Latar Belakang
Sapi dan kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang berpotensi besar
dikembangkan di Indonesa (Blakely dan Bade,1991; Fahimmudon, 1975). Tetapi
perkembangan ternak kerbau dan sapi di Indonesia relatif rendah dan tidak
diimbangi dengan tingkat pemotongan ternak sapi dankerbau yang cenderung
meningkat. Masalah lain pada kerbau adalah tingkat reprodukvitasnya rendah yang
ditandai dengan umur pubertas lebih lambat dan selang beranak yang lebih panjang
dibandingkan dengan sapi. Pubertas pada ternak kerbau dicapai pada umur 21 bulan
dengan selang beranak 18 bulan sedangkan pubertas pada sapi dapat dicapai pada
umur 15 bulang dengan selang beranak 15 bulan (Hafez 1993; Tambing et al. 2000)
Faktor yang menghambat perkembangan adalah sistem pemeliharaan masih
bersifat ekstensif, usaha sambilan, pertumbuhan lambat dan efisiensi reproduksi
rendah (Tambing et al. 2000). Efisiensi reproduksi yang rendah di Indonesia
disebabkan karena di Indonesia masih menerapkan perkawinan alami. Kekurangan
perkawianan alami dalat menyababkan tingginya inbreeding dan rendah tingkat
optimalisasi pengguanaan pejantan(Triwulanningsih 2005). Apabila kejadian
inbreeding pada ternak dibiarkan terus-menerus tanpa penganan khusus maka bibit
unggul yang ada akan terkuras
Optimasi program inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu alternatif
untuk memperbaiki mutu genetik dan meningkatkan populasi ternak. IB dapat
menjadi salah satu solusi untuk melakukan efisiensi reproduksi karena dalam
perkawinan alami pejantan unggul hanya dapat mengawini 1 sampai 5 ekor betina
per hari, namun melalui IB, pejantan dapat mengawini beratus-ratus betina
(Toelihere 1981).
Penerapan IB sejak tahun 1975 sampai sekarang masih belum memberikan
hasil yang maksimal Jumlah kelahiran dan realisasi IB masih rendah dengan S/C
masih diatas 1 dan CR dibawah 50%. Faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi
rendahnya kinerja IB adalah kualitas semen pejantan, kesuburan betina,
keterampilan inseminasi, pengetahuan zoonosis peternak deteksi berahi, post
thawing motility, handling semen, ketepatan waktu IB, keterampilan inseminator,
kualitas semen, deposisi semen dan ternak itu sendiri (Widjaja et al. 2017).
Perbaikan rendahnya kinerja IB dapat dilakukan dengan perbaikan teknik IB yang
benar dari ketepan wakti IB, metode IB dan deposisi semen yang tepat.
Tujuan Makalah
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui macam-macam teknis inseminasi pada sapi dan kerbau, dapat
mengetahui prosedur inseminasi yang baik dan benar serta dapat mengetahu faktor-
faktor yang mempengaruhi kegagalan insemnsi buatan
INSEMINASI BUATAN
Tujuan inseminasi buatan pada sapi dan kerbau yaitu memperbaiki mutu
genetik, peternak memperoleh bibit unggul dengan cara yang murah dan mudah
sehingga peternak tidak perlu memelihara ternak jantan sebagai pejantan,
mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul sapi dan kerbau secara lebih
luas dalam jangka waktu yang lebih lama, meningkatkan angka kelahiran sapi dan
kerbau dengan cepat dan teratur serta mencegah penularan atau penyebaran
penyakit kelamin (Brucleosis, vibriosis, leptospirosis, trichoniasis) (Feradis 2010).
Umur pertama kali kawin pada sapi perah sebaiknya usia 15-18 bulan,
tergantung berat badannya, sehingga diharapkan pada usia 24-27 bulan telah
beranak yang pertaman kalinya. Pada sapi potong, kawing pertama diharapkan pada
umur 18-22 bulan dan diharapkan pada umur 27-31 bulan sudah beranak yang
pertama kalinya. Pada perkawinan yang pertama kalinya sebaiknya dilakukan IB
dengan semen beku dari jenis sapi yang sama, jangan dilakukan kawin crossing
dengan pejantan yang relatif besar tubuhnya untuk menghindari kesulita beranak.
Untuk mendapatkan keuntunfan yang lebih baik sebaiknya perkawinan/IB
dilakukan dengan jenis sapi yang sama demi kelestarian sapi plasma nuflah (Ismaya
2014).
Syarat Penjantan IB
IB pada betina dapat dilakukan apabila betina sudah memasuki pubertas dan
dewasa kelamin (Judi 2012). Dewasa kelamin pada kebanyakan spesies mendahului
dewasa tubuh, sehingga perkawinan sebaiknya menunggu hewan mencapai dewasa
tubuh saat organ reproduksi sudah benar-benar siap menghasilan keturuanan (Judi
2012). Betina yang telah mencapai umur pubertas sudah mampu menghasilkan
steroid (estradiol pada betina dan testoeteron pada jantan) dalam level cukup
didalam gonad, hewan akan memperlihatkan perilaku atau tanda seksual sehingga
periode pubertas dapat diamati (Judi 2012).
Peralatan IB
Deteksi estrus yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan,
Selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi buatan itu sendiri
dilaksanakan.
Waktu perkawinan yang baik, yaitu pada saat induk diam mau dikawini atau
saat induk sedang menunjukkan gejala berahi yang jelas, misalnya vulva bengkak,
merah dan mengeluarkan cairan putih bening dari vulvanya. Perkawinan prinsipnya
dilakukan sebelum terjadi ovulasi. Biasanya ovulasi terjadi 10-12 jam setelah berahi
terakhir atau 30 jam sejak timbulnya berahi pada sapi. Oleh karena itu perkawinan
sebaiknya dilakukan pada pertengahan berahi sampai akhi berahi (Ismaya 2014)
Pada waktu pelaksanaan IB ternak harus dalam keadaan estrus, karena pada
waktu itu liang leher Rahim (serviks) pada posisi terbuka, kemungkinan terjadinya
konsepsi (kebuntingan) bila di inseminasi pada periode-periode tertentu dari estrus
dengan perkiraan tersaji pada tabel 3 (Ihsan 2010). Waktu yang secepat-cepatnya
untuk menginseminasi sapi tidaklah mungkin dilaksananakan bila orang tidak
cermat mengawasi penampakan berahi sapi itu. Bagi para peternak perlu sekali
menguasai tanda-tanda berahi. Berdasarkan pengetahuan ini dan pengawasan teliti
terhadap penampakan tanda-tanda berahi sapi, maka kegagalan inseminasi menjadi
lebih kecil. Yang tepenting pada tabel ini dilaporka mengenai kenikan 6% atau lebih
sapi-sapi tidak kembali berahi apabila diawasi 2 kali sehari dibandingkan dengan
sapi-sapi yang tidak dikeluarkan sama sekali (Salisburi 1985).
Waktu ovulasi terjadi setalh 32 jam sejak terjadinya atau timbulnya berahii
dan 10-12 jam setelah ovulasi (Ismaya 2014). Berdasarkan faktor-faktor tersebut
diatas, penentuan waktu terbaik untuk inseminasi pada kerbau adalah mulai 12-16
jam sesudah munculnya gejala estrus sampai 8-9 jam sebelum akhir estrus dengan
angka konsepsi 57-83% bila diinseminasi 12-16 jam setelah munculnya gejala
estrus pada kerbau lumpur. Metode inseminasi buatan adalah sama denan pada sapi
yaitu peletakan semen pada posisi 4 (Tambing et al. 2000).
Menurut Hafez (1993) bahwa ovulasi pada ternak kerbau terjadi 15-18 jam
sesudah akhir estrus atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala estrus. Sebelum
dapat membuahi sel telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa
membutuhkan waktu kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzim-enzim zona
pelucida dan masuk menyatu dengan ovum menjadi embrio. Waktu kapasitasi ada
kerbau diperkirakan sama dengan waktu kasitasi pada sapi, yaitu 5-6 jam (Tambing
et al. 2000).
Tabel 3 Nilai CR dan S/C pada sapi peranakan Ongole pada deposisi semen
yang berbeda
Perlakuan S/Cd CRa NRb
Serviks 2,19 12,5 64
Serviks cincin ke-3 80,56c
Serviks cincin ke-4 91,1c
Corpus uteri 1,94 37,5 64,5
Cornua uteri 1,35 87,5 64,6
Sumber: (a) Widjaja et al. (2017); (b) Salisburi (1985); (c) Dana et al. 2017;
Persiapan betina
2. Angkat canister setinggi leher sampat goblet terlihat, segera ambil straw dan
pengambilan straw harus dilakukan dengan cepat kira-kira 5 detik
3. Goyangkan straw beberapa saat 3 atau 4 kali untuk mengurangi pengaruh
N2 cair
4. Cepat kembalikan canister
5. Hindari kontak udara yang terlalu lama karena dapat menurunkan suhu yang
berakibat terhadap motilitas atau kualitas sperma.
6. Sebelumnya : sediakan air untuk thawing dalam wadah (suhu 37oC atau
yang lain)
1. Tarik pistolet sekitar 15 cm dan tahan dengan jari manis tangan kiri
Prosedure Thawing
1. Straw yang sudah terambil segera direndam ke dalam beaker glass yang berisi
air hangat dengan suhu 37-380C selama 15-30 detik dengan posisi sumbat
abrik dibagian bawah
2. Straw diangkat dengan menggunakan pinset dan dikeringkan dengan tisu
3. Straw dimasukkan kedalam inseminasi gun dalam posisi vertical (Ismaya
2014).
4. Straw dipotong dengan menggunakan gunting pada sumbat atau penutup
laboratorium bagain atas dan sisisakan baian straw diluar pistolet sepanjang
kira-kira 1-1.5 cm (Susilawati 2013)
5. Pemasukan straw kedalam insemination gun dengan posisi ujung penyumbat
dari pabrik berada dibawah
6. Pasanglah plastic sheat menyelubungi straw, kemudian eratkanlah cincin
kuncinya (fiksir).
7. Usahakan agar plastic sheat menyelubungi dengan sempurna ujung straw
pada bagian bekas pengguntingan, karena bila tidak maka semen akan
tertumpah di dalam plastic sheat pada waktu penyemprotan semen dilakukan.
8. Secara halus dan perlahan tekanlah piston ke dalam pistolet sampai dirasakan
gerakan sumbat pabrik mendesak semen atau terlihat cairan semen di bagian
ujung straw dan kunci plastic sheat dukunci
Teknik Inseminasi Buatan pada sapi dan kerbau dengan vaginoskop menurut
Winter (1954) dapat dilakukan dengan cara :
1. vaginoskop yang terbuat dari plastik atau dimasukkan secara pelan-pelan
ke dalam vagina melalui vulva.
2. Memasukkan pelan-pelan hingga masuk kedalam vagina kurang lebih
sedalam 30-40 cm.
3. Spekulum diarahkan ke serviks, sehingga lubang cervix dapat dilihat
dengan lampu senter (head lamp atau fountani-pen-type flashlight), yang
biasanya melekat pada kepala inseminator sehingga dapat melihat lubang
serviks dengan warna serviks ternak yang sedang berahi tampak merah
sekali seperti mawar merah dan tampak lubang serviksnya membuka
4. Kemudian pipet (diamenter 7-8 mm) dimasukkan kedalam spekulum atau
pipa gelas dipakai untuk memasukkan semen sejauh mungkin di dalam
serviks dengan hati-hati.
5. Semen dideposisiskan pada 1-1.5 cm keluar dari serviks menggunakan
pipet inseminasi (kalau lubang serviks tidak terbuka disaluran serviks atau
dimulut serviks).
Deposisi Semen
Penempatan air mani di dalam vagina, sesuai dengan kawin secara alamiah,
merupakan teknik inseminasi buatan yang pertama dijalankan. Cara ini sangat
sederhana dan mudah sekali dilaksanakan dengan menggunakan alat suntikan atau
penyemprot yang dihubungkan dengan alat bantu inseminasi dalam bentuk
spekulum atau pipa (pipa gelas sederhana dengan diameter 3,84 cm dan panjang
30-36 cm seta dibagian ujung tidak tajam) . pipa gelas inseminasi bisa diolesi
dengan pelumas dengan menggunakan mineral oli, vaseline atau glicerine-gun
tragancanth jelly. Pipa gelas inseminasi dilengkapi dengan menggunakan head
lamp atau fountani-pen-type flashlight untuk mencari letak serviks dan membuka
spekulum sesudah bertempat sebelum lubang serviks (Winter 1954). Lampu
dipasang di dalam lumen spekulum atau pada kening inseminator, dimana lampu
tersebut dinyalakan dengan baterai. Metode ini banyak dilakukan tanpa banyak
latihan. Caranya adalah spekulum atau vaginaskop, mulut serviks dicari. Jika telah
ketemu, semen disemprotkan dalam canalis cervicalis dengan cateter yang telah
diisi semen, dalam pekerjaan rutin diperlukan ketelitian sterilitasnya yaitu dengan
membersihkan lendir dan kotoran yang menempel pada alat-alat yang digunakan.
Alat-alat tersebut harus dicuci dengan sabun, kemudian dengan alkohol 95%.
Permukaan dalam umumnya sulit dibersihkan, sehingga perlu dipanasi diatas api
supaya steril. Metode ini dipakai pada peternakan dengan jumlah ternak sedikit,
sedangkan jumlah banyak sulit dilakukan (Ihsan 2010).
Alat yang digunakan adalah spekulum dan cateter. Sepekulum adalah tabung
bulat panjang dari karet keras atau lubang atau palstik. Kedua ujungnya terbuka.
Vaginoskop adalah alat untuk membuka vagina. Kateter merupakan pipet panjang
kurang lebih 35-50 cm dengan diameter 6-8 mm dari bahan stain less steel atau
plastik dan bagian ujung kateter dibuat tumbul (Ihsan 2010). Pipet inseminasi
biasanya tidak digunakan lagi atau dicuci dan di sterilisasi sebelum menggunakan
pipet lagi. Bagian belakang kateter bisa dipasang bulb yang bear atau syringe
berukuran 2 ml yang dipasang pada bagian belakang untuk menari semen kedalam
pipet dan mendorong semen semen kedalam cervix. Saat penarikan semen kedalam
pipet inseminasi diusahagan jangan kecampur dengan angin (Winter 1954).
Satu hal yang penting sekali diperhatikan untuk melaksanakan inseminasi
buatan di dalam vagina dengan menggunakan pipa atau spekulum dari gelas,
plastik, atau logam dengan diameter kecil ialah pada waktu memasukkannya ujung
pipa itu supaya ditekankan kearah dorsal maksudnya supaya pipa tadi tidak masuk
kedalam diverticulum sub-urethralis (kantung buntu di lantai vagina) atau urethra
(Salisburi 1985). Deposisi sperma dengan cara ini disemprotkan di bagian akhir
vagina atau didepan pangkal serviks (Ismaya 2014). Peningkatan inseminasi buatan
intra vagina dapat dilakukan dengan menambahkan kapsul gelatin dan ditempatkan
dibagian terdepan vagina (Salisburi 1985). Yang perlu diperhatikan bahwa setiap
melakukan inseminasi ke betina sebaiknya dmenggunakan alat inseminasi secara
terpisah, bersih dan sterial . setelah penggunaan pippet inseminasi , pipet dan barang
pecah ditempatkan di kontiner khusus. Bagian yang akan digunakan di laboratorium
dicuci dan disterilisasi sebelum digunakan (Winter 1954).
Kekurangan dalam melakukan inseminasi intra vagina adalah tingkat
keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan inseminasi intra cervical,
memerlukan semen dengan jumlah 4 ml (indiluted), kurang efisien, penggunaan
spekulum sulit dilakukan kerena vagina relatif kecil jika dibandingkan besar
spekulum sehingga perlu modifikasi spekulum yang disesuaikan dengan ternak
lokal (Ismaya 2014), tidak menguntungkan dan menurunkan angka konsepsi karena
semen yang lebih encer terpakai memiliki konsentrasi spermatozoa yang lebih
rendah dari pada semen yang kental serta banyak spermatozoa yang mati sebelum
masuk ke dalam uterus (Salisburi 1985)
Ketrampilan Inseminator
Keadaan berahi dan deposisi semen pada saluran reproduksi ternak betina
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan, selain itu ketrampilan
inseminator dalam melakukan deposisi semen juga sangat menentukan (Kurniawan
2014).