Anda di halaman 1dari 17

TEKNIK PEMBIBITAN DAN PENETASAN UNGGAS

(LAPORAN SEMENTARA)

OLEH

Abel Yurike (19741001)

Adi Firmansyah (19741003)

Adji Pramudya Ramadan (19741004)

Alvina Bela Surahman (19741008)

Anggi Puspita Sari (19741012)

PRODUKSI TERNAK
PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Laporan Praktikum
Sementara Teknik Pembibitan dan Penetasan” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Teknik Pembibitan dan Penetasan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang teknik pembibitan dan penetasan dikehidupan sehari-hari bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Cintya Agustin, S.Pt, M.Si selaku Dosen
Teknik Pembibitan dan Penetasan dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan
semua, terimakasih atas bantuannya sehingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 27 Oktober 2021

Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri unggas di Indonesia kian hari makin berkembang seiring dengan berkembangnya
industri unggas global (dunia). Perkembangan-perkembangan tersebut mengarah pada sasaran
tingkat efisiensi usaha optimal, Sehingga industri unggas di Indonesia mampu bersaing dengan
pasaran luar negeri. Selain perkembangan yang ada, Indonesia juga mmengalami berbagai
tantangan dalam industri unggas ini, antara lain lemah kinerja dan minimnya pengetahuan serta
penguasan teknologi, kesiapan daya saing produk perunggasan, dan penyediaan bahan baku
pakan.
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan
embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur
telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama: yaitu kulit telur, bagian cairan bening, &
bagian cairan yang bewarna kuning (Menurut Rasyaf, 1990).
Menetaskan telur ayam berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang
telur terbuka atau pecah sehingga anak ayam dapat keluar dan dapat hidup. Penetasan telur dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan mempergunakan mesin penetas
atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur bertujuan untuk mendorong industri perunggasan
dalan penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Teknologi apa saja yang dapat dilakukan dalam industri unggas dalam hal penetasan
telur? Dan bagaimana tata laksana penetasan yang baik dan benar?
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui teknologi-teknologi penetasan dalam industri unggas serta tata
laksana penetasan yang baik dan benar.
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Penetasan Telur
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin
habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama yaitu kulit telur, bagian
cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).
Bangsa unggas secara alamiah yang salah satunya adalah ayam, akan mengerami telur-
telurnya bila sudah dirasa cukup baginya sebagai bagian dari memperbanyak keturunannya
(spesies nya). Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami
dari induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur-telur yang dibuahi dari
hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Penetasan telur ini merupakan suatu upaya
untuk menyelesaikan permasalahan kebutuhan unggas dimasyarakat baik kebutuhan untuk
dikonsumsi maupun kebutuhan untuk dibudidayakan. Penetasan telur ini menggunakan mesin
tetas, dimana fungsinya menggantikan induk asli dari unggas tersebut. Sistem kerja mesin tetas
sama seperti sistem kerja induk, suhu dan kelembaban bisa diatur oleh orang yang menetaskan,
namun kelebihan dari mesin tetas ini adalah mampu menampung telur yang akan ditetaskan
dalam jumlah yang banyak, tetapi menetaskan telur menggunakan mesin tetas masih belum
terlalu banyak diterapkan dimasyarakat, karena mereka belum memahami teknis penggunaan
dari mesin tetas tersebut (Rasyaf, 1995).

B. Menetaskan telur
Menetaskan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin
penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam
atau unggas lainnya selama masa mengeram, oleh karena itu jika banyak orang yang menyebut
alat ini dengan istilah mesin penetas telur dan ada sebagian orang yang menggunakan istilah
setter (ruang pengeraman) dan hatcter (ruang penetasan). Masalah penetasan telur dalam
beternak unggas, khususnya ayam ras, sangat penting. Sebab, tujuan beternak ayam adalah untuk
memproduksi daging maupun telur ayam. Populasi yang dimiliki semakin banyak, semakin
banyak pula keuntungan peternak, untuk memperbanyak populasi ayam dibutuhkan cara
penetasan telur yang tepat (Yuwanta, 1983).
Pada hakekatnya ada dua cara penetasan telur, yaitu secara alami (dengan induknya
sendiri) dan secara buatan (dengan alat penetas pengganti induk).
1. Menetaskan telur secara alami.
Proses penetasan telur secara alami perlu mempersiapkan tempat penetasan telur yang
biasa disebut sarang atau sangkar yang terbuat dari rumput atau jerami yang bersih dan
lembut, biasanya seekor induk ayam dapat mengerami telurnya sebanyak 10 – 15 butir,
tergantung pada besar kecilnya induk ayam itu.
2. Menetaskan telur secara buatan
Menetaskan telur dengan alat dilakukan bila anda ingin memperoleh anak-anak ayam
dalam jumlah banyak, bila dilakukan oleh induk ayam, jumlah telur yang ditetaskan
relatif sedikit dan selama masa pemeliharaan anak ayam, kegiatan produksi telur terhenti.
Mesin tetas akan membantu ternak dalam memperluas usahanya, pekerjaan yang
bertujuan untuk mendapatkan anak ayam ini merupakan suatu pekerjaan tersendiri dan
memerlukan penguasaan teknologi yang mengarah pada spesialisasi.
Adapun macam-macam dari mesin tetas adalah sebagai berikut :
1) Alat tetas dengan teknologi sekam dan sumber panas matahari.
2) Mesin tetas listrik dengan lampu bohlam sebagai alat pemanasnya.
3) Mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak.
4) Mesin tetas dengan kawat nekelin.
5) Mesin tetas dengan kombinasi beberapa hal diatas.
6) Mesin tetas otomatis (Rasyaf, 1995).
Kelemahan mesin tetas konvensional ini antara lain : (1) pemutaran dengan tangan masih
kurang halus dan menimbulkan getaran yang dapat mengakibatkan kematian embrio ayam; (2)
tidak dapat melakukan pemutaran yang merata pada semua telur ; (3) frekuensi pemutaran telur
sangat terbatas, yaitu hanya tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore); (4) suhu dan kelembaban
kurang merata; serta (5) panas dalam mesin kurang stabil, untuk itu perlu penerapan teknologi
tepat guna yang mudah dikerjakan, murah, meningkatkan produksi DOC dan sekaligus dapat
meningkatkan efisiensi usaha (Kamsi, 1986).
Mesin penetas telur bisa difungsikan sebagai setter (pengeraman) saja atau hatcher
(penetasan) atau bisa kedua-duanya dalam waktu yang bersamaan. Periode setter berlangsung
mulai hari pertama telur masuk ke dalam mesin penetas telur sampai 3 hari menjelang telur
menetas, sedang periode hatcher berlangsung hanya 3 hari yaitu setelah periode setter berlalu
atau tiga hari sebelum menetas (Yuwanta, 1983).
C. Grading (Seleksi Telur)
Tahap awal dari proses penetasan dimulai dari penyeleksian telur (grading). Grading
adalah proses seleksi telur menjadi dua bagian yaitu, telur yang layak ditetaskan disebut
Heaching Egg (HE) dan telur yang tidak layak ditetaskan (Grade Out).
Klasifikasi telur yang tidak ditetaskan atau afkir :
a) Telur kotor (dirty).
b) Telur cacat (benjol, bulat, lonjong).
c) Telur besar (jumbo).
d) Telur kerabang tipis, warna tidak seragam.
e) Kerabang bintik – bintik kasar.
f) Telur retak dan hancur (damage) (Rasyaf, 1995).
Menurut Sudaryani dan Santoso (2003), tujuan seleksi telur tetas adalah untuk
mendapatkan anak ayam yang sesuai dengan yang diharapkan. Kriteria telur yang baik untuk
ditetaskan (Hatching Egg) adalah telur utuh dan bersih, bobot telur 55-70 gram, bentuk telur
normal dengan indeks 74%, ketebalan kerabang 0,33 mm diharapkan dengan kualitas tersebut
dapat menghasilkan kualitas DOC yang baik yaitu berat minimal 37 gram (Standar Nasional
Indonesia) dan sehat.
Sudaryani dan Santosa, (2003) mengatakan untuk mendapatkan telur- telur yang bagus
untuk ditetaskan harus yakin bahwa telur - telur tersebut berasal dari induk - induk ayam yang
baik. Memilih atau menyeleksi telur tetas sesuai dengan kriteria telur tetas yang baik yaitu telur
yang kulitnya terlalu kotor perlu dibersihkan, akan tetapi perlu ke hati-hatian dalam
membersihkan kulit telur jangan sampai lapisan kulit ikut hilang dan pisahkan telur retak,
kerabang tebal/tipis. Telur yang tidak masuk ke dalam kriteria telur tetas dimasukkan ke dalam
gudang telur untuk dijual sebagai telur konsumsi. Telur yang lolos seleksi ditempatkan di egg
tray.
Grading adalah proses pemisahan telur yang layak tetas dan telur yang tidak layak tetas.
Ciri – ciri telur yang layak ditetaskan:
 Berat telur normal yaitu 50 – 60 gram.
 Bentuk telur normal yaitu berbentuk oval dengan perbandingan 2:3
 Warna kulit telur berwarna coklat gelap
 Kerabang telur tidak tipis, berukuran 0,3mm
 Kulit telur tidak kasar dan tidak berbintik – bintik
Grading bertujuan untuk menyeleksi telur tetas yang sesuai standar untuk ditetaskan, terdapat
dua gramade yang digunakan yaitu grade A 56-60 gram dan gramade B 53-55 gram. Proses
grading dilakukan oleh tiga operator hatchery dengan pencucian tangan dengan disinfektan
sebelum melakukan grading telur. Alat-alat yang digunakan dalam proses gramading antara lain
timbangan digital, spons, dan cutter untuk pembersihan telur yang kotor. Telur yang lolos
grading disebut hatching egg (HE), sedangkan telur yang tidak masuk grade disebut Grade Out
dengan ketentuan telur terlalu kecil atau besar (jumbo), kerabangnya kotor lebih dari 50 persen,
bentuk tidak normal, kerabang tipis, kerabang terlalu putih, dan pecah atau rusak, telur grade
out akan dipisahkan dan dikirim ke gudang telur sebagai telur komersil (Yuwanta, 1983).
D. Fumigasi Telur Tetas
Fumigasi telur dilakukan dengan takaran 200 gram PK 400 cc formalin. Ukuran
ruangan fumigasi 5 x 5 m. Fumigasi adalah proses sterilisasi telur dengan tujuan menghilangkan
atau mengurangi kontaminan bibit bakteri yang menempel pada permukaan telur agar telur
benar-benar terbebas dari bakteri maupun jamur (Sudaryani dan Santosa, 2003).
Telur tetas yang telah lolos seleksi kemudian dimasukkan ke dalam ruang fumigasi,
fumigasi dilakukan untuk membunuh kuman penyakit, untuk menunjang agar fumigasi yang
akan kita lakukan dapat berjalan efektif maka kita harus memperhatikan beberapa hal :
1) Temperatur ruangan fumigasi 27˚-29˚C.
2) Kelembaban 70-75%.
3) Dosis fumigasi (KMnO4 / PK) dan Formalin 1:2) untuk 1 m³.
- PK = 6,5 gr
- Formalin = 12 cc
4) Volume ruangan dan jumlah telur.
5) Waktu fumigasi 15-20 menit (Sudaryani dan Santosa, 2003).
E. Penyimpanan Telur
Telur yang telah difumigasi disimpan di cooling room. Cooling room merupakan
ruangan khusus untuk menyimpan telur tetas sebelum dimasukkan ke setter. Suhu dan
kelembaban ruangan penyimpanan diatur sehingga embrio tidak berkembang. Lama
penyimpanan telur tetas berkisar 3-4 hari pada suhu 20 oC dan kelembaban 70%-80%.
Penyimpanan telur tetas yang terlalu lama dapat mempengaruhi daya tetas telur. Tujuan telur
dimasukkan ke ruang pendingin (cooling room) adalah menunggu sampai jumlah telur yang
ingin ditetaskan tercapai dan juga agar suhu telur semuanya merata dan menekan pertumbuhan
embrio di dalam telur sebelum masuk ke mesin setter sebelum melakukan setting, suhu telur
harus disesuaikan dengan suhu ruangan untuk menghindarkan telur dari pengaruh suhu ruangan
pendingin dengan kata lain disebut “ Pre Warming” (Sudaryani dan Santosa, 2003).
F. Proses Penetasan
 Pre Warming
Setelah jumlah telur yang akan ditetaskan terpenuhi, maka telur tetas dikeluarkan dari
cooling room menuju setter. Akibat jauhnya perbedaan suhu antara cooling room dengan setter,
maka perlu adanya penyesuaian suhu agar embrio yang ada di dalam telur tidak mengalami
cekaman. Proses penyesuaian suhu tersebut disebut pre warming. Lamanya proses pre warming
didasarkan pada ketebalan kerabang telur.
Temperatur pre warming:
James way = 27˚-28˚C
Chick Master = 27˚-30˚C
Keuntungan pre warming yaitu telur tetas (HE) cepat menetas dalam udara hangat, mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan suhu setter dan mampu meningkatkan
hatchability (Sudaryani dan Santosa, 2003).
 Setter
Setting adalah proses masuknya telur ke dalam mesin setter setelah melalui proses pre
warming. Telur dari pre warming dimasukkan ke dalam ruang setter (ruang inkubator). Telur
disetting berdasarkan kandang, kualitas telur, dan umur induk ayam. Suhu ruang setter 37,5 oC
dan kelembaban 55%. Pemutaran telur tetas di dalam setter dilakukan selama 18 hari dengan
frekuensi pemutaran satu jam sekali. Sudut pemutaran telur 90 o dan kemiringan 45o, bila telur
tidak diputar, mcoakmamkitutnoinugsetrelur akan melekat pada satu sisi kerabang telur dan
berakibat pada kematian embrio (Sudaryani dan Santosa, 2003).
Telur berada dalam mesin setter selama 425 jam (18 hari) dengan sistem pembalikan
(turning) satu kali perjam dengan suhu 45˚C dengan sistem otomatis yang bertujuan
menghomogenkan ekspos panas terhadap telur tetas, agar embrio dapat memanfaatkan protein
yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel membran.
Bagian-bagian mesin setter :
 Temperatur (sesuai sett point)
 Humidity (sesuai sett point)
 Damper (inlet dan outlet)
 Oksigen (O₂)
 Karbondioksida (CO₂)
 Egg temperature
 Spray
 Nozzle
 Heater
 Blower
 Cooling
 Adanya proses turning (Rasyaf, 1990).

G. Transfer Telur Tetas dan Candling


Transfer adalah proses pemindahan telur tetas dari setter ke hatcher saat umur embrio 18
hari. Candling dilakukan sebelum masuk ke mesin hatcher, berfungsi untuk memisahkan telur
yang fertil, infertil dan explode. Telur explode disebabkan telur terkontaminasi bakteri, kotor,
pencucian telur kurang baik dan mesin tetas kotor. Transfer telur tetas dan candling dilakukan
dengan cepat, maksimal 30 menit karena embrio dapat mati akibat perubahan suhu telur yang
drastis. Telur yang sudah diteropong dipindahkan ke kereta buggy hatcher yang berbentuk
keranjang (Suyatno, 1999). Transfer adalah proses pemindahan telur yang sudah berusia 432 jam
dalam mesin setter ke mesin hatcher.
Sebelum telur masuk ke dalam mesin hatcher dilakukan pemisahan antara telur yang
memiliki embrio (telur yang dibuahi) dengan telur yang tidak memiliki embrio (telur yang tidak
dibuahi), proses tersebut dinamakan candling (Sudaryani dan Santosa, 2003).
H. Hatcher
Telur yang lolos pada saat candling kemudian dimasukkan ke dalam mesin hatcher
selama tiga hari, selama berada di hatcher tidak dilakukan pemutaran telur karena pada periode
ini akan terjadi pipping (anak ayam berusaha memecah kerabang dengan paruhnya). Telur
berada dalam mesin hatcher selama 72 jam (3 hari), saat telur tetas masuk dalam mesin hatcher
diberikan evaporative formalin dengan dosis 0,1 cc per butir pada hari ke-19 s.d 20, setting
temperature mesin hatcher disesuaikan oleh masing- masing jenis mesin dan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan. Bagian- bagian mesin hatcher sama dengan bagian-bagian pada mesin setter
(Riyanto, 2001).
Pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan berdasarkan keadaan telur. Suhu dalam
hatcher sekitar 37-38 oC. Kelembaban hatcher sebelum pipping sekitar 55% dan saat pipping
kelembaban dinaikkan menjadi 70%- 75%. Kelembaban yang tinggi dapat membantu proses
pipping. Saat telur menetas (setelah pipping) kelembaban diturunkan kembali menjadi 52%- 55%
dan suhu dalam keadaan lebih rendah dari 37oC untuk membantu proses pengeringan bulu DOC
(Unandar, 1996).
I. Pull Chick (Penurunan DOC)
Pull chick adalah kegiatan menurunkan DOC dari mesin hatcher, termasuk sexing DOC
(pemisahan DOC jantan dan betina), seleksi sambil memasukkan DOC ke dalam bok. Sexing
dilakukan berdasarkan warna bulu. DOC jantan memiliki warna bulu kuning dan garis punggung
berjumlah ganjil, sedangkan DOC betina memiliki warna bulu coklat dengan garis punggung
kuning berjumlah genap. DOC jantan langsung dimasukkan ke bok sebanyak 102 ekor tanpa
perlakuan apapun. DOC betina diseleksi lagi dengan kriteria bobot badan, warna bulu, kondisi
fisik (mata, kaki, perut) dan kesehatan. DOC betina langsung dipotong paruhnya sepanjang 1/3
bagian dari panjang paruh, menggunakan alat debeaker. DOC yang telah diseleksi kemudian
dimasukkan ke dalam bok dan dihitung jumlahnya, setiap bok diisi 100 ekor betina ditambah 2
ekor untuk resiko transportasi, setelah itu DOC betina divaksin Marek’s dan NDIB. Vaksin
Marek’s dilakukan sub cutan (suntik di bawah kulit leher), sedangkan vaksin NDIB melalui
mata. Dosis pemberian vaksin ini 0,2 cc per ekor, setelah divaksin DOC disemprot dengan
vitamin kemudian dikemas dan diberi label yang berisi keterangan nama perusahaan pembibit,
penyeleksi (grader), jumlah DOC dalam bok, bobot DOC saat menetas dan jenis vaksin yang
diberikan serta tanggal DOC menetas (Sudaryani dan Santosa, 2003).
Telur mengalami masa inkubasi dalam mesin setter selama 432 jam (18 hari) dan dalam
hatcher selama 72 jam (3 hari). Proses selanjutnnya adalah pull chick yang merupakan proses
pengambilan atau dikeluarkannya anak ayam yang sudah menetas.
Waktu Pull Chick :
 Masa inkubasi normal untuk telur broiler 504 jam.
 Kontrol secara berkala kondisi DOC khususnya pada 4-6 jam menjelang waktu panen
normal.
 Anak ayam yang baru menetas memerlukan waktu istirahat 2-4 jam.
Proses selanjutnya yaitu penentuan grade, yang terdiri dari grade A (DOC yang
berkualitas) dan grade B (DOC yang diafkir) (Unandar, 1996). Pemasaran DOC dapat melalui 2
cara, yaitu :
 pendistribusian dengan cara internal, DOC diperlukan oleh mitra usaha itu sendiri.
 pendistribusian dengan cara eksternal, di jual ke luar wilayah untuk dijual dipeternakan-
peternakan yang berskala kecil hingga besar.
Pendistribusian DOC setiap pelanggan harus mengambil DOC dari satu kelompok, jadi
DOC yang diterima pelanggan relatif seragam, meliputi:
 Strain atau jenis
 Mesin
 Fisik
 Usia induk
 Pull chick
Pendistribusian yang baik, packing atau pengemasan DOC dilengkapi data-data yang
sesuai dengan yang tertera di bok DOC. Data tersebut meliputi strain, jumlah, tanggal menetas.
Bok DOC harus sesuai standar kebutuhan seperti ventilasi, kepadatan dan keselamatannya, selain
itu alat transportasi pengiriman DOC dilengkapi dengan peralatan ventilasi untuk menjaga
kenyamanan anak ayam selama dalam pengiriman DOC segera setelah packing selesai (Rasyaf,
1995).
J. Sanitasi pada Hatchery
Program sanitasi yang perlu dilakukan pada perusahaan hatchery adalah membersihkan
kendaraan dan peralatan yang dipakai pada saat membawa telur tetas dengan desinfektan agar
dalam kondisi bebas dari organisme patogen pembawa penyakit. Desinfektan yang digunakan
adalah jenis TH-4 atau biodes dengan dosis 1 cc/liter air. Telur tetas setelah terkumpul, sebelum
dibawa ke hatchery terlebih dahulu difumigasi dengan menggunakan formalin 40 % sebanyak
240 cc dengan 96 g forcen/PK untuk ukuran ruangan 8 m³, hal ini dimaksudkan agar telur yang
baru diperoleh dari kandang bebas penyakit atau bakteri sebelum masuk ruang penyimpanan
telur (cooling room) (Paimin, 2003).
Peralatan dan bagian ruangan disemprot dengan air bertekanan tinggi setelah selesae
kegiatan pull chick, setelah itu dilakukan desinfeksi ruangan hatchery menggunakan desinfektan
long live dengan dosis 5 cc/liter air. Hal ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen
yang ada di lingkungan dan sekitar bagian ruangan hatchery (Unandar, 1996).
BAB III MATERI dan METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum “Teknik Pembibitan dan Penetasan Unggas” ini dilaksanakan di
Laboratorium Peternakan Politeknik Negeri Lampung pada 11 Oktober 2021
3.2 Materi
Alat:
a. Mesin tetas tipe semi otomatis
b. Semprotan (sprayer)
c. Desinfektan / antiseptik

Bahan:
a. Telur tetas

3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah :

1. Seleksi Telur :
a. Memilih telur yang bersih kemudian membersihkan dengan akolhol.
b. Memberi nomor dan kode pada telur pada dua sisi.
c. Menimbang telur dan mencatat sesuai dengan nomor.
d. Mengukur panjang dan lebar telur untuk menghitung indeks telur.
e. Menempatkan telur dengan posisi bagian tumpul di atas pad rak telur.

2. Proses Penetasan:
a. Mengatur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas.
b. Memasukkan telur yang sudah dibersihkan apabila suhu sudah stabil.
c. Memakai antiseptik sebelum memutar telur.
d. Memutar telur setiap hari.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penetasan
Tabel 1. Recording Telur Tetas
No Hari/Tanggal Jam Suhu Kelembapan Posisi Telur
1 Senin/11 Oktober 2021 12:14 37,9 61% -
16:00 37,9 61% -
2 Selasa/12 Oktober 2021 07:40 38,3 61% -
12:53 38,1 61% -
3 Rabu/ 13 Oktober 2021 07:10 37,8 61% -
12:40 38,3 60% -
4 Kamis/14 Oktober 2021 07:20 38,3 62% -
12:25 37,8 60% -
15:42 37,6 52% -
5 Jumat/15 Oktober 2021 07:00 37,7 63% -
12:00 37,8 61% Telur menghadap kanan
6 Minggu/17 Oktober 06:53 38,3 57% Telur menghadap kiri
2021
7 Senin/18 Oktober 2021 08:13 37,7 53% Telur menghadap kanan
12:59 38,1 53% Telur menghadap kiri
16:10 37,8 52% Telur menghadap kanan
8 Selasa/19 Oktober 2021 06:55 37,2 59% Telur menghadap kiri
10:35 37,9 55% Telur menghadap kanan
9 Rabu/20 Oktober 2021 07:58 38,4 57% Telur menghadap kiri
10 Kamis/21 Oktober 2021 07:55 38,2 62% Telur menghadap kanan
12:25 37,2 59% Telur menghadap kiri
15:20 37,2 64% Telur menghadap kanan
11 Jumat/22 Oktober 2021 12:00 37,4 63% Telur menghadap kiri
15:48 38,1 63% Telur menghadap kanan
12 Senin/25 Oktober 2021 07:42 36,8 53% Telur menghadap kiri
11:20 38,4 61% Telur menghadap kanan
Sumber : Laporan Recording Sementara Kelompok Piket
Telur yang digunakan dalam praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini sebanyak 50 butir.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil laporan praktikum diatas, Industri unggas petelur
akan semakin berkembang apabila dalam pemeliharaan dan penetasannya
dilaksanakan menggunakan manajemen yang terinci, baik dari pemeliharaan
chickn in, pemberian pakan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan pakan atau
bobot badan pullet, biosekuriti, dan penggunaan teknologi hatchery yang tepat.
B. Saran
a) Sebaiknya kegiatan piket tetas telur dapat dilakukan dengan tanggung
jawab yang lebih agar hasil penetasan sempurna serta di berikan secara
rinci dan detail agar tidak terjadi miss komunikasi
DAFTAR PUSTAKA

Rasyaf, I. M. (1990). Memelihara Ayam Buras. Kanisius.

Rasyaf, M. (1995). Pengelolaan Produksi Telur.

Riyanto, S., Sukari, M. A., Rahmani, M., Ee, G. C., Yap, Y. H. T., Aimi, N., dan Kitajima, M.
(2001). Alkaloids from Aegle marmelos (Rutaceae). Malaysian J Anal Sci, 7(2),
463-465.

Sudaryani. T. dan Santosa.H., 2003. Pembibitan Ayam Buras. Penebar Swadaya.

Yuwanta, T. (1983). Beberapa metode praktis penetasan telur. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai