Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENETASAN

DISUSUN OLEH :

Nama : Nurul Adiyan

Npm : E1C014112

Dosen Pembimbing : Ir. Hardi Prakoso

Co.Ass : Muhammad Gendro Gusmantoro

Kelompok : 1 (Satu)

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdullah penulis ucupakan atas kehadirat Allah Swt, atas berkat rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi
Penetasan. Dan tidak lupa pula penulis ucapakan terima kasih kepada dosen pengampuh
mata kuliah teknologi penetasan Bapak Ir. Hardi Prakoso, yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahan dan ilmu kepada penulis sehingga laporan ini dapat
terselesaikan dengan baik, serta penulis ucapkan terima kasih kepada asisten teknologi
penetasan yang telah banyak membantu dan mengkoordinir saat praktikum berlangsung.
Dan terima kasih juga kepada rekan rekan yang telah membantu dalam kegiatan
praktikum sehingga dapat terjalin kerjasama yang baik dan saling memberikan informasi
yang bermanfaat tentang pembuatan laporan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
dengan tepat waktu.
Laporan ini berisi tentang kegiatan selama praktikum yang telah dilaksanakan di
Laboratorium jurusan Peternakan Universitas Bengkulu. Dengan terselesainya praktikum
mata kuliah teknologi penetasan ini dengan tepat waktu, semoga laporan yang dibuat
penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa masih banyak
sekali kekurangan dalam pembuatan laporan ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dalam menyusun
laporan yang akan datang.

Bengkulu, April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi penetasan telur puyuh merupakan teknologi yang dilakukan untuk
menetaskan telur tanpa bantuan dari indukan betina tetapi menggunakan mesin tetas
dengan membuat lingkungan didalam mesin tetas seolah-olah sama dengan keadaan induk
saat memeramkan telurnya. Penetasan merupakan bagian dari kegiatan pembibitan
untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi ternak puyuh. Penetasan telur puyuh
dikenal ada dua cara yaitu secara alami yang dilakukan dengan induk puyuh dan secara
buatan yang dilakukan dengan mesin tetas. Penetasan dengan menggunakan mesin tetas
merupakan suatu cara yang dilakukan sebagai pengganti penetasan alami dan cara ini
ditujukan untuk memperoleh anak unggas (anak puyuh) dalam jumlah yang relatif besar.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur dengan mesin
tetas adalah bobot telur tetas, karena bobot telur tidak hanya berpengaruh terhadap daya
tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap bobot tetas. Bobot telur tetas yang baik
untuk burung puyuh berkisar antara 9-10 gram. Butcher, Gary and Richard (2004)
menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot
tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan
sebaliknya. Selain, memperhatikan bobot telur dan daya tetas kita juga harus
memperhatikan lingkungan didalam mesin tetas yang akan digunakan seperti temperatur,
suhu, kelembaban dan air didalam mesin tetas karena hal ini dapat mempengaruhi daya
tetas terhadap telur didalam mesin tetas. Oleh sebab itu pratikum ini dilakukan untuk dapat
menetaskan telur puyuh dengan menggunakan mesin tetas serta untuk mengevaluasi daya
tetas dari mesin-mesin tetas yang digunakan setiap kelompok.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menetaskan telur dengan menggunakan mesin tetas.
2. Mahasiswa dapat mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan
telur.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Puyuh
Dalam istilah asing, burung puyuh disebut quail yang merupakan bangsa burung
liar. Di Indonesia khususnya di Jawa burung puyuh disebut gemuk. Burung puyuh
merupakan salah satu jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh yang
relatif kecil, memiliki kaki yang pendek, dapat diadu dan bersifat kanibal. Awalanya
burung puyuh merupakan burung liar. Tahun 1870 di Amerika Serikat burung puyuh mulai
diternakkan. Setelah masa itu, burung puyuh mulai dikenal dan diternakan pada akhir
tahun 1979. Nilai gizi telur puyuh tidak kalah dengan unggas lain sehingga menambah
penyediaan sumber protein hewani dan memberikan konsumen banyak pilihan (Listiyowati
dan Roospitasari, 2005).
Puyuh merupakan salah satu jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki
ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki yang pendek, dapat diadu dan bersifat
kanibal. Awalnya burung puyuh merupakan burung liar. Tahun 1870 di Amerika Serikat,
puyuh mulai diternakan. Setelah masa itu, puyuh terus berkembang dan menyebar ke
seluruh dunia. Di Indonesia, puyuh mulai dikenal dan diternakkan pada akhir tahun 1979
(Redaksi Agromedia, 2002).
Klasifikasi burung puyuh menurut Redaksi Agromedia (2002) adalah sebagai
berikut:
Kelas : Aves (Bangsa burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Spesies : Coturnix-coturnix japonica.
Kelebihan ternak burung puyuh dibandingkan dengan ternak unggas lainnya
menurut Sutoyo (1989) yaitu : Ternak burung puyuh sangat mudah pemeliharaannya, tidak
banyak memerlukan tenaga dan biaya yang banyak/besar. Tidak banyak menyita tempat,
dapat menampung anak burung puyuh 100 ekor/m2 berumur 1-10 hari dan 60 ekor/m2
untuk burung puyuh berumur di atas 10 hari. Cepat bertelur, sehingga kebutuhan telur
keluarga cepat terpenuhi.

5
Burung puyuh jenis Coturnix-coturnix japonica lazim diternakkan oleh peternak
yang menghendaki produksi telur yang tinggi. Burung puyuh ini mampu menghasilkan
sebanyak 250-300 butir telur/tahun dengan periode bertelur selama 9-12 bulan. Burung
puyuh betinanya mulai bertelur pada umur 35 hari. Dengan 6 ciri khas perbedaan jantan
dan betina terdapat pada warna, suara dan berat tubunya. Burung puyuh betina pada bulu
leher dan dada bagian atas warnanya lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua
bagian leher sampai dada, sedangkan burung puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna
cinnamon (cokelat muda). Suara burung puyuh jantan lebih besar dibandingkan burung
puyuh betina sebaliknya bobot burung puyuh betina lebih berat daripada burung puyuh
jantan (Nugroho dan Mayun, 1982).
Bobot rata-rata seekor burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) sekitar 150
gram. Burung puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produk dicapai
pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76%. Di atas umur empat belas
bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang dari 50%.
Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan (Anggorodi,
1995).
2.2 Penetasan Telur
Agromedia (2002) menyatakan bahwa telur adalah suatu bentuk tempat
penimbunan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air yang
diperlukan untuk pertumbuhan embrio selama pengeraman. Untuk dapat ditetaskan telur-
telur burung puyuh harus diseleksi. Memilih telur burung puyuh yang akan ditetaskan
harus teliti, beberapa tips memilih telur burung puyuh yang baik untuk ditetaskan sebagai
berikut :
1. Memilih telur yang bersih, halus dan rata
2. Memilih telur yang warnanya tidak terlalu pekat
3. Bintik di kulit telur harus jelas
4. Kulit telur tidak retak
5. Memilih telur yang baru, bukan telur yang sudah disimpan lebih dari 3 hari
6. jika ingin dijadikan khusus sebagai telur tetas setelah keluar dari burung puyuh, telur
segera diambil dan debersihkan.
2.3 Pengambilan Telur
Sebaiknya telur yang akan ditetaskan berukuran 11-13 gram per butir. Ukuran
normal tersebut dapat dicapai setelah induknya berumur 2,5 bulan. Dengan demikian

6
pengambilan telur tetas burung puyuh dilaksanakan sejak induk berumur 2,5-8 bulan
(Sugihartono, 2005).
2.4 Penyimpanan Telur
Lama penyimpanan telur dapat mempengaruhi daya tetas telur burung puyuh.
Abidin (2003) menguatkan pendapat tersebut dengan menyodorkan data hasil penelitian
para ahli bahwa daya tetas telur yang disimpan selama 6 hari lebih tinggi dibandingkan
dengan telur tetas disimpan lebih dari 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apalagi
dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, bisa menyebabkan penurunan berat telur dan
kantong udaranya semakin berkurang (Andrianto, 2005).
2.5 Pemutaran Telur
Membalik atau memutar letaknya telur pada hari-hari tertentu selama periode
penetasan perlu sekali dilakukan. Gunanya adalah supaya telur mendapatkan panas yang
merata. Selain itu juga untuk menjaga agar bibit tidak menempel pada kulit dalam fase
permulaan penetasan dan untuk mencegah zat kuning telur dengan tenunan selaput
pembungkus anak (allanthoin) pada fase berikutnya. Membalik telur dilakukan setiap hari
mulai hari ketiga atau keempat sampai dua hari sebelum telur-telur menetas. Pemutaran
telur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 3 kali atau lebih baik bila diputar 5 sampai 6
kali sehari dengan setengah putaran (Djanah, 1984).
2.6 Penetasan dengan Mesin Tetas
Telur burung puyuh dapat ditetaskan dengan mesin tetas buatan. Selama ditetaskan
telur tadi perlu diputar 900 dan paling sedikit sehari diputar 4-6 kali. Menetaskan telur
burung puyuh tidak berbeda dengan telur ayam. Minggu pertama : 38,30 C (1010 F).
Minggu kedua sampai menetas : 390 C (1030 F). Suhunya diusahakan jangan sampai lebih
dari 39,40 C (1030 F). Termometer untuk mengukur suhu mesin tetas diletakkan sejajar
dengan ujung telur, dengan maksud supaya termometer tersebut menunjukkan suhu telur-
telur yang ditetaskan. Kelembabannya tidak boleh kurang dari 60% (tabung yang basah
pada hygrometer) 30,60 C (870 F) sampai hari ke 14 setelah itu dinaikkan 32,30 C (900 F)
sampai proses penetasan selesai (Nugroho dan Mayun, 1986).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur dengan mesin
tetas adalah bobot telur tetas, karena bobot telur tidak hanya berpengaruh terhadap daya
tetas saja tetapi juga sangat berpengaruh terhadap bobot tetas. Bobot telur tetas yang baik
untuk burung puyuh berkisar antara 9-10 gram. Butcher, Gary and Richard (2004)
menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga mempengaruhi bobot

7
tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi dan
sebaliknya.
2.7 Temperatur Mesin Tetas
Dalam prakteknya temperatur mesin tetas sering dibuat stabil sekitar 103 0 F (39,40
C) untuk semua penetasan telur unggas. Kelembaban mesin tetas untuk penetasan telur
berbagai jenis unggas relatif sama, yaitu sekitar 60-70%. Selama persiapan ventilasi atas
mesin tetas ditutup sampai hari penetasan ke tiga (Suprijatna dkk, 2005).
2.8 Daya Tetas
Suatu penelitian menunjukkan bahwa telur yang disimpan terlalu lama akan
menurunkan daya tetasnya. Telur-telur yang disimpan daya tetasnya akan menurun kira-
kira 3% tiap tambahan sehari. Telur yang disimpan dalam kantung plastik PVC
(Polyvinylidene chloride) dapat tahan lebih lama, kira-kira 13 sampai 21 hari dibandingkan
dengan ruangan terbuka daya tetasnya juga lebih tinggi dari pada telur yang disimpan
dalam ruangan terbuka (Nugroho dan Mayun, 1986).
Untuk menghasilkan daya tetas yang baik, ransum yang diberikan harus baik pula
kandungan nutrisinya. Ransum yang baik ini dicirikan dengan keseimbangan yang serasi
antara protein, energi metabolisme, vitamin, mineral dan air. Protein yang diberikan juga
harus merupakan keseimbangan dari kandungan asam-asam amino. Kadar protein dalam
ransum bervariasi berdasarkan temperatur, energi dalam ransum, tingkat produksi telur dan
lain-lain (Rasyaf, 1995).
Tidak semua telur tetas dapat digunakan dalam penetasan. Hanya telur yang
memenuhi persyaratan saja yang dapat digunakan. Oleh karena itu, perlu adanya
penanganan pascapanen untuk menentukan atau menghasilkan telur yang layak untuk di
tetaskan. Penanganan pascapanen tersebut meliputi kegiatan pengumpulan telur, seleksi
telur dan penyimpanan (Suprijatna, 2005)

8
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :


1. Mesin tetas
2. Timbangan
3. Ember
4. Nampan
5. Termometer
6. Kapas
7. Panci
8. Kardus
9. Lampu
10. Kabel
11. Sarbet
9
12. Alat tulis
Bahan yang digunakan :
1. Telur puyuh

2. Air
3.2 Cara Kerja
1. Melakukan sanitasi peralatan mesin tetas.
2. Menyiapkan telur puyuh yang akan digunakan untuk penetasan.
3. Memilih telur puyuh yang bagus dengan jumlah 30 butir telur puyuh untuk setiap
kelompok.
4. Memanaskan air dengan suhu 40 0C.
5. Mengukur suhu air dengan menggunakan termometer.
6. Membersihkan telur dengan menggunakan air hangat yang telah disiapkan.
7. Menimbang berat awal telur puyuh menggunakan timbangan.
8. Mencatat hasil timbangan.
9. Menyalakan mesin tetas sampai keadaan suhu konstan.
10. Memasukan telur puyuh kedalam mesin tetas dengan memperhatikan tata letak
telur (meletakan telur puyuh dengan sudut tumpul diatas).
11. Melakukan pengamatan setiap hari sampai telur puyuh menetas dengan melihat
kondisi suhu, kelembaban, lampu dan air didalam mesin tetas.
12. Membolak balikan telur puyuh dari umur ke-3 hari sampai umur ke-14 hari setelah
itu telur puyuh tidak boleh dibalikan lagi.
13. Menyiapkan kardus untuk tempat puyuh yang telah menetas.
14. Membuat lampu atau pemanas untuk anak puyuh.
15. Menimbang anak puyuh yang telah kering bulu dengan menggunakan timbangan.
16. Mencatat hasil pengamatan yang telah dilakukan.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Berat Telur Puyuh
N Berat telur puyuh (gram)
o
1 8,90 11 10,01 2 11,59
1
2 10,59 12 10,10 2 8,68
2
3 9,84 13 11,36 2 9,53
3
4 10,35 14 9,54 2 10,94
4
5 8,37 15 10,42 2 10,66
5
6 11,23 16 9,40 2 10,51
6
7 10,20 17 10,08 2 9,77
7
8 10,35 18 9,84 2 10,17
8
9 10,19 19 10,39 2 10,63
9
10 9,08 20 10,63 3 9,42
0
4.1.1.1 Pembahasan
Pada praktikum teknologi penetasan telur puyuh yang telah kami lakukan,
kami menggunakan 30 butir telur puyuh untuk setiap kelompoknya. Sebelum
melakukan penetasan pada telur puyuh, langkah pertama yang kami lakukan yaitu
melakukan sanitasi mesin tetas. Sanitasi pada mesin tetas ini dilakukan agar
keadaaan dalam mesin tetas menjadi steril sehingga telur yang akan dimasukan
dalam mesin tersebut menjadi aman karena terbebas dari mikroorganisme yang
dapat merusak kondisi telur. Setelah melakukan sanitasi pada mesin tetas lalu kami
menyiapkan telur puyuh yang akan digunakan, telur puyuh ini akan dibersihkan
dengan menggunakan air hangat setelah itu di lap menggunakan kain atau sarbet.
Telur puyuh yang telah dibersihkan kemudian ditimbangan untuk
mengetahui berat awal dari telur puyuh. Dari hasil penimbangan berat telur puyuh
yang telah dilakukan diperoleh hasil rata-rata dari 30 butir telur puyuh yaitu 10,09
gram. Hal ini dilakukan sesuai menurut Butcher, Gary and Richard (2004),
menyatakan bahwa selain mempengaruhi daya tetas, bobot telur juga
mempengaruhi bobot tetas, dimana bobot telur tetas tinggi akan menghasilkan
bobot tetas yang tinggi dan sebaliknya. Rata-rata telur puyuh yang kami gunakan

11
memiliki bobot telur yang tinggi sehingga telur dapat menetas dalam jumlah yang
cukup tinggi.

Telur puyuh yang telah bersih kemudian dimasukan kedalam mesin tetas
yang telah diatur suhunya sesuai dengan suhu konstan mesin tetas yaitu 100 oF.
Dalam peletakan telur puyuh ini kita harus meletakannya dengan kondisi bagian
tumpul yang ada diatas. Hal ini dilakukan agar anak puyuh dapat melakukan piping
dengan mudah karena dibagian tumpul terdapat kantong udara.
4.1.2 Daya Tetas
Jumlah telur puyuh yang ditetaskan yaitu 30 butir telur.
Telur menetas pada hari kamis, 12 April 2017 dan waktu menetas telur
berkisar jam 07:0010:54 wib.

N Jumlah telur puyuh yang menetas dan berat awal anak puyuh
o
1 5,97 gram (no.1) 11 - 2 -
1
2 5,87 gram (no.2) 12 - 2 -
2
3 5,16 gram (no.3) 13 - 2 -
3
4 5,65 gram (no.4) 14 - 2 -
4
5 5,98 gram (no.5) 15 - 2 -
5
6 5,15 gram (no.6) 16 - 2 -
6
7 6,01 gram (no.7) 17 - 2 -
7
8 6,78 gram (no.8) 18 - 2 -
8
9 6,40 gram (no.9) 19 - 2 -
9
10 6,21 gram (no.10)- 20 - 3 -
0
Note : telur yang menetas 10 butir dan yang tidak menetas 20 butir (-)
4.1.2.1 Pembahasan
Daya tetas dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan telur yang akan
digunakan dalam penetasan. Lama penyimpanan telur dapat mempengaruhi daya
tetas telur hal ini disebebkan karena telur dapat mengalami penurunan daya tetas.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1986), yang menyatakan
bahwa telur yang disimpan terlalu lama akan menurunkan daya tetasnya. Telur-telur
yang disimpan daya tetasnya akan menurun kira-kira 3% tiap tambahan sehari.
Telur yang disimpan dalam kantung plastik PVC (Polyvinylidene chloride) dapat
tahan lebih lama, kira-kira 13 sampai 21 hari dibandingkan dengan ruangan terbuka

12
daya tetasnya juga lebih tinggi dari pada telur yang disimpan dalam ruangan
terbuka.
Telur puyuh yang kami tetaskan menggunakan mesin tetas ini, memiliki
daya tetas cukup baik. Hal ini terlihat dari menetasnya 10 ekor anak puyuh dari 30
butir telur puyuh. Anak puyuh yang telah menatas kemudian diletakan kedalam
kardus yang telah diberi lampu sebagai penghangat bagi anak puyuh. Setelah bulu-
bulu halus anak puyuh telah kering kemudain puyuh ditimbangan dan diberi tanda
agar dapat memisahkan antara anak puyuh satu dengan puyuh yang lainnya. Dari
hasil penimbangan anak puyuh diperoleh hasil penimbangan yaitu anak puyuh no.1
5,97 gram, anak puyuh no.2 5,87 gram, anak puyuh no.3 5,16 gram, anak puyuh
no.4 5,65 gram, anak puyuh no.5 5,98 gram, anak puyuh no.6 5,15 gram, anak
puyuh no.7 6.01 gram, anak puyuh no.8 6,78 gram, anak puyuh no.9 6,40 gram, dan
anak puyuh no.10 6,21 gram dengan berat rata-rata dari anak puyuh yaitu 5,918
gram. Dari 30 butir telur puyuh yang telah ditetaskan terdapat sisa 20 butir telur
yang tidak menetas. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan didalam mesin tetas
seperti suhu dan kelembaban yang tidak stabil sehingga embrio dalam telur tidak
berkembang dan calon anak puyuh sulit untuk melakukan piping sehingga puyuh
dapat mati sebelum menetas.
4.1.3 Pengamatan Suhu Mesin Tetas
Hari pengamatan Suhu Keterangan
Minggu 101 0F 98 0F Temperatur awal dan pukul masukan telur 11:29 wib.
94 0F Suhu mati pukul 11:40 wib.
100 0F Suhu konstan
Kamis 99 0F Suhu hidup 08:27 wib.
Jumat 100 0F 38 0C Suhu hidup 09:30 wib dan mati 09:31 wib.
99 0F Suhu hidup 11:19 wib.
100 0F Suhu mati 11:21 wib.
98 0F Suhu mati.
Kamis 100 0F Suhu hidup pukul 15:26 wib.
Senin 104 0F Suhu hidup (Pagi).
102 0F Suhu mati (Pagi).
101 0F Suhu hidup (siang).
101 0F Suhu mati (siang).
Senin 103 0F Suhu siang jam 2.
4.1.3.1 Pembahasan
Mesin tetas yang kami gunakan pada praktikum teknologi penetasan yaitu
menggunakan mesin tetas urutan satu. Mesin tetas ini memiliki temperatur yang
cukup tinggi pada saat praktikum telah berlangsung yang melewati batas normal
sehingga harus diatur ulang agar temperatur dapat kembali normal. Temperatur
yang harus dibuat dalam menetaskan telur puyuh yaitu menggunakan temperatur

13
konstan 100 oF. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan mesin tetas yang kami
gunakan selama praktikum berlangsung memiliki suhu berkisar 99 0F-103 0F. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dkk (2005), yang menyatakan bahwa
temperatur mesin tetas sering dibuat stabil sekitar 103 0 F (39,40 C) untuk semua
penetasan telur unggas. Kelembaban mesin tetas untuk penetasan telur berbagai
jenis unggas relatif sama, yaitu sekitar 60-70%. Selama persiapan ventilasi atas
mesin tetas ditutup sampai hari penetasan ke tiga.
Temperatur dalam proses penetasan telur merupakan faktor penting karena
berpengaruh terhadap proses perkembangan embrio. Pada praktikum penetasan
puyuh ini, telur puyuh yang kami tetaskan memerluhkan waktu lama untuk menetas
hal ini dapat terjadi karena temperatur didalam mesin tetas yang kami gunakan
tidak stabil, lampu yang sering hidup mati, serta proses pemutaran telur yang
dilakukan tidak rutin sehingga telur sulit untuk menetas.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., 2003. Meningkatkan Produktivitas Puyuh si Kecil yang Penuh Potensi.
Agromedia Pustaka : Jakarta.
Andrianto, T. T., 2005. Panduan praktis ternak puyuh. Absolut : Yogyakarta.

Anggorodi, H.R., 1985. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

14
Agromedia, 2002. Puyuh Si Mungil Yang Penuh Potensi. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Agromedia, 2002. Puyuh Si Mungil Yang Penuh Potensi. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Butcher, Gary D and RD. Miles. 2004. Egg Specific Gravity Designing a Monitoring
Program. University of Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles /VM/VM04400.pdf.
Diakses Jumat 14 April 2017.

Decuypere, E. and H.Michels. 1992. Incubation Temperature as A Management Tool: A


Review. World Poultry Science Journal 8:28-38.

Djanah, D.J., 1984. Beternak Ayam dan Itik. Jasaguna : Jakarta.

Gary, D., Butcher. D. V. M., dan Richard Miles. 2009. Ilmu Unggas, Jasa Ekstensi
Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida. Gainesville.

Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2005. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara
Komersial. Penebar Swadaya : Jakarta.

Nugroho dan Mayun, I.G.T., 1982. Beternak Puyuh. Penerbit Eka Offset : Semarang.

Nugroho dan Mayun, I.G.T., 1986. Beternak Burung Burung Puyuh. Eka Offset :
Semarang.

Redaksi Agromedia. 2002. Puyuh Si Kecil Penuh Potensi. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Rasyaf, M.. 1995.Pengelolaan Penetasan. Kanisius : Yogyakarta.

Sutoyo, M.D., 1989. Petunjuk Prakis Beternak Puyuh. CV. Titik Terang : Jakarta.

15
LAMPIRAN

Proses pembersihan telur menggunakan air


30 butir telur puyuh hangat sebelum dimasukan kedalam mesin tetas.
yang akan ditetaskan.

Posisi telur yang telah dimasukan


Pengaturan suhu konstan sebelum telur
dimasukan kedalam mesin tetas. kedalam mesin tetas.

Proses pemutaran telur puyuh. Telur yang akan menetas.

16
Pengamatan mesin tetas (pengamatan suhu,
bak air, dan proses pemutaran telur).

Proses pemutaran telur salama pengamatan


telur puyuh agar dapat menetas.

17

Anda mungkin juga menyukai