Oleh :
Nama : Nurhatini
NIM : D1A019106
Kelompok : 3C
Asisten : Ferlina
Telur merupakan bahan makanan yang sangat labil, yang artinya mudah rusak
dan mengalami perubahan-perubahan apabila tidak diperlakukan dengan baik, terutama
bila masih dalam keadaan mentah. Telur mentah yang dibiarkan diudara terbuka dalam
waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan. Telur juga mudah terkena bakteri
pathogen seperti Salmonella. Oleh karena itu perlu dilakukan penangnan tepat pascapanen
telur sehingga masa simpan telur dapat bertahan lebih lama. Telur unggas memiliki
morfologi dan struktur yang berbeda pada masing-masing unggas, namun kulitas telur
hamper sama tiap unggas.
Telur ialah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging,
ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis burung, seperti
ayam, bebek, dan angsa.Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai gizi
tinggi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak maupun orang dewasa. Bila dilihat dari
nilai biologisnya telur dapat dimakan dan dicerna hamper seluruh protein yang terdapat
dalam telur diserap oleh dinding usus dan 97% dari yang diserap.
Telur merupakan produk utama unggas dan merupakan salah satu pangan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi yang berasal dari ternak. Telur sebagai pangan dengan
nilai gizi tinggih yang dibutuhkan oleh manusia. Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia umumnya berasal dari ungags yang diternakkan. Jenis yang paling banyak
dikonsumsi adalah telur ayam, itik (bebek), dan puyuh. Telur merupakan kumpulan
makanan yang disediakan induk ungags untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam
didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur menetas.
I.2 Tujuan
1. Praktikan dapat menghitung dan mengetahui angka kecukupan gizi (AKG)
2. Praktikan dapat mengetahui komposisi dan kandungan gizi telur
3. Praktikan dapat mengetahui proses perubahan kualitas telur selama penyimpanan
I.3 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 6 April 2021, dilakukan secara daring
yaitu melalui Google Meet, Youtobe, dan Whatsapp Grup.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan merupakan salah satu sumber kebutuhan utama yang berperan
penting dalam menjamin kelangsungan hidup manusia. Bahan pangan yang baik adalah
bahan pangan yang bebas dari berbagai macam kontaminasi mikroorganisme patogen.
Berdasarkan asalnya bahan pangan dibedakan atas dua jenis yaitu bahan pangan asal
hewani dan bahan pangan asal nabati. Telur merupakan salah satu bahan pangan asal
hewan yang banyak mengandung protein, asam amino yang lengkap, kalori yang tinggi
serta mineral. Berdasarkan kandungan gizinya, telur sering disebut dengan kapsul gizi
yang sangat dianjurkan untuk dikonsumsi manusia (Teme, dkk 2019).
Ketersediaan akan telur ayam sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan
yang tidak baik, hal ini dapat dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur
ayam yang tidak higienis. Seperti yang kita ketahui kandungan gizi yang tinggi pada telur,
bila tidak ditangani dengan baik dalam penyimpanan akan cepat rusak, sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas interior telur. Masyarakat umumnya menyimpan telur
pada suhu kamar dan sebagian kecil masyarakat menyimpan telur ayam di suhu
chilling.Sebagian masyarakat berpendapat jika sudah disimpan di dalam suhu chilling maka
kualitasnya tetap terjaga dibanding pada suhu kamar.Penyimpanan pada suhu chilling dan
suhu kamar terkadang memiliki batas waktu, sehingga telur tersebut masih layak
dikonsumsi oleh masyarakat (Wangti, dkk 2018).
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang sangat digemari oleh
masyarakat karena rasanya lezat dan harganya yang murah.Nutrisi telur sangat baik karena
mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral yang berkualitas.Telur dihasilkan dari
hewan unggas namun telur yang umum dikonsumsi adalah telur ayam, telur bebek/itik,
dan telur puyuh.Telur yang banyak dikonsumsi dan dijadikan berbagai macam olahan
pangan adalah telur ayam ras.Telur ayam ras mudah didapatkan dan selalu tersedia di
pasaran, namun harga telur ayam ras sangat berfluktuasi. Pada saat permintaan tinggi
terutama pada saat Hari Raya keagamaan harga telur ayam akan meningkat secara
fantastis (Yanis, dkk 2018).
III. MATERI DAN CARA KERJA
III.1 Materi
III.1.1 Alat
1. Jangka sorong
2. Cawan
3. Timbangan digital
4. Mikrometer sekrup
5. pH meter digital
6. Egg-separator
7. Plat kaca
8. Whipper
3.1.2 Bahan
1. Telur ayam yang telah disimpan minimal 14 hari pada suhu ruang
2. Telur ayam segar
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Isi telur yang sudah dipisahkan akan terlihat rongga udara yang menempel pada
kerabang telur. Jangka sorong ditusukkan ke rongga udara sampai menyentuh kulit
telur paling luar.
Mikrometer sekrup disiapkan. Tinggi putih telur diukur dengan cara meletakkan
mikrometer sekrup di atas bagian putih telur yang lebih kental atau paling dekat
dengan kuning telur.
Tuas mikrometer sekrup diatur sampai menyentuh putih teur. Skala pada
mikrometer akan terlihat kemudian hasil pengukuran dicatat.
Lebar dan panjang putih telur diukur dengan cara meletakkan jangka sorong diatas
putih telur. Skala akan terlihat kemudian hasil pengukuran dicatat.
Indeks putih telur dihitung dengan rumus tinggi putih telur / (panjang putih telur +
lebar putih telur).
Indeks kuning telur dihitung dengan rumus tinggi kuning telur/ diameter kuning
telur.
Tuas mikrometer sekrup diatur sampai menyentuh putih teur. Skala pada
mikrometer akan terlihat kemudian hasil pengukuran dicatat.
Bobot telur diukur dengan cara timbangan digital dinyalakan dengan menekan
tombol on. Wadah untuk menimbang telur diletakkan diatas timbangan kemudian
angka pada timbangan di nol kan.
1 butir telur diletakkan dalam wadah dan dilihat angka hasil penimbangan pada
timbangan. Hasil penimbangan dicatat setelah angka pada timbangan berhenti.
HU dihitung dengan rumus 100 log (tinggi putih telur kental + 7,57 - 1,7 x berat
telur0,37). Hasilnya dicatat.
III.2.7 Pengukran pH Telur
1 buah telur dipecahkan dan diletakkan dalam suatu wadah.
Putih telur dan kuning telur dipisah menggunakan egg separator kemudian
ditempatkan di wadah yang berbeda.
IV.1 Hasil
Protein telur = 20 %
Kebutuhan protein asal ternak = 1/4 x 1/3 x 54 gr = 4,5 gr
Untuk memenuhi kebutuhan protein per hari :
Maka = Kandungan protein X= Kebutuhan protein asal ternak
20 %. X= 4,5 gr
X= 4,5 / 20%
X= 22,5 gram
IV.1.2 Indeks Putih Telur (IPT)
Telur Baru
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Menurut Lupu, dkk (2016) menyatakan bahwa kondisi kantung hawa dapat
diketahui dengan mengukur kedalaman kantung hawa (air sac). Pengukuran kedalaman
kantung hawa dilakukan dengan memecahkan telur bagian tumpul (bagian yang memiliki
kantung hawa), kemudian mengukur kedalaman kantung hawa dengan menggunakan
pengukur kantung hawa (air sac). Semakin lama telur disimpan atau semakin
bertambahnya umur telur maka semakin besar jumlah penguapan CO2 yang menyebabkan
telur kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga kantung hawa membesar.
Berdasarkan praktikum diketahui bahwa nilai air sac pada telur ayam yang baru
yaitu sebesar 0,39 cm yang diukur menggunakan jangka sorong. Sedangkan nilai air sac
pada telur ayam lama adalah 0,88 cm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Djaelani, dkk
(2016) yang menyatakan bahwa pengukuran kedalaman rongga udara dilakukan dengan
cara mengambil pecahan telur bagian tumpul dan telur yang dipecah saat pengukuran
diameter putih telur. Pengukuran kedalaman rongga udara yaitu dari membran dalam
kerabang yang berpisah dengan membrane bagian luar hingga kerabang dengan
menggunakan jangka sorong.
IV.2.4 Indeks Putih Telur (IPT)
Perhitungan nilai IPT yaitu menggunakan rumus tinggi putih telur (mm) dibagi
dengan panjang putih telur (mm) yang ditambah dengan lebar putih telur (mm).Hal
tersebut sesuai dengan pernyataak Lestari, dkk (2018) yang menyatakan bahwa rumus
indeks putih telur adalah tinggi putih telur dibagi dengan ½ (lebar putih telur+panjang
putih telur). Tinggi putih telur diukur pada bagian albumen kental dengan cara
menusukkan lidi pada bagian tersebut.
Berdasarkan praktikum diketahui bahwa nilai indeks putih telur baru yaitu
sebesar 0,048 mm yang diukur menggunakan jangka sorong. Sedangkan nilai indeks putih
telur pada telur ayam lama adalah 0,51 mm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Azizah, dkk (2018) yang menyatakan bahwa indeks putih telur dihitung dengan
menggunakan jangka sorong untuk mengukur tinggi putih telur dan lebar putih telur. Hasil
pengamatan indeks putih telur (IPT) dicatat pada table hasil pemeriksaan.
Menurut Purwadi, dkk (2017) indeks putih telur adalah perbandingan tinggi
putih telur dengan rata-rata garis tengahnya. Pengukuran silakukan setelah kuning telur
dipisahkan dengan hati-hati. Telur yang segar memiliki IPT antara 0,050-0,175. Indeks putih
telur akan mengalami penurunan seiring dengan lama waktu penyimpanan. Bagian puih
telur yang kental akan menjadi encer akibat masuknya CO2, uap air dan O2 dari luar. Hal
tersebut akan menyebabkan pemecahan ovomucin yang cepat akibat kenaikan pH.
IV.2.5 Indeks Kuning Telur (IKT)
Kualitas internal telur yang diukur pada praktikum yaitu nilai indeks kuning
telur (IKT). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lestari, dkk (2016) yang menyatakan
bahwa produktivitas unggas dapat dilihat dari pertumbuhan, jumlah telur yang diproduksi
dan kualitas telur yng diwakili oleh indeks kuning telur (IKT). Indeks kuning telur
merupakan indeks mutu kesegaran yang diukur dari tinggi dan diameter kuning telur.
Menurut Swacita, dkk (2011) menyataka bahwa indeks kuning telur (IKT) adalah
perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameternya setelah kuning telur
dipisahkan dengan putih telur. Telur segar mempunyai IKT 0,33-0,50 dengan nilai rata-rata
IKT 0,42. Dengan bertambahnya umur telur, maka nilai IKT akan menurun karena adanya
penambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air.
IV.2.6 Haugh unit (HU)
Berdasarkan praktikum diketahui bahwa perhitungan niai haugh unit (HU) telur
baru yaitu sebesar 88,24. Sedangkan nilai HU telur lama adalah 66,45. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Swacita, dkk (2011) yang menyatakan bahwa Haugh Unit (HU) adalah
satuan yang memberi korelasi antara tinggi putih telur dengan berat telur. Semakin tinggi
nilai HU, maka akan semakin baik kualitas telur tersebut. Perhitungan haugh unit pada
praktikum diketahui dengan menggunakan rumus HU=100 log (tinggi putih telur + 7,57 –
0,37
1,7 x berat telur ). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Purwati, dkk (2015) yang
menyatakan bahwa perhitungan HU merupakan pengukuran tinggi albumen dan bobot
telur.Telur yang sudah ditimbang dengan timbangan digital kemudian dipecah dan
diletakkan diatas kaca datar kemudian ketinggin albumen diukur menggunakan jangka
sorong.
Menurut Agustina, dkk (2013) menyatakan bahwa pH telur akan naik karena
kehilangan CO2. Kadar air pada telur akan hilang akibat lama simpan pada telur dan suhu
penyimpanan untuk telur yang akan mempercepat terjadina reaksi metabolisme dan
pertumbuhan bakteri. Penguapan air akan terjadi karena adanya penyimpanan telur yang
mengakibatkan penurunan berat pada telur terutama dari putih telur.
V.1 Kesimpulan
1. Konsumsi telur seseorang dengan berat badan 54 kg adalah sebesar 22,5 gram perhari.
2. Faktor yang mempengaruhi bobot telur ada factor internal dan eksternal. Factor
internal diantaranya umur ayam, suhu lingkungan, strain ayam, kandungan nutrisi
dalam ransum, berat tutbuh ayam, waktu bertelur. Sedangkan factor eksternal
diantaranya lama penyimpanan, suhu dan kelembaban.
3. Mutu telur berdasarkan air sac dibedakan menjadi mutu I, mutu II dan mutu II.
4. Mutu telur berdasarkan Indeks putih telur dibedakan menjadi mutu I, mutu II dan
mutu II.
5. Faktor yang mempengaruhi indeks kuning telur adalah membrane vitelline, kalaza,
protein, AA esensial, lemak, nutrient pakan, lama penyimpanan, dan viskositas.
6. Semakin tinggi nilai HU maka kualitas telur semakin bagus dan menunjukkan telur
masih dalam keadaan baru.
7. Semakin tinggi pH telur maka kualitas telur semakin rendah.
V.2 Saran
1. Asisten lebih memberi bimbingan kepada praktikan saat praktikum
2. Materi yang disampaikan masih ada kurang jelas karena hanya diberikan materi secara
daring
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N., I. Thohari., dan D. Rosyidi.2013. Evaluasi Sifat Putih Telur Ayam Pasteurisasi
Ditinjau dari pH, Kadar Air, Sifat Emulsi dan Daya Kembang Angel Cake. Jurnal Ilmu-
ilmu Peternakan 23(2): 6-13.
Aulia, Z., B. Ramahdya., dan M. H. Hesyah. 2016. Alat Pengukur Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Manusia Dengan Menggunakan Mikrokontroler. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Djaelani, M.A. 2016. Ukuran Rongga Udara, pH Telur dan Diameter Putih Telur, Ayam Ras
(Gallus L.) Setelah Pencelupan Dalam Larutan Rumput Laut dam Disimpan Beberapa
Waktu. Buletin Anatomi da Fisiologi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Kusumastuti, D. T., K. Praseno., dan T. R. Saraswati.2012. Indeks Kuning Telur dan Nilai
Haugh Uni Telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) Setelah Pemberin Tepung
Kunyit (Curcuma longa L.).Jurnal Biologi 1(1): 15-22.
Lestari, L., S. M. Mardiati., dan M. A. Djaelani. 2018. Kadar Protein, Indeks Putih Telur, dan
Nilai Haugh Unit Telur itik Setelah Perendaman Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyanthum) dengan Waktu Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu 4°C. Buletin
Anatomi dan Fisiologi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Lestari, W. T., S. Tana., dan S. Isdadiyanto. 2016. Indeks Kuning Telur dan Haugh Unit
Telur Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Hasil Pemeliharaan dengan Penambahan
Cahaya Monokromatik.BuletinAnatomi dan Fisiologi, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Nova, I., T. Kurtini., dan V. Wanniatie. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Internal Telur Ayam Ras pada Fase Produksi Pertama. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu 2(2): 16-21.
Purwati, D., M. A Djaelani., dan E. Y. W. Yuniwarti. 2015. Indeks Kuning Telur (IKT),
Haugh Unit (HU) dan Bobot Telur pada Berbagai Itik Lokal di Jawa Tengah. Jurnal
Biologi 4(2): 1-9.
Rahmadhani, N., Herlina., dan A. C. Pratiwi. 2018. Perbandingan Kadar Protein pada
Telur Ayam dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak. Jurnal Ilmiah
Farmasi 6(2): 53- 56.