Anda di halaman 1dari 15

1

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU TERNAK UNGGAS

“Evaluasi Penetasan”

OLEH :
NAMA : MUHAMMAD HAEKAL ZULFAN
NIM : Z1B1050268
KELOMPOK : 1D
ASISTEN : FAKHRI NUR HIDAYAT

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2021
2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unggas adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan
untuk daging dan/atautelurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh
bulu. Umumnya unggas merupakanbagian dari ordo Gallifores (seperti ayam dan
kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggasadalah tipe hewan yang
berkembangbiak dengan cara bertelur.Telur adalah suatu bentuk tempat
penimbunan zat gisi seperti air, protein, karbohidrat, lemak,vitamin dan mineral
yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yangdapat
ditetaskan adalah harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur
tetasmerupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh
sel jantan, telurtersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi,
artinya telur tersebut tidakdapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk
dikonsumsi saja. Adapun untuk menetaskan telur perlu diperhatikan hal-hal yang
menunjang keberhasilan dalam menetaskan. Untuk memperbanyak populasi
hewan unggas seperti itik, ayam, dan burung puyuh dibutuhkancara penetasan
telur yang tepat, yaitu pengeraman telur tetas yang akan
diperbanyak.Pengeraman ini dapat terjadi jika sifat mengerami telur pada unggas
itu telah muncul. Misalnyapada ayam buras, sifat mengerami telur tampak jelas
sekali. Pada saat sifat ini muncul, ayamburas tidak akan mau lagi bertelur. Berbeda
dengan ayam ras yang sifat mengeramnya dapatdiatur atau dihilangkan dari
induknya. Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk perkembanganembrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman
sangat tergantung dari jenishewannya.
Semakin kecil hewan, semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan, semakin
tinggi suhubadan hewan, semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila bentuk
telur dan ukurannyaseragam, waktu penetasan akan selalu hampir bersamaan.
Pada saat ini, dengan adanya alat penetas buatan 5 akan mempermudah
perbanyakan populasi unggas.Sudah sejak ribuan tahun sebelum masehi orang
berusaha dan mencoba penetasan tiruan tanpamelalui induk unggas. Usaha–
usaha tersebut antara lain dilakukan oleh orang Mesir kuno yangpada saat itu
3

memang sudah tinggi kebudayaannya. Di zaman modern seperti saat ini konsep
kalor terutama konsep perpindahan kalor banyak digunakan dan dikembangkan
untuk alat-alat yang berbasis teknologi. Termasuk salah satunya dibidang ilmu
pengetahuan biologi konsep perpindahan kalor banyak digunakan untuk alat-alat
yang ada hubungannya dengan poses biologis. Salah satunya adalah mesin
penetas telur. Dalam hal ini mesin penetas telur mengdopsi konsep perpindahan
kalor yang terjadi pada proses pengeraman telur secara alami dengan
menggunakan induk ayam. Dalam Penetasan telur dengan menggunakan mesin
penetas terjadi perpindahan kalor secara konduksi dari mesin penetas ke telur.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang fertilitas.
2. Mengetahui dan memahami tentang daya tetas.
3. Mengetahui dan memahami tentang hasil tetas.
4. Mengetahui dan memahami tentang mortilitas.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Ternak Unggas acara “Perkembangan Embrio” dilaksanakan
pada Selasa, 24 Mei 2021 pukul 14.50 dalam metode daring melalui whatsapp
group dan google classroom..
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur


hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Evaluasi
penetasan merupakan tahap akhir dari serangkaian proses penetasan telur.
Evaluasi hasil penetasan penting dilakukan agar dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan suatu penetasan dalam melihat kualitas telur dan untuk
meningkatkan kualitas hasil tetas. Hasil evaluasi dari penetasan meliputi tingkat
fertilitas, daya tetas, hasil tetas dan mortilitas. Fertiltas telur merupakan
presentase telur yang fertil atau telur yang memperlihatkan perkembangan
embrio dari sejumlah telur yang dieramkan tanpa melibatkan telur tersebut
menetas atau tidak. Perbandingan jantan dan betina pada penetasan sangat
penting dan perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap tingkat
fertilitas (Alabi, 2012).
Daya tetas merupakan banyaknya telur fertil yang menetas pada akhir
penetasan yang dinyatakan dalam bentuk persen. Banyak faktor yang
mempengaruhi daya tetas telur, salah satunya yaitu lama penyimpanan. Telur
tetas jika disimpan dalam waktu yang lama akan mengurangi daya tetasnya. Daya
tetas telur akan menurun seiring dengan penambahan waktu penyimpanan dan
lamanya telur disimpan sebelum ditetaskan (Suharno dan Setiawan, 2012). Lama
penyimpanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya tetas dan
kematian embrio di dalam telur tetas (Cahyono, 2011).
Hasil tetas merupakan perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan
jumlah telur yang ditetaskan.Telur-telur yang ditetaskan tidak selalu memiliki embrio di
dalamnya, sedangkan embrio dalam telur tidak selalu dapat berkembang dengan baik
atau bisa terjadi kematian embrio selama inkubasi (mortilitas), sehingga evaluasi
penetasan telur dengan hasil tetas perlu dilakukan. Mortilitas merupakan presentase dari
jumlah telur yang tidak menetas dibagi jumlah telur yang fertil. Besarnya mortalitas
merupakan banyaknya embrio yang mati selama proses penetasan. Keberhasilan
penetasan telur menggunakan mesin tetas dapat diamati salah satunya dari persentase
mortalitas atau kematian embrio telur (Hartono dan Isman, 2010).
5

III. MATERI DAN CARA KERJA

3.1 Materi
3.1.1 Alat
1. Kalkulator
2. Alat tulis
3.1.2 Bahan
1. Telur puyuh
3.2 Metode
3.2.1 Fertilitas
Data telur disiapkan

Jumlah telur fertil dan jumlah telur yang ditetaskan dihitung .

Rumus = Jumlah telur fertil / Jumlah telur yang ditetaskan × 100%

3.2.2 Daya Tetas

Data telur disiapkan

Rumus = Jumlah telur yang menetas/ Jumlah yang fertil × 100%

Telur diamati dan dilihat mana yang merupakan telur fertil dan infertil.

3.2.3 Hasil Tetas


Data telur disiapkan

Jumlah telur yang menetas dan jumlah telur yang ditetaskan dihitung
6

Rumus = Jumlah telur yang menetas Jumlah yang ditetaskan × 100%


3.2.4 Mortilitas
Data telur disiapkan

Jumlah telur yang tidak menetas dan jumlah telur yang fertil dihitung

Rumus = Jumlah telur yang tidak menetas Jumlah yang fertil × 100%
7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil
Evaluasi Kelas
Penetasan A B C D
Jumlah telur
yang ditetaskan 100
Jumlah telur
fertil 96 95 97 94
Jumlah telur
tidak fertil 4 5 3 6
Jumlah telur
yang menetas 89 87 89 84

Perhitungan
3. Fertilitas
jumlah telur fertil
x 100 %
jumlah telur yang ditetaskan
94
¿ x 100 %
100
¿ 94 %
4. Daya tetas
jumlah telur yang menetas
x 100 %
jumlah telur fertil
84
¿ x 100 %
94
¿89%
5. Hasil tetas
jumlah telur yang menetas
x 100 %
jumlah telur yang ditetaskan
84
¿ x 100 %
100
¿ 84 %
6. Mortilitas
8

jumlah telur yang tidak menetas


x 100 %
jumlah telur yang fertil
100−84
¿ x 100 %
94
¿ 17 %

4.2 Pembahasan
4.2.1 Fertilitas
Fertilitas merupakan persentase dari jumlah telur fertil dengan jumlah telur yang
ditetaskan. Berdasarkan praktikum, didapatkan data telur yang akan ditetaskan berjumlah
100 butir, sedangkan telur yang fertil berjumlah 94 butir. Berdasarkan perhitungan,
didapatkan hasil bahwa fertilitas atau daya tunas telur yaitu 94%. Persentase fertilitas
sebesar 94% menunjukkan nilai fertilitas yang sangat baik karena menurut Abror, dkk
(2018) dalam Ajria, dkk (2019) bahwa nilai fertilitas yang baik pada telur puyuh yaitu
sekitas 68% - 78%. Fertilitas yang sangat baik tersebut akan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan penetasan, karena dengan tingginya nilai persentase fertilitas telur maka
peluang telur untuk bisa menetas juga tinggi jika diimbangi dengan manajemen
penetasan yang baik.
Fertilitas dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu umur induk,
genetik, manajemen pemeliharaan, manajemen perkawinan, rasio jantan betina,
pakan, iklim dan lama penyimpanan. Hal tersebut sedikit berbeda dengan
pernyataan Hidayah dan Sadi (2017) yang menyatakan bahwa tingkat fertilitas
telur dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah pembuahan telur
oleh induk unggas jantan, ukuran, umur induk, pakan, bentuk, berat, warna
kerabang, keutuhan kerabang, kualitas kerabang, kebersihan kerabang, suhu
selama penyimpanan, dan lingkungan. Umur induk yang masih muda atau baru
mengalami periode peneluran memiliki fertilitas yang lebih rendah daripada induk
yang lebih tua, hal tersebut diakibatkan karena saluran reproduksi induk muda
belum bisa bekerja secara optimal. Faktor genetik seperti jenis unggas sangat
berpengaruh pada fertilitas telur, unggas petelur biasanya memiliki fertilitas yang
lebih tinggi daripada unggas tipe pedaging. Manajemen perkawinan yang
digunkan peternak ada tiga tipe, yaitu flock mating, pan mating dan stud mating.
Flock mating dan pan mating merupakan perkawinan dengan menggunakan
9

perbandingan satu jantan dengan beberapa betina, sedangkan stud mating


merupakan perkawinan dengan satu jantan banding satu betina. Stud mating
merupakan metode terbaik yang dapat menghasilkan fertilitas lebih tinggi
daripada metode lainnya.
Rasio jantan betina yang semakin tinggi akan menghasilkan fertilitas yang
tinggi. Rasio maksimal yaitu 1:10 atau satu jantan untuk 10 betina. Wahid (2013)
berpendapat bahwa untuk menghasilkan telur berdaya tetas tinggi, perbandingan
jantan dan betina yang optimal adalah 1: 10 atau maksimal 1: 20 yang artinya,
seekor jantan diupayakan hanya mengawini 10-15 ekor betina, namun lebih ideal
jika satu pejantan digunakan untuk mengawini sekitar 7 akor betina.
Penyimpanaan yang semakin lama akan mengakibatkan penurunan tingkat
fertilitas telur, penyimpanan sebaiknya dilakukan kurang dari 7 hari. Pemberian
pakan yang baik dan berkualitas akan memberikan tingkat fertilisasi yang lebih
tinggi. Mustawa (2015) mengatakan faktor lain yang mempengaruhi tingginya
fertilitas telur tetas yang dihasilkan yakni kualitas pakan yang diberikan memiliki
imbangan nutrisi yang baik. Pemberian pakan perlu diperhatikan untuk
meningkatkan kualitas sistem reproduksi ternak jantan maupun betina. Kualitas
pakan yang baik akan meningkatkan motilitas sperma pejantan untuk membuahi
ovum dalam proses fertilisasi.
4.2.2 Daya Tetas
Daya tetas merupakan presentase dari perbandingan jumlah telur yang menetas
dengan jumlah telur yang fertil. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Fitrah, dkk (2019)
yang menyatakan daya tetas dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang menetas
dengan jumlah seluruh telur yang fertil. Semakin tinggi jumlah telur yang fertil dari jumlah
telur yang ditetaskan akan dihasilkan persentase daya tetas yang tinggi. Daya tetas adalah
salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan suatu penetasan, sehingga semakin
tinggi persentase daya tetas maka semakin tinggi pula peluang keberhasilan penetasan
telur. Nilai persentase daya tetas akan berbanding terbalik dengan nilai persentase
mortalitas embrio, semakin tinggi nilai persentase daya tetas maka semakin rendah nilai
persentase mortalitas embrionya, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan praktikum, diperoleh data jumlah telur yang fertil yaitu 94
butir dan telur yang berhasil menetas yaitu 84 butir. Perhitungan dilakukan
10

dengan membagi jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur fertil yang
kemudian dikalikan 100%. Hasil perhitungan yang didapat yaitu dalam penetasan
tersebut memiliki tingkat daya tetas 89%. Nilai tersebut dapat dianggap tinggi
karena telah melebihi standar persentase daya tetas yang ditetapkan.Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Direktorat Pembibitan Ternak (2011) bahwa standar
persentase daya tetas yang ditetapkan adalah 70%.
Faktor yang menentukan daya tetas diantaranya yaitu, sifat fisik
penetasan, kualitas telur, pakan, dan lama penyimpanan. Manajemen penetasan
seperti pengaturan suhu, kelembaban, ventilasi dan posisi telur sangat
mempengaruhi daya tetas telur. Kualitas telur yang baik memiliki tingkat tetas
tinggi, telur yang baik memiliki ukuran sedang, kerabang yang bersih serta rongga
udara yang terdapat pada bagian tumpul. Lama penyimpanan telur yang akan
ditetaskan sebaiknya kurang dari 7 hari. hal tersebut sejajar dengan pernyataan
Nazriah (2014) dalam Fitrah, dkk (2019) yang menyatakan telur tetas yang baik
untuk ditetaskan adalah kurang dari satu minggu dan idealnya empat hari.
Penyimpanan telur tetas terlalu lama akan menurunkan kualitas telur karna terjadi
penguapan CO2 dan H2O Kualitas telur yang turun menyebabkan perkembangan
embrio terhambat sehingga daya tetas rendah.
4.2.3 Hasil Tetas
Hasil tetas adalah perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan jumlah
telur yang ditetaskan dalam bentuk persen. Hasil tetas sangat mempengaruhi
keberhasilan dari suatu proses pelaksanaan penetasan telur unggas. Hal tersebut sejalan
dengan pernyataan Lisran, dkk (2020) yang menyatakan bahwa penetasan dapat
dianggap berhasil apabila memiliki tingkat fertilitas dan hasil tetas yang tinggi pula. Hasil
tetas yang tinggi didapatkan jika jumlah telur menetas dalam telur yang ditetaskan juga
tinggi, sehingga hasil tetas dipengaruhi oleh fertilitas telur dan daya tetasnya. Persentase
fertilitas telur dan persentase daya tetas telur berbanding lurus dengan hasil tetas,
sehinggas semakin tinggi fertilitas dan daya tetas maka semakin tinggi pula hasil tetasnya.
Persentase hasil tetas dapat dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang
menetas dengan jumlah telur yang ditetaskan kemudian dikalikan 100%. Semakin tinggi
jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang ditetaskan maka akan dihasilkan
persentase hasil tetas yang tinggi pula. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
11

tetas diantaranya adalah sifat fisik penetasan, kualitas telur, pakan serta lama
penyimpanan telur. Sejalan dengan hal tersebut, Fitrah dkk (2019) menyatakan bahwa
penyimpanan telur tetas yang terlalu lama akan menurunkan kualitas telur tersebut
sehingga menurunkan pula daya tetas dan hasil tetas telur. Penyimpanan telur tetas
sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, karena semakin lama penyimpanan akan semakin
menurunkan daya tetas dan hasil tetas telur.
Berdasarkan data hasil praktikum, jumlah telur yang menetas adalah 84 butir,
sedangkan jumlah telur yang ditetaskan adalah 100 butir. Hasil perhitungan evaluasi
penetasan dengan hasil tetas memiliki persentase sebesar 84%. Nilai tersebut termasuk
nilai yang normal berdasarkan pernyataan Manyun dan Nugroho (1991) dalam Ismawati
dan Nurhidayat (2019) yang menyatakan bahwa hasil tetasan yang normal dari sebuah
mesin tetas adalah 75% - 85%, bila hasilnya kurang dari hasil tersebut, maka kemungkinan
disebabkan karena selama penetasan terjadi perubahan temperatur yang besar.
Persentase hasil tetas yang normal membuktikan bahwa pelaksanaan penetasan telur
telah dilakukan dengan baik sehingga presentase hasil tetas yang dihasilkan bernilai
normal.
4.2.4 Mortilitas
Mortalitas adalah embrio yang mati selama proses penetasan dan merupakan
perbandingan antara jumlah telur yang tidak menetas dengan jumlah telur yang fertil
dalam persen. Sejalan dengan hal tersebut, Nort (1984) dalam Lukman, dkk (2020)
menyatakan bahwa mortalitas embrio dapat terjadi sewaktu telur masih di dalam tubuh
induknya, kematian embrio pada satu minggu pertama periode inkubasi, serta kematian
pada tiga hari terakhir periode inkubasi. Mortalitas embrio dapat diketahui setelah
dilakukannya peneropongan telur (candling) dan pada telur yang tidak dapat menetas
selama proses penetasan. Hal tersebut dibenarkan oleh pernyataan Lukman, dkk (2020)
bahwa mortalitas dapat diketahui setelah melakukan peneropongan (candling). Candling
dilakukan pada hari ke-7 sampai hari ke-14, hal tersebut dikarenakan minggu pertama
penetasan merupakan masa paling kritis pada perkembangan embrio. Semakin tinggi
persentase mortalitas maka semakin banyak telur yang mengalami kematian embrio
sehingga tidak dapat menetas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas embrio selama proses penetasan
sangat beragam, sehingga perlu diperhatikan agar persentase mortalitas tetap rendah.
12

Napirah dan Has (2017) menyatakan bahwa mortalitas telur secara nyata dipengaruhi
oleh lama penyimpanan telur dan nilai mortalitas telur berbanding terbalik dengan daya
tetas telur, semakin tinggi daya tetas telur maka mortalitas semakin rendah, demikian
sebaliknya. Semakin lama penyimpanan pada telur tetas maka akan menyebabkan
semakin rendahnya fertilitas dan daya tetas telur sehingga mortilitas embrio akan
semakin tinggi dan hal tersebut bukan hal yang baik untuk proses penetasan telur.
Data hasil paraktikum menunjukkan jumlah telur yang tidak menetas
adalah 6 butir, sedangkan jumlah telur yang fertil adalah 94 butir. Jumlah telur
yang tidak menetas merupakan selisih antara jumlah telur yang ditetaskan dengan
jumlah telur yang menetas. Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya persentase
mortalitas embrio adalah sebesar 17%. Nilai persentase mortalitas tersebut
termasuk rendah atau normal karena nilai daya tetasnya masih di atas 70% yaitu
89,36%. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ajria, dkk (2019) yang
menyatakan bahwa nilai persentase mortalitas embrio dapat dianggap rendah
atau normal jika nilai daya tetasnya masih di atas 70%, begitu sebaliknya.
Mortalitas embrio yang rendah menunjukkan bahwa pelaksanaan penetasan telur
telah dilakukan dengan sangat baik. Hartono dan Isman (2012) mengatakan
kegagalan penetasan biasanya bersumber dan kegagalan pengaturan suhu dan
kelembaban.
13

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan perhitungan, didapatkan hasil bahwa fertilitas atau daya tunas telur
yaitu 94%.
2. Kegiatan penetasan tersebut memiliki tingkat daya tetas yang tinggi yaitu 89%.
3. Hasil perhitungan evaluasi penetasan dengan hasil tetas memiliki persentase
sebesar 84%.
4. Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya persentase mortalitas embrio adalah
sebesar 17%.
5.2 Saran
1. Praktikan lebih fokus dalam menjalani praktikum.
2. Praktikan menonton video yang disediakan sebelum praktikum.
3. Praktikan aktif dalam diskusi WAG dan evaluasi.
14

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. 2005. Beternak Burung Puyuh dan Pemeliharaan. Aneka Ilmu Umum. Semarang.

Ajria, H. Latif, dan M. A. Yaman. 2019. Pengaruh Perbedaan Rasio Indukan Puyuh Jantan
Hybrid dan Puyuh Betina Jepang (Coturnix coturnix japonica) terhadap Kualitas
DOQ. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 4(1): 495 – 501.

Alabi. 2012. Peforma Burung Puyuh Periode Stater dengan Penambaan Biji Karet pada
Ransum Level Berbeda. Penebar Swadaya. Jakarta.
Amrullah I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor. Lembaga Satu Gunungbudi.

Fitrah, ., D. Sudrajat, dan Anggraeni. 2019. Pengaruh Temperatur Lama Penyimpanan


Telur Puyuh Tetas Terhadap Daya Tetas, Fertilitas, Bobot Susut Telur dan Bobot
Tetas Telur Puyuh. Jurnal Peternakan Nusantara. 4(1): 25-32.

Hartono, T. dan Isman. 2012. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agro Media Pustaka.
Jakarta.

Hidayah, A. P., dan S. Sadi. 2017. Pengatur Kestabilan Suhu pada Egg Incubator Berbasis
Arduino. Jurnal Teknik. 6(1): 19 – 22.

Ismawati, K., dan A. Nurhidayat. 2019. Kajian Ekonomi Alih Teknologi Melalui Rekayasa
Mesin Penetas Otomatis Ternak Puyuh. INCONTECSS. Politeknik Indonusa
Surakarta.

Lisran, H. Has, dan T. Saili.2020. Pengaruh Bobot Telur dan Lama Penyimpanan terhadap
Fertilitas dan Daya Tetas Telur Ayam Broiler Strain Cobb. Jurnal Ilmiah
Peternakan Halu Oleo. 2(3): 244 – 248.

Lukman, B. Syamsuryadi dan I. Mutmainna. 2020. Frekuensi Pemutaran Telur terhadap


Nilai Mortalitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Puyuh. Jurnal Agrominansia.
5 (1): 89-97.

Mustawa, A. A. 2015. Evaluasi Telur Tetas Itik Crp (Cihateup X Rambon) yang Dipelihara
pada Kondisi Minim Air selama Proses Penetasan. Students e-Journal. 4 (4): 1-
10.
15

Napirah, A., dan H. Has. 2017. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Fertilitas dan Daya
Tetas Telur Ayam Kampung Persilangan.Seminar Nasional Riset Kuantitatif
Terapan. 167 – 170.
Sudrajat D, Kardaya D, Dihansih E, Puteri SFS. 2014. Performa produksi telur burung puyuh yang
diberi ransum mengandung kromium organik. JITV. 19(4):257 262.

Wahid, A. 2013. Super Lengkap Beternak Itik. Agromedia pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai