Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi dan kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang berpotensi besar
dikembangkan di Indonesa (Blakely dan Bade,1991; Fahimmudon, 1975). Tetapi
perkembangan ternak kerbau dan sapi di Indonesia relatif rendah dan tidak
diimbangi dengan tingkat pemotongan ternak sapi dankerbau yang cenderung
meningkat. Masalah lain pada kerbau adalah tingkat reprodukvitasnya rendah yang
ditandai dengan umur pubertas lebih lambat dan selang beranak yang lebih panjang
dibandingkan dengan sapi. Pubertas pada ternak kerbau dicapai pada umur 21 bulan
dengan selang beranak 18 bulan sedangkan pubertas pada sapi dapat dicapai pada
umur 15 bulang dengan selang beranak 15 bulan (Hafez 1993; Tambing et al. 2000)
Faktor yang menghambat perkembangan adalah sistem pemeliharaan masih
bersifat ekstensif, usaha sambilan, pertumbuhan lambat dan efisiensi reproduksi
rendah (Tambing et al. 2000). Efisiensi reproduksi yang rendah di Indonesia
disebabkan karena di Indonesia masih menerapkan perkawinan alami. Kekurangan
perkawianan alami dalat menyababkan tingginya inbreeding dan rendah tingkat
optimalisasi pengguanaan pejantan(Triwulanningsih 2005). Apabila kejadian
inbreeding pada ternak dibiarkan terus-menerus tanpa penganan khusus maka bibit
unggul yang ada akan terkuras
Optimasi program inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu alternatif
untuk memperbaiki mutu genetik dan meningkatkan populasi ternak. IB dapat
menjadi salah satu solusi untuk melakukan efisiensi reproduksi karena dalam
perkawinan alami pejantan unggul hanya dapat mengawini 1 sampai 5 ekor betina
per hari, namun melalui IB, pejantan dapat mengawini beratus-ratus betina
(Toelihere 1981).
Penerapan IB sejak tahun 1975 sampai sekarang masih belum memberikan
hasil yang maksimal Jumlah kelahiran dan realisasi IB masih rendah dengan S/C
masih diatas 1 dan CR dibawah 50%. Faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi
rendahnya kinerja IB adalah kualitas semen pejantan, kesuburan betina,
keterampilan inseminasi, pengetahuan zoonosis peternak deteksi berahi, post
thawing motility, handling semen, ketepatan waktu IB, keterampilan inseminator,
kualitas semen, deposisi semen dan ternak itu sendiri (Widjaja et al. 2017).
Perbaikan rendahnya kinerja IB dapat dilakukan dengan perbaikan teknik IB yang
benar dari ketepan wakti IB, metode IB dan deposisi semen yang tepat.

Tujuan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan mengkaji


macam-macam teknik inseminasi buatan pada sapi dan kerbau, mendiskripsikan
prosedur inseminasi buatan pada sapi dan kerbau serta menjelaskan faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan Inseminasi buatan
Manfaat Makalah

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui macam-macam teknis inseminasi pada sapi dan kerbau, dapat
mengetahui prosedur inseminasi yang baik dan benar serta dapat mengetahu faktor-
faktor yang mempengaruhi kegagalan insemnsi buatan
INSEMINASI BUATAN

Inseminasi buatan merupakan program yang telah dikenal oleh peternak


sebagai teknologi reproduksi ternak yang efektif (Susilawati, 2011). Pada masa kini
manusia telah mengembangkan inseminasi buatan dan menggunakan secara meluas
di seluruh dunia. Apabila dahulu-nya perbandingan jantan-betina hampir sama dan
interval antara ejakulasi dan inseminasi cukup singkat dan tidak perlu terjadi kontak
langsung antara kedua jenis kelamin. Bahkan dengan semen beku, pejantan dan
betina mungkin tidak hidup tempat dan waktu yang bersamaan (Toelihere 1981b).
Inseminasi sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan
terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik terknak dan meningkatkan
populasi sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik dimasa
yang akan datang (Kartasudjaja, 2001; Widjaja et al. 2017).
Perkawinan merupakan salah satu upaya ternak untuk melakukan
perkembangbiakan. Perkawainan dapat dilakukan dengan cara alamiah dan buatan.
Perkawinan alami mempunyai banyak kekurangan yang salah satunya adalah perlu
adanya pemeliharaan pejantan dimana pemeliharaan pejantan memerlukan biaya
yang mahal. Perkawinan buatan dapat menjadi salah satu solusi efisiensi
reproduksi. Perbedaan IB dan kawin alam menurut Feradis (2010) adalah sebagai
berikut :
1. Inseminasi buatan adalah cara yang efisien untuk melaksanakan perkawinan
pada ternak. Perbanyakan semen memungkinkan beberapa ekor sapi betina
dapat di IB dengan semen satu ejakulat dengan mengiliminir masalah
fertilitas.
2. Kawin alam memproduksi semen dengan kualitas yang rendah hanya dapat
diketahui setelah jangka waktu lama dan menyebabkan penyakit menular dari
satu ternak ke ternak lain.
3. Penggunaan IB tidak mengkawinkan pejantan dengan sapi betina secara
langsung, oleh karenya penyakit kelamin tidak dapat berjangkit.
4. Hasil kurang baik dalam pelaksaan IB berasal dari kelompok ternak yang
deteksi birahinya ditemui banyak masalh. Pusat IB menyatakan bahwa
kemampuan petugas peternakan untuk mendeteksi birahi atau waktu IB akan
mempengaruhi hasil perkawinan.
5. Keberhasilan IB antara lain tergantung kepada inseminator, yang mempunyai
kemampuan khusus (spesialis) selai. kemampuan menentukan ruang lingkup
permasalahan dan mengetahui bagaimana keadaan yang idea. Peternak,
ternak dan semen yang digunakan juga sebagai faktor keberhasilan IB.

IB dapat difasilitasi dengan menggunakan sinkronisasi estrus dan dapat


dilakukan pengaturan jenis kelamin dengan penfaatan pemisahan spermatozoa X
dan Y (Ax et al 2008; Susilawati, 2000; Susilawati 2013).

Tujuan Inseminasi Buatan

Tujuan inseminasi buatan pada sapi dan kerbau yaitu memperbaiki mutu
genetik, peternak memperoleh bibit unggul dengan cara yang murah dan mudah
sehingga peternak tidak perlu memelihara ternak jantan sebagai pejantan,
mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul sapi dan kerbau secara lebih
luas dalam jangka waktu yang lebih lama, meningkatkan angka kelahiran sapi dan
kerbau dengan cepat dan teratur serta mencegah penularan atau penyebaran
penyakit kelamin (Brucleosis, vibriosis, leptospirosis, trichoniasis) (Feradis 2010).

Manfaat Inseminasi Buatan

Manfaat yang diperoleh dari penggunaan inseminasi buatan adalah untuk


perbaikan mutu genetik, pencegahan penyakit menular, recording lebih akurat,
biaya lebih murah karena menghindari bahaya dan menghemat tenaga pemeliharaan
pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan (biaya
yang digunakan untuk membeli pejantan bias digunakan lagi untuk membeli
betina), mencegah kecelakaan yang disebabkan oleh pejantan. IB dapat mencegah
atau menurunkan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh perkawinan alam
karena kontak fisik (perkawinan) dapat menyebabkan penyebaran pathogen lainnya
yang disebarkan oleh adanya kontak meliputi berbagai mikroorganisme protozoa,
virus dan bakteri yang bersifat parasit (Susilawati, 2013). Petugas IB (Inseminator)
hanya boleh menginseminasi alau betina sedang estrus saja. Kalau betina tidak
sedang estrus, petugas IB sebaiknya memberitahukan ke peternak dan meminta
untuk memperhatikan gejala estrus dengan lebih abik lagi (Ihsan 2010). IB hanya
memerlukan satu pejantan yang akan digunakan untuk mengawini beberapa betina.
Mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik. Memperpendek calving interval,
karena semen yang digunakan dengan fertilitas tinggi dan terjadi penurunan betina
kawin berulang (repeat breeders), mencegah terjadinya kawin sedarah atau
inbreeding pada hewan betina, sperma dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama, IB memungkinkan perkawinan yang sangat berbeda ukuran tapi tanpa
menimbulakan cedera atau kerugian pada pejantan maupun betina, IB dapat
memperpanjang waktu pemakaian pejantan-pejantan karena fisiknya tidak sanggup
berkopulasi secara normal, IB secara eksperimental dapat dipakai untuk
menghasilkan hybrid atau perilangan antara jenis, jenis hewan yang tidak kawin
dengan normal, IB dapat menstimulasi interese yang lebih tinggi dalam beranak dan
praktek manajemen lebih baik, IB memungkinkan perkawinan antara ternak yang
terpisan oleh waktu dan tepat, Ib dapat berguna untuk dimanfaatkan pada betina
yang berapa dalam keadaan estrus dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk
dinaiki pejantan (Feradis 2010).

Prinsip Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Prinsip dari pelaksanaan inseminasi buatan (IB) yaitu pencurahan semen ke


dalam saluran reproduksi hewan betina pada saat estrus dengan tujuan agar sel telur
yang diovulasikan hewan betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina
menjadi bunting dan melahirkan anak (Widjaja et al. 2017)
Kekurangan Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan memiliki beberapa kekurangan berdasarkan yang


dikemukakan oleh Feradis (2010) yaitu
1. Memerlukan pelaksanaan yang terlatih baik dan terampil untuk mengawasi
atau melaksanakan penampungan, penilaiaan, pengenceran, pembekuan semen
dan inseminasi pada hewan betina untuk mencegah penyebaran penyakit
kelamin menular seperti brucellosis, vibriosis, trichomoniasis serta
menimbulakan kerugian banyak kelompok ternak. Perlu dibuat pencatatan
yang lengkap. Inseminator yang ceroboh dapat merupakan faktor penyebab
penularan penyakit kelamin menular dari satu peternakan ke peternakan lain.
2. Apabila prosedur inseminasi buatan tidak dilakukan dengan wajar, maka akan
mengakibatkan efisiensi reproduksi yang rendah. Hal ini bisa terjadi pula pada
kelompok atau peternak yang tidak memperhatikan birahi, dan inseminator
tidak menginseminasi tepat waktu sehingga tidak akan mengalami
kebuntingan.
3. Kemungkinan besar IB merupakan alat penyebar abnormalitas genetik seperti
pada sapi, ovaria yang cystic, konformasi tubuh yang buruk, terutama pada
kaki- kakinya dan kekurangan libido.
4. Peternak tidak dapat memilih pejantan yang dikehendaki apabila persediaan
pejantan unggul terbatas. Penggunaan seekor pejantan terus- menerus
memungkinkan terjadinya perkawinan sedrah (inbreeding) yang merugikan.
5. Kesulitan terjadi pada proses kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan breed/turunan besar dan diiseminasikan
melalui sapi betina keturunan/breed kecil.
6. Menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik.
7. IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau
abnormalitas saluran kelamin betina, meskipun jarang terjadi.
8. Inseminasi intrauterine pada sapi yang bunting dapat menyebabkan abortus.
9. IB tidak dapat digunakan dengan baik pada semua jenis hewan. Pada beberapa
spesies masih harus dilakukan banyak penelitian sebelum IB dapat dipakai
secara praktis
10. Membutuhkan keterampilan yang tinggi (dari Balai Inseminasi Buatan,
penyimpanan selama transport, Inseminator juga peternaknya), bisa
menghilangkan sifat bangsa lokal dalam waktu yang cepat (Susilawati 2013).

Karakteristik Reproduksi Sapi dan Kerbau Betina

Reproduksi ternak betina pada kerbau mempunyai karakteristiknya yang


berbeda- beda. Misalnya masalah umur pubertas, dewasa tubuh (sexual maturity),
gejala-gejala berahi, waktu ovulasi, lama bunting, postpartum estrus, postpartum
breeding, service per conception bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini (Ismaya,
2014).
Tabel 1. Karekteristik Reproduksi Sapi dan Kerbau betina
Karakteristik Sapia Kerbaua
musim kawin poliestrus poliestrus
Umur Pubertas (bulan) 15 (10-24) 21 (15-36)
Siklus estrus (hari) 21 (14-29) 21 (18-22)
Panjang Estrus
Lama estrus (jam) 18 (12-30) 21 (17-24)
Ovulasi
Tipe Spontan Spontan
Waktu dari onset (jam) 30 (18-48) 32 (18-45)
Jumlah sel telur 1 1
Umur Corpus luteum (hari) 16 16
Telur dapat dibuahi (jam) (20-24) --
Pertama melahirkan (bulan) 280 (278-293) 315 (305-330)
Lama Kebuntingan
Jumlah anak per kelahiran 30 (24-36) 1
Interval postpartum ke 1
Invikusi uterus (hari) 45 (32 35 (16-60)
Ovulasi pertama (hari) 30 (10-110) 75 (35-180)
Interval beranak (bulan) 13 (12-14) 18 (15-21
Sumber: a) Janudeen dan Hafez (2000a)

Umur Pertama Kali Kawin (Age of first breeding)

Umur Pertama Kali Kawin Sapi

Umur pertama kali kawin pada sapi perah sebaiknya usia 15-18 bulan,
tergantung berat badannya, sehingga diharapkan pada usia 24-27 bulan telah
beranak yang pertaman kalinya. Pada sapi potong, kawing pertama diharapkan pada
umur 18-22 bulan dan diharapkan pada umur 27-31 bulan sudah beranak yang
pertama kalinya. Pada perkawinan yang pertama kalinya sebaiknya dilakukan IB
dengan semen beku dari jenis sapi yang sama, jangan dilakukan kawin crossing
dengan pejantan yang relatif besar tubuhnya untuk menghindari kesulita beranak.
Untuk mendapatkan keuntunfan yang lebih baik sebaiknya perkawinan/IB
dilakukan dengan jenis sapi yang sama demi kelestarian sapi plasma nuflah (Ismaya
2014).

Umur Pertama Kali Kawin Kerbau

Kerbau-kerbau di Amerika Serikat ertama kali beranak pada umur 24-36


bulan (Ligda 1997;Ismaya 2014). Kerbau di Brazil dewasa pada umur 2 tahun dan
beranak pertama pada umur 3 tahun, perkawinan dilakukan dengan inseminasi
buatan dan menghasilkan service per conception 1,5 sampai 1,8 dan dengan calving
rate 80%. Berahi pertama sesudah beranak (firsh oestrus after calving atau
postpartum oestrus) pada kerbau-kerbau bervariasi antara 90-300 hari dengan rata-
rata 179,32 hari, yang berahi hingga 120 hari, sejak beranak ada 36,36%, 47,73%
dalam waktu 121 hinggan 240 hari dan 15,91% antara 241-300 hari (Alam dan
Ghosh 1993; Ismaya 2014)
SYARAT INSEMINASI BUATAN

Syarat Penjantan IB

Pejantan IB adalah pejantan unggul yang memenuhi syarat teknis baik


reproduktif maupun kesehatan untuk dapat ditampung semennya dan diproses
menjadi semen beku. Pejantan tersebut dapat berasal dari impor maupun lokal
(Kusumawati dan Leondro 2014). Syarat teknis pejantan adalah Pejantan IB adalah
pejantan yang mempunyai pedigree dan sudah terseleksi, sapi bibit pejantan
tersebut harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik (cacat mata, tanduk patah,
pincang, lumpuh, kaki abnormal dengan bentuk kaki O atau X dan kuku abnormal
serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya), sapi bibit
pejantan tersebut tidak memiliki cacat pada alat kelamin (testis asimetris dan lain-
lain), mempunyai sifat genetic transmitted ability (kemampuan menurunkan sifat
genetik) yang tinggi, serta Produktivitas dan kualitas semen baik (Kusumawati dan
Leondro 2014).
Syarat reproduksi dari pejantan IB adalah libido tinggi, serving ability
(kesanggupan melayani/mengawini) baik, serving capability (kemampuan
melayani/mengawini) baik, warna semen putih susu kekuning-kuningan, lingkar
skrotum sesuai standar berdasarkan breed pejantan, persentase motility dari semen
yang dihasilkan lebih dari 60% dan persentase spermatozoa yang bergerak progresif
lebih dari 2+ atau (++) (Kusumawati dan Leondro 2014). Syarat kesehatan dari
pejantan IB adalah Pejantan IB harus bebas dari parasit (endo parasit dan ecto
parasit), penyakit hewan menular Septichemia Epizootica (SE), Surra, Anthrax,
Malignant Catarhal Fever (MCV), Babesiosis, Biuetongue, Aujeszky's disease, Q-
fever, Botulism, Black leg, Clostridial infectius serta telah dilakukan pengujian
secara laboratoris terhadap penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui
semen, seperti : Infectius Bovine Rhinotrhachetis (IBR), Enzootic Bovine Leucosis
(EBL), Leptospirosis, Brucellosis, Tubercullosis, Trichomoniasis, Vibriosis,
Paratuberculosis dan jembrana untuk sapi Bali (Kusumawati dan Leondro 2014).

Anatomi Alat Kelamin

IB pada betina dapat dilakukan apabila betina sudah memasuki pubertas dan
dewasa kelamin (Judi 2012). Dewasa kelamin pada kebanyakan spesies mendahului
dewasa tubuh, sehingga perkawinan sebaiknya menunggu hewan mencapai dewasa
tubuh saat organ reproduksi sudah benar-benar siap menghasilan keturuanan (Judi
2012). Betina yang telah mencapai umur pubertas sudah mampu menghasilkan
steroid (estradiol pada betina dan testoeteron pada jantan) dalam level cukup
didalam gonad, hewan akan memperlihatkan perilaku atau tanda seksual sehingga
periode pubertas dapat diamati (Judi 2012).

Peralatan IB

Peralatan yang digunakan adalah IB gun, gunting, pinset, tissue, thermometer,


wadah untuk thawing (Gelas), sarung tangan plastik Inseminasi buatan, semen beku
dalam thermos nitrogen (N2) Cair, sabun, handuk kecil, pakaian kandang, KY jelly,
antiseptic dan air panas.
PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN

Pemeriksaan Awal Estrus

Pemerikasaan Estrus pada Sapi

Deteksi estrus yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan,
Selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi buatan itu sendiri
dilaksanakan.

Tabel 2 Kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi


Pertama kali terlihat tanda- Harus diinseminasi pada Terlambat
tanda estrus
Pagi Hari yang sama Hari berikutnya
Sore Hari berikutnya (pagi dan Sesudah jam
paling lambat pada siang hari) 15:00 besoknya
Sumber : Toelihere (1981)

Keterlambatan pelayanan Inseminasi buatan akan berakibat pada kerugian


waktu yang cukup lama. Jarak antara satu estrus ke estrus selanjutnya adalah kira-
kira 21 hari sehinga bila satu estrus terlewati maka kita masih harus menunggu 21
haari lagi untuk melaksanakan IB selanjutnya (Ihsan, 2010). Sebelum
melaksanakan IB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mengenai kesehatan
ternak secara umum dan kondisi alat kelamin betina. Harus diyakinkan bahwa sapi
yang akan diinseminasi tidak dalam keadaan bunting, karena sapi bunting juga
sering menunjukkan gejala-gejala estrus (meskipun palsu). Sapi yang menderita
gejala nymphomania (minta kawin terus-menerus) juga harus menjadi perhatian.
Pemeriksaan dilaksanakan secara umum saja yaitu dengan melihat (inspeksi)
dan menyentuh (palpasi) (Ihsan 2010)

Tabel Efisiensi perkawinan sapi sehubungan dengan waktu berahi yang


diamati dari waktu inseminasi

Awal estrus Waktu inseminasi


Pagi hari Sore hari Hari
berikutnya
Pagi hari Jumlah inseminasi 2801 9208 427
% tak kembali estrus 63,5 65,9 65,2
Hari yang Pagi hari Sore hari
sama berikutnya berikutnya
Sore hari Jumlah inseminasi 71 5020 2093
% tak kembali estrus 71,8 66,5 63,5
Sumber: Salisburi (1985)

Menentukan tempat inseminasi perlu dipertimbangan kemungkinan-


kemungkinan sapi betina itu sedang bunting. Menurut catatan diketahui bahwa
3,5% atau lenih dari sapi-sapi yang sedang bunting dapat menunjukkan tanda-tanda
berahi. Ini berarti bahwa sapi-sapi yang sedang bunting dapat diinseminasikan
kembali. Penelitian yang menggukanan sapi-sapi bunting untuk mengetahui
pengaruh inseminasi di empat tempat bagian alat kelamin yang berbeda-beda
membuktikan bahwa inseminasi intra uterin mengalami abortus dan kematian
embrio sedangkan sapi bunting yang diinseminasikan di dalam serviks tidak
mengalami gangguan apapun (Salisburi (1985).

Waktu Optimum Inseminasi Buatan

Waktu Optimum IB pada Sapi

Waktu perkawinan yang baik, yaitu pada saat induk diam mau dikawini atau
saat induk sedang menunjukkan gejala berahi yang jelas, misalnya vulva bengkak,
merah dan mengeluarkan cairan putih bening dari vulvanya. Perkawinan prinsipnya
dilakukan sebelum terjadi ovulasi. Biasanya ovulasi terjadi 10-12 jam setelah berahi
terakhir atau 30 jam sejak timbulnya berahi pada sapi. Oleh karena itu perkawinan
sebaiknya dilakukan pada pertengahan berahi sampai akhi berahi (Ismaya 2014)
Pada waktu pelaksanaan IB ternak harus dalam keadaan estrus, karena pada
waktu itu liang leher Rahim (serviks) pada posisi terbuka, kemungkinan terjadinya
konsepsi (kebuntingan) bila di inseminasi pada periode-periode tertentu dari estrus
dengan perkiraan tersaji pada tabel 3 (Ihsan 2010). Waktu yang secepat-cepatnya
untuk menginseminasi sapi tidaklah mungkin dilaksananakan bila orang tidak
cermat mengawasi penampakan berahi sapi itu. Bagi para peternak perlu sekali
menguasai tanda-tanda berahi. Berdasarkan pengetahuan ini dan pengawasan teliti
terhadap penampakan tanda-tanda berahi sapi, maka kegagalan inseminasi menjadi
lebih kecil. Yang tepenting pada tabel ini dilaporka mengenai kenikan 6% atau lebih
sapi-sapi tidak kembali berahi apabila diawasi 2 kali sehari dibandingkan dengan
sapi-sapi yang tidak dikeluarkan sama sekali (Salisburi 1985).

Tabel 3 Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila di IB pada


periode tertentu
Periode Estrus Angka konsepsi (%)
Permulaan estrus 44
Pertengahan estrus 83
Akhir estrus 75
6 jam sesudah estrus 62,5
12 jam sesudah estrus 32,5
18 jam sesudah estrus 28
24 jam sesudah estrus 12
Sumber (Ihsan 2010)

Waktu Optimum IB pada Kerbau

Waktu ovulasi terjadi setalh 32 jam sejak terjadinya atau timbulnya berahii
dan 10-12 jam setelah ovulasi (Ismaya 2014). Berdasarkan faktor-faktor tersebut
diatas, penentuan waktu terbaik untuk inseminasi pada kerbau adalah mulai 12-16
jam sesudah munculnya gejala estrus sampai 8-9 jam sebelum akhir estrus dengan
angka konsepsi 57-83% bila diinseminasi 12-16 jam setelah munculnya gejala
estrus pada kerbau lumpur. Metode inseminasi buatan adalah sama denan pada sapi
yaitu peletakan semen pada posisi 4 (Tambing et al. 2000).
Menurut Hafez (1993) bahwa ovulasi pada ternak kerbau terjadi 15-18 jam
sesudah akhir estrus atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala estrus. Sebelum
dapat membuahi sel telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa
membutuhkan waktu kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzim-enzim zona
pelucida dan masuk menyatu dengan ovum menjadi embrio. Waktu kapasitasi ada
kerbau diperkirakan sama dengan waktu kasitasi pada sapi, yaitu 5-6 jam (Tambing
et al. 2000).

Jumlah Air Mani untuk Inseminasi

Pada waktu mula-mula inseminasi buatan dilaksanakan di Amerika serikat


orang mengira bahwa penyemprotan air mani perlu di bagian dalam alat kelamin
supaya enersi yang dimiliki oleh spermatozoa masih tersisa banyak dan dapat
dipakai untuk sampai ke tempat fertilitas pada waktu yang tepat (Salisburi 1985).
Jumlah air yang diperlakukan tergantung pada alat inseminasi yang dipakai,
kemudahan dan kesederhanaan cara pelaksanaan inseminasi dengan menggunakan
jumlah air mani yang banyak maupun sedikit. Untuk memastikan bahwa jumlah air
mani yang sedikit itu dapat diinseminasikan di tempat yang diinginkan dan
memenuhi persyaratan, janganlah mempergunakan air mani yang diencerkan
kurang dari 1 cc, karena kesulitan akan timbul (yaitu bahwa sejumlah air mani dapat
melekat pada alat-alat inseminasi. 2 cc air mani encer untuk inseminasi akan
berhasil lebih baik daripada penggunaan jumlah air mani encer yang lebih seedikit.
Tidak ada perbedaan fertilitas yang nyata bila diinseminasi dengan jumlah air mani
encer yang berkisar antara 0,25 cc sapi sampai 2,0 cc, asal berisi jumlah
spermatozoa yang cukup (Salisburi 1985).

Tabel 2. Jumlah dan konsentrasi semen di berbagai posisi deposisi inseminasi

Volume Konsentrasi Motilitas Gerak


(Juta/dosis) (minimal) Individu
Posisi
(Skor)
Sapi Kerbau Sapi Kerbau Sapi Kerbau Sapi Kerbau
Intra vagina 4 ml 4 ml
Inta cervical
- Mini 0,25a 0,25c 50 25 40%b 40%c 2 2
straw
- Medium 0,25 30
straw
Intra uterin
- Semen 0,25a 0,25c 50 25 40%b 40%c 2 2
beku
Sumber : a. SNI (2017), b. SNI (2017) c. Salisburi (1985)

Metode Inseminasi Buatan


Metode inseminasi buatan pada sapi yang paling baik digunakan adalah
metode spekulum (vaginoskop) dan metode rektovaginal (Winters 1954). Metode
vaginoskop adalah metode yang sudah digunakan sejak dahulu dan sekarang tidak
dipergunakan. Metode vaginoskop digunakan dengan bantuan lampu yang terdapat
di ujung vaginoskop dan menerangi serviks dan dengan suatu pipet inseminasi
terdiri dari gelas atau plastik yang cukup panjang, semen dideposisikan ke dalam
pangkal serviks. Inseminasi dengan metode vaginoskop mudah dan tidak
memerlukan keterampilan khusus tetapi mempunyai banyak kekurangan. Salah satu
kekurangannya adalah spekulum dan vaginoskop harus dibersikan dan diseterilkan
dahulu sesudah melakukan inseminasi. Hal ini penting untuk mencegah penularan
penyakit dari satu ke lain betina. Pencucian dan sterilisasi di lapangan atau
dikandang atau mempunyai cukup suplai spekula yang bersih dan steril. Tentu saja
hal ini tidak praktis dan mahal. Kekurangan lain adalah angka konsepsi jauh lebih
rendah dari pada teknik rektovaginal. Angka konsepsi metode vaginoskop adalah
5-10 persen lebih rendah dari pada metode rektovaginal (Toelihere 1981b).

Posisi Deposisi Inseminasi Buatan

Berdasarkan letak penyemprotan atau deposisi semen di dalam alat kelamin


betina, teknik IB pada sapi dan kerbau dapat dibagi menjadi inseminasi Intra vagina
atau vaginal insemination, inseminasi Intra Cervical atau cervical inseminatioss,
inseminasi rekto cervical (rektocervival atau rectovaginal insemination), intra
uterin atau intrauterine insemination. Keempat teknik tersebut sangat berbeda
dalam hal letak deposisi sperma, jumlah sel sperma yang diinseminasikan dan
angka kebuntingan (conception rate) yang diperolehnya, di samping peralatan yang
digunakan dan keterampilan yang diperlukan (Ismaya 2014).

Tabel 3 Nilai CR dan S/C pada sapi peranakan Ongole pada deposisi semen
yang berbeda
Perlakuan S/Cd CRa NRb
Serviks 2,19 12,5 64
Serviks cincin ke-3 80,56c
Serviks cincin ke-4 91,1c
Corpus uteri 1,94 37,5 64,5
Cornua uteri 1,35 87,5 64,6
Sumber: (a) Widjaja et al. (2017); (b) Salisburi (1985); (c) Dana et al. 2017;

Pada permuaan perkembangan IB, dianggap bahwa sebaiknya deposisi atau


peletakan semen dilakukan jauh di dalam uterus supaya menghemat enersi sperma
sehingga dapat mencapi tempat pembuahan pada waktu yang tepat. Namun
Vandenmark dan Moeller (1950) dalam ihsan 2010 menunjukkan bahwa
spermatozoa dapat diangkat dengan cepat ke seluruh saluran hewan betina
meskipun dideposisikan didalam serviks. Pengangkutan yang cepat ini berlaku
untuk sperma hidup maupun yang maeti, pada perkawinan alam ataupun IB dan
pada keadaan berahi maupun tidak. Deposisi semen berpengaruh terhadap
keberhasilan IB, semakin dalam penempatan semen di dalam organ reproduksi
betina, maka peluang untuk terjadinya kebuntingan semakin tinggi, akan tetapi
harus dinyakinkan bahwa ternak tersebut belum bunting, pada saat kopulasoi atau
rangsangan insemination gun menyentuh mulut serviks (cincin serviks pertama)
akan merangsang pelepasan hormon oksitosin dari neurohipofisis yang merangsang
otot polos uterus untuk berkontraksi sehingga membantu mempercepat transportasi
spermatozoa ke tempat terjadinya fertilisasi di tuba fallopi (Hafez dan Hafez 2000;
Dana et al. 2017).
Perbedaan hasil dari ketiga cara diatas adalah tidak nyata. Oleh karena itu
dianjurkan semen disemprotkan di dalam canalis cervical dengan beberapa alasan
menurut Ihsan (2010) :
1. Didin serviks lebih tebal daripada dinding uterus sehingga uterus lebih
mudah terluka oleh ujung kateter atau insemination gun dibandingkan
dengan serviks.
2. Lebih kurang 5 persen sapi-sapi bunting menunjukkan gejala berahi
kembali. Jika sapi bunting diinseminasi inta uterus akan dapat mengalami
abortus
3. Canalis cervical merupakan media paling cocok bagi spermatozoa
4. Semen yang mengandung Brucella sp. jika diinseminasikan dalam serviks
jarans sekali menyebabkan infeksi dalam uterus, tetapi jika
diinseminasikan didalam uterus pada umumnya menyebabkan infeksi.
Mengingat volume semen yang sangat sedikit pada penggunaan semen beku
khususnya straw, maka deposisi semen melalui insemination gun harus dilakukan
beberpa milimeter dari ujung dalam serviks pada pangkal corpus uteri. Lipatan
anuler transversal cerviks dapat merupakan penghalang mekanik terhadap
spermatozoa yang bergerak maju terus ke uterus. Lipatan tersebut berjumal rata-
rata 3 buah. Apabila lipatan tersebut dinyatakan sebagai posisi datu sampai tiga
dihitung dari os externa dan pangkal corpus uteri sebagai posisi keempat, maka
tempat deposisi atau peletakan semen beku yang terbaik adalah ppada posisi
keempat. Angka konsepsi pada posisi keempat adalah yang tertinggi, sedangkan
makin rendah angka posisi, maka rendah pula angka konsepsi, sedangkan makin
tinggi nagka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium yang dapat
menyebabkan pendarahan dinding dama uterus tersebut dan endometritis atau
malah ruptura atau sobekan uterus pada betina bunting atau keguguran atau
kematian embrio atau fetus pada betina bunting (Ihsan 2010).
teknik inseminasi dengan menggunakan metode vaginaskop mempunyai
kurangan yaitu kita harus mencuci dan menstelisir spekulum stiap kali sesudah
melaksanak inseminasi dan sebelum dipakai untuk inseminasi sapi lain, mudah
sekali untuk penyebaran penyakit alat kelamin, perlu membawa vaginaskop yang
bnayak apabila melakukan jumlah inseminasi ternak dalam jumlah banyak dalam
satu waktu serta angka konsepsi yang diperoleh sangatlah rendah (Salisburi 1985).
Mengingat volume semen yang sangat sedikit pada penggunaan semen beku
khususnya straw, maka deposisi semen melalui insemination gun harus dilakukan
beberapa milimeter dari ujung dalam serviks pda pangkal corpus uteri. Lipatan
anuler transerval serviks merupakan penghalang mekanik terhadap spermatozoa
yang bergerak maju terus ke uterus. Lipatan tersebut berjumlah rata-rata 3 buah,
apabila lipatan tersebut dinyatakan sebagai posisi satu sampai tiga dihitung mulai
dari orifisium uteri externa ke orifisium uteri interna dan pangkal corpus uteri
sebagai posisi ke empat. Tempat deposisi semen yangse ring digunakan adalah pada
posisi keempat (Ihsan 2012; Dana et al. 2017).
PROSEDUR INSEMINASI BUATAN PADA SAPI DAN KERBAU

Pelaksanaan inseminasi buatan dapat dibagi dalam beberapa tahapan yaitu


persiapan alat, persiapan pelaksanaan, pelaksanaan inseminasi buatan dan penilaian
hasil IB.

Pemeriksaan Awal Estrus

Pemeriksaan Estrus pada Sapi

Sebelum melaksanakan IB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mengenai


kesehatan ternak secara umum dan kondisi alat kelamin betina. Harus diyakinkan
bahwa sapi yang akan diinseminasi tidak dalam keadaan bunting, karena sapi
bunting juga sering menunjukkan gejala-gejala estrus (meskipun palsu). Sapi yang
menderita gejala nymphomania (minta kawin terus-menerus) juga harus menjadi
perhatian. Pemeriksaan dilaksanakan secara umum saja, yaitu dengan melihat
(inspeksi) dan menyentuh atau palpasi (Kusumawati dan Leondro 2014).
Melakukan pengamatan jarak dekat apabila sapi betina menunjukkan gejala
estrus, dengan cara melihat ekor dan bagian atas pantat sapi, bila diatas ekor
terdapat luka atau kotoran, kemungkinan sapi tersebut dinaiki oleh sapi yang lain
(jantan atau betina), ini merupakan tanda-tanda estrus. Lihat vulva, apakan ada
lendir yang keluar dan menggantung. Bila lendir yang keluar transparan maka ini
adalah tanda-tanda estrus.. jika lender tersebut bernanah atau kotor maka
kemungkinan besar adalah gejala infeksi. Melihat atau mengecek apakan ada luka
di vulva dan vagina (Kusumawati dan Leondro 2014).

Pemeriksaan Estrus pada Kerbau

Kejadian estrus pada kerbau cenderung memperlihatkan silent heat, untuk


membantu memperjelas deteksi estrus perlu dilakukan program sinkronisasi estrus
dengan menggunakan hormon seperti PGF-2α yang dilakukan sebanyak dua kali
selang 11-12 hari (injeksi intramuskuler) atau penyisipan CIDR atau PRID
(mengandung hormone rogesteron) selama 11-12 hari (Tambing et al. 2000).

Persiapan betina

menempatkan kerbau betina yang sedang estrus pada kandang husus


(kandang jepit) untuk melaksanakan perkawinan (Ismaya 2014).

Persiapan Alat dan Bahan

Persiapkan alat dan bahan inseminasi dengan metode vaginoskop dan


rektovaginal dan pastikan alat-alat dalam keadaan steril.

Peralatan dengan metode Rektovaginal

Peralatan yang harus disediakan menurut Ihsan (2010) adalah


1. Insemination gun (Laras inseminasi) atau pistolete adalah alat untuk
menyemprotkan semen (straw) kedalam alat kelamin betina yang dibuat
dari metal stain less steel dan diselubingi olhe plastic sheat
2. Plastic sheat adalah selubung plastik pembungkus insemination gun
3. Container adalah alat silinder metal yang memiliki alat berlubang,
bertangkai yang bengkok untuk menggantungkan ke leher container.
Fungsinya untuk menyimpan goblet besar
4. Goblet besar adalah silinder plastik dengan alat berlubang-lubang dengan
tinggi sama dengan straw atau goblet kecil. Dalam goblet besar dapat
dimasukkan 225 straw atau 12-15 goblet kecil
5. Goblet kecil, tabung plastik kecil, berdiameter 1.5 cm dengan alas
berlubang- lubang, dengan penampang segitiga atau segi enam dan panjang
sama dengan tinggi straw. Berfungsi untuk menyimpan straw (13-15 straw).
6. Straw adalah pipa plastik kecil, panjang kurang lebih 15 cm merupakan
tempat menyimpan semen beku.
Macamnya : straw besar : 1 ml; straw kecil : 0.25 ml; straw menengah : 0.5
ml dan straw mini: 0.1 ml.
Straw memiliki dua tutup yaitu tutup straw pabrik (factory plug) yaitu
tutup straw yang dibuat di pabrik, biasanya terdiri 3 bagian yaitu atas: tali
tutup sintetis; tengah: tepung polyvinyl alkohol dan bawah: tali tutup
sintetis. Tutp ini menyumbat salah satu ujung straw.Tutup straw
laboratorium (laboratory plug) adalah tutup straw yang dipasang setelah
pengisian semen, yang terbuat dari bahan tepung sintetis yang dikeraskan.
7. Semen beku dalam straw
8. Gunting
9. Termos kecil yang berisi air hangat
10. Tempat thawing
11. Pinset untuk mengeluarkan straw dari goblet
12. Serbet bersih atau kertas saring untuk mengeringkan strwa setelah thawing
13. Sarung tangan
14. Kacamata atau pelindung mata
15. Kanji atau sabun atau pelicin lainnya
16. Ember berisi air bersih

Peralatan IB dengan Vaginoskop

Peralatan yang harus disediakan menurut Ihsan adalah

1. Vaginoskop. Vaginoskop dapat berupa spekulum atau pipa (pipa gelas


sederhana dengan diameter 3,84 cm dan panjang 30-36 cm seta dibagian
ujung tidak tajam)
2.

Cara Pengambilan Semen Beku dari Kontainer

Cara pengambilan semen beku di dalam kontainer mnurut Kusumawati dan


Leondro (2014) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Tunjukkan canister mana yang akan diambil
Cara penggunaan kontainer adalah dengan membuka penutup
kontainer, dengan cara ditarik kearah vertikal, pilih straw yang dikehendaki
dengan memilih kode pajantan pada cicin indeks, tangkai kanister diangkat
sedikit, lalu dodorong keposisi sentral, tangkai kanister lalu ditekan ke
bawah dan diputar setengah lingkaran, kanister lalu diangkat keatas, hingga
mencapai 5 cm di bawah leher kontainer, pada poisisi ini jangan lebih dari
45 detik, segera ambil straw atau ampus lalu segera di-thawing, masukkan
kembali kanister ke dalam kontainer, lalu diputar dan ditempatkan kembali
pada cincin indeks semula, kemudian kontainer ditutup rapat (Ismaya 2014)

2. Angkat canister setinggi leher sampat goblet terlihat, segera ambil straw dan
pengambilan straw harus dilakukan dengan cepat kira-kira 5 detik
3. Goyangkan straw beberapa saat 3 atau 4 kali untuk mengurangi pengaruh
N2 cair
4. Cepat kembalikan canister
5. Hindari kontak udara yang terlalu lama karena dapat menurunkan suhu yang
berakibat terhadap motilitas atau kualitas sperma.
6. Sebelumnya : sediakan air untuk thawing dalam wadah (suhu 37oC atau
yang lain)

Persiapan Inseminasi Gun

Persiapan insemination gun menurut Kusumawati dan Leondro (2014)


sebagai berikut :

1. Tarik pistolet sekitar 15 cm dan tahan dengan jari manis tangan kiri

Prosedure Thawing

Prosedur thawing menurut Kusumawati dan Leondro (2014) dapat dilakukan


dengan cara:

1. Straw yang sudah terambil segera direndam ke dalam beaker glass yang berisi
air hangat dengan suhu 37-380C selama 15-30 detik dengan posisi sumbat
abrik dibagian bawah
2. Straw diangkat dengan menggunakan pinset dan dikeringkan dengan tisu
3. Straw dimasukkan kedalam inseminasi gun dalam posisi vertical (Ismaya
2014).
4. Straw dipotong dengan menggunakan gunting pada sumbat atau penutup
laboratorium bagain atas dan sisisakan baian straw diluar pistolet sepanjang
kira-kira 1-1.5 cm (Susilawati 2013)
5. Pemasukan straw kedalam insemination gun dengan posisi ujung penyumbat
dari pabrik berada dibawah
6. Pasanglah plastic sheat menyelubungi straw, kemudian eratkanlah cincin
kuncinya (fiksir).
7. Usahakan agar plastic sheat menyelubungi dengan sempurna ujung straw
pada bagian bekas pengguntingan, karena bila tidak maka semen akan
tertumpah di dalam plastic sheat pada waktu penyemprotan semen dilakukan.
8. Secara halus dan perlahan tekanlah piston ke dalam pistolet sampai dirasakan
gerakan sumbat pabrik mendesak semen atau terlihat cairan semen di bagian
ujung straw dan kunci plastic sheat dukunci

Pelaksanaan Deposisi Semen

Metode Inseminasi Buatan Rektovaginal

Metode inseminasi buatan dengan menggunakan teknik rektovaginal menurut


Kusumawati dan Leondro (2014) dengan cara sebagai berikut :
1. Pasang sarung tangan pada salah satu tangan dan olesi dengan pelicin
secukupnya.
2. Pistolet yang sudah siap untuk inseminasi dibawa dengan cara digigit
dengan ujung mengarah kekanan.
3. Vulva (externa genetial) dibersihkan dari kotoran dan urin dengan
menggunakan alkohol dan dikeringkan menggunakan tissue
4. Bentuk jari-jari tangan kiri seperti kerucut (stream-line) dan dengan
perlahan-lahan dimasukkan ke dalam rektum dengan gerakan memutar.
5. Pergelangan tangan dalam rectum menekan ke bawah agar bibir vulva
mudah dimasuki ujung gun saat memasuki vagina (Selesai tahap ini berhenti
sebentar sehingga anus dapat relaks dan tangan mudah masuk. Hindari
keributan dan gerakan kasar yang dapat menyebabkan stres pada sapi betina.
Penanganan yang kasar dapat menyebabkan pengeluaran hormon adrenalin
yang dapat mempengaruhi CR (bila terdapat feses di dalam rektum,
keluarkan feses terlebih dahulu (Salisburi 1985)).
6. Segera bersihkan vulva dari urin, feses dan pelican dengan lap kertas dengan
menggunakan tissue.
7. Lewatkan ujung pistolet melalui vulva, vagina menuju seviks (servik yang
paling mudah diindentifikasi karena mempunyai anatomi keras) sampai
pada posisi tertentu (Posisi 1, 2, 3 dan 4).
8. Pergelangan tangan dalam rektum menekan ke bawah agar bibir vulva
mudahdimasuki ujung gun saat memasuki vagina
9. Masukkan gun sepanjang vulva dan vagina dengan ujung gun melekat pada
bagian atas menyentuh tangan.
10. Semprotkan semen secara perlahan-lahan sambil pistolet ditarik ke
belakang, supaya semen tidak mengumpul (semprotkan 2/3 bagian semen
di depan uterus dan ambil menarik gun hingga ujungnya berjarak 1 cm di
belakang uterus semprotkan sisa semen di belakang straw.
11. Keluarkan pistolet dari dalam vulva dan tangan dari rektum secara hati-hati
12. Lepaskan plastik sheet, hindarkan kontaminasi pada pistolet dan setelah
dibersihkan pistolet tersebut segera disimpan.

Metode Inseminasi Buatan Vaginoskop

Teknik Inseminasi Buatan pada sapi dan kerbau dengan vaginoskop menurut
Winter (1954) dapat dilakukan dengan cara :
1. vaginoskop yang terbuat dari plastik atau dimasukkan secara pelan-pelan
ke dalam vagina melalui vulva.
2. Memasukkan pelan-pelan hingga masuk kedalam vagina kurang lebih
sedalam 30-40 cm.
3. Spekulum diarahkan ke serviks, sehingga lubang cervix dapat dilihat
dengan lampu senter (head lamp atau fountani-pen-type flashlight), yang
biasanya melekat pada kepala inseminator sehingga dapat melihat lubang
serviks dengan warna serviks ternak yang sedang berahi tampak merah
sekali seperti mawar merah dan tampak lubang serviksnya membuka
4. Kemudian pipet (diamenter 7-8 mm) dimasukkan kedalam spekulum atau
pipa gelas dipakai untuk memasukkan semen sejauh mungkin di dalam
serviks dengan hati-hati.
5. Semen dideposisiskan pada 1-1.5 cm keluar dari serviks menggunakan
pipet inseminasi (kalau lubang serviks tidak terbuka disaluran serviks atau
dimulut serviks).

Deposisi Semen

Teknik IB Intra Vaginal

Penempatan air mani di dalam vagina, sesuai dengan kawin secara alamiah,
merupakan teknik inseminasi buatan yang pertama dijalankan. Cara ini sangat
sederhana dan mudah sekali dilaksanakan dengan menggunakan alat suntikan atau
penyemprot yang dihubungkan dengan alat bantu inseminasi dalam bentuk
spekulum atau pipa (pipa gelas sederhana dengan diameter 3,84 cm dan panjang
30-36 cm seta dibagian ujung tidak tajam) . pipa gelas inseminasi bisa diolesi
dengan pelumas dengan menggunakan mineral oli, vaseline atau glicerine-gun
tragancanth jelly. Pipa gelas inseminasi dilengkapi dengan menggunakan head
lamp atau fountani-pen-type flashlight untuk mencari letak serviks dan membuka
spekulum sesudah bertempat sebelum lubang serviks (Winter 1954). Lampu
dipasang di dalam lumen spekulum atau pada kening inseminator, dimana lampu
tersebut dinyalakan dengan baterai. Metode ini banyak dilakukan tanpa banyak
latihan. Caranya adalah spekulum atau vaginaskop, mulut serviks dicari. Jika telah
ketemu, semen disemprotkan dalam canalis cervicalis dengan cateter yang telah
diisi semen, dalam pekerjaan rutin diperlukan ketelitian sterilitasnya yaitu dengan
membersihkan lendir dan kotoran yang menempel pada alat-alat yang digunakan.
Alat-alat tersebut harus dicuci dengan sabun, kemudian dengan alkohol 95%.
Permukaan dalam umumnya sulit dibersihkan, sehingga perlu dipanasi diatas api
supaya steril. Metode ini dipakai pada peternakan dengan jumlah ternak sedikit,
sedangkan jumlah banyak sulit dilakukan (Ihsan 2010).
Alat yang digunakan adalah spekulum dan cateter. Sepekulum adalah tabung
bulat panjang dari karet keras atau lubang atau palstik. Kedua ujungnya terbuka.
Vaginoskop adalah alat untuk membuka vagina. Kateter merupakan pipet panjang
kurang lebih 35-50 cm dengan diameter 6-8 mm dari bahan stain less steel atau
plastik dan bagian ujung kateter dibuat tumbul (Ihsan 2010). Pipet inseminasi
biasanya tidak digunakan lagi atau dicuci dan di sterilisasi sebelum menggunakan
pipet lagi. Bagian belakang kateter bisa dipasang bulb yang bear atau syringe
berukuran 2 ml yang dipasang pada bagian belakang untuk menari semen kedalam
pipet dan mendorong semen semen kedalam cervix. Saat penarikan semen kedalam
pipet inseminasi diusahagan jangan kecampur dengan angin (Winter 1954).
Satu hal yang penting sekali diperhatikan untuk melaksanakan inseminasi
buatan di dalam vagina dengan menggunakan pipa atau spekulum dari gelas,
plastik, atau logam dengan diameter kecil ialah pada waktu memasukkannya ujung
pipa itu supaya ditekankan kearah dorsal maksudnya supaya pipa tadi tidak masuk
kedalam diverticulum sub-urethralis (kantung buntu di lantai vagina) atau urethra
(Salisburi 1985). Deposisi sperma dengan cara ini disemprotkan di bagian akhir
vagina atau didepan pangkal serviks (Ismaya 2014). Peningkatan inseminasi buatan
intra vagina dapat dilakukan dengan menambahkan kapsul gelatin dan ditempatkan
dibagian terdepan vagina (Salisburi 1985). Yang perlu diperhatikan bahwa setiap
melakukan inseminasi ke betina sebaiknya dmenggunakan alat inseminasi secara
terpisah, bersih dan sterial . setelah penggunaan pippet inseminasi , pipet dan barang
pecah ditempatkan di kontiner khusus. Bagian yang akan digunakan di laboratorium
dicuci dan disterilisasi sebelum digunakan (Winter 1954).
Kekurangan dalam melakukan inseminasi intra vagina adalah tingkat
keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan inseminasi intra cervical,
memerlukan semen dengan jumlah 4 ml (indiluted), kurang efisien, penggunaan
spekulum sulit dilakukan kerena vagina relatif kecil jika dibandingkan besar
spekulum sehingga perlu modifikasi spekulum yang disesuaikan dengan ternak
lokal (Ismaya 2014), tidak menguntungkan dan menurunkan angka konsepsi karena
semen yang lebih encer terpakai memiliki konsentrasi spermatozoa yang lebih
rendah dari pada semen yang kental serta banyak spermatozoa yang mati sebelum
masuk ke dalam uterus (Salisburi 1985)

Teknik IB Intra Cervical (Cervical Tecnique) dengan Vaginoskop

Teknik deposisi semen ke dalam serviks dengan menggunakan spekulum


merupakan cara inseminasi yang banyak terpakai secara luas dan pada waktu
sekarang telah banyak diganti dengan cara rektovaginal. Cara menggunakan
spekulum lebih banyak dilakukan karena mudah dipelajari dengan sedikit latihan.
Spekulum yang tersebut dari plastik atau logam dengan diameter yang cukup besar
untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Spekulum yang diarahkan ke serviks, sehingga lubang cervix dapat dilihat
dengan lampu senter, yang biasanya melekat pada kepala inseminator sehingga
warna serviks ternak yang sedang berahi tampak merah sekali seperti mawar merah
dan tampak lubang serviksnya membuka (Ismaya 2014). Kemudian pipet
(diamenter 7-8 mm) dimasukkan kedalam spekulum atau pipa gelas dipakai untuk
memasukkan semen sejauh mungkin di dalam serviks dengan hati-hati. Vaginaskop
biasanya dilengkapi dengan menggunakan head lamp atau fountani-pen-type
flashlight untuk mencari letak serviks dan membuka spekulum sesudah bertempat
sebelum lubang serviks (Winter 1954). Teknik inseminasi dengan intra cervical
dengan menggunakan vaginoskop (terutama pada sapi dan domba) harus
memperhitungkan bahwa ternak betina dalam keadaan estrus, karena pada saat
estrus serviks dalam keadaan terbuka dan memungkinkan dilakukan inseminasi di
dalam serviks (Winter 1954).

Teknik IB Intra Cervical (Cervical Tecnique) dengan Rektovaginal


Intraserviks melalui rectovaginal atau rectocervical insemination ini telah
berkembang dengan baik terutama pada sapi dan kerbau dan banyak digunakan
karena lebih praktis serta hasilnya sangat baik. Cara ini lebih memerlukan
keterampilan khusus. Namun, bagi inseminator yang sudah terlatih dan profesional,
kawin suntik dengan cara ini dapat diselesaikan dalam waktu 2- 3 menit (Ismaya,
2014).

Teknik IB Intra Uterin dengan Vaginoskop

Teknik Ib intra uterin dapat dilakukan dalam metode vaginoskop apabila


ternak dalam keadaan benar estrus karena apabila ternak dalam keadaan estrus
serviks akan dalam keadaaan relaxation (terbuka) dan pipet inseminasi dapat
mudah masuk kedalam serviks bahkan kalau memungkinkan dapat deposisikan
kedamalam saluran serviks dan uterus. ternak betina tidak dalam keadaan estrus
yang optimal (telat deteksi), serviks akan tertutup dan akan kesulitan dalam
memasukkan pipet inseminasi. Apabila dipaksanakan akan menyababkan luka pada
serviks dan menyebabkan infeksi yang dapar menyebakn tingkat keberhasilan
inseminasi rendah dan dapar menyebabkan abortus (Winter 1954). Semen
dideposisiskan pada 1-1.5 cm setelah melewati dari serviks didalam uterus
menggunakan pipet inseminasi (Salisburi 1985).

Teknik IB Intra Uterin dengan Rektovaginal

Inseminasi pada pviduk sering disebut dengan intrauterin insemination atau


microinjection insemination. Sperma dideposisikan di bagian oviduk, dengan cara
operasi (kecil) maupun tanpa operasi. Cara ini masih dalam taraf coba-coba di
berbagai penelitian saat ini. Dengan cara ini diharapkan tingkat keberhasilan dan
fertilitasnya tingi serta efisiensi penggunaan spermatozoa tercapai. Namun
demikian, cara ini sangat memerlukan keterampilan khusus (Ismaya 2014).
Memasukkan inseminasi gun ke dalam cervix sampai posisi ke empat atau sampai
kebagian corpus uteri 1 cm dari biforcasio (control dengan telunjuk tangan kiri),
deposisikan mani pada bagian corpus uteri tersebut (Sophian dan Paertogi 2014).
Inseminasi di cervix, corpus uteri dan cornua uteri memungkinkan terjadinya
perlukaan menjadi lebih besar. Sel mukosa di dalam uterus mudah sekali terluka
dan terjadi pendarahan. Ini sering terbukti pada orang mencoba untuk mengambil
cairan diuterus. Kejadian ini janganlah disamakan dengan keadaan pada waktu sapi
it diinseminasi. Setiap kali terjadi perlukaan kemungkinan menjadi infeksi lebih
besar terutama bila inseminasi itu dilakukan terlambat di dalam periode estrus atau
dilaksanakan sesudah estrus. Pada waktu menjelang masa luteal (Salisburi 1985).
Inseminasi di intra uterin dapat menyababkan peradangan dan brucellosis
mudah ditularkan ke sapi lain dengan perantara air mani yang di inseminasikan di
dalam serviks, kemungkinan ini disebabkkan karena lendir yang di sekresikan oleh
serviks mengandung anti bakteri dan waktu inseminasi buatan yang kurang tepat
menyebabkan juga infeksi uterus. Inseminasi buatan yang dilakukan sebanyak dua
kali di dalam uterus lebih berpotensi mengalami abortus dan kematian embrio
(Salisburi 1985).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN IB

Susilawati, 2011). Keberhasilan program inseminasi buatan dipengaruhi oleh


beberapa hal antara lain ternakbetina itu sendiri, ketrampilan inseminator dalam
mendoposisikan semen ketepan waktu inseminasi buatan, deteksi estrus, handling
semen dan kualitas semen terutama motilitas pasca thawing atau post thawing
motiliy (PTM)
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya presentase kebuntingan adalah
fertilitas dan kualitas spermatozoa beku yang jelek atau rendah, inseminator kura
atau tidak terampil, petani atau peternak tidak atau kurang terampil mendeteksi
estrus, pelaporan yang terlambat dana tau pelayanan inseminator yang lamban,
kemungkinan adanya gangguan reproduksi atau kesehatan sapi betina (Ihsan 2010).
Keberhasilan Inseminasi Buatan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kualitas
semennya, manuasinya (Inseminator dan peternaknya) dalam hal ketepatan waktu
IB dan penempatan semen (deposisi semen), pakan dan fisiologi betinanya
(Susilawati 2013).

Kualitas Manusianya Kondisi Fisiologi


semen (Inseminator dan Peternak) Betina

Motilitas dan Inseminator : ketepatan Inseminator :


konsentrasiny deposisi, waktu, teknik ketepatan deposisi,
a penyimpan dan thawing waktu, teknik
penyimpan dan
thawing
Inseminator : ketepatan
deposisi, waktu, teknik
penyimpan dan thawing

Ilustrasi. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan IB

Ketrampilan Inseminator

Keadaan berahi dan deposisi semen pada saluran reproduksi ternak betina
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan, selain itu ketrampilan
inseminator dalam melakukan deposisi semen juga sangat menentukan (Kurniawan
2014).

Tempat deposisi semen


Tempat deposisi dapat mengakibatkan terjadinya perlukaan karena
inseminasi di serviks, corpus uteri dan cornua uteri maka kemungkinan terjadinya
perlukaan ini akan menjadi lebih besar bila diinseminasikan lebih ke dalam. Uterus
mukosa lebih mudah sekali terluka dan terjadi pendarahan. Ini sering terbukti pada
waktu orang mencoba untuk mengambil cairan dari uterus. Kejadian ini jangalah
disamakan dengan keadaan pada sapi itu di inseminasikan. Setiap kali terjadi
perlukaan kemungkinan menjadi infeksi lebih besar terutama bila inseminasi itu
dilakukan terlambat di dalam periode berahi atau dilaksanakan sesudah berahi, pada
waktu menjelang masa luteal (Salisburi 1985).

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai