Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PRODUKSI DAN MANAJEMEN UNGGAS PEMBIBIT


“Penetasan Telur”

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Kelas C
Verlia Dwi Putri 200110210022
Akhmad Miftakul Alimudin 200110210023
M. Abiyyu Mufid 200110210073
Catherine Julia Dwi S. 200110210161
Erin Anindya 200110210265
Wulandari Matsuroh 200110180122

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas laporan

akhir praktikum yang berjudul “Penetasan Telur” ini tepat pada waktunya. Kami

selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Dr. Ir. Endang Sujana,

S.Pt.,MP.,IPM selaku dosen pengampu mata kuliah Produksi dan Manajemen

Unggas Pembibit, serta kepada para asisten laboratorium yang telah membimbing

kami selama praktikum berlangsung.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas

pada mata kuliah Produksi dan Manajemen Unggas Pembibit. Selain itu, laporan

ini juga bertujuan untuk menambah wawasan terhadap pengetahuan mengenai

performa ayam pembibit.

Kami selaku penulis menyadari bahwa laporan yang kami tulis masih jauh

dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami

butuhkan demi kesempurnaan dalam laporan ini.

Sumedang, 21 Oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Praktikum .......................................................................................... 2
II HASIL PENGAMATAN .......................................................................... 3
2.1 Hasil Pengamatan .......................................................................................... 3
2.1.1 Hasil Pengamatan Awal............................................................................... 3
2.1.2 Hasil Pengamatan Minggu Pertama ............................................................ 4
2.1.3 Hasil Pengamatan Minggu Kedua............................................................... 5
2.1.4 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Pertama ........................................ 6
2.1.5 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Kedua .......................................... 7
2.1.6 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Ketiga .......................................... 8
2.2 Gambar Hasil Pengamatan .......................................................................... 10
2.2.1 Hasil Pengamatan Awal ............................................................................ 10
2.2.2 Hasil Pengamatan Minggu Pertama .......................................................... 13
2.2.3 Hasil Pengamatan Minggu Kedua............................................................. 15
III PEMBAHASAN....................................................................................... 18
3.1 Seleksi Telur Tetas (Egg Grading) ............................................................... 18
3.2 Standar Fumigasi Telur Tetas dan Mesin Tetas ............................................ 21
3.3 Perkembangan Embrio Telur Periode Setter ................................................ 22
IV PENUTUP ............................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 30
4.2 Saran............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 31
LAMPIRAN ............................................................................................. 32

iii
1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Telur memiliki dua macam telur fertil (tetas) dan telur infertil. Telur fertil

atau tetas merupakan telur yang telah dibuahi dari hasil perkawinan antara ayam

betina dan jantan. Telur tetas yang dihasilkan oleh ayam parent stock akan menjadi

anak ayam/DOC dari final stock. Dalam praktiknya telur tetas memerlukan seleksi

yang ketat agar menghasilkan anak ayam yang nantinya berkualitas. Oleh karena

itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam seleksi telur yaitu diantaranya bobot telur,

bentuk telur, rongga udara telur, dan lain-lain. Seleksi-seleksi tersebut penting

dilakukan agar fertilitas embrio, daya tetas, dan bobot tetas yang dihasilkan menjadi

berkualitas. Pada praktikum telur akan ditetaskan pada mesin tetas. Umur telur

ayam dari awal hingga menetas membutuhkan selama 21 hari, 18 hari masa setter

dan sisanya 3 hari masa hatcher. Sebelum masuk proses penetasan telur mesin tetas

akan dilakukan fumigasi terlebih dahulu agar tidak tercemar mikroorganisme yang

akan berpengaruh terhadap proses pekembangan embrio pada telur. Setiap harinya

telur akan mengalami perkembangan yang dapat dilihat oleh metode candling.

Hingga nantinya akan melakukan proses pipping. Oleh karena itu, pada praktikum

ini dilakukan penetasan telur tetas untuk mngetahui proses juga pengaruh-pengaruh

selama penetasan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana cara fumigasi yang dilakukan pada mesin tetas?


2

2) Bagaimana proses perkembangan telur tetas setiap minggu?

3) Bagaimana standar telur tetas yang baik?

1.3 Tujuan Praktikum

1) Mengetahui cara fumigasi pada mesin tetas

2) Mengetahui proses perkembangan embrio telur setiap minggu

3) Mengetahui standar telur yang baik


3

II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Hasil Pengamatan


2.1.1 Hasil Pengamatan Awal
Nomor Panjang Lebar Bobot Shape Kualitas Warna

Telur Telur Telur Telur Indeks Kerabang Kerabang

(mm) (mm) (gram) (SI) (L/P

x 100)

C5 – 1 48,55 36,2 39 74,56 Tipis Light

(Normal) Brown

C5 – 2 49,4 38,15 47 77,22 Tipis Medium

(Bulat) Brown

C5 – 3 62,8 44,6 79 71,01 Tipis Light

(Double (Normal) Brown

yolk)

C5 – 4 56,1 41,4 61 73,79 Tipis Very

(Normal) Light

Brown

C5 – 5 64,3 45,85 82 71,30 Tebal Light

(Double (Normal) Brown

yolk)
4

C5 – 6 63 45,5 82 72,32 Tebal Medium

(Normal) Brown

C5 – 7 64,6 46,2 87 71,51 Tebal Medium

(Double (Normal) Brown

yolk)

C5 – 8 63,2 42,55 73 67,32 Tipis Light

(Retak (Lonjong) Brown

Rambut)

C5 – 9 63,5 45 80 70,86 Tebal Medium

(Double (Normal) Brown

yolk)

Keterangan:

Standar Bentuk Telur

Bentuk Shape Indeks

Bulat > 77

Normal 69 – 77

Lonjong < 69

Sumber: Modul PMUP semester 5

2.1.2 Hasil Pengamatan Minggu Pertama


Nomor Telur Infertil Fertil Mati

C5 – 1 ✓
5

C5 – 2 ✓

C5 – 3 ✓

C5 – 4 ✓

C5 – 5 ✓

C5 – 6 ✓

C5 – 7 ✓

C5 – 8 ✓

C5 – 9 ✓

Perhitungan Fertilitas Minggu Pertama:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙


Fertilitas =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛 × 100%

1
Fertilitas = 4 × 100% = 25%

2.1.3 Hasil Pengamatan Minggu Kedua


Nomor Telur Infertil Fertil Mati

C5 – 1 ✓

C5 – 2 ✓

C5 – 3 ✓

C5 – 4 ✓

C5 – 5 ✓

C5 – 6 ✓

C5 – 7 ✓
6

C5 – 8 ✓

C5 – 9 ✓

Perhitungan Fertilitas Minggu Kedua:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙


Fertilitas = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑡𝑎𝑠𝑘𝑎𝑛 × 100%

0
Fertilitas = × 100% = 0%
1

2.1.4 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Pertama


Hari/Tanggal Pukul Suhu Kelembaban Keterangan

Sabtu, 7 08.00 37,7 ⁰C 49,7% -

Oktober 2023 10.00 37,9 ⁰C 50,9% -

14.00 37,8 ⁰C 51% -

16.00 37,8 ⁰C 51% -

Minggu, 8 08.00 37 ⁰C 50,3% -

Oktober 2023 10.00 37,8 ⁰C 49,4% -

14.00 38 ⁰C 47% -

16.00 38 ⁰C 50,2% -

Senin, 9 08.00 38,1 ⁰C 55,4% -

Oktober 2023 10.00 37,7 ⁰C 58,2% -

14.00 37,9 ⁰C 56,7% -

16.00 37 ⁰C 45,7% -

08.00 37,7 ⁰C 57,8% -


7

10.00 37,7 ⁰C 59% -


Selasa, 10
14.00 37,6 ⁰C 56,3% -
Okober 2023
16.00 37,7 ⁰C 58,1% -

Rabu, 11 08.00 37,9 ⁰C 56,1% -

Oktober 2023 10.00 38 ⁰C 58,4% -

14.00 37,8 ⁰C 58,2% -

16.00 38 ⁰C 49,9% -

Kamis, 12 08.00 37,7 ⁰C 58,3% -

Oktober 2023 10.00 38,1 ⁰C 58,6% -

14.00 38,1 ⁰C 57,4% -

16.00 38,1 ⁰C 60,8% -

2.1.5 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Kedua


Hari/Tanggal Pukul Suhu Kelembaban Keterangan

Jumat, 13 10.00 38,1 ⁰C 60,8% -

Oktober 2023 14.00 38,1 ⁰C 60,7% -

16.00 37,7 ⁰C 60,5% -

Sabtu, 14 08.00 38,1 ⁰C 60,6% -

Oktober 2023 10.00 37,9 ⁰C 60,4% -

14.00 38,1 ⁰C 60,8% -

16.00 37,8 ⁰C 58,8% -

08.00 37,8 ⁰C 60,3% -


8

10.00 33,7 ⁰C 76% -


Minggu, 15
14.00 38,1 ⁰C 57,7% -
Oktober 2023
16.00 37,9 ⁰C 54,7% -

Senin, 16 08.00 38 ⁰C 48,2% -

Oktober 2023 10.00 37,9 ⁰C 48,9% -

14.00 38,1 ⁰C 52% -

16.00 37,9 ⁰C 47,6% -

Selasa, 17 08.00 38 ⁰C 49,6% -

Okober 2023 10.00 37,9 ⁰C 46,9% -

14.00 37,8 ⁰C 45,1% -

16.00 37,9 ⁰C 49,8% -

Rabu, 18 08.00 37,7 ⁰C 48,6% -

Oktober 2023 10.00 37,9 ⁰C 45,4% -

14.00 38,1 ⁰C 44,4% -

16.00 37,8 ⁰C 43,8% -

Kamis, 19 08.00 37,7 ⁰C 48,7% -

Oktober 2023 10.00 37,7 ⁰C 49% -

14.00 38 ⁰C 43,6% -

16.00 37,9 ⁰C 43,7% -

2.1.6 Hasil Pengamatan Mesin Tetas Minggu Ketiga


Hari/Tanggal Pukul Suhu Kelembaban Keterangan
9

Jumat, 20 08.00 38 ⁰C 44,7% -

Oktober 2023 10.00 37,8 ⁰C 47,2% -

14.00 37,9 ⁰C 48,9% -

16.00 37,9 ⁰C 47,4% -

Sabtu, 21 08.00 37,7 ⁰C 46,9% -

Oktober 2023 10.00 37,8 ⁰C 46,9% -

14.00 38 ⁰C 47,3% -

16.00 38,1 ⁰C 58,8% -

Minggu, 22 08.00 38,1 ⁰C 62,6% -

Oktober 2023 10.00 38,1 ⁰C 48,6% -

14.00 37,9 ⁰C 52,8% -

16.00 37,8 ⁰C 51,3% -

Senin, 23 08.00 37,9 ⁰C 52,4% -

Oktober 2023 10.00 37,8 ⁰C 61,5% -

14.00 38,1 ⁰C 64,8% -

16.00 38,1 ⁰C 64,8% -


10

2.2 Gambar Hasil Pengamatan


2.2.1 Hasil Pengamatan Awal

Gambar 1. telur tetas yang diamati (9 butir)

Gambar 2. pengukuran lebar telur


11

Gambar 4. Penimbangan telur

Gambar 4. Penimbangan telur


12

Gambar 5. Memasukan telur kedalam mesin fumigasi

Gambar 6. Memasukan telur pada mesin tetas


13

2.2.2 Hasil Pengamatan Minggu Pertama

Gambar 7. Mengeluarkan telur dari mesin tetas

selama tidak lebih dari 10 menit


14

Gambar 8. Pengamatan embrio minggu pertama


15

2.2.3 Hasil Pengamatan Minggu Kedua


16
17

Gambar 8. Pengamatan embrio minggu kedua


18

III

PEMBAHASAN

3.1 Seleksi Telur Tetas (Egg Grading)


Selama menjalankan manajemen penetasan, penting untuk melakukan

seleksi telur tetas. Apabila telur tetas tidak memnuhi kriteria atau memiliki tingkat

penetasan yang rendah tetap dibiarkan untuk menetas, dapat mengakibatkan

kerugian dan bahkan dampak negatif pada telur lain yang sesuai dengan kriteria.

Selesksi telur tetas adalah tahap yang perlu dilakukan karena terdapat hubungan

yang signifikan antara karakterisrik telur tetas seperti berat, ketebalan kerabang,

serta bentuk dan kondisi permukaan kerabang dengan kualitas DOC yang menetas

(Yaman, 2010). Faktor terpenting yang harus diperhatikan saat memilih telur tetas

adalah kualiats telur yang optimal. Jika kualitas telur tidak memadai, maka

presentase telur yang sukses akan mengalami penurunan. Untuk mendapatkan telur

tetas berkualitas, langkah seleksi sebelum tahap penetasan menjadi suatu keharusan

(Kholis dan Sitanggang, 2001).

Tujuan dari seleksi telur adalah untuk mendapatkan telulr yang memenuhi

harapan (Sudaryani dan Santosa, 2002). Telur tetas yang cocok untuk proses

penetasan harus memenuhi sejumlah kriteria. Pertama, telur tersebut harus berasal

dari induk yang sehat dan memiliki produktivitas yang tinggi, dengan sex ratio yang

sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau jenis ayam tertentu. Selain itu, umur

telur tersebut tidak boleh melebihi satu minggu. Aspek – aspek fisik dan kualitas

telur juga harus diperhatikan, termasuk bentuk telur yang harus dalam kondisi
19

normal, tidak terlalu lonjong atau bulat. Ukuran dan berat telur, serta warna kulit

telur harus seragam sesuai dengan strain atau sejenisnya. Telur yang tipis atau

memiliki pori – pori terlalu besar dapat mengakibatkan penguapan cairan dalam

telur yang berlebihan, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat penetasan.

Di sisi lain, telur yang terlalu tebal juga dapat menghambat daya tetas karena anak

ayam akan kesulitan untuk memecahkan kulit telur. Telur tetas yang berkualitas

memiliki kerabang yang halus, tidak kotor dan bebas dari retakan (Suprijatna dkk,

2005).

Hasil pengamatan praktikum, telur diseleksi berdasarkan panjang telur,

lebar telur, bobot telur, shape index (SI), kualitas kerabang, warna kerabang,

kebersihan telur dan keutuhan telur. Seleksi ini bertujuan untuk menyeragamkan

telur tetas sehingga diharapkan ayam dari penetasan yang dilakukan memiliki

karakteristik ataupun kualitas yang seragam. Penyeragaman kualitas ini bertujuan

agar ketika permanenan ayam tidak terjadi perbedaan bobot badan yang signifikan

dan berpengaruh terhadap kebutuhan konsumen.

Hasil yang didapatkan pada praktikum ini telur yang kami seleksi memiliki

hasil bobot yang beragam yakni yang terkecil seberat 39 gram dan yang paling besar

seberat 87 gram, dengan bentuk (shape index) yang dominan normal dan bersih

serta utuh, dengan kualitas kerabang yang dominan tipis dan terdapat telur yang

memiliki reta rambut. Dari hasil yang didapat telur kami memiliki daya tetas yang

rendah. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan North (1990) yang

menyatakan telur tetas yang sesuai kriteria dapat ditetaskan/memiliki daya tetas
20

tinggi yaitu berbentuk oval, tekstur halu, berukuran sedang dan cangkang tebal.

Bentuk dari telur juga perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi bobot tetas,

penyerapan suhu pada telur dengan bentuk lancip lebih baik jika dibandingkan

dengan bentuk telur tumpul maupun bulat. Hal ini menyebabkan proses metabolism

embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.

Faktor warna kerabang memiliki pengaruh terhadap penguapan internal telur, yang

menentukan kualitas telur (bobot telur, indeks telur, indeks kuning telur, warna

kuning telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, HU, warna kerabang, bobot

kerabang, tebal kerabang) (Saputra et al, 2015).

Seleksi yang dilakukan diawali dengan membersihkan telur dari kotoran –

kotoran yang menempel terlebih dahulu, agar saat telur dimasukkan ke dalam mesin

tetas tidak terkontaminasi olek bakteri yang ada di feses. Kemudian telur di

candling menggunakan senter hp untuk menyeleksi telur yang fertil, infertil, telur

dengan retar rambut (hair crack) dan telur dengan double egg yolk. Setiap telur

diberi nomor agar memudahkan dalam hal pendataan. Setelah itu, telur diukur

tinggi dan lebarnya menggunakan jangka sorong serta diamati bentuk dan warna

kerbangnya. Telur dengan bentuk bulat ataupun lonjong merupakan telur abnormal

yang mengakibatkan posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur

memiliki daya tetas yang rendah bahkan tidak menetas (Nurhayati dkk, 1998).

Selanjutnya praktikan menvatat hasil dari setiap telur, kemudian telur dimasukan

ke dalam mesin fumigasi.


21

3.2 Standar Fumigasi Telur Tetas dan Mesin Tetas


Salah satu faktor yang perlu diperhatikan saat seleksi telur tetas ialah

kerabang telur. Kerabang telur merupakan lapisan terluar telur dengan fungsi

mencegah kontaminasi dari mikroorganisme yang dapat mempengaruhi embrio

dalam telur, sehingga kebersihan kerabang telur sangat penting untuk dijaga. Salah

satu upaya untuk menjaga keberishan kerabang telur adalah fumigasi (Hariani et

al., 2017).

Fumigasi adalah proses pembersihan telur dengan tujuan membunuh

maupun mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang melekat atau menempel

pada permukaan telur. Fumigasi telur tetas dilakukan saat telur akan dimasukan ke

dalam mesin tetas. Dosis fumigan harus sesuai agar tidak terjadi kerusakan kutikula

telur (Srigandono, 1997). Lakukan fumigasi telur tetas pada lemari khusus dan

siapkan KmnO4 serta formalin 40% di wadah berupa petri dish dan labu erlenmeyer

yang sesuai dengan volume lemari khusus pada konsentrasi 1-2 kali, lalu masukkan

ke dalam lemari khusus selama 10-20 menit.

Manajemen mesin tetas tidak terbatas hanya sampai pada kesiapan

komponen-komponen mesin tetas saja, tetapi menyangkut juga sanitasi mesin tetas

sebelum dan sesudah digunakan. Sanitasi mesin tetas bertujuan untuk

menghindarkan terjadinya pencemaran mesin tetas oleh bakteri yang dapat

menimbulkan penyakit (Hasana et al., 2019). Fumigasi mesin tetas dilakukan

dengan cara menutup semua ventilasi pada mein tetas terlebih dahulu, selanjutnya

menyiapkan KmnO4 dan formalin 40% sesuai dosis yang telah dihitung dan
22

letakkan pada petri dish dan labu erlenmeyer, lalu letakkan ke dalam mesin tetas

dan tutup mesin tetas agar gas yang timbul tidak keluar.

3.3 Perkembangan Embrio Telur Periode Setter


Ayam pada waktu perkembangan embrionya dimulai dari zigot sampai

menetas terjadi sekitar 19 sampai 21 hari. Pada waktu telur menetas, hanya dapat

dilihat anak ayam baru menetas dan pecahan cangkang telur, sedangkan kuning

telur dan albumin sudah habis terserap, bahkan beberapa hari sebelum menetas

kantong kuning telur tempat menyimpan kuning telur telah ditarik kedalam tubuh.

Untuk 1-3 hari pasca menetas, kantong kuning telur berfungsi sebagai bagian dari

system pencernaan.

Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan

embrio sampai menetas dan selama itu terjadi pembelahan awal seluler, terbentuk

dua lapisan sel benih dimana peristiwa ini disebut dengan gastrulasi, yang biasanya

dilengkapi pada saat telur dikeluarkan dari tubuh induk. Kedua lapisan ini adalah

ektoderm dan mesoderm. Lapisan ketiga yaitu endoderm akan terbentuk ketika telur

sudah di tempatkan di dalam inkubator (Nuryati dkk, 2005).

Pada saat telur dikeluarkan, beberapa ribu sel akan dihasilkan dan

blastodiscus akan menggambarkan suatu unit yang kompleks. Setelah telur

dikeluarkan, pembelahan seluler terus berlangsung selagi temperatur di atas 75º F.

Sel telur tidak akan membelah lagi bila temperatur kembali rendah, oleh karena itu

mulai saat telur ditelurkan sampai telur siap dimasukkan kedalam inkubator,
23

pembelahan seluler akan terhambat, artinya tidak terjadi pembelahan sel antara

waktu tersebut (Arthur & Sullivan, 2008).

Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama

perkembangan, embrio memperoleh makanan dan perlindungan dari telur berupa

kuning telur, albumin, dan kerabang telur. Hal inilah yang menyebabkan telur

unggas berukuran relatif besar. Perkembangan embrio ayam tidak dapat seluruhnya

dilihat dengan mata telanjang, melainkan perlu bantuan alat khusus seperti

mikroskop atau kaca pembesar (Campbell, Reece, Mitchell, 1987).

Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh vitellus, amnion, allantois,

dan chorion. Amnion merupakan kantong yang membantu embrio muda selama

perkembangannya, dimana kantung ini dipenuhi suatu yang transparan dan bersifat

mukoid, dihasilkan oleh dinding amniondan kulit tubuh embrio. Menjelang

kelahiran cairan ini ditelan oleh foetus kembali. Pada ayam berfungsi untuk

mencegah embrio kering, meniadakan goncangan, keleluasaan embrio berubah-

ubah sikap, dan menyerap albumin. Chorion merupakan selaput perpaduan antara

selaput bagian dalam kerabang telur dengan alantois. Pada proses pembentukan

plasenta merupakan bagian dari foetus. Bersama-sama dengan alantois membentuk

selaput choriallantois. Chorion kaya akan pembuluh darah yang berfungsi

menyempurnakan fungsi metabolism. Alantois merupakan selaput yang

membantusystem sirkulasi dan apabila telah berkembang sempurna akan

mengelilingi embrio. Chalaza berfungsi membantu amnion agar kuning telur dapat

tepat berada di tengah-tengah lapisan putih telur.


24

Berikut ini adalah tahap- tahap perkembangan embrio hari ke 1- 18 (Periode

Setter) yang dikutip dari Jurnal Kusumawati, dkk (2016):

Waktu Hasil Pengamatan Embrio

Inkubasi

12-15 jam stria primitif mulai terlihat memanjang dari bagian posterior

dan mulai terbentuk cekungan primitive

18-22 jam stria primitif telah mencapai panjang maksimal

30-33 jam lipatan kepala di anterior dan somite mulai terlihat dengan

jelas, proamnion, lipatan kepala,area opaca, dan area

pelusida terlihat dengan jelas, serta somite, pulau darah,

batas mesoderm, dan foregut mulai terlihat

48-52 jam jumlah somite berkembang sebanyak tujuh pasang,

perkembangan vesikula optika, jantung yang berada sedikit

ke kanan, dan pembagian 3 vesikel otak

(procencephalon,mesencephalon, dan rhombencephalon)

yang sudah mulai jelas embrio mulai memperlihatkan

perbedaan spesifik disbanding umur sebelumnya karena

bagian anterior memutar kea rah kanan. Lubang auditorius

mulai terbuka, jantung membentuk huruf S, lekukan kepala

amnion menutupi seluruh region telencephalon,


25

diencephalon, dan mesencephalon, serta plat oral, batang

mata, dan tuba neural yang sudah mulai terbentuk

64-69 jam tunas sayap dan tunas kaki mulai terbentuk dan semakin

besar ukurannya seiring dengan pertambahan waktu

inkubasi, tunas kaki ukurannya akan lebih besar

dibandingankan dengan tunas sayap, jantung sudah dapat

dibedakan antara antrium dan ventrikel, tuba neural semakin

berkembang menjadi korda neural, pembagian otak semakin

berkembang menjadi telencephalon, diencephalon,

mesencephalon, dan rhombencephalon, mata mulai

mengalami pigmentasi, tunas ekor akan mulai menekuk ke

arah depan tubuh

5 hari plat jari baru terlihat di umur lima hari dan cekungan antar

digiti terbentuk mulai umur enam hari. Pada umur lima hari

inkubasi, tungkai memanjang terutama pada bagian

proksimal dimana garis anterior dab posterior memanjang

secara parallel, sebaliknya perubahan bentuk tubuh sangat

sedikit, tunas sayap dan kaki memiliki ukuran panjang dan

lebar yang sama


26

6 hari paruh mulai terlihat dengan jelas, segmen digiti sudah

terbentuk, digiti dua dan tiga mulai memanjang, serta

pembengkokan pada persendian sayap dan kaki mulai

terbentuk, adanya perkembangan lubang telinga yang berupa

lubang besar, bagian dinding diencephalon

mengecil

7 hari organ sudah berkembang cukup lengkap. Paruh tumbuh

lebih prominent dengan papilla sclera pada bagian dorsal,

sayap dan kaki sudah berkembang lengkap, folikel bulu

tumbuh pada permukaan dorsal tubuh mulai dari brachial

hingga lumbo-sacral

8-10 hari kaki dan sayap sudah mulai tampak, serta jantung sudah

sempurna pada rongga thorax, membrane niktitans mulai

muncul pada umur 9 hari, dan paruh mulai mengeras pada

umur 10 hari inkubasi

10-12 hari membran niktitan mulai menutupi mata dan terjadi

diferensiasi pada kaki ketiga

13-14 hari tunas bulu sudah mulai tumbuh, dan kelopak mata sudah

menutup secara sempurna

15 hari ukuran paruh=4 mm, ukuran jari kaki ketiga=7 mm, ukuran

tubuh=48 mm, ukuran sayap=17 mm, panjang kaki ayam=29

mm
27

16 hari ukuran paruh=5 mm, ukuran jari kaki ketiga=8 mm, ukuran

tubuh=51 mm, ukuran sayap=19 mm, panjang kaki ayam=30

mm

17 hari ukuran paruh=5 mm, ukuran jari kaki ketiga=8 mm, ukuran

tubuh=58 mm, ukuran sayap=23 mm, panjang kaki ayam=34

mm

18 hari ukuran paruh=6 mm, ukuran jari kaki ketiga=10 mm, ukuran

tubuh=61 mm, ukuran sayap=25 mm, panjang kaki ayam=40

mm

Pada praktikum minggu pertama yaitu saat telur memasuki masa inkubasi 7

hari didapati 3 dari 4 telur kelompok kami sudah tidak bisa melanjutkan proses

inkubasi lagi dikarenakan beberapa faktor. Pada telur nomor 1 terjadi kematian

embrio kurang dari 1 jam saat embrio masuk ruang inkubasi, hal ini dipengaruhi

oleh embrio yang lemah. Telur nomor 4 infertil dan terindikasi adanya kontaminan

dari bakteri. Menurut Sudaryani (1996) faktor-faktor yang mengkontaminasi telur

ialah:

1. Kerusakan telur diakibatkan adanya kontaminasi oleh bakteri yang masuk kedalam

telur sejak telur berada di dalam tubuh induknya, misalnya induk menderita

salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella Sp.10


28

2. Kontaminasi telur oleh bakteri juga dapat terjadi di luar tubuh induknya. Masuknya

bakteri berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur dan merupakan suatu

bahan yang banyak mengandung bakteri.

3. Abnormalitas pada telur merupakan faktor yang paling rentang kontaminasi isi

telur. Abnormalitas telur dapat diketahui karena adanya retakan pada kulit telur

sehingga memudahkan bakteri untuk masuk kedalam isi telur melalui retakan kulit

telur.

Telur nomor 6 saat dipecahkan mengalami kondisi telur double egg yolk,

Adapun hal yang dapat menyebabkan proses pembentukkan telur tidak normal

sehingga terjadi kasus double yolk adalah faktor genetik dan faktor manajemen

(yang membuat unggas petelur panik dan stres) sehingga gerakan peristaltik saluran

reproduksinya tidak normal (Suryana dkk, 2008). Dari ketiga telur tersebut

semuanya memiliki kondisi telur yang kurang baik diantaranya bobot telur tidak

ideal, kerabang telur tipis dan ada sedikit retakan hal, tersebur tidak mewakili ciri-

ciri telur yang baik seperti yang dijelaskan Sudaryani dan Santoso (2003) bahwa

kualitas telur tetas yang baik adalah kerabang telur tidak kotor, tekstur halus, tidak

retak, warna telur seragam, bentuk telur proposional dan berat telur 47,2 g - 61,4 g.

Tersisa satu telur lagi nomor 2 yang masih dapat melanjutkan tahap

perkembangan berikutnya. Namun saat proses candling pada minggu kedua telur

nomor 2 tersebut mengalami kematian embrio. Terdapat beberapa kemungkinan

yang menjadi penyebab embrio tersebut mati, namun dapat dipastikan hal itu terjadi
29

kerena kualitas telur yang kurang baik sehingga embrio tidak dapat bertahan dan

berkembang sebagaimana mestinya.


30

IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama

perkembangan, embrio memperoleh makanan dan perlindungan dari telur berupa

kuning telur, albumin, dan kerabang telur. Pada praktikum minggu pertama

dilakukan seleksi dengan beberapa kriteria yaitu keadaan kerabang, keadaan telur

(fertil/infertil), dan kondisi yolk (Double yolk/tidak). Sebelum dimasukan kedalam

mesin tetas, telur difumigasi terlebih dahulu. Fumigasi adalah proses pembersihan

telur dengan tujuan membunuh maupun mengurangi kontaminasi mikroorganisme

yang melekat atau menempel pada permukaan telur. Fumigasi telur tetas dilakukan

saat telur akan dimasukan ke dalam mesin tetas.

Terdapat dua periode penetasan telur yaitu setter dan hatcher. Pada periode

setter (1-19 hari) terjadi perkembangan embrio berupa pembentukan organ dan

tubuh dari ayam; pada periode hatcher (19-21 hari) embrio sudah sepenuhnya

menjadi anak ayam, anak ayam mematuk matuk kerabang untuk mencari oksigen.

4.2 Saran
Apabila seorang ingin membuka usaha hatcery maka orang tersebut sangat

perlu mempelajari mengenai seleksi, fumigasi dan tahapan perkembangan embrio,

hal ini karena ketiganya sangat berpengaruh terhadap tingkat penetasan. Sehingga

agar tingkat penetasan maksimal dan kerugian minimal peternak harus paham

terlebih dahulu mengenai hal- hal yang disebutkan diatas.


31

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, J. A. & Sullivan, N. (2008). Breeding Chickens to Meet Egg Quality Need.
International Hatchery Practice, 19 (7): 7-9.

Campbell, N. A, Reece, J. B., Mitchell, L. G. (1987). Biologi Edisi Kelima Jilid 3.


Jakarta: Erlangga.

Hariani, F., Pagala, M. A., dan Aka, R. 2017. Karakteristik Telur Tetas Parent Stock
Ayam Broiler yang Difumigasi dan Tanpa Fumigasi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peternakan. 4(1): 6-12.
Hasanah, N., Wahyono, N. D., dan Marzuki, A. 2019. Teknik Manajeme Penetasan
Telur Tetas Ayam Kampung Unggul KUB di Kelompok Gumukmas Jember.
Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 4(1): 13-22.
Kartasudjana, R. 2001. Penetasan Telur. Departemen Pendidikan Nasional.Proyek
Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan: Jakarta.
Kusumawati, A., Febriany, R., Hananti, S., Dewi, M. S., dan Istiyawati, N. 2016.
Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC (Day-Old
Chicken) Ayam Jawa Super. Jurnal Sains Veteriner. 34(1).

Nuryati, Sutarto, T., Khamim, M., Hardjosworo, P. S. (2005). Sukses Menetaskan


Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rasyaf, M. 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.


Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Kanisius : Yogyakarta.

Sudaryani, T. dan Santoso, 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Bogor.

Suryana, Hasbianto, A. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia: Permasalahan


dan Tantangan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol.27(3): 75-83.
32

LAMPIRAN

Lampiran Pembagian Tugas

Verlia Dwi Putri 200110210022 Sub bab 3.1


Akhmad Miftakul A. 200110210023 Sub bab 3.4
M. Abiyyu Mufid 200110210073 Bab 1 & Editor
Catherine Julia Dwi S. 200110210161 Bab 2 & Bab 4
Erin Anindya 200110210265 Sub bab 3.2
Wulandari Matsuroh 200110180122 Sub bab 3.3

Anda mungkin juga menyukai