TINJAUAN PUSTAKA
Eropa pada tahun 1891, karena tuntutan kebutuhan bagi mereka. Usaha ternak
yang dikelola oleh pendatang (Belanda), tersebut dengan menempatkan sapi pada
daerah pulau Jawa yang mempunyai kecenderungan sejuk dan memiliki kemiripan
Bandung, dan Bogor. Jenis sapi yang dibawa adalah jenis Friesian Holstein
Selain jenis Fries Holland, didatangkan pula sapi jenis Southern dari
Scotlandia dan Hereford dari Australia dipelihara di daerah Tengger, Grati, dan
terus berkembang sampai ke Salatiga (Melleng, 2008). Sampai dengan saat ini
sapi perah telah berkembang, mencapai 483.000 ekor pada tahun 2014 (BPS,
2015).
utama setelah mangalami laktasi. Produktifitas sapi perah tergantung pada faktor
deteksi birahi, penanganan pre dan post partus, akan meningatkan kinerja
reproduksi sehigga akan mendorong kelahiran dan produksi susu. Indukan dan
1
mencakup perkandangan, pakan dan pemeliharaan menjadi pendukung
ternak maupun produksi susu. Salah satu teknologi yang sudah berkembang dan
Inseminasi Buatan adalah teknik atau cara memasukan semen yang telah
metode tertentu dan alat buatan manusia berupa Insemination Gun (Federis,
2010). Menurut Rizal & Herdis (2008), Metode Inseminasi Buatan terdiri dari
biasa digunakan pada ternak kecil, sedang rektovaginal sudah sangat lazim
digunakan pada ternak besar, seperti sapi, sapi perah dan kuda. Semen beku
berasal dari sperma ternak jantan yang ditampung dengan vagina buatan, dan
kualitas genetik unggul, baik dari jumlah akseptor, kecepatan dan jangkauan
penyebaran indukan.
2
b. Meningkatkan nilai ekonomi, karena peternak tidak perlu memelihara
c. Menghindari cidera pada ternak betina, saat proses perkawinan, sperti yang
penyakit veneris karena tidak ada kontak kelamin dari pejantan secara
langsung.
g. Semen bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama dan masih bisa dipakai
pelaksanaan IB.
b. Inseminasi intra uterine pada sapi yang telah bunting dapat menyebabkan
abortus.
c. Terjadi distokia apabila semen yang digunakan dari breed atau turunan yang
genetik.
3
2.3 Cara Melakukan Inseminasi Buatan
dan bahan inseminasi, handling ternak, handling semen beku, thawing, palpasi
canister tidak melebihi dari leher dan bibir container, kemudian mengambil
dengan tissue.
memegang straw.
e. Menutup gun IB dengan plastik sheat melalui ujung gun, kemudian gigit gun
dengan bibir/gigi.
4
g. Memasukan tangan ber-glove ke rektum, melakukan palpasi rektal,
i. Mengambil gun dengan tangan kanan, memasukan gun melalui vulva, vagina
j. Menposisikan semen pada posisi Cervix ke-IV, dapat diamati pada gambar
k. Seluruh proses melaksanakan IB tidak lebih dari 5 menit dan tidak terjadi
5
(conception rate), jarak antar melahirkan (calving interval), jarak waktu antar
Return Rate yaitu persentase hewan yang tidak minta kawin lagi setelah
perkawinan.
Menurut Feredis, (2010), Sapi sapi yang tidak minta kawin lagi berstatus
IB kembali mungkin telah dijual oleh peternak, mati, silent heat, kematian
dan follicle tidak berkembang, estrogen tidak diproduksi dan tidak ada gejala
tanda birahi.
breeder) belum tentu tidak bunting karena 3,5% sapi yang telah bunting masih
6
sapi yang telah mengalami kebuntingan muda. (Feradis, 2010). Abortus pada
sapi perah menyebabkan mundurnya masa bunting karena harus kembali pada
betina yang bunting pada inseminasi atau kawin alam pertama. Menurut
diagnose kebuntingan dalam waktu 40-60 hari sesudah inseminasi oleh petugas
sampai 18 jam sejak muncul birahi (Ihsan, 2010). Sedang menurut Partodiharjo
konsepsi lebih baik daripada angka konsepsi pada 6 jam setelah estrus dimulai.
Sehigga waktu yang sangat ideal untuk melakukan IB adalah 12-18 Jam setelah
(Ihsan, 2013). Menurut Hariadi (2010), cr pada sapi secara normal adalah
60%.
7
c. Sevice Per Conception (S/C)
menghasilkan kebuntingan. Nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6 sampai 2,0
makin rendah nilai tersebut makin tinggi nilai kesuburan ternak betina
(Toelihere,1993).
dalam perkawinan, sebab tingkat fertilitas pada ternak tinggi yang memungkinkan
tingkat kebuntingan pada ternak dapat terjadi cepat. S/C dapat menggambarkan
merupakan faktor ekonomis yang sangat baik dalam perkawinan alam maupun IB.
yang baik adalah 1,5 sampai 1,7. Bila angka kebuntingan yang optimal tidak
tercapai maka diduga terdapat suatu kelainan. Kelainan tersebut dapat berasal dari
8
DO atau lama kosong adalah jarak waktu antara melahirkan sampai bunting
kosong adalah fertilitas jantan dan betina, S/C, ada tidaknya deteksi birahi dan
kelainan hormonal. Apabila terdapat jarak beranak yang panjang sebagian besar
merupakan jarak waktu antara saat setelah beranak sampai dengan saat bunting
kembali. Standart days open (DO) berkisar antara 70 - 90 hari. DO yang panjang
akan menyebabkan jarak beranak yang panjang. Hal ini dapat disebabkan karena
pedet lama tidak disapih sehingga muncul birahi pertama post partum menjadi
Hal ini disebabkan: (1). Anaknya tidak disapih sehingga munculnya birahi
pertama post partum menjadi lama. (2). Peternak mengawinkan induknya setelah
beranak dalam jangka waktu yang lama sehingga lama kosongnya menjadi
tinggi. (4). Umur pertama kali dikawinkan lambat. Oleh karena pertambahan berat
badannya yang lambat, maka rata-rata pertama kali dikawinkan berumur di atas
dua tahun, dan peternak denggan mengawinkan sapinya lebih awal walaupun
Sejumlah sapi harus dikawinkan antara 55- 85 hari setelah melahirkan. Sejumlah
sapi yang estrus dapat dideteksi dengan melakukan pengamatan selama dua kali
9
seminggu dan dengan menggunakan alat bantu deteksi (Hafez, dan Jainudeen,
2008).
Calving interval (CI) adalah jangka waktu antara satu kelahiran dan
kosong. Lama kosong menunjukkan selang waktu antara saat beranak sampai
dengan terjadi konsepsi kembali setelah beranak (Atabany dkk., 2010). CI adalah
karakter yang penting untuk menilai produktivitas sapi perah dan merupakan
kurang lebih 90% sapi harus menunjukkan estrus postpartum dalam 60 hari
melahirkan, pemakaian kerja yang terlalu sibuk untuk mengolah lahan dan
kurangnya perhatian petani terhadap ternak yang sedang birahi dan minta kawin
performa reproduksi, dan akan diikuti penurunan laju pertumbuhan populasi, dan
10
f. Calving Rate (CR)
jumlah anak yang lahir dari hasil IB baik pada IB I, II, III, IV dan dirumuskan
sebagai berikut:
distokia. Calving rate merupakan parameter final dan mutlak untuk mengukur
reproduksi, skills inseminator, alat dan bahan IB, serta kualitas straw. Menurut
11
- Pelaksanaan 4 Bulan 4 Bulan 3 Bulan
perah antara lain: birahi tenang (Silent Heat), Kawin berulang (Reapet Breeder,)
12
Birahi tenang atau birahi tidak teramati banyak dilaporkan pada sapi
potong. Sapi dengan birahi tenang mempunyai siklus reproduksi normal, namun
gejala birahinya tidak terlihat. Birahi tenang pada sapi karena beberapa
kebanyakan karena parasit interna (cacing), (Panduan Diklat ATR BBPP Batu,
2015)
Tidak birahi sama sekali atau anestrus adalah keadaan dimana memang
tidak terjadi siklus reproduksi, tidak ada ovulasi, sehingga tidak terjadi gejala
birahi sama sekali. Kasus anestrus pada sapi perah cukup banyak ditemui,
umumnya terjadi setelah beranak. Anestrus pada sapi perah akibat defisiensi
90% dan akibat adanya peradangan saluran reproduksi 10% (Jackson, 2007)
Kawin berulang terjadi pada indukan sapi yang mempunyai gejala birahi
yang jelas tetapi bila dikawinkan atau di inseminasi buatan tidak terjadi bunting,
d. Patologi uterus.
13
oleh mikroorganisme atau dapat pula bersifat non infeksi seperti faktor mekanis,
fisik, kimia, hormonal dan genetis. Contoh patologi uterus : endometritis (radang
pada endometruim), piometra (peradangan yang kronis dari mukosa uterus yang
reproduksi oleh bakteri, virus maupun jamur. Gangguan reproduksi pada ternak
prosentase sperma Post Thawing Motility (PTM) lebih dari 40%, persentase
sperma yang abnormal kurang dari 10%, dengan gerakan sperma progresif antara
diatas 60% sampai dengan 80% menghasilkan gerakan masa sampai timbul
melakukan inseminasi adalah pada saat sapi estrus dan menunjukan gejala atau
14
Menurut Feradis (2010) tanda sapi yang sedang birahi adalah vulva
meningkat. Menurut Melleng, (2010), siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu,
estrus, metestrus, diestrus dan proestrus dengan ciri dan karakter sebagai berikut:
Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase
ini ternak betina memperlihatkan gejala birahi atau standing heat. Pada fase
estrus folikel primer telah berkembang menjadi follicle de graft seiring dengan
mobilitas sperma. Lama estrus pada sapi adalah 12-24 jam. Puncak estrus disertai
dengan ovulasi, bila sperma telah masuk dalam uterus bermigasi ke oviduct maka
secara normal akan terjadi fertilisasi di oviduct dan sapi akan mengalami proses
kebuntingan selama Sembilan bulan sepuluh hari, namun jika tidak terjadi
fertilisasi, maka siklus biraha akan berjalan, menuju metestrus (Federis, 2010),
Metestrus terjadi setelah estrus selama 3-4 hari. Gejala yang dapat
terlihat dari luar tidak terlihat nyata, secara fisik indikator birahi masih muncul,
namun menolak untuk aktifitas kopulasi. Pada pertengahan atau akhir fase
keluarnya darah, karena adanya pembuluh darah yang pecah saat organ reproduksi
Diestrus. Pada fase ini ditandai tidak dengan adanya perubahan anatomi
organ reproduksi dan hewan relatif tenang, berlangsung selama 10-14 hari. Pada
fase ini jika terjadi kebuntingan maka akan terbentuk Corpus luteum, yang akan
15
menghasilkan progesteron, untuk menjaga agar tidak terjadi kontraksi uterus.
Namun jika tidak terjadi kebuntingan maka uterus akan menghasilkan PGF2α
perubahan alat kelamin dan tingkah laku. Tingkah laku betina menjadi sedikit
gelisah, namun ternak masih menolak pejantan. Pada fase ini di ovarium telah
terbentuk follicle sekunder yang akan berkembang menjadi follicle de graft, untuk
Produktifitas susu sapi perah dapat diketahui melalui data recording yang
terjadi dari individu ternak yang mencakup identitas sapi, produksi susu,
reproduksi, dan kesehatan ternak. Catatan produksi susu yang terjadi pada tingkat
peternak masih secara kolektif dalam satu kandang pada pemerahan pagi dan sore
A Day Mohth (WADAM), Milk Only Record (MOR). Dari beberapa pencatatan di
atas yang mudah dan efisien dilaksanakan adalah dengan metode Owner sample
(OS), karena peternak melakukan pencatan dan pengambilan susu sendiri oleh
16
bulan selanjutnya dilakukan pendugaan produksi atas dasar catatan tersebut
𝑌 = ∑ ℎi. 𝑃i
Keterangan:
Y = taksiran produksi
i = 1, 2, 3, ….n
standarisasi (weighing factor); dengan standart 305 hari laktasi 2 kali pemerahan,
umur induk dewasa (Mature Equivalent), sehingga diperoleh data atau gambaran
secara langsung produksi selama satu laktasi (disesuaikan pada 305 hari).
faktor lingkunganan, dan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan
(Anggraeni, 2000). Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom
sejak terjadinya meiosis pada saat fertilisasi, dilanjutkan dengan pembelahan sel
secara mitosis. Gen penyusun kromosom sangat banyak dan mempunyai susunan
menimbulkan variansi gen (Johson, 2007). Ciri ciri fenotipe sapi perah dapat
teramati dari sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif tidak dapat terukur,
namun dapat di bedakan secara jelas, sedangkan sifat kuantitatif adalah sifat yang
17
Produktifitas sapi perah ditingkatkan melalui perbaikan pakan,
pejantan unggul terseleksi. Menurut Karnaen dan Arifin, (2006), produksi susu
pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan,
kualitas pakan, dan performa genetis. Sapi jenis FH dari negara asalnya hidup di
daerah sub tropis yang mempunyai empat musim dan cenderung relatif dingin.
dilakukan pada ternak jantan dan betina. Ternak jantan mempunyai peluang yang
lebih besar dibandingkan dengan ternak betina. Ternak jantan tidak menghasilkan
susu, maka evaluasi potensi genetik melalui informasi produktivitas dan nilai
genetik dari kerabatnya baik ke atas, ke bawah maupun ke samping. Pada ternak
betina selain dapat diperoleh informasi langsung melalui produksi susu, nlai
Menurut Thalib dkk., (2012), penilaian genetik pada sapi perah dapat
analisa genetik, ranking semua ternak berdasarkan nilai genetiknya dan uji
18
performa. Perbaikan genetik pada produksi susu sapi perah akan meningkatkan
potensi dan kemampuan produksi susu secara bertahap yang bersifat permanen.
2𝑛ℎ2 ̅ ̿ ̿
𝑁𝑃 = − 𝑃)+ 𝑃
4 + (𝑛 − 1). ℎ2
(𝑃
Dimana:
NP : Nilai Pemulian
ragam fenotif, yang dapat dihitung melalui model analisis sidik ragam sebagai
berikut:
19
4 𝛿2
ℎ =
2
𝛿2 + 𝛿g2
𝑠 w
Keterangan:
menunjukkan bahwa jika seekor ternak menunjukkan keunggulan pada sifat yang
Hardjosubroto, 1994, nilai pewarisan sifat sapi perah tercantum pada tabel 2.2.
No Sifat h2 (%)
h2 berkisar 0 – 0,1, diklasifikasikan sedang jika nilai h2 antara 0,1 – 0,3 dan
20
21