Anda di halaman 1dari 7

1

MAKALAH ILMU
ILMU TERNAK UNGGAS
“Penetesan Telur Puyuh”

OLEH :
NAMA : MUHAMMAD HAEKAL ZULFAN
NIM : Z1B020568
KELOMPOK : 1D
ASISTEN : FAKHRI NUR HIDAYAT

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Burung puyuh merupakan salah satu ternak yang mudah dibudidayakan dan memiliki
keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa pemeliharaan yang
singkat dan mudah (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011).
Keistimewaan lain burung puyuh yaitu mempunyai siklus hidup yang pendek, tubuh kecil
sehingga tidak memerlukan tempat yang luas (Subekti, 2012). Burung puyuh memiliki
kelebihan yaitu memiliki daya tahan yang tinggi tahan terhadap penyakit (Listiyowati dan
Roospitasari, 2009). Puyuh terdiri dari beberapa jenis, salah satunnya adalah puyuh jenis
Coturnix coturnic japonica. Jenis puyuh ini yang paling popular diternakkan oleh masyarakat
sebagai penghasil telur dan daging (Subekti dan Hastuti, 2013). Menurut Listiyowati dan
Roospitasari (2009), burung puyuh memiliki taksonomi yaitu : Klas : Aves Ordo :
Gallioformes Sub Ordo : Phasianoidea Genus : Coturnix Spesies : Coturnix coturnix japonica
Pemeliharaan puyuh petelur dibedakan menjadi tiga fase yaitu fase starter, fase grower,
dan fase layer. Menurut Standar Nasional Indonesia (2006), burung puyuh memiiliki fase
grower yaitu dimulai umur 3 minggu (21 hari) sampai 4 dengan 6 minggu (42 hari). Puyuh
betina rata-rata mencapai dewasa kelamin pada umur 42 hari dan dapat berproduksi
sampai dengan 200 - 300 butir telur setahun (Nugroho dan Mayun, 1990). Menurut
penelitian Akbarillah et al. (2008), puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) pada umur 42 -
45 hari dengan bobot badan sekitar 110 – 117 g/ekor sudah dewasa kelamin dan mampu
berproduksi telur pada bulan pertama sekitar 13 – 17 butir/ekor dengan berat telur
berkisar 9 - 10 g/butir. Puncak produksi telur pada burung puyuh mencapai 98,5% pada
umur 4-5 bulan (Kaselung et al., 2014).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang penetasan telur puyuh
2. Mengetahui dan memahami tentang candling.
1.3 Manfaat
1. Mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam penetasan telur puyuh.
3

II. PEMBAHASAN

2.1 Persiapan Penetasan

 telur tetas berkualitas yang layak untuk ditetaskan:

 Telur harus tampak halus, bersih, rata, dan bebas retak. Lakukan pembersihan
langsung pada telur yang akan ditetaskan. Ini bertujuan agar telur bebas dari
kontaminasi bakteri, jamur/virus.
 Pilih telur yang berwana cerah dan tidak terlalu pekat.
 Tampilan bintik telur puyuh terlihat jelas
 Pilih telur yang fresh. Jangan pilih telur yang telah disimpan >7 hari. Penyimpanan
telur yang terlalu lama mempengaruhi daya tetas telur.
 Pilih telur dari peternak yang jelas, dengan indukan berumur minimal 2,5 bulan,
hingga 8 bulan.
 Berat telur normalnya adalah 11-13 gram/butir.
2.2 Pelaksanaan Penetasan
 Tatacara:
1. Pilih telur puyuh sesuai dengan persyaratan pemilihan telur puyuh tetas, seperti
yang ada di point 1.
2. Letakkan telur puyuh kedalam mesin tetas dengan hati-hati.
3. Putar telur dengan posisi 90o, setidaknya 4-6 kali sehari.
4. Suhu penetasan telur puyuh diatur sesuai dengan lamanya telur. Pada minggu
pertama, suhu yang disarankan adalah 38,30oC atau (1010 F). Selanjutnya, pada
minggu kedua-ketiga atau hingga menetas, atur suhu pada angka 39oC atau (1030 F).
5. Pantau suhu telur pada mesin penetasan dengan cara: letakkan termometer
sejajar dengan ujung telur, agar suhu yang diukur akurat.
6. Atur temperatur kelembaban telur dengan menggunakan hygrometer. Pastikan
bahwa kelembaban telur tidak kurang dari 60%-79%.
7. Terus lakukan perawatan tersebut sambil menunggu telur burung puyuh hingga
menetas.
8. Lama penetasan telur puyuh berkisar antara 19-21 hari.
 Candling
Peneropongan telur (candling) merupakan metode untuk melihat
perkembangan embrio pada telur sehingga dapat menentukan apakah telur
merupakan telur fertil atau sudah tidak bisa menetas (infertil). Berdasarkan
praktikum, candling dilakukan dengan cara menyalakan lampu pada daya tinggi
kemudian telur diletakkan diatasnya sehingga terlihat kenampakan didalam telur.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Maftuchah, dkk (2014) bahwa saat
dilakukan peneropongan, telur diletakkan di atas atau ujung lampu, sebaiknya
4

peneropongan dilakukan pada ruang yang gelap atau lampu dapat diletakkan
dalam kotak pelindung sehingga kondisi dalam telur dapat terlihat dengan jelas.
Telur yang fertil saat dilakukan pengamatan terlihat pembuluh darah tampak
tegas dan berwarna merah jernih. Embrio yang telah mati atau telur dalam
keadaan infertil terlihat pembuluh darah nampak terputus dan berwarna gelap.
Saleh dan Isyanto (2011) mengatakan bahwa tanda telur fertil bila dilihat dengan
alat peneropong (candling) akan tampak perkembangan embrio di dalam telur
tersebut yang bisa berupa bintik hitam, atau seperti sarang lebah, dan pembuluh
darah juga tampak jelas. Berdasarkan penelitian Taniguchi (2007) dalam Dijaya,
dkk (2016) bentuk telur fertil cenderung lonjong dan tipis dan bentuk telur infertil
cenderung bulat.
Pemeriksaan telur (candling) dilakukan untuk mengambil telur yang
infertil, mengeluarkan embrio yang mati pada awal dan akhir penetasan. Hal
tersebut dibenarkan oleh pernyataan Lukman, dkk (2020) bahwa mortalitas dapat
diketahui setelah melakukan peneropongan (candling). Candling pada ayam
dilakukan pada hari ke-7 sampai hari ke-14, hal tersebut dikarenakan minggu
pertama penetasan merupakan masa paling kritis pada perkembangan embrio.
Dijaya, dkk (2016) memiliki pendapat bahwa waktu yang dilakukan untuk
melakukan candling dengan tujuan mengetahui kesuburan telur dilakukan pada
hari ke-3 sampai ke-6 proses inkubasi (inkubasi dengan mesin tetas) dengan
melihat nokta merah pada telur, sedangkan waktu candling pada hari ke-12
sampai ke-18 proses inkubasi dilakukan untuk melihat pertumbuhan ataupun
kematian dari embrio.
Pengamatan kehidupan embrio di bawah lampu candling, embrio akan
tampak seperti bayangan hitam dan di daerah kepala tampak berbentuk titik (spot
hitam). Embrio dalam keadaan hidup atau sehat, di bawah cahaya lampu candling
embrio akan bergerak merespon cahaya tersebut. Namun, jika gerakan embrio
sangat lambat, dan perlu waktu sekitar 30-40 detik di bawah cahaya lampu lilin.
Hal tersebut menandakan bahwa embrio tidak sehat dan sebaiknya telur yang
tidak digunakan atau disingkirkan (culling). Hal tersebut sejajar dengan pendapat
Hartono dan Isman (2012) yang mengatakan telur yang infertil atau tidak ada
pertumbuhan embrio sebaiknya dikeluarkan dari mesin tetas. Telur infertil
5

cenderung menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan jamur disebabkan


oleh perbedaan suhu telur dan suhu yang direpresentasikan oleh termometer
inkubator.
 Pengaturan suhu
Pengatuan temperatur dan kelembaban di cooling room sangat penting bagi Hatchery
untuk mencapai hatchability (daya tetas) yang optimal. Kesalahan pengaturan temperatur
dan kelembaban selama penyimpanan akan menurunkan daya tetas sampai 20 % Nomalnya
koleksi / penyimpanan telur tetas dilakukan 1-4 hari, jika lebih akan terdampak negatif
terhadap daya tetas.
 Pemutaran Telur
Pemutaran/ membalikkan telur tetas di setter mutlak dilakukan, tujuannya:
• Embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah
Menempelnya embrio pada sel membran.
• Di dalam setter terjadi proses perkembangan embrio, sehingga mengakibatkan
Peningkatkan produksi panas, dengan adanya turning akan membantu mendistribusikan
udara dan membantu mendinginkan setter.
• Idealnya turning dilakukan setiap jam sekali dengan kemiringan 45 o C dengan sistem
Automatic electric.
• Pada mesin tetas sederhana (manual pemutaran/ turning dilakukan minimal 3 kali sehari,
yaitu pagi, siang dan malam ( setip 8 jam)
• Turning yang baik akan membantu mengoptimalkan pertumbuhan embrio.

.
6

III. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Persiapan Penetasan

•Telur harus tampak halus, bersih, rata, dan bebas retak. Lakukan pembersihan
langsung pada telur yang akan ditetaskan.
•Tampilan bintik telur puyuh terlihat jelas
•Pilih telur yang fresh. Jangan pilih telur yang telah disimpan >7 hari.
Penyimpanan telur yang terlalu lama mempengaruhi daya tetas telur.
•Tatacara
telur puyuh kedalam mesin tetas dengan hati-hati.
telur dengan posisi 90o, setidaknya 4-6 kali sehari.
penetasan telur puyuh diatur sesuai dengan lamanya telur. Pada minggu pertama,
suhu yang disarankan adalah 38,30oC atau . Selanjutnya, pada minggu kedua-
ketiga atau hingga menetas, atur suhu pada angka 39oC atau .
•Candling
Peneropongan telur merupakan metode untuk melihat perkembangan embrio pada
telur sehingga dapat menentukan apakah telur merupakan telur fertil atau sudah
tidak bisa menetas . Berdasarkan praktikum, candling dilakukan dengan cara
menyalakan lampu pada daya tinggi kemudian telur diletakkan diatasnya sehingga
terlihat kenampakan didalam telur.
•Pengaturan suhu
Pengatuan temperatur dan kelembaban di cooling room sangat penting bagi
Hatchery untuk mencapai hatchability yang optimal.
•Pemutaran Telur
• Embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan
mencegah Menempelnya embrio pada sel membran.
Peneropongan telur (candling) merupakan metode untuk melihat perkembangan
embrio pada telur sehingga dapat menentukan apakah telur merupakan telur fertil
atau sudah tidak bisa menetas (infertil).

5.2 Saran
-
7

DAFTAR PUSTAKA

Anom Wiyana I. K, Kristina Dewi. G.A.M, Wijana. I.W, Wirapatha. M, Manajemen Usaha
Ternak Unggas,. 2016 Lab. Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas
Udayana
Anonim. 1989. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya.
Anthonius Riyanto, dkk. 2001. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia, Pustaka,
Jakarta.
Appleby. M.C., Barry O.H. 1992. Poultry Productionsystem Behavior, Management and
Welfare. Red Wood Press Ltd. Wallingford, British.
Dawan Sugandi. 1984. Penuntun Praktis Beternak Ayam. IPB, Bogor.
Muhammad Rasyaf. 1989. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya.
North. M.O. 1990. Commercial Chiken Production Manual.Van Nostrand Reinho
PT. Multi Breeder Adirama Indonesia. Tbk. (Japfaconfeed). 2002. Hacthery Management.

Anda mungkin juga menyukai