Pada praktikum ini, bahan yang digunakan ialah telur ayam potong, telur
ayam kampong, telur bebek, dan telur puyuh. Langkah pertama yang dilakukan
adalah mengambil satu buah telur dari masing-masing bahan. Setelah itu,
dilakukan pengamatan pada ukuran (berat), warna cangkang, kebersihan
cangkang, ketebalan cangkang menggunakan jangka sorong, dan ukuran
rongga udara dengan diteropong menggunakan senter. Perlakuan ini, berfungsi
untuk mengetahui kualitas dari telur supaya tetap segar mulai dari produsen
sampai kepada konsumen.
Pada praktikum uji indeks telur ini, dibutuhkan bahan berupa satu butir
telur. Selanjutnya, diukur tinggi dari putih dan kuning telur, catat hasil yang
didapat. Lalu, ukur diameter rata-rata dari putih dan kuning telur, catat hasil
yang didapatkan. Langkah terakhir yaitu menghitung indeks putih dan kuning
telur dengan rumus = h : d untuk indeks kuning telur dan = h : d untuk
indeks putih telur. Nilai indeks kuning telur (yolk index) digunakan untuk
mengetahui kekentalan kuning telur dengan cara mengukur tinggi kuning telur
(mm) dengan jangka sorong dan mengukur diameter kuning telur (mm)
Pada praktikum pengukuran pH, bahan yang digunakan ialah putih telur
dan kuning telur. Kemudian, putih telur dan kuning telur tersebut dipisahkan
dan diletakkan dalam wadah terpisah agar dapat diukur pH masing-masing dan
tidak saling mengontaminasi. Kemudian persiapkan pH meter yang
sebelumnya telah di rendam ke dalam aquades agar pH meter dalam keadaan
netral. Setelah itu masukkan ujung pointer pH meter ke dalam kuning telur,
tunggu beberapa saat hingga pH meter menunjukan angka dan dicatat untuk
mengetahui perbedaan pH kuning telur. Setelah selesai celupkan dan
goyangkan pointer dari pH meter ke dalam aquades agar sisa kuning telur
hilang dan pH kembali netral. Kemudian celupkan ke dalam putih telur dan
tunggu beberapa saat hingga angka muncul kemudian dicatat dan diamati hasil
pH putih telur.
Pada praktikum pengukuran berat jenis putih telur dibutuhkan satu butir
telur yang telah dipisahkan antara putih dan kuningnya. Setelah itu, masukkan
bagian putih telur kedalam gelas ukur, catat hasil yang didapatkan sebagai
volume dari putih telur. Selanjutnya, lakukan penimbangan pada putih telur
dengan neraca massa, catat hasil yang didapatkan sebagai massa dari putih
telur. Langkah terakhir setelah mendapatkan semua data, dilakukan
perhitungan berat jenis dari putih telur dengan rumus BJ = W : V
e. Pengukuran Haugh Unit (HU)
Pada praktikum ini digunakan bahan berupa telur yang masih utuh dan alat
alat yang digukan adalah neraca analisis berat untuk menimbang telur dan
penggaris untuk mengukur rongga udara dalam cangkang telur. Praktikum ini
diawali dengan penimbangan berat telur menggunakan neraca analisis dengan
cara menaruh telur di atas neraca dan tunggu hingga neraca menunjukan angka
yang stabil kemudian dicatat hasilnya. Setelah itu diukur tinggi dari rongga
udara pada cangkang telur dagar lebih terlihat dilakukakn penyinaran telur
dengan cara memberi cahaya pada bagian bawah telur. Kemudian dicari rongga
udara telur yang biasanya terletak pada bagian condong telur yang apabila
disinari akan berwarna lebih terang. Jika sudah menemukan rongga udara pada
telur ,dilakukan pengukuran tinggi rongga udara dan dilakukan perhitungan
Haugh unit. Nilai HU (Haugh Unit) digunakan untuk mengetahui kekentalan
telur yang ditentukan berdasarkan hubungan logaritma tinggi albumen (mm)
dengan berat telur (g)
Pada praktikum ini, disiapkan beberapa jenis susu, yaitu susu segar, susu
sterilisasi (UHT), susu kental manis, susu bubuk full cream, susu bubuk skim,
dan yogurt. Pertama-tama mempersiapkan maisng-masing sampel ke dalam
gelas beaker. Kemudian, untuk susu bubuk full cream dan susu bubuk skim
terlebih dahulu dihomogenkan dengan menggunakan air panas sesuai dengan
petunjuk pemakaian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel dengan
standar yang sama. Setelah itu, dilakukan pengamatan warna, aroma, kekentalan,
dan cita rasa dari masing-masing sample susu. Selanjutnya, membandingkan
sampel masing-masing sampel. Hal ini digunakan untuk mengetahui perbedaan
yang ada pada setiap sample. Setelah itu, dilakukan pencatatan. Kemudian, data
yang diperloleh dimasukkan tabel yang telah dibuat.
a. Warna
Pada pengujian karakteristik warna praktikum susu kali ini, diperoleh
urutan warna dari yang paling putih yaitu susu segar, susu rebus, susu UHT, susu
bubu full cream, yogurt, susu kental manis, dan susu bubuk skim. Ciri dari susu
yang baik adalah bewarna putih hingga putih kekuningan. Ciri khas susu yang
baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang
berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih. Jadi susu yang normal
berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika berwarna biru
maka susu telah tercampur air, jika berwarna kuning maka susu mengandung
karoten, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah (Yusuf
2010). Pada susu segar, warna susu putih kebiru-biruan disebabkan oleh
pemantulan cahaya oleh globula lemak yang terdispersi, kalsium kaseinat, dan
koloidal.
Pada susu bubuk skim, susu yang lemaknya telah dihilangkan atau yang
kadar lemaknya rendah warna kebiru-biruan lebih nampak. Warna karoten yang
menyebabkan warna kuning susu, pada hewan yang memproduksi yang berwarna
kuning pada susu juga mempunyai warna yang sangat tinggi dalam lemak. Lalu,
pada susu full cream, Lactochrome atau ribovlafin terdapat pada larutan susu
terlihat pada whey yang memperlihatkan warna kehijau-hijauan, pada susu normal
warna ini tertutup oleh unsur susu (Muchtadi, dkk., 2010).
Dari perbedaan warna susu tersebut, warna susu kadangkala berbeda. Hal
itu tidak berbahaya. Hal ini dikarenakan perubahan warna tersebut sesuai dengan
standar yaitu warna putih kebiruan dampai dengan kuning kecoklatan. Warna
tersebut berasal dari penyebaran koloid lemak dan adanya karoten dan riboflavin
(B2) (Mudjajanto. 2007)
b. Aroma
c. Kekentalan
d. Cita rasa
5.2.2. Pengukuran pH
Prinsip dari uji alkohol adalah sebagai berikut: alkohol memiliki daya
dehidrasi yang akan menarik gugus H+ dari ikatan mantel air protein, sehingga
protein dapat melekat satu dengan yang lain akibatnya kestabilan protein yang
dinamakan susu pecah (Sudarwanto et al., 2005). Uji alkohol adalah uji yang
cepat dan sederhana yang merupakan dasar dalam kestabilan protein ketika
jumlah asam bertambah dalam susu.
Pada praktikum yang telah dilakukan, hasil uji alkohol terhdap susu dan
berbagai jenis olahannya menunjukkan hasil sebagai berikut. Pengujian terhadap
susu segar dan yogurt bernilai positif. Hal ini berarti, setelah ditambahkan alkohol
70% sebanyak 5 ml, terjadi penggumpalan dan pecah susu pada kedua produk
susu tersebut. Sedangkan, perlakuan penambahan alkohol bernilai negatif
terhadap susu rebus, susu skim, susu full cream, susu kental manis, dan susu
UHT.
Bakteri psikrotrofik adalah bakteri yang mampu tumbuh pada suhu 5oC,
65-70% terdapat pada susu mentah, besifat fakultatif anaerob, umumnya termasuk
Gram negatif dan berbentuk batang. Menurut Loralyn et al. (2009), jenis bakteri
psikotrof yang terdapat dalam produk olah susu pasteurisasi dan menimbulkan
kerusakan adalah Psedomonas., Bacillus cereus, Proteus, Bacillus pumilus,
Bacillus circulans, Clostridium dan Serratia, namun yang paling dominan adalah
Pseudomonas flourescens. Wardhani (2004) menyatakan bahwa proses
pasteurisasi pada dasarnya mampu membunuh bakteri psikotrof termolabil namun
pada proses pasca pasteurisasi akan terjadi rekontaminasi oleh P. flourescens.
Dikatakan selanjutnya bahwa P. flourescens mempunyai 2 karakterisitik penting
yaitu mampu tumbuh pada suhu 3-7oC dan dapat menghidrolisis protein dan lipid
untuk pertumbuhannya. Kerusakan produk olah susu oleh P. flourescens
disebabkan oleh adanya aktivitas protease yang dihasilkan oleh bakteri tersebut,
sehingga mengakibatkan perubahan secara biokimiawi dan mikrobiologi pada
protein dan senyawa volatile susu (Lukman. 2009). Menurut Sumardjo (2009),
kerusakan susu terjadi karena adanya degradasi kasein susu oleh protease menjadi
asam amino, sehingga menyebabkan susu menjadi pecah, citarasa susu menjadi
hambar dan tidak tahan lama untuk dikonsumsi.
Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat zat makanan
dengan proporsi yang seimbang seperti air, protein, lemak, hidat arang, mineral,
dan vitamin. Usaha pengolahan susu merupakan penganekaragaman produk yang
mempunyai nilai tambah dan masa simpan yang lebih lama. Susu mengandung
protein berupa kasein yang dapat mengalami penggumpalan. Penggumpalan susu
dalam proses pembuatan tahu susu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan asam, enzim proteolitik, dan alkohol serta dapat dipercepat dengan
pemanasan
a. berat
Pada praktikum ini, jenis-jenis telur yang digunakan yaitu telur ayam
potong (ras), ayam kampong, telur puyuh, dan telur bebek. Dari masing-masing
telur diperoleh berat secara berturut-turut 56 g, 43 g, 10 g, dan 58 g. Perbedaan
berat pada masing-masing telur dipengaruhi oleh Bobot telur dipengaruhi oleh
faktor gentik terutama keturunan, umur pertamakali bertelur, umur ayam ransum
yang dikonsumsi dalam jumlah dan kualitas, serta lingkungan termasuk
manajemen pemeliharaannya. Faktor umur ayam berperan penting dalam
menetukan bobot telur yang diproduksinya. Pakan yang sesuia hidup fungsional
untuk unggas terpenuhi maka hasil produksinya akan meningkat.
Bobot telur pada setiap unggas berbeda-beda. Telur ayam, itik dan puyuh
pada umumnya mempunyai berat 55, 75 dan 10 gram. Faktor yang mempengaruhi
bobot telur yaitu peneluran dan faktor genetik. Faktor genetik sangat berpengaruh
terhadap bobot telur, dimana pada setiap spesies unggas mempuyai ukuran
ovarium, uterus dan kloaka yang berbeda. (Sutopo, 2016).
b.warna
Pada uji warna karakteristik telur ini, telur ayam potong memiliki warna
yang cenderung lebih coklat jika dibandingkan dengan telur ayam kampong yang
memiliki warna cangkang yang lebih putih. Sedangkan, telur puyuh memiliki
warna cangkang yang bercorak antara hitam dan putih dan telur bebek memiliki
warna cangkang yang cenderung putih. Perbedaan warna dari masing-masing telur
dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing telur dan kondisi dari telur
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada, yang menyatakan bahwa
warna dari cangkang atau kerabang telur dapat dipengaruhi oleh adalah umur
ayam tersebut, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin
menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan
berat telur semakin besar (Yuwanta,2010).
c. Ketebalan cangkang
Pada praktikum ini diperoleh data rongga udara dari masing-masing telur
yang digunakan, yaitu telur ayam potong 0.5 mm, telur ayam kampong 0.3 mm,
telur puyuh 0.2 mm, dan telur bebek 2.5 mm. Perbedaan masing-masing rongga
telur di karenakan karakteristik yang berbeda dan juga waktu penyimpanan dari
telur tersebut. Hal tersebut sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa
semakin lama penyimpanan, ukuran rongga udara semakin bertambah besar.
Peningkatan ukuran rongga udara menurut Jazil (2013) disebabkan oleh
penyusutan berat telur yang diakibatkan penguapan air dan pelepasan gas yang
terjadi selama penyimpanan. Seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan
cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara.
Menurut BSN (2008) telur segar memiliki rata rata kedalaman rongga udara
sebesar sekitar 2,19 mm yang berarti telur tersebut tergolong dalam telur dengan
mutu I. Setelah 1 minggu penyimpanan kedalaman rongga udara menjadi sekitar
5,69 mm (mutu II) dan bertambah besar pada minggu ke 2 penyimpanan menjadi
sekitar 8,52 mm (mutu III). Menurut Jazil (2013) rongga udara pada telur
terbentuk sesaat setelah peneluran akibat adanya perbedaan suhu ruang yang lebih
rendah dari suhu tubuh induk, kemudian isi telur menjadi lebih dingin dan
mengkerut sehingga memisahkan membran kerabang bagian dalam dan luar,
terpisahnya membran ini biasanya terjadi pada bagian tumpul telur.
Semakin lama penyimpanan telur maka akan semakin besar kedalaman rongga
udaranya.
Pada praktikum ini diperoleh data warna kuning telur , dan indeks kuning
serta putih dari masing-masing telur yang digunakan. Telur ayam potong
berwarnah kuning pekat begitu pula dengan telur ayam kampong, telur puyuh
berwarna kuning kecerahan, dan telur bebek berwarna kuning pekat. Begitu juga
dengan indeks kuning dan putih telur. Indeks kuning telur adalah perbandingan
tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur. Indeks kuning telur dari telur
ayam potong 0.29, telur kampong 0.222, telur puyuh 0.3, dan telur bebek 0.3125.
data yang didapatkan sesuai dengan literature yang menurut Badan Standarisasi
Nasional (2008) tentang SNI 3926 : 2008 menyatakan bahwa indeks kuning telur
segar berkisar antara 0,33-0,52. Penyimpanan telur dapat menyebabkan terjadinya
pemindahan air dari putih telur menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada
suhu 100C. Tekanan osmosis kuning telur lebih besar daripada putih telur,
sehingga air dan putih telur berpindah menuju ke kuning telur. Perpindahan air
secara terus menerus akan menyebabkan viskositas kuning elur menurun,
sehingga kuning telur menjadi pipih dan kemudian pecah.
Disamping indeks kuning telur, indeks putih telur juga dikatakan bahwa
indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan
diameter rata-rata putih telur kental. Indeks putih telur yang didapatkan pada
praktikum ini yaitu ayam potong sebesar 0.02, ayam kampong 0.0357, telur puyuh
0.05, dan telur bebek 0.0195. hal tersebut sesuai dengan literature yang
menyatakan bahwa indeks putih telur segar berkisar antara 0,050-0,174. Diameter
putih telur akan terus melebar sejalan dengan bertambah tuanya umur ayam,
dengan demikian indeks putih telur pun akan semakin kecil. Menurut Silverside
and Scott (2000) dan Yuwanta (2010), perubahan pada putih telur ini disebabkan
oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang
telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan
porositas kerabang telur. Selama penyimpanan, tinggi putih telur kental akan
menurun secara cepat, kemudian secara lambat. Indeks putih telur akan menurun
sebesar 40% dalam 20 jam pada suhu 320C (Romanof dan Romanof, 1963).
f. pH putih telur
Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan
mempengaruhi peningkatan pH putih telur. Makin lama telur disimpan pH putih
telur meningkat.
g. BJ putih telur
Pada praktikum ini didapatkan data berat jenis dari putih telur di masing-
masing jenis telur yang digunakan. Berat jenis putih telur dari telur ayam potong
sebesar 0.94951, telur ayam kampong sebesar 0.9884, telur puyuh sebesar 0.964,
telur bebek sebesar 0.478. Berat jenis tidak dipengaruhi oleh warna bulu, Menurut
Hutt (1949), menyatakan bahwa variasi warna bulu pada ayam adalah faktor
genetik. Berat jenis ditentukan oleh ketebalan kulit (kerabang) dan mutu dari
cangkang (Butcher, 1991). Didukung dengan pendapat Abbas (1989) yang
menyatakan bahwa berat jenis telur dipengaruhi oleh tebal kerabang, dimana
dengan semakin meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan
meningkat pula, dan semakin besar telur semakin kecil nilai berat jensnya. Selain
itu Koelkebeck (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi berat jenis
adalah lama penyimpanan telur, suhu, waktu bertelur dan kandungan kalsium
pakan.
h. Haugh Unit
Pada praktikum ini didapatkan data haugh unit dari masing-masing jenis
telur yang digunakan. Haugh unit dari telur ayam potong didapatkan sebesar
181.59, dari telur ayam kampong didapatkan sebesar 358.66, dari telur puyuh
sebesar 0.964, dari telur bebek didapatkan haugh unit sebesar 81.87. haugh unit
dari ke-empat jenis telur memiliki perbedaan yang tidak nyata. Hal ini didukung
oleh hasil yang diperoleh dari analisis indeks putih telur yang berbeda tidak nyata,
dimana nilai haugh unit dipengaruhi oleh tinggi putih telur. Stadelman dan
Cotteril (1977) menyatakan bahwa nilai haugh unit merupakan hubungan antara
berat telur dengan tinggi putih telur bagian padat yaitu semakin besar ukuran putih
telur maka nilai haugh unit semakin tinggi.
Pada praktikum emulsifier yang telah dilakukan kali ini dengan menyiapakan
sampel telur mulai dari telur puyuh, telur ayam kampung, telur ayam ras, telur
itik, menyiapan 5ml air didalam tabung reaksi dan menambahkan minyak
sebanyak 1 ml didalamnya dan ini dibagi menjadi 3 perlakuan. Pada perlakuan
pertama dengan penambahan 1ml kuning telur, kedua 1 ml putih telur dan yang
ketiga 1ml campuran kunung dan juga putih telurnya. Perlakuan ini dilakukan
pada masing masingg sampel telur yang digunakan dan bertujuan agar dapat
mengetahui perbedaan yang terjadi. Data yang diperoleh setelah hasil dapat
dilihat ketika air dicampurkaan dengan minyak maka akan menjadi dua fase yaitu
fase minyak dan fase air. Fase minyak terdapat pada lapisan atas sedangkan air
terdapat dilapisan bawah atau dibawahnya. Berdasarkan hasil pengamatan apabila
minyk dengan air dicamapurkan maka tidak dapat tercampur dengan baik atau
tidak dapat larut. Hal ini sesuai dengan literature bahwa emulsi W/O diakan akan
atau tidak dapat merubah sifatnya apabila ditambahkan dengan minyak,
begitupum sebaliknya emulsi tidak akan berubah sifatnya apabila ditambah
dengan air ( Yuwanta, 2010 ). Maka dari itu emulsi minyak dengan air tidak akan
menyatu atau dengan kata lain akan terpish. Hal tersebut sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukan. Berdasrkan data pengamatan yang dilakukan, sampel
yang pertama yang digunakan yaitu kuning telur sebanyak 10 ml yang
sebelumnya dikocok terlebih dahulu dan didiamkan ditempat terbuka tau dalam
keadaan terbuka selama beberapa menit. Kemudian telur tersebut menjadi lebih
padat karena kuning telur mengalami koagulasi. Hal ini terjadi pada perlakuan
semua jenis telur. Saat diberi perlakuan homogenitas dan stabilitasnya meningkat,
hal ini disebabkan karena kuning telur mengandung lesitin yang mengandung
emulsi, dan kehomogenannya terjadi karena pengocokan mekanis yang sangat
kuat, dan sentrifusi dalam kecepatan yang tinggi. Sampel kedua yang digunakan
yaitu putih telur sebanyak 10 ml dan juga dikocok dan didiamkan pada keadaan
terbuka serta pada suhu ruangan diperoleh hasil koagulasi namun tidak sebagus
pada sampel kuning telur tadi. Perubahan ini juga terjadi pada semua jenis sampel
atau telur yang digunakan. Hal ini terjadi karena kerja putih telur yang lebih
rendah dari pada kuning telur. Pernyataan ini sesuai dengan literatur bahwa
gelatin albumin atau biasa disebut dengan putih telur adalah protein yang bersifat
sebagai emulsifier dengan kompleks sebagai lestin protein (Winarno, 1997).
Sedangkan yang ketiga diperoleh hasil yang kurang baik dari emulsifier dengan
menggunakan kuning telur sebagai pencampuran putih dan kunning telur.
Telur sebagai clarifiying agent untuk mengetahui bagian telur yang paling
maksimal menyerap komponen padatan yang tercampur dengan cairan. Hasil
pengamatan pada pengujian telur sebagai clarifiying agent yaitu putih telur kurang
mengikat serbuk teh sehingga masih banyak serbuk teh yang larut pada air. Warna
putih telur berubah menjadi coklat keputihan. Sedangkan kuning telur paling
efektif mengikat serbuk teh. Hal ini terbukti dari banyaknya serbuk teh yang
menempel atau terikat pada kuning telur dan serbuk teh yang tersisa pada air
hanya sedikit. Dan untuk campuran kuning dan putih telur cukup efektif
dibanding putih karena sebagian serbuk teh terikat pada campuran telur tersebut.
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa sangat menyimpang dari literatur yang
menyatakan bahwa bagian telur yang paling sempurna dalam clarifying agent
ialah putih telur. Dikarenakan komposisi putih telur tersusun atas protein sebagai
komponen utama. Kandungan lemak yang ada dalam putih telur dapat diabaikan,
karena jumlahnya yang sangat sedikit. Kandungan karbohidrat dalam putih telur
berupa karbohidrat bebas dan karbohidrat yang terikat dengan protein, sekitar
98% karbohidrat bebas dalam putih telur adalah glukosa. Albumin telur sebagai
sumber protein yang murah yang dapat digunakan sebagai pengikat senyawa tanin
yang dapat menyebabkan pencoklatan pada ekstrak (Rayner, 2002).