Unggas Pembibit. Selain itu, laporan
Kami selaku penulis menyadari bahwa laporan yang kami tulis masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
ii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
iii
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur memiliki dua macam telur fertil (tetas) dan telur infertil. Telur fertil
atau tetas merupakan telur yang telah dibuahi dari hasil perkawinan antara ayam
betina dan jantan. Telur tetas yang dihasilkan oleh ayam parent stock akan menjadi
anak ayam/DOC dari final stock. Dalam praktiknya telur tetas memerlukan seleksi
yang ketat agar menghasilkan anak ayam yang nantinya berkualitas. Oleh karena
itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam seleksi telur yaitu diantaranya bobot telur,
bentuk telur, rongga udara telur, dan lain-lain. Seleksi-seleksi tersebut penting
dilakukan agar fertilitas embrio, daya tetas, dan bobot tetas yang dihasilkan menjadi
berkualitas. Pada praktikum telur akan ditetaskan pada mesin tetas. Umur telur
ayam dari awal hingga menetas membutuhkan selama 21 hari, 18 hari masa setter
dan sisanya 3 hari masa hatcher. Sebelum masuk proses penetasan telur mesin tetas
akan dilakukan fumigasi terlebih dahulu agar tidak tercemar mikroorganisme yang
akan berpengaruh terhadap proses pekembangan embrio pada telur. Setiap harinya
telur akan mengalami perkembangan yang dapat dilihat oleh metode candling.
Hingga nantinya akan melakukan proses pipping. Oleh karena itu, pada praktikum
ini dilakukan penetasan telur tetas untuk mngetahui proses juga pengaruh-pengaruh
selama penetasan.
II
HASIL PENGAMATAN
x 100)
(Normal) Brown
(Bulat) Brown
yolk)
(Normal) Light
Brown
yolk)
4
(Normal) Brown
yolk)
Rambut)
yolk)
Keterangan:
Bulat > 77
Normal 69 – 77
Lonjong < 69
C5 – 1 ✓
5
C5 – 2 ✓
C5 – 3 ✓
C5 – 4 ✓
C5 – 5 ✓
C5 – 6 ✓
C5 – 7 ✓
C5 – 8 ✓
C5 – 9 ✓
1
Fertilitas = 4 × 100% = 25%
C5 – 1 ✓
C5 – 2 ✓
C5 – 3 ✓
C5 – 4 ✓
C5 – 5 ✓
C5 – 6 ✓
C5 – 7 ✓
6
C5 – 8 ✓
C5 – 9 ✓
0
Fertilitas = × 100% = 0%
1
14.00 38 ⁰C 47% -
16.00 38 ⁰C 50,2% -
16.00 37 ⁰C 45,7% -
16.00 38 ⁰C 49,9% -
14.00 38 ⁰C 43,6% -
14.00 38 ⁰C 47,3% -
III
PEMBAHASAN
seleksi telur tetas. Apabila telur tetas tidak memnuhi kriteria atau memiliki tingkat
kerugian dan bahkan dampak negatif pada telur lain yang sesuai dengan kriteria.
Selesksi telur tetas adalah tahap yang perlu dilakukan karena terdapat hubungan
yang signifikan antara karakterisrik telur tetas seperti berat, ketebalan kerabang,
serta bentuk dan kondisi permukaan kerabang dengan kualitas DOC yang menetas
(Yaman, 2010). Faktor terpenting yang harus diperhatikan saat memilih telur tetas
adalah kualiats telur yang optimal. Jika kualitas telur tidak memadai, maka
presentase telur yang sukses akan mengalami penurunan. Untuk mendapatkan telur
tetas berkualitas, langkah seleksi sebelum tahap penetasan menjadi suatu keharusan
Tujuan dari seleksi telur adalah untuk mendapatkan telulr yang memenuhi
harapan (Sudaryani dan Santosa, 2002). Telur tetas yang cocok untuk proses
penetasan harus memenuhi sejumlah kriteria. Pertama, telur tersebut harus berasal
dari induk yang sehat dan memiliki produktivitas yang tinggi, dengan sex ratio yang
sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau jenis ayam tertentu. Selain itu, umur
telur tersebut tidak boleh melebihi satu minggu. Aspek – aspek fisik dan kualitas
telur juga harus diperhatikan, termasuk bentuk telur yang harus dalam kondisi
19
normal, tidak terlalu lonjong atau bulat. Ukuran dan berat telur, serta warna kulit
telur harus seragam sesuai dengan strain atau sejenisnya. Telur yang tipis atau
memiliki pori – pori terlalu besar dapat mengakibatkan penguapan cairan dalam
telur yang berlebihan, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat penetasan.
Di sisi lain, telur yang terlalu tebal juga dapat menghambat daya tetas karena anak
ayam akan kesulitan untuk memecahkan kulit telur. Telur tetas yang berkualitas
memiliki kerabang yang halus, tidak kotor dan bebas dari retakan (Suprijatna dkk,
2005).
lebar telur, bobot telur, shape index (SI), kualitas kerabang, warna kerabang,
kebersihan telur dan keutuhan telur. Seleksi ini bertujuan untuk menyeragamkan
telur tetas sehingga diharapkan ayam dari penetasan yang dilakukan memiliki
agar ketika permanenan ayam tidak terjadi perbedaan bobot badan yang signifikan
Hasil yang didapatkan pada praktikum ini telur yang kami seleksi memiliki
hasil bobot yang beragam yakni yang terkecil seberat 39 gram dan yang paling besar
seberat 87 gram, dengan bentuk (shape index) yang dominan normal dan bersih
serta utuh, dengan kualitas kerabang yang dominan tipis dan terdapat telur yang
memiliki reta rambut. Dari hasil yang didapat telur kami memiliki daya tetas yang
rendah. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan North (1990) yang
menyatakan telur tetas yang sesuai kriteria dapat ditetaskan/memiliki daya tetas
20
tinggi yaitu berbentuk oval, tekstur halu, berukuran sedang dan cangkang tebal.
Bentuk dari telur juga perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi bobot tetas,
penyerapan suhu pada telur dengan bentuk lancip lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk telur tumpul maupun bulat. Hal ini menyebabkan proses metabolism
embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.
Faktor warna kerabang memiliki pengaruh terhadap penguapan internal telur, yang
menentukan kualitas telur (bobot telur, indeks telur, indeks kuning telur, warna
kuning telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, HU, warna kerabang, bobot
kotoran yang menempel terlebih dahulu, agar saat telur dimasukkan ke dalam mesin
tetas tidak terkontaminasi olek bakteri yang ada di feses. Kemudian telur di
candling menggunakan senter hp untuk menyeleksi telur yang fertil, infertil, telur
dengan retar rambut (hair crack) dan telur dengan double egg yolk. Setiap telur
diberi nomor agar memudahkan dalam hal pendataan. Setelah itu, telur diukur
tinggi dan lebarnya menggunakan jangka sorong serta diamati bentuk dan warna
kerbangnya. Telur dengan bentuk bulat ataupun lonjong merupakan telur abnormal
memiliki daya tetas yang rendah bahkan tidak menetas (Nurhayati dkk, 1998).
Selanjutnya praktikan menvatat hasil dari setiap telur, kemudian telur dimasukan
kerabang telur. Kerabang telur merupakan lapisan terluar telur dengan fungsi
dalam telur, sehingga kebersihan kerabang telur sangat penting untuk dijaga. Salah
satu upaya untuk menjaga keberishan kerabang telur adalah fumigasi (Hariani et
al., 2017).
pada permukaan telur. Fumigasi telur tetas dilakukan saat telur akan dimasukan ke
dalam mesin tetas. Dosis fumigan harus sesuai agar tidak terjadi kerusakan kutikula
telur (Srigandono, 1997). Lakukan fumigasi telur tetas pada lemari khusus dan
siapkan KmnO4 serta formalin 40% di wadah berupa petri dish dan labu erlenmeyer
yang sesuai dengan volume lemari khusus pada konsentrasi 1-2 kali, lalu masukkan
komponen-komponen mesin tetas saja, tetapi menyangkut juga sanitasi mesin tetas
dengan cara menutup semua ventilasi pada mein tetas terlebih dahulu, selanjutnya
menyiapkan KmnO4 dan formalin 40% sesuai dosis yang telah dihitung dan
22
letakkan pada petri dish dan labu erlenmeyer, lalu letakkan ke dalam mesin tetas
dan tutup mesin tetas agar gas yang timbul tidak keluar.
menetas terjadi sekitar 19 sampai 21 hari. Pada waktu telur menetas, hanya dapat
dilihat anak ayam baru menetas dan pecahan cangkang telur, sedangkan kuning
telur dan albumin sudah habis terserap, bahkan beberapa hari sebelum menetas
kantong kuning telur tempat menyimpan kuning telur telah ditarik kedalam tubuh.
Untuk 1-3 hari pasca menetas, kantong kuning telur berfungsi sebagai bagian dari
system pencernaan.
Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein,
embrio sampai menetas dan selama itu terjadi pembelahan awal seluler, terbentuk
dua lapisan sel benih dimana peristiwa ini disebut dengan gastrulasi, yang biasanya
dilengkapi pada saat telur dikeluarkan dari tubuh induk. Kedua lapisan ini adalah
ektoderm dan mesoderm. Lapisan ketiga yaitu endoderm akan terbentuk ketika telur
Pada saat telur dikeluarkan, beberapa ribu sel akan dihasilkan dan
Sel telur tidak akan membelah lagi bila temperatur kembali rendah, oleh karena itu
mulai saat telur ditelurkan sampai telur siap dimasukkan kedalam inkubator,
23
pembelahan seluler akan terhambat, artinya tidak terjadi pembelahan sel antara
kuning telur, albumin, dan kerabang telur. Hal inilah yang menyebabkan telur
unggas berukuran relatif besar. Perkembangan embrio ayam tidak dapat seluruhnya
dilihat dengan mata telanjang, melainkan perlu bantuan alat khusus seperti
dan chorion. Amnion merupakan kantong yang membantu embrio muda selama
perkembangannya, dimana kantung ini dipenuhi suatu yang transparan dan bersifat
kelahiran cairan ini ditelan oleh foetus kembali. Pada ayam berfungsi untuk
ubah sikap, dan menyerap albumin. Chorion merupakan selaput perpaduan antara
selaput bagian dalam kerabang telur dengan alantois. Pada proses pembentukan
mengelilingi embrio. Chalaza berfungsi membantu amnion agar kuning telur dapat
Inkubasi
12-15 jam stria primitif mulai terlihat memanjang dari bagian posterior
30-33 jam lipatan kepala di anterior dan somite mulai terlihat dengan
64-69 jam tunas sayap dan tunas kaki mulai terbentuk dan semakin
5 hari plat jari baru terlihat di umur lima hari dan cekungan antar
digiti terbentuk mulai umur enam hari. Pada umur lima hari
mengecil
hingga lumbo-sacral
8-10 hari kaki dan sayap sudah mulai tampak, serta jantung sudah
13-14 hari tunas bulu sudah mulai tumbuh, dan kelopak mata sudah
15 hari ukuran paruh=4 mm, ukuran jari kaki ketiga=7 mm, ukuran
mm
27
16 hari ukuran paruh=5 mm, ukuran jari kaki ketiga=8 mm, ukuran
mm
17 hari ukuran paruh=5 mm, ukuran jari kaki ketiga=8 mm, ukuran
mm
18 hari ukuran paruh=6 mm, ukuran jari kaki ketiga=10 mm, ukuran
mm
Pada praktikum minggu pertama yaitu saat telur memasuki masa inkubasi 7
hari didapati 3 dari 4 telur kelompok kami sudah tidak bisa melanjutkan proses
inkubasi lagi dikarenakan beberapa faktor. Pada telur nomor 1 terjadi kematian
embrio kurang dari 1 jam saat embrio masuk ruang inkubasi, hal ini dipengaruhi
oleh embrio yang lemah. Telur nomor 4 infertil dan terindikasi adanya kontaminan
ialah:
1. Kerusakan telur diakibatkan adanya kontaminasi oleh bakteri yang masuk kedalam
telur sejak telur berada di dalam tubuh induknya, misalnya induk menderita
2. Kontaminasi telur oleh bakteri juga dapat terjadi di luar tubuh induknya. Masuknya
bakteri berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur dan merupakan suatu
3. Abnormalitas pada telur merupakan faktor yang paling rentang kontaminasi isi
telur. Abnormalitas telur dapat diketahui karena adanya retakan pada kulit telur
sehingga memudahkan bakteri untuk masuk kedalam isi telur melalui retakan kulit
telur.
Telur nomor 6 saat dipecahkan mengalami kondisi telur double egg yolk,
Adapun hal yang dapat menyebabkan proses pembentukkan telur tidak normal
sehingga terjadi kasus double yolk adalah faktor genetik dan faktor manajemen
(yang membuat unggas petelur panik dan stres) sehingga gerakan peristaltik saluran
reproduksinya tidak normal (Suryana dkk, 2008). Dari ketiga telur tersebut
semuanya memiliki kondisi telur yang kurang baik diantaranya bobot telur tidak
ideal, kerabang telur tipis dan ada sedikit retakan hal, tersebur tidak mewakili ciri-
ciri telur yang baik seperti yang dijelaskan Sudaryani dan Santoso (2003) bahwa
kualitas telur tetas yang baik adalah kerabang telur tidak kotor, tekstur halus, tidak
retak, warna telur seragam, bentuk telur proposional dan berat telur 47,2 g - 61,4 g.
Tersisa satu telur lagi nomor 2 yang masih dapat melanjutkan tahap
perkembangan berikutnya. Namun saat proses candling pada minggu kedua telur
yang menjadi penyebab embrio tersebut mati, namun dapat dipastikan hal itu terjadi
29
kerena kualitas telur yang kurang baik sehingga embrio tidak dapat bertahan dan
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama
kuning telur, albumin, dan kerabang telur. Pada praktikum minggu pertama
dilakukan seleksi dengan beberapa kriteria yaitu keadaan kerabang, keadaan telur
mesin tetas, telur difumigasi terlebih dahulu. Fumigasi adalah proses pembersihan
yang melekat atau menempel pada permukaan telur. Fumigasi telur tetas dilakukan
Terdapat dua periode penetasan telur yaitu setter dan hatcher. Pada periode
setter (1-19 hari) terjadi perkembangan embrio berupa pembentukan organ dan
tubuh dari ayam; pada periode hatcher (19-21 hari) embrio sudah sepenuhnya
menjadi anak ayam, anak ayam mematuk matuk kerabang untuk mencari oksigen.
4.2 Saran
Apabila seorang ingin membuka usaha hatcery maka orang tersebut sangat
hal ini karena ketiganya sangat berpengaruh terhadap tingkat penetasan. Sehingga
agar tingkat penetasan maksimal dan kerugian minimal peternak harus paham
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, J. A. & Sullivan, N. (2008). Breeding Chickens to Meet Egg Quality Need.
International Hatchery Practice, 19 (7): 7-9.
Hariani, F., Pagala, M. A., dan Aka, R. 2017. Karakteristik Telur Tetas Parent Stock
Ayam Broiler yang Difumigasi dan Tanpa Fumigasi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peternakan. 4(1): 6-12.
Hasanah, N., Wahyono, N. D., dan Marzuki, A. 2019. Teknik Manajeme Penetasan
Telur Tetas Ayam Kampung Unggul KUB di Kelompok Gumukmas Jember.
Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 4(1): 13-22.
Kartasudjana, R. 2001. Penetasan Telur. Departemen Pendidikan Nasional.Proyek
Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan: Jakarta.
Kusumawati, A., Febriany, R., Hananti, S., Dewi, M. S., dan Istiyawati, N. 2016.
Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC (Day-Old
Chicken) Ayam Jawa Super. Jurnal Sains Veteriner. 34(1).
Sudaryani, T. dan Santoso, 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Bogor.
LAMPIRAN