Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Fertilitas
Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan
dalam suatu periode penetasan. Berdasarkan dari kegiatan penetasan yang dilakukan
didapatkan hasil rata-rata fertilitas telur adalah 84,01%., hal ini berarti masih terdapat
telur infertil yang ada pada telur yang akan ditetaskan. Menurut Nuryati et al. (2014)
menyatakan bahwa agar telur dapat menetas jadi anak, telur tersebut harus dalam keadaan
fertil yang disebut dengan telur tetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah telur yang fertil
yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan atau setelah terjadi penggabungan antara
sperma dan ovum. Fertilitas dapat di hitung dengan cara membagikan jumlah telur yang
tertunas atau fertil dengan jumlah telur yang di tetaskan dan dikalikan 100%.
Faktor lain yang mempengaruhi fertilitas adalah lama penyimpanan telur
kemungkinan belum terjadi kerusakan telur yang berdampak pada kematian embrio
sebelum ditetaskan. Card dan Nesheim (2012) menyatakan bahwa semakin lama telur
disimpan, serabut protein yang membentuk jala (ovumucin) akan rusak dan pecah karena
kenaikan pH akibat terjadinya penguapan karbondioksida. Menurut Meliyati et al. (2012)
mengemukakan bahwa semakin bertambahnya umur telur tetas maka kualitas telur akan
menurun. . Selain itu, dilihat dari warna kerabang telur yang berbeda-beda dapat terjadi
karena umur induk ayam yang berbeda pula. Sehingga diduga pada saat di farm telur
ayam yang inginn ditetaskan disimpan dalam waktu yang berbeda sehingga menghasilkan
banyak telur infertile. Serta salah satu faktor penting yang mempengaruhi fertilitas adalah
sex ratio pada induk ayam. Rasio pada ayam yaitu 1:10.
2. Daya tetas
Persentase telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil disebut daya tetas.
Berdasarkan hasil dari kegiatan pratikum penetasan yang dilakukan didapatkan hasil rata
rata 72,89%, Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian Iriyanti, dkk.
(2007) daya tetas telur ayam yang ditetaskan secara alami yaitu 72,02%. Sistem penetasan
yang digunakan dalam praktikum ini sangat memungkinkan angka yang lebih baik karena
menggunakan mesin tetas modern.
Faktor yang mempengaruhi daya tetas antara lain pakan, bentuk telur, besar telur,
kualitas interior telur, kualitas eksterior telur atau kerabang telur, penyakit dan
penanganan telur tetas kemudian teknis pada saat melakukan seleksi telur seperti berat
telur, bentuk telur, keutuhan kerabang, dan kebersihan kerabang. Menurut Sutiyono, et al.
(2016) Daya tetas dan kualitas telur tetas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain cara penyimpanan, lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu pada mesin tetas,
suhu lingkungan, dan perlakuan pembalikan selama penetasan.
Kebersihan telur cukup penting terhadap presentase kematian embrio namun tidak
ada kulit telur yang steril sehingga kemungkinan terkontaminasi bakteri tetap dapat
terjadi (Mulyantini, 2014) dan mengakibatkan terjadinya kematian embrio. Kematian
embrio didalam telur banyak terjadi pada pertengahan umur pertumbuhan embrio, hal ini
bisa terjadi akibat suhu penetasan terlalu rendah atau terlalu panas, pemutaran telur yang
tidak benar dan ventilasi yang kurang baik. Sedangkan kematian embrio pada awal umur
pertumbuhan bisa disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium dan fosfor pada pakan
unggas yang berpengaruh pada pembentukan embrio (Hartono, 2004). Selain itu kematian
embrio juga bisa terjadi karena kegagalan pipping oleh bakal anak karena kurangnya
kelembaban atau adanya suhu yang tidak sesuai di dalam mesin tetas sehingga embrio
gagal menetas ataupun kegagalan absorbi kuning telur oleh embrio sebagai sumber
makanannya. Suhu ideal untuk telur tetas ayam adalah 37°C-38°C dan kelembaban 40 %-
55%.
3. Bobot tetas
Berdasarkan dari kegiatan penetasan yang dilakukan didapatkan hasil rata-rata bobot
tetas adalah 43,7 gr. Sedangkan bobot tetas yang normal adalah 2/3 dari bobot telur
(Sudaryani dan Santoso, 2018), sehingga dihasilkan 40,20 gram dilihat dari hasil
praktikum. Bobot tetas juga dipengaruhi oleh bobot telur tetas, semakin tinggi bobot telur
tetas maka bobot tetas juga akan semakin tinggi, diperkuat oleh suatu penelitian yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas
yang dihasilkan (Hermawan, 2000). Namun dilihat dari rataan bobot telur tetas yang
digunakan yaitu 43,7 gr ini sudah termasuk kedalam bobot telur tetas yang baik untuk
ayam broiler yaitu minimal 35-45 gr (Direktorat Perbibitan Ternak, 2011). Berarti dapat
disimpulkan ada faktor lain yang mempengaruhi kurangnya bobot tetas seperti
penyimpanan telur, faktor genetik, umur induk, kebersihan telur, dan ukuran telur.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kegiatan penetasan telur tetas ayam broiler yang
kami lakukan dapat disimpulkan bahwa dengan rataan bobot telur tetas yaitu 43,7 gram,
fertilitas sebesar 84,7%, daya tetas 72,89% sudah cukup bagus menghasilkan DOC (Day
Old Chick) dengan performa yang baik. Namun banyak hal yang perlu diperhatikan yaitu
suhu mesin, kelembaban, pemutaran telur, ventilasi, penyeleksian telur (berat telur,
bentuk telur, keutuhan kerabang, dan kebersihan kerabang.
B. Lampiran