Anda di halaman 1dari 32

SELEKSI, DETEKSI ESTRUS, TEKNIK INSEMINASI

BUATAN, EFISIENSI REROODUKSI, SISTEM PENCATAN


PADA SAPI, KERBAU, KAMBING DAN DOMBA

ACHMAD SETIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam makalah yang dilakukan berdasarkan hasil pembelajaran fisiologi
reproduksi, dengan judul seleksi, deteksi estrus, teknik inseminasi buatan, efisiensi
reproduksi, sistem pencatatan pada sapi, kerbau, kambing dan domba.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hidayat Pawitan dan
Bapak Drs Bambang Dwi Dasanto selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Rizaldi
Boer yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Ibu Ir.
Emmy Sudirman beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Ir.
Husni beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2017

Achmad Setiyono
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang Error! Bookmark not defined.
Perumusan Masalah Error! Bookmark not defined.
Tujuan Penelitian Error! Bookmark not defined.
Manfaat Penelitian Error! Bookmark not defined.
Ruang Lingkup Makalah Error! Bookmark not defined.
4 TEKNIK INSEMINASI TERNAK Error! Bookmark not defined.
Inseminasi Buatan Error! Bookmark not defined.
Syarat Inseminasi Buatan Error! Bookmark not defined.
Teknik Inseminasi Buatan Error! Bookmark not defined.
Pelaksanaan Inseminasi Buatan Error! Bookmark not defined.
Faktor-Faktor Inseminasi Buatan Error! Bookmark not defined.

5 SIMPULAN DAN SARAN Error! Bookmark not defined.


Simpulan Error! Bookmark not defined.
Saran Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL

1 Tingkat kekerasan dan kandungan gula buah pisang ambon pada


suhusimpan yang berbeda dan pemberian putresinaError! Bookmark not
defined.
2 Tingkat kekerasan buah pisang raja pada suhu simpan yang berbeda
danpemberian putresina Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

1 Diameter bunga krisan cv. Red Granada () dan Gold van Langen ()pada
beberapa tingkat naungan Error! Bookmark not defined.™˜
2 Styleyang tersedia pada templat Error! Bookmark not defined.
3 Opsi pembuatan bagian Daftar Isi Error! Bookmark not defined.
4 Membuattext box Error! Bookmark not defined.
5 JendelaLayout Error! Bookmark not defined.
6 PilihTop and Bottompada jendelaText WrappingError! Bookmark not
defined.
7 Jendela untuk memasukkan judul ilustrasi Error! Bookmark not defined.
8 Jendela pembuatan Daftar Gambar, Tabel, dan LampiranError! Bookmark
not defined.
9 Menu untuk memasukkanpage break Error! Bookmark not defined.
10 Contoh gambar yang memiliki lebar kurang dari 10 cmError! Bookmark
not defined.

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata dan simpangan baku beberapa sifat físik dan kimia tanah
dari78 contoh tanah di Kebun Percobaan CiheuleutError! Bookmark
not defined.
2 Umur, indeks luas daun, dan hasil biji kering jagung yang ditanam
padalima ketinggian tempat Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi dan Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia (Blakely dan Bade, 1991; Fahimmudin, 1975).
Perkawinan merupakan salah satu upaya ternak untuk melakukan
perkembangbiakan. Perkawainan dapat dilakukan dengan cara alamiah dan buatan.
Perkawinan alami mempunyai banyak kekurangan yang salah satunya adalah perlu
adanya pemeliharaan pejantan dimana pemeliharaan pejantan memerlukan biaya
yang mahal. Perkawinan buatan dapat menjadi salah satu solusi efisiensi
reproduksi, untuk mendapatkan satu ekor anak tidak perlu memerlukan biaya yang
banyak dan satu pejantan dapat mengawini 300 betina melalui inseminasi buatan.
Inseminasi buatan merupakan program yang telah dikenal oleh peternak
sebagai teknologi reproduksi ternak yang efektif (Susilawati, 2011). Pada masa kini
manusia telah mengembangkan inseminasi buatan dan menggunakan secara meluas
di seluruh dunia. Apabila dahulu-nya perbandingan jantan-betina hampir sama dan
interval antara ejakulasi dan inseminasi cukup singkat dan tidak perlu terjadi kontak
langsung antara kedua jenis kelamin. Bahkan dengan semen beku, pejantan dan
betina mungkin tidak hidup tempat dan waktu yang bersamaan (Toelihere 1981b).
Inseminasi sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan
terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik terknak dan meningkatkan
populasi sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik dimasa
yang akan datang (Kartasudjaja, 2001; Widjaja et al. 2017).
Teknik atau metode inseminasi Buatan ada 2 macam yaitu Rektovaginal dan
transservikal. Pada sapi adalah dengan menggunakan metode rectovaginal yaitu
tangan dimasukkan kedalam rectum kemudian memegang bagian servik yang
paling mudah diindentifikasi karena mempunyai anatomi keras, kemudian
insemination gun dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga bagian servik.
Sedangkan pada babi, kambing dan domba adalah dengan metode traservikal. Pada
kambing dan domba dapat menggunkana spikulum untuk melihat posisi servik,
kemudian insemination gun dimasukkan hingga mencapai servik, sedangkan pada
babi menggunakan cattether dan dimasukkan hingga kedalam uterus (susilawati
2013).
Keberhasilan kebuntingan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor
dominan adalah posisi deposisi semen dalam saluran reproduksi ternak (Selk, 2007;
Susilawati, 2011). Keberhasilan program inseminasi buatan dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain ternakbetina itu sendiri, ketrampilan inseminator dalam
mendoposisikan semen ketepan waktu inseminasi buatan, deteksi estrus, handling
semen dan kualitas semen terutama motilitas pasca thawing atau post thawing
motiliy (PTM)

Rumusan Masalah

Bioteknologi sebagai ujung tombak peningkatan produksi peternakan


mempunya urgensi yang tiggi untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan demi
mencapai sistem usaha yang kondusif dan berdaya saing tinggi. Upaya dalam
bidang reproduksi ternak berawal dengan diperkenalkan teknologi inseminasi
buatan yang bertujuan untuk memanfaatkanpotensi seekor hewan jantan unggul
(pejantan) secara maksimal. Dalam perkawian secara aama, seekor pejantan
unggull hanya dapat mengawini 1 sampai 5 ekor betina, nmun melalui IB, pejantan
dapat mengawini beratus-ratus betina (Toelihere 1981)
Teknologi IB sudah lama diperkenalkan dan diterapkan pada peternakan di
Indonesia, namun IB belum memberikan hasil yang maksimal. Keberhasilan
program IB dipengaruhi oleh deteksi berahi, post thawing motility, handling semen,
ketepatan waktu IB, keterampilan inseminator, kualitas semen, deposisi semen dan
ternak itu sendiri (Widjaja et al. 2017).
Deposisi semen berpengaruh terhadap keberhasilan IB, semakin dalam
penempatan semen di dalam organ reproduksi betina, maka peluang untuk
terjadinya kebuntingan semakin tinggi, akan tetapi harus dinyakinkan bahwa ternak
tersebut belum bunting, pada saat kopulasoi atau rangsangan insemination gun
menyentuh mulut serviks (cincin serviks pertama) akan merangsang pelepasan
hormon oksitosin dari neurohipofisis yang merangsang otot polos uterus untuk
berkontraksi sehingga membantu mempercepat transportasi spermatozoa ke tempat
terjadinya fertilisasi di tuba fallopi (Hafez dan Hafez 2000; Dana et al. 2017).
Mengingat volume semen yang sangat sedikit pada penggunaan semen betku
khususnya straw, maka deposisi semen melalui insemination gun harus dilakukan
beberapa milimeter dari ujung dalam serviks pda pangkal corpus uteri. Lipatan
anuler transerval serviks merupakan penghalang mekanik terhadap spermatozoa
yang bergerak maju terus ke uterus. Lipatan tersebut berjumlah rata-rata 3 buah,
apabila lipatan tersebut dinyatakan sebagai posisi satu sampai tiga dihitung mulai
dari orifisium uteri externa ke orifisium uteri interna dan pangkal corpus uteri
sebagai posisi ke empat. Tempat deposisi semen yangse ring digunakan adalah pada
posisi keempat. Semakin rendah angka posisi, makin rendah pula angka konsepsi,
semakin tinggi angka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium
yang dapat menyebabkan pendarahan dinding pada uterus, endometritis, ruptura,
sobekan uterus pada betina bunting, keguguran dan kematian embrio atau fetus
pada betina bunting (Ihsan 2012; Dana et al. 2017).
Angka konsepsi dari pelaksanaan IB pda sapi Peranakan Ongole (PO) dalam
intra uteri (posisi 4) adalah sebesar 69,5% sedangkan persilangan sapi Simmentan
dan PO memiliki nilai service per conception (S/C) sebesar 2.3; anestrus post
partum 131 hari dan calving interval (CI) selama 445 hari (Ihsan 1997; Aryogi,
Rasyid et al. 2006; Kurniawan 2014)
Keadaan berahi dan deposisi semen pada saluran reproduksi ternak betina
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan, selain itu ketrampilan
inseminator dalam melakukan deposisi semen juga sangat menentukan (Kurniawan
2014).

Tujuan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan teknik inseminasi


buatan pada sapi dan kerbau. Inseminasi dimaksud untuk membantu para peternak
memperoleh bibit unggul dengan cara yang murah dan mudah sehingga peternak
tidak perlu memelihara ternak jantan sebagai pejantan, tetapi pemeliharaan pejantan
dapat dialihkan untuk tujuan penggemukan atau untuk ternak kerja. Inseminsi
buatan dapat meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan ternak melaui
pencegahan penyakit kelamin (Brucelosis, vibriosis, leptospirosis, trichoniasis)
yang sering berkembang melalui perkawinan secara alami. Dengan IB diharapkan
ada peningkatan kualitas anak yang dilahirkan, dengan berat lahir yang lebih besar,
pertumbuhannya lebih cepat dan harga jualnya lebih tinggi, sehingga meningkatkan
pendapatan peternak (Ismaya, 2014).
Adapun tujuan IB adalah untuk meningkatkan mutu genetik ternak sehingga
diperoleh ternak-ternak yang berkualitas dengan produktivitas yang tinggi
(kenaikan berat badan, produksi susu/daging) yang tinggi atau mampu bekerja lebih
lama dan lebih kuat (gerobak, nggaru dan ngluku) dan tahan terhadap suatu
penyakit. Disamping itu, bertujuan pula untuk menyebarluaskan bibit unggul secara
meluas kepelosok desa. IB dapat meningkatkan pendapatan petani-peternak,
miningkatkan atau menghemat deviasa negasa dan memperluas kesempatan kerja
(Ismaya, 2014).

Manfaat

Bagi peternak , IB sangat menguntungkan karena tanpa memelihara pejantan


unggul dapat memperoleh bibit (sperma beku) yang unggul, sehingga menghasilkan
keturunan yang unggul, mencegah meluasnya penyakit kelamin yang sering
ditularkan melalui perkawinan alami. Peternak memperoleh keturunan yang ccepat
besar di samping tinggi produksinya (kenaikan berat badan dan produksi susu).
INSEMINASI BUATAN

IB dapat difasilitasi dengan menggunakan sinkronisasi estrus dan dapat


dilakukan pengaturan jenis kelamin dengan penfaatan pemisahan spermatozoa X
dan Y (Ax et al 2008; Susilawati, 2000; Susilawati 2013). Perbedaan IB dan kawin
alam menurut Feradis (2010) adalah sebagai berikut:
1. Inseminasi buatan adalah cara yang efisien untuk melaksanakan perkawinan
pada ternak. Perbanyakan semen memungkinkan beberapa ekor sapi betina
dapat di IB dengan semen satu ejakulat dengan mengiliminir masalah
fertilitas.
2. Kawin alam memproduksi semen dengan kualitas yang rendah hanya dapat
diketahui setelah jangka waktu lama dan menyebabkan penyakit menular dari
satu ternak ke ternak lain.
3. Penggunaan IB tidak mengkawinkan pejantan dengan sapi betina secara
langsung, oleh karenya penyakit kelamin tidak dapat berjangkit.
4. Hasil kurang baik dalam pelaksaan IB berasal dari kelompok ternak yang
deteksi birahinya ditemui banyak masalh. Pusat IB menyatakan bahwa
kemampuan petugas peternakan untuk mendeteksi birahi atau waktu IB akan
mempengaruhi hasil perkawinan.
5. Keberhasilan IB antara lain tergantung kepada inseminator, yang mempunyai
kemampuan khusus (spesialis) selai. kemampuan menentukan ruang lingkup
permasalahan dan mengetahui bagaimana keadaan yang idea. Peternak,
ternak dan semen yang digunakan juga sebagai faktor keberhasilan IB.

Tujuan Inseminasi Buatan

Tujuan inseminai buatan pada sapi dan kerbau yaitu memperbaiki mutu
genetik, tidak mengharuskan pejantan unggul sapi dan kerbau dibawa ke tempat
yang dibutuhkan sehingga bisa mengurangi biaya, mengoptimalkan penggunaan
bibit pejantan unggul sapi dan kerbau secara lebih luas dalam jangka waktu yang
lebih lama, meningkatkan angka kelahiran sapi dan kerbau dengan cepat dan teratur
serta mencegah penularan atau penyebaran penyakit kelamin (Feradis 2010).

Manfaat Inseminasi Buatan

Secara umum IB berfungsi untuk perbaikan mutu genetik, pencegahan


penyakit menular, recording lebih akurat, biaya lebih murah karena menghindari
bahaya dan menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan
pejantan terbaik untuk diternakkan (biaya yang digunakan untuk membeli pejantan
bias digunakan lagi untuk membeli betina), mencegah kecelakaan yang disebabkan
oleh pejantan. IB dapat mencegah atau menurunkan penyebaran penyakit yang
disebabkan oleh perkawinan alam karena kontak fisik (perkawinan) dapat
menyebabkan penyebaran pathogen lainnya yang disebarkan oleh adanya kontak
meliputi berbagai mikroorganisme protozoa, virus dan bakteri yang bersifat parasit
(Susilawati, 2013). Petugas IB (Inseminator) hanya boleh menginseminasi alau
betina sedang estrus saja. Kalau betina tidak sedang estrus, petugas IB sebaiknya
memberitahukan ke peternak dan meminta untuk memperhatikan gejala estrus
dengan lebih abik lagi (Ihsan 2010). IB hanya memerlukan satu pejantan yang akan
digunakan untuk mengawini beberapa betina. Mengatur jarak kelahiran ternak
dengan baik. Memperpendek calving interval, karena semen yang digunakan
dengan fertilitas tinggi dan terjadi penurunan betina kawin berulang (repeat
breeders), mencegah terjadinya kawin sedarah atau inbreeding pada hewan betina,
sperma dapat disiman dalam jangka waktu yang lama, IB memungkinkan
perkawingna yang sangat berbeda ukuran tapi tanpa menimbulakna cedera atau
kerugian pada pejantan maupun betina, IB dapat memperpanjang waktu pemakaian
pejantan-pejantan karena fisiknya tidak sanggup berkopulasi secara normal, IB
secara eksperimental dapat dipakai untuk menghasilkan hybrid atau perilangan
antara jenis, jenis hewan yang tidak kawin dengan normal, IB dapat menstimulasi
interese yang lebih tinggu dalam beranak dan praktek manajemen lebih baik, IB
memungkinkan perkawinan antara ternak yang terpisan oleh waktu dan tepat, Ib
dapat berguna untuk dimanfaatkan pada betina yang berapa dalam keadaan estrus
dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan (Feradis 2010).

Prinsip Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Prinsip dari pelaksanaan inseminasi buatan (IB) yaitu pencurahan semen ke


dalam saluran reproduksi hewan betina pada saat estrus dengan tujuan agar sel telur
yang diovulasikan hewan betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina
menjadi bunting dan melahirkan anak (Widjaja et al. 2017)

Kekurangan Inseminasi Buatan

Kekurangan IB jika tidak dikelola dengan baik adalah bila seleksi pejantan
salah maka bisa menyebarkan sifat jelek, membutuhkan keterampilan yang tinggi
(dari Balai Inseminasi Buatan, penyimpanan selama transport, Inseminator juga
peternaknya), bisa menghilangkan sifat bangsa lokal dalam waktu yang cepat
(Susilawati 2013).
Inseminasi buatan memiliki beberapa kekurangan berdasarkan yang
dikemukakan oleh Feradis (2010) yaitu
1. memerlukan pelaksanaan yang terlatih baik dan terampil untuk
mengawasi atau melaksanakan penampungan, penilaiaan, pengenceran,
pembekuan semen dan inseminasi pada hewan betina untuk mencegah
penyebaran penyakit- penyakit kelamin menular seperti brucellosis,
vibriosis, trichomoniasis serta menimbulakan kerugian banyak kelompok
ternak. Apabila prosedur inseminasi buatan tidak dilakukan dengan wajar,
maka akan mengakibatkan efisiensi reproduksi yang rendah. Hal ini bisa
terjadi pula pada kelompok atau peternak yang tidak memperhatikan
birahi, dan inseminator tidak menginseminasi tepat waktu sehingga tidak
akan mengalami kebuntingan. Perlu dibuat pencatatan yang lengkap.
Inseminator yang ceroboh dapat merupakan faktor penyebab penularan
penyakit kelamin menular dari satu peternakan ke peternakan lain.
2. Kemungkinan besar IB merupakan alat penyebar abnormalitas genetik
seperti pada sapi, ovaria yang cystic, konformasi tubuh yang buruk,
terutama pada kaki- kakinya dan kekurangan libido.
3. Peternak tidak dapat memilih pejantan yang dikehendaki apabila
persediaan pejantan unggul terbatas. Penggunaan seekor pejantan terus-
menerus memungkinkan terjadinya perkawinan sedrah (inbreeding) yang
merugikan.
4. Kesulitan terjadi pada proses kelahiran (distokia), apabila semen beku
yang digunakan berasal dari pejantan breed/turunan besar dan
diiseminasikan melalui sapi betina keturunan/breed kecil.
5. Menyebabkan menurunnya sifat- sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik.
6. IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau
abnormalitas saluran kelamin betina, meskipun jarang terjadi.
7. Inseminasi intrauterine pada sapi yang bunting dapat menyebabkan
abortus.
8. IB tidak dapat digunakan dengan baik pada semua jenis hewan. Pada
beberapa spesies masih harus dilakukan banyak penelitian sebelum IB
dapat dipakai secara praktis

Karakteristik reproduksi sapi dan kerbau betina

Reproduksi ternak betina pada kerbau mempunyai karakteristiknya yang


berbeda- beda. Misalnya masalah umur pubertas, dewasa tubuh (sexual maturity),
gejala-gejala berahi, waktu ovulasi, lama bunting, postpartum estrus, postpartum
breeding, service per conception bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini (Ismaya,
2014).

Tabel 1. Karekteristik Reproduksi Sapi dan Kerbau betina


Karakteristik Sapia Kerbaua
musim kawin poliestrus poliestrus
Umur Pubertas (bulan) 15 (10-24) 21 (15-36)
Siklus estrus (hari) 21 (14-29) 21 (18-22)
Panjang Estrus
Lama estrus (jam) 18 (12-30) 21 (17-24)
Ovulasi
Tipe Spontan Spontan
Waktu dari onset (jam) 30 (18-48) 32 (18-45)
Jumlah sel telur 1 1
Umur Corpus luteum (hari) 16 16
Telur dapat dibuahi (jam) (20-24) --
Pertama melahirkan (bulan) 280 (278-293) 315 (305-330)
Lama Kebuntingan
Jumlah anak per kelahiran 30 (24-36) 1
Interval postpartum ke 1
Invikusi uterus (hari) 45 (32 35 (16-60)
Ovulasi pertama (hari) 30 (10-110) 75 (35-180)
Interval beranak (bulan) 13 (12-14) 18 (15-21
Sumber: a) Janudeen dan Hafez (2000a)
Umur pertama kali kawin (Age of first breeding)

umur pertama kali kawin pada sapi perah sebaiknya usia 15-18 bulan,
tergantung berat badannya, sehingga diharapkan pada usia 24-27 bulan telah
beranak yang pertaman kalinya. Pada sapi potong, kawing pertama diharapkan pada
umur 18-22 bulan dan diharapkan pada umur 27-31 bulan sudah beranak yang
pertama kalinya. Pada perkawinan yang pertama kalinya sebaiknya dilakukan IB
dengan semen beku dari jenis sapi yang sama, jangan dilakukan kawin crossing
dengan pejantan yang relatif besar tubuhnya untuk menghindari kesulita beranak.
Untuk mendapatkan keuntunfan yang lebih baik sebaiknya perkawinan/IB
dilakukan dengan jenis sapi yang sama demi kelestarian sapi plasma nuflah (Ismaya
2014)
Kerbau-kerbau di Amerika Serikat ertama kali beranak pada umur 24-36
bulan (Ligda 1997;Ismaya 2014). Kerbau di Brazil dewasa pada umur 2 tahun dan
beranak pertama pada umur 3 tahun, perkawinan dilakukan dengan inseminasi
buatan dan menghasilkan service per conception 1,5 sampai 1,8 dan dengan calving
rate 80%. (Ismaya 2014)
berahi pertama sesudah beranak (firsh oestrus after calving atau postpartum
oestrus) pada kerbau-kerbau bervariasi antara 90-300 hari dengan rata-rata 179,32
hari, yang berahi hingga 120 hari, sejak beranak ada 36,36%, 47,73% dalam waktu
121 hinggan 240 hari dan 15,91% antara 241-300 hari (Alam dan Ghosh 1993;
Ismaya 2014)

Syarat Inseminasi Buatan

Syarat Penjantan IB

Pejantan IB adalah pejantan unggul yang memenuhi syarat teknis baik


reproduktif maupun kesehatan untuk dapat ditampung semennya dan diproses
menjadi semen beku. Pejantan tersebut dapat berasal dari impor maupun lokal
(Kusumawati dan Leondro 2014). Syarat teknis pejantan adalah Pejantan IB adalah
pejantan yang mempunyai pedigree dan sudah terseleksi, sapi bibit pejantan
tersebut harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik (cacat mata, tanduk patah,
pincang, lumpuh, kaki abnormal dengan bentuk kaki O atau X dan kuku abnormal
serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya), sapi bibit
pejantan tersebut tidak memiliki cacat pada alat kelamin (testis asimetris dan lain-
lain), mempunyai sifat genetic transmitted ability (kemampuan menurunkan sifat
genetik) yang tinggi, serta Produktivitas dan kualitas semen baik (Kusumawati dan
Leondro 2014).
Syarat reproduksi dari pejantan IB adalah libido tinggi, serving ability
(kesanggupan melayani/mengawini) baik, serving capability (kemampuan
melayani/mengawini) baik, warna semen putih susu kekuning-kuningan, lingkar
skrotum sesuai standar berdasarkan breed pejantan, persentase motility dari semen
yang dihasilkan lebih dari 60% dan persentase spermatozoa yang bergerak progresif
lebih dari 2+ atau (++) (Kusumawati dan Leondro 2014). Syarat kesehatan dari
pejantan IB adalah Pejantan IB harus bebas dari parasit (endo parasit dan ecto
parasit), penyakit hewan menular Septichemia Epizootica (SE), Surra, Anthrax,
Malignant Catarhal Fever (MCV), Babesiosis, Biuetongue, Aujeszky's disease, Q-
fever, Botulism, Black leg, Clostridial infectius serta telah dilakukan pengujian
secara laboratoris terhadap penyakit hewan menular yang dapat ditularkan melalui
semen, seperti : Infectius Bovine Rhinotrhachetis (IBR), Enzootic Bovine Leucosis
(EBL), Leptospirosis, Brucellosis, Tubercullosis, Trichomoniasis, Vibriosis,
Paratuberculosis dan jembrana untuk sapi Bali (Kusumawati dan Leondro 2014).

Anatomi Alat Kelamin

IB pada betina dapat dilakukan apabila betina sudah memasuki pubertas dan
dewasa kelamin (Judi 2012). Dewasa kelamin pada kebanyakan spesies mendahului
dewasa tubuh, sehingga perkawinan sebaiknya menunggu hewan mencapai dewasa
tubuh saat organ reproduksi sudah benar-benar siap menghasilan keturuanan (Judi
2012). Betina yang telah mencapai umur pubertas sudah mampu menghasilkan
steroid (estradiol pada betina dan testoeteron pada jantan) dalam level cukup
didalam gonad, hewan akan memperlihatkan perilaku atau tanda seksual sehingga
periode pubertas dapat diamati (Judi 2012).

Peralatan IB

Peralatan yang digunakan adalah IB gun, gunting, pinset, tissue, thermometer,


wadah untuk thawing (Gelas), sarung tangan plastik Inseminasi buatan, semen beku
dalam thermos nitrogen (N2) Cair, sabun, handuk kecil, pakaian kandang, KY jelly,
antiseptic dan air panas.

Metode Inseminasi Buatan

Metode inseminasi buatan pada sapi yang paling baik digunakan adalah
metode spekulum (vaginoskop) dan metode rektovaginal (Winters 1954). Metode
vaginoskop adalah metode yang sudah digunakan sejak dahulu dan sekarang tidak
dipergunakan. Metode vaginoskop digunakan dengan bantuan lampu yang terdapat
di ujung vaginoskop dan menerangi serviks dan dengan suatu pipet inseminasi
terdiri dari gelas atau plastik yang cukup panjang, semen dideposisikan ke dalam
pangkal serviks. Inseminasi dengan metode vaginoskop mudah dan tidak
memerlukan keterampilan khusus tetapi mempunyai banyak kekurangan. Salah satu
kekurangannya adalah spekulum dan vaginoskop harus dibersikan dan diseterilkan
dahulu sesudah melakukan inseminasi. Hal ini penting untuk mencegah penularan
penyakit dari satu ke lain betina. Pencucian dan sterilisasi di lapangan atau
dikandang atau mempunyai cukup suplai spekula yang bersuh dan steril. Tenty saja
hal ini tidak praktis dan majal. Kekurangan lain adalah angka konsepsi jauh lebih
rendah dari pada teknik rektovaginal. Angka konsepsi metode vaginoskop adalah
5-10 persen lebih rendah dari pada metode rektovaginal (Toelihere 1981b).

Teknik Deposisi Inseminasi Buatan

Teknik inseminasi buatan terbagi menjadi Intra Uterin (Sapi, Domba, Babi,
Kuda), Intra Vaginal (Anjing), Intra Cervical (Domba), Trans Cervical I. (Anjing,
Domba), Laparaskopi (Domba, Kambing dll) dan Laparotomi (I.U).
Berdasarkan letak penyemprotan/deposisi sperma di dalam kelamin betina,
teknik IB pada sapi dan kerbau dapat dibagi menjadi inseminasi vagina (vaginal
insemination), inseminasi serviks (cervical insemination), inseminasi rekto servix
(rektocervival atau rectovaginal insemination) dan intrauterin (intrauterine
insemination). Keempat teknik tersebut sangat berbeda dalam hal letak deposisi
sperma, jumlah sel sperma yang diinseminasikan dan angka kebuntingan
(conception rate) yang diperolehnya, di samping peralatan yang digunakan dan
keterampilan yang diperlukan (Ismaya 2014)

Teknik IB Intra Vaginal

Penempatan air mani di dalam vagina, sesuai dengan kawin secara alamiah,
merupakan teknik inseminasi buatan ynag pertma dijalankan. Cara ini sangat
sederhana dan mudah sekali dilaksanakan dengan menggunakan alat suntikan atau
penyemprot yang dihubungkan dengan pembuluh inseminasi sepanjang 40 cm. satu
hal yang penting sekali diperhatikan untuk melaksanakan inseminasi buatan di
dalam vagina dengan menggunakan pipa-pipa dari gelas, plastik, atau logam
dengan diameter kecil ialah pada waktu memasukkannya ujung pipa itu supaya
ditekankan kearah dorsal maksudnya supaya pipa tadi tidak masuk kedalam
diverticulum sub-urethralis (kantung buntu di lantai vagina) atau urethra (Salisburi
1985). Teknik ini tentu saja mudah dilakukan, tetapi hasilnya kurang baik dan
memerlukan sperma yang lebih banyak dari pada cara yang lain. Sebagai contoh,
dengan teknik ini diperlukan 4 ml sperma (undiluted). Namun apabila
dideposisikkan dilakukan di bagian cervix cukup diperlukan 0,2 ml dengan angka
kebuntingan (conception rate) lebih baik. vaginal insemination saat ini sudah
ditinggalkan karena teknik ini tidak efisien dan hasilnya kurang baik. namun
demikian, teknik ini masih sering dipakai pada ternak domba dan kambing.
Penggunaan spekulum sulit dilakukan karena vagina relatif kecil jika dibandingk
besar spekulum, sehingga perlu modifikasi spekulum yang disesuaikan dengan
ternak lokal. Deposisi sperma dengan cara ini disemprotkan di bagian akhir vagina
atau didepan pangkal servix (Ismaya 2014).

Gambar 1 Deposisi memasukkan Spekulum


melalui vagina

Teknik inseminasi dalam vagina pada waktu sekarang telah diganti dengan
cara-cara yang modern. Hal ini disebabkan karena cara vaginal memerlukan jumlah
air mani yang cukup besar, sedangkan inseminasi di dalam cervix atau uterus cukup
dengan menggunakan dengan menggunakan sedikit air mani. Salah satu laporan
mengatakan bahwa :
1. 0.2 cc air mani yang tidak diencerkan yang disemprotkan ke dalam cervix
sama efektifnya dengan 4 cc air mani yang disemprotkan di dalam vagina.
2. Perbandingan antara 1-4 cc air manu yang diinseminasikan di dalam vagina
dengan 0.5-1 cc air mani yang sama yang disemprotkan di dalam cervix,
menunjukkan bahwa 20 ekor sapi-sapi yang diinseminasikan didalam
vagina hanya 25% menjadi bunting , sedangkan 65% dari 20 inseminasi
didalam cervix berhasil menjadi bunting
3. Selain daripada itu 2 cc air mani yang dimasukkan di dalam kapsel gelatin
dan ditempatkan di bagian terdepan vagina memiliki hasil yang sama
dengan penempatan air mani di dalam cervix dengan menggunakan
penyemprotkan dan pipa inseminasi (Salisburi 1985).
Meskipun data pembanding antara hasil inseminasi di dalam vagina
dibandingkan dengan data inseminasi dengan penyemproan air mani di tempat
terbatas, tetapi yang jelas bahwa penggunaan air mani harus banyak, bila kita
mengadakan inseminasi di dalam vagina. Banyak pengalaman para teknisi yang tak
tertulis bahwa inseminasi dalam vagina tidak menguntungkan dan menurunkan
konsepsi. Ini disebabkan karena air mani encer yang terpakai dan memiliki
konsentrasi spermatozoa lebih rendah daipada air mani kental dan banyak
spermatozoa mati sebelum masuk ke dalam uterus (Salisburi 1985).
Inseminasi buatan pada sapi dengan menggunakan metode gelas spekulum
(gelas pipa sederhana diameter 1 ½ inch dan panjang 12-14 inch serta dibagian
unjung spekulum tidak tajam) yang diolesi dengan menggunakan mineral oil,
vaseline atau glicerine-gun tragacanth jelly dan dimasukkan kedalam vagina.
Spekulum dibantu dengan menggunakan head lamp atau fountain-pen-tyoe
flashlight untuk mencari letak cervix dan membuka spekulum sesudah bertempat
sebelah kanan dari cervix (Winters 1954).

Gambar. Cow cervix as observed though speculum (a) Spekulum; (b) cervix
(Winters 1954).

Gambar. Ilustrasi penggunaan dari speculum di sapi dan posisi dari


instrumen pada waktu deposisi semen. (a) wall of vagina cut away; (b)
speculum; (c) insemnating pipette containing semen placed in cervix; (d)
cervix (Winters 1954).

Semen dideposisikan pada 1–1.5 cm dari contoh menggunakan pipet


inseminasi yang sudah dibersihkan, masukkan pipet ke dalam salurang
menggunakan spekulum dan berakhir memasukkan sampai mencapai cervix.
Mendoposisikan semen kedalam saluran servix atau dimulut cervix kalau lubang
cervix terlalu kecil. Pipet inseminasi terbuat dari gelas atau plastik. Pipet inseminasi
biasanya tidak digunakan lagi atau dicuci dan di sterilisasi sebelum menggunakan
pipet lagi (Winters 1954).
Pipet inseminasi gelas atau plastik memiliki panjang 14-16 inchi, berdiameter
0.25 inchi, diameter lubang pipet sebesar 1/16 inch dan meruncingkan bagian ujung
untuk memasukkan kedalam servix. dan yang runcing pada bagian terakhir
dimasukkan kedalam cervix. Bagian karet bulb yang besar atau gelas syringe
berukuran 2 ml yang dipasang pada bagian belakang untuk menari semen kedalam
pipet dan mendorong semen semen kedalam cervix. Saat penarikan semen kedalam
pipet inseminasi diusahagan jangan kecampur dengan angin (Winter 1954)
Yang perlu diperhatikan bahwa setiap melakukan inseminasi ke betina
sebaiknya dmenggunakan alat inseminasi secara terpisah, bersih dan sterial . setelah
penggunaan pippet inseminasi , pipet dan barang pecah ditempatkan di kontiner
khusus. Bagian yang akan digunakan di laboratorium dicuci dan disterilisasi
sebelum digunakan (Winter 1954)

Teknik Inseminasi Buatan Intra Cervical (Cervical Tecnique) dengan


Vaginoskop

Penempatan air mani kedalam cervix dengan menggunakan spekulum


merupakan cara inseminasi lain yang banyak terpakai secara luas dan pada waktu
sekarang telah banyak diganti dengan cara rektovaginal. Cara menggunakan
spekulum lebih banyak dilakukan karena mudah dipelajari dengan sedikit latihan.
Spekulum yang tersebut dari plastik atau logam dengan diameter yang cukup besar
untuk menguakkan dinding vagina dimasukkan ke dalam vagina. Spekulum
idiarahkan ke cervix, sehingga lubang cervix dapat dilihat dengan labu senter, yang
biasanya melekat pada kepala inseminator. Kemudia pipa (diamenter 7-8 mm) yang
dihubungkan dengan penyemprotkan dipakai untuk memasukkan air mani sejauh
mungkin di dalam cervix dengan hati-hati. Cara memasukkkan air mani ke dalam
cervix dengan menggunakan spekulum adalah sederhana seperti metoda inseminasi
dalam vagina (Salisburi 1985). Cara melakukan inseminasi diawali dengan
memasukkan secara pelan-pelan hingga masuk ke dalam vagina kurang lebih 30-
40 cm pada sapi dan kerbau, sedang pada domba dakn kambing masuk sekitar 15
sampai 20 cm. Spekulum dilengkapi dengan battery dan lampu sehingga warna
serviks ternak yang sedang berahi tampak merah sekali seperti mawar merah dan
tampak lubang serviksnya membuka (Ismaya 2014)
Teknik inseminasi spekulum dalam cervix mempunyai kelemahan yaitu kita
harus mencuci dan menstelisir spekulum itu setiap kali sesudah melaksanakan
inseminasi dan sebelum dipakai untuk inseminasi sapi lain. Hal ini penting seklai
diperhatikan, sebab kalau tidak akan terjadi malapetaka besar karena penyebaran
penyakit kelamin. Membersihkan dan mesterilisasi alat-alat di dalam kandang
bukannya tidak mungkin, tetapi sulit dikerjakan, jadi bagi teknisi perlu membawa
spekulum cukup banyak dalam keadaan bersih dan steril. Kelemahan inseminasi
spekulum yang terpenting adalah nilai rata-rata konsepsi yang lebih rendah
daripada metoda rektovaginal (Salisburi 1985).
Teknik inseminasi intra cervival dengan menggunakan vaginoskop (terutama
pada sapi dan domba) harus memperhitungkan bahwa ternak betina dalam keadaan
estrus, karena pada saat estrus serviks dalam keadaaan relaxation (terbuka) dan
pipet inseminasi dapat mudah masuk kedalam serviks bahkan kalau memungkinkan
dapat deposisikan kedamalam saluran serviks dan uterus. ternak betina tidak dalam
keadaan estrus yang optimal (telat deteksi), serviks akan tertutup dan akan kesulitan
dalam memasukkan pipet inseminasi. Apabila dipaksanakan akan menyababkan
luka pada serviks dan menyebabkan infeksi yang dapar menyebakn tingkat
keberhasilan inseminasi rendah dan dapar menyebabkan abortus (Winter 1954)
Teknik Inseminasi Buatan Intra Cervical (Cervical Tecnique) dengan
Rektovaginal

Intraserviks melalui rectovaginal atau rectocervical insemination ini telah


berkembang dengan baik terutama pada sapi dan kerbau dan banyak digunakan
karena lebih praktis serta hasilnya sangat baik. Cara ini lebih memerlukan
keterampilan khusus. Namun, bagi inseminator yang sudah terlatih dan profesional,
kawin suntik dengan cara ini dapat diselesaikan dalam waktu 2- 3 menit (Ismaya,
2014).

Teknik IB Intra Uterin

Inseminasi pada pviduk sering disebut dengan intrauterin inseminastion atau


microinjection insemination. Sperma dideposisikan di bagian oviduk, dengan cara
operasi (kecil) maupun tanpa operasi. Cara ini masih dalam taraf coba-coba di
berbagai penelitian saat ini. Dengan cara ini diharapkan tingkat keberhasilan dan
fertilitasnya tingi serta efisiensi penggunaan spermatozoa tercapai. Namun
demikian, cara ini sangat memerlukan keterampilan khusus (Ismaya 2014).
Memasukkan inseminasi gun ke dalam cervix sampai posisi ke empat atau sampai
kebagian corpus uteri 1 cm dari biforcasio (control dengan telunjuk tangan kiri),
deposisikan mani pada bagian corpus uteri tersebut (Sophian dan Paertogi 2014).

Inseminasi di cervix, corpus uteri dan cornua uteri memungkinkan terjadinya


perlukaan menjadi lebih besar. Sel mukosa di dalam uterus mudah sekali terluka
dan terjadi pendarahan. Ini sering terbukti pada orang mencoba untuk mengambil
cairan diuterus. Kejadian ini janganlah disamakan dengan keadaan pada waktu sapi
it diinseminasi. Setiap kali terjadi perlukaan kemungkinan menjadi infeksi lebih
besar terutama bila inseminasi itu dilakukan terlambat di dalam periode estrus atau
dilaksanakan sesudah estrus. Pada waktu menjelang masa luteal (Salisburi 1985).
Inseminasi di intra uterin dapat menyababkan peradangan dan brucellosis
mudah ditularkan ke sapi lain dengan perantara air mani yang di inseminasikan di
dalam cervix, kemungkinan ini disebabkkan karena lendir yang di sekresikan oleh
cervix mengandung anti bakteri dan waktu inseminasi buatan yang kurang tepat
menyebabkan juga infeksi uterus. Inseminasi buatan yang dilakukan sebanyak dua
kali di dalam uterus lebih berpotensi mengalami abortus dan kematian embrio
(Salisburi 1985).
Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Pelaksanaan inseminasi buatan dapat dibagi dalam beberapa tahapan yaitu


persiapan alat, persiapan pelaksanaan, pelaksanaan inseminasi buatan dan penilaian
hasil IB.

Pemeriksaan Awal Estrus

Deteksi estrus yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan,
Selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi buatan itu sendiri
dilaksanakan.

Tabel 1 Kecepatan dan ketepatan pelayanan inseminasi


Pertama kali terlihat tanda-tanda estrus Harus diinseminasi pada
Pagi Hari yang sama Hari berikutnya
Sore Hari berikutnya Sesudah jam 15:00
(pagi dan paling besoknya
lambat pada
siang hari)
Sumber : Toelihere (1981)

Keterlambatan pelayanan Inseminasi buatan akan berakibat pada kerugian


waktu yang cukup lama. Jarak antara satu estrus ke estrus selanjutnya adalah kira-
kira 21 hari sehinga bila satu estrus terlewati maka kita masih harus menunggu 21
haari lagi untuk melaksanakan IB selanjutnya (Ihsan, 2010).

Waktu Optimum Inseminasi Buatan

Waktu perkawinan yang baik, yaitu pada saat induk diam mau dikawini atau
saat induk sedang menunjukkan gejala berahi yang jelas, misalnya vulva bengkak,
merah dan mengeluarkan cairan putih bening dari vulvanya. Perkawinan prinsipnya
dilakukan sebelum terjadi ovulasi. Biasanya ovulasi terjadi 10-12 jam setelah berahi
terakhir atau 30 jam sejak timbulnya berahi pada sapu dan 32 jampada kerbau. Oleh
karena itu perkawinan sebaiknya dilakukan pada pertengahan berhi sampai akhi
berahi (Ismaya 2014)
Sebelum melaksanakan IB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mengenai
kesehatan ternak secara umum dan kondisi alat kelamin betina. Harus diyakinkan
bahwa sapi yang akan diinseminasi tidak dalam keadaan bunting, karena sapi
bunting juga sering menunjukkan gejala-gejala estrus (meskipun palsu). Sapi yang
menderita gejala nymphomania (minta kawin terus-menerus) juga harus menjadi
perhatian. Pemeriksaan dilaksanakan secara umum saja yaitu dengan melihat
(inspeksi) dan menyentuh (palpasi) (Ihsan 2010)
Pada waktu pelaksanaan IB ternak harus dalam keadaan estrus, karena pada
waktu itu liang leher Rahim (servix) pada posisi terbuka, kemungkinan terjadinya
konsepsi (kebuntingan) bila di inseminasi pada periode-periode tertentu dari estrus
dengan perkiraan tersaji pada tabel 1 (Ihsan 2010)
Tabel Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila di IB pada
periode tertentu
Periode Estrus Angka konsepsi (%)
Permulaan estrus 44
Pertengahan estrus 83
Akhir estrus 75
6 jam sesudah estrus 62,5
12 jam sesudah estrus 32,5
18 jam sesudah estrus 28
24 jam sesudah estrus 12
Sumber: (Ihsan 2010)

Gambar. Waktu Inseminasi Buatan pada Sapi (Ball dan Peters 2004)

Waktu yang secepat-cepatnya untuk menginseminasi sapi tidaklah mungkin


dilaksananakan bila orang tidak cermat mengawasi penampakan berahi sapi itu.
Bagi para peternak perlu sekali menguasai tanda-tanda berahi. Berdasarkan
pengetahuan ini dan pengawasan teliti terhadap penampakan tanda-tanda berahi
sapi, maka kegagalan inseminasi menjadi lebih kecil. Yang tepenting pada tabel ini
dilaporka mengenai kenikan 6% atau lebih sapi-sapi tidak kembali berahi apabila
diawasi 2 kali sehari dibandingkan dengan sapi-sapi yang tidak dikeluarkan sama
sekali (Salisburi 1985).
Gambar. Waktu Inseminasi Buatan pada Sapi (Ball dan Peters 2004)

Tabel Efisiensi perkawinan sapi sehubungan dengan waktu berahi yang


diamati dari waktu inseminasi

Awal estrus Waktu inseminasi


Pagi hari Sore hari Hari
berikutnya
Pagi hari Jumlah inseminasi 2801 9208 427
% tak kembali estrus 63,5 65,9 65,2
Hari yang Pagi hari Sore hari
sama berikutnya berikutnya
Sore hari Jumlah inseminasi 71 5020 2093
% tak kembali estrus 71,8 66,5 63,5
Sumber: Salisburi (1985)

Jumlah Air Mani untuk Inseminasi

Jumlah air yang diperlakukan tergantung pada alat inseminasi yang dipakai,
kemudahan dan kesederhanaan cara pelaksanaan inseminasi dengan menggunakan
jumlah air mani yang banyak maupun sedikit. Untuk memastikan bahwa jumlah air
mani yang sedikit itu dapat diinseminasikan di tempat yang diinginkan dan
memenuhi persyaratan, janganlah mempergunakan air mani yang diencerkan
kurang dari 1 cc, karena kesulitan akan timbul (yaitu bahwa sejumlah air mani dapat
melekat pada alat-alat inseminasi. 2 cc air mani encer untuk inseminasi akan
berhasil lebih baik daripada penggunaan jumlah air mani encer yang lebih seedikit.
Tidak ada perbedaan fertilitas yang nyata bila diinseminasi dengan jumlah air mani
encer yang berkisar antara 0,25 cc sapi sampai 2,0 cc, asal berisi jumlah
spermatozoa yang cukup (Salisburi 1985).
Posisi Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan dilakukan oleh inseminator yang terampil pada posisi 4


dan 4+ (Susilawati 2011). Hasil inseminasi di dalam vagina dan di dalam cervix
memiliki angka konsepsi yang lebih rendah daripada teknik rektovaginal. Mestiki
demikian dapat juga teknik rektovaginal dipakai untuk menyemprotkan air manii
ke dalam cervix, di corpus uteri dan di cornua uteri. Lalu dimanakah kita harus
mengadakan inseminasi. Untuk menjawabnya perlu kita mengadakan penelitian
bandingan mengenai angka konsepsi, kemungkinan terjadinya gangguan
kebuntingan, bahaya terjadinya perlakuan dan peradangan dan mudah pelaksanaan
harus merupakan bahan pertimbangan (Salisburi 1985).
Pada waktu mula-mula inseminasi buatan dilaksanakan di Amerika serikat
orang mengira bahwa penyemprotan air mani perlu di bagian dalam alat kelamin
supaya enersi yang dimiliki oleh spermatozoa masih tersisa banyak dan dapat
dipakai untuk sampai ke tempat fertilitas pada waktu yang tepat (Salisburi 1985).
Kemungkinan terjadi perlukaan karena inseminasi di cervic, corpus uteri dan
cornua uteri maka kemungkinan terjadinya perlukaan ini akan menjadi lebih besar
bila diinseminasikan lebih kedalam. Uterus mucosa lebih mudah sekali terluka dan
terjadi pendarahan. Ini sering terbukti pada waktu orang mencoba untuk mengambil
cairan dari uterus. Kejadian ini jangalah disamakan dengan keadaan pada sapi itu
di inseminasikan. Setiap kali terjadi perlukaan kemungkinan menjadi infeksi lebih
besar terutama bila inseminasi itu dilakukan terlambat di dalam periode berahi atau
dilaksanakan sesudah berahi, pada waktu menjelang masa luteal (Salisburi 1985).
Inseminasi intra uterin dapat menyebabkan peradangan dan penyebaran
burcellosis. Burcellosis mudah ditularkan ke sapi lain dengan perantaraan air mani
yang diinseminasikan di dalam uterus, tetapi jarang ditularkn melewati inseminasi
di dalam cervix. Kemungkinan ini disebabkan karena lendir yang disekresikan oleh
cervix mengandung zat anti bakteri. Dikatakan juga bahwa waktu inseminasi yang
kurang tepat dapat menyebabkan juga infeksi uterus (Salisburi 1985).
Untuk menentukan tempat inseminasi perlu dipertimbangan kemungkinan-
kemungkinan sapi betina itu sedang bunting. Menurut catatan diketahui bahwa
3,5% atau lenih dari sapi-sapi yang sedang bunting dapat menunjukkan tanda-tanda
berahi. Ini berarti bahwa sapi-sapi yang sedang bunting dapat diinseminasikan
kembali. Penelitian yang menggukanan sapi-sapi bunting untuk mengetahui
pengaruh inseminasi di empat tempat bagian alat kelamin yang berbeda-beda
membuktikan bahwa inseminasi intra utern mengalami abortus dan kematian
embrio sedangkan sapi bunting yang diinseminasikan di dalam cervix tidak
mengalami gangguan apapun.
Tabel Nilai CR dan S/C pada sapi peranakan Ongole pada deposisi semen
yang berbeda
Perlakuan S/Cd CRa NRb
Serviks 2,19 12,5 64
Serviks cincin ke-3 80,56c
Serviks cincin ke-4 91,1c
Corpus uteri 1,94 37,5 64,5
Cornua uteri 1,35 87,5 64,6
Sumber: (a) Widjaja et al. (2017); (b) Salisburi (1985); (c) Dana et al. 2017;
(d)

Teknik Inseminasi Buatan pada Sapi

Sebelum melaksanakan IB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mengenai


kesehatan ternak secara umum dan kondisi alat kelamin betina. Harus diyakinkan
bahwa sapi yang akan diinseminasi tidak dalam keadaan bunting, karena sapi
bunting juga sering menunjukkan gejala-gejala estrus (meskipun palsu). Sapi yang
menderita gejala nymphomania (minta kawin terus-menerus) juga harus menjadi
perhatian. Pemeriksaan dilaksanakan secara umum saja, yaitu dengan melihat
(inspeksi) dan menyentuh (palpasi) (Kusumawati dan Leondro 2014).
Prosedur Inseminasi Buatan pada sapi betina

1. Pemeriksaan Awal estrus

Melakukan pengamatan jarak dekat apabil sapi betina menunjukkan gejala


estrus, dengan cara (Kusumawati dan Leondro 2014):

a. Lihat ekor dan bagian atas pantat sapi, bila diatas ekor terdapat luka atau
kotoran, kemungkinan sapi tersebut dinaiki oleh sapi yang lain (jantan atau
betina), ini merupakan tanda-tanda estrus.
b. Lihat vulva, apakan ada lendir yang keluar dan menggantung. Bila lendir
yang keluar transparan maka ini adalah tanda-tanda estrus.. jika lender
tersebut bernanah atau kotor maka kemungkinan besar adalah gejala
infeksi
c. Melihat atau mengecek apakan ada luka di vulva dan vagina
2. Siapkan Alat dan Bahan
Siapkan alat dan bahan inseminasi, dan pastikan peralatan IB dalam keadaan steril.

3. Thawing semen beku

Penanganan semen beku sebagai berikut :

a. Tunjukkan canister mana yang akan diambil


Cara penggunaan kontainer adalah dengan membuka penutup kontainer,
dengan cara ditarik kearah vertikal, pilih straw yang dikehendaki dengan memilih
kode pajantan pada cicin indeks, tangkai kanister diangkat sedikit, lalu dodorong
keposisi sentral, tangkai kanister lalu ditekan ke bawah dan diputar setengah
lingkaran, kanister lalu diangkat keatas, hingga mencapai 5 cm di bawah leher
kontainer, pada poisisi ini jangan lebih dari 45 detik, segera ambil straw atau ampus
lalu segera di-thawing, masukkan kembali kanister ke dalam kontainer, lalu diputar
dan ditempatkan kembali pada cincin indeks semula, kemudian kontainer ditutup
rapat (Ismaya 2014)

b. Angkat canister setinggi leher sampat goblet terlihat, segera ambil straw
dan pengambilan straw harus dilakukan dengan cepat kira-kira 5detik

c. Goyangkan straw beberapa saat 3 atau 4 kali untuk mengurangi pengaruh


N2 cair
d. Cepat kembalikan canister
e. Hindari kontak udara yang terlalu lama karena dapat menurunkan suhu
yang berakibat terhadap motilitas atau kualitas sperma.
f. Sebelumnya : sediakan air untuk thawing dalam wadah (suhu 37oC atau
yang lain)

Persiapan Inseminasi Gun (Kusumawati dan Leondro 2014) :

1. Tarik pistolet sekitar 15 cm dan tahan dengan jari manis tangan kiri

Prosedure Thawing menurut (Kusumawati dan Leondro 2014)

1. Straw yang sudah terambil segera direndam ke dalam beaker glass yang berisi
air hangat dengan suhu 37-380C selama 15-390 detik dengan posisi sumbat
abrik dibagian bawah
2. Straw diangkat dengan menggunakan pinset dan dikeringkan dengan tisu

3. Straw dimasukkan kedalam inseminasi gun


4. Straw dipotong dengan menggunakan gunting pada sumbat atau penutup
laboratorium bagain atas dan sisisakan baian straw diluar pistolet sepanjang
kira-kira 1.5 cm (Susilawati 2013)
5. Pasanglah plastic sheat menyelubungi straw, kemudian eratkanlah cincin
kuncinya (fiksir).
6. Usahakan agar plastic sheat menyelubungi dengan sempurna ujung straw
pada bagian bekas pengguntingan, karena bila tidak maka semen akan
tertumpah di dalam plastic sheat pada waktu penyemprotan semen dilakukan.
7. Secara halus dan perlahan tekanlah piston ke dalam pistolet sampai dirasakan
gerakan sumbat pabrik mendesak semen atau terlihat cairan semen di bagian
ujung straw

Mendeposisikan semen kedalam organ kelamin betina menggunakan metode


rectovaginal (Kusumawati dan Leondro 2014), dengan cara :

1. Pasang sarung tangan pada salah satu tangan dan olesi dengan pelicin
secukupnya.
2. Pistolet yang sudah siap untuk inseminasi dibawa dengan cara digigit
dengan ujung mengarah kekanan.
3. Vulva (externa genetial) dibersihkan dari kotoran dan urin dengan
menggunakan alkohol dan dikeringkan menggunakan tissue
4. Bentuk jari-jari tangan kiri seperti kerucut (stream-line) dan dengan
perlahan-lahan dimasukkan ke dalam rektum dengan gerakan memutar.
5. Pergelangan tangan dalam rectum menekan ke bawah agar bibir vulva
mudah dimasuki ujung gun saat memasuki vagina (Selesai tahap ini berhenti
sebentar sehingga anus dapat relaks dan tangan mudah masuk. Hindari
keributan dan gerakan kasar yang dapat menyebabkan stres pada sapi betina.
Penanganan yang kasar dapat menyebabkan pengeluaran hormon adrenalin
yang dapat mempengaruhi CR (bila terdapat feses di dalam rektum,
keluarkan feses terlebih dahulu (Salisburi 1985)).
6. Segera bersihkan vulva dari urin, feses dan pelican dengan lap kertas dengan
menggunakan tissue.
7. Lewatkan ujung pistolet melalui vulva, vagina menuju seviks sampai pada
posisi tertentu (Posisi 1, 2, 3 dan 4).
8. Pergelangan tangan dalam rektum menekan ke bawah agar bibir vulva
mudahdimasuki ujung gun saat memasuki vagina

Ilustrasi. Proses Inseminasi Buatam

9. Masukkan gun sepanjang vulva dan vagina dengan ujung gun melekat pada
bagian atas menyentuh tangan.
10. Semprotkan semen secara perlahan-lahan sambil pistolet ditarik ke
belakang, supaya semen tidak mengumpul (semprotkan 2/3 bagian semen
di depan uterus dan ambil menarik gun hingga ujungnya berjarak 1 cm di
belakang uterus semprotkan sisa semen di belakang straw.

11. Keluarkan pistolet dari dalam vulva dan tangan dari rektum secara hati-hati
12. Lepaskan plastik sheet, hindarkan kontaminasi pada pistolet dan setelah
dibersihkan pistolet tersebut segera disimpan.

Teknik Inseminasi Buatan pada Kerbau

Melakukan program sinkronisasi estrus dengan menggunakan hormon seperti


PGF-2α yang dilakukan sebanyak dua kali selang 11-12 hari (injeksi intramuskuler)
atau penyisipan CIDR atau PRID (mengandung hormone rogesteron) selama 11-12
hari (Tambing et al. 2000).
Thawing semen beku sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air pada
suhu 370C dalam waktu 15-30 detik (Tambing et al. 2000).
Menurut Hafez (1993) bahwa ovulasi pada ternak kerbau terjadi 15-18 jam
sesudah akhir estrus atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala estrus. Sebelum
dapat membuahi sel telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa
membutuhkan waktu kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzim-enzim zona
pelucida dan masuk menyatu dengan ovum menjadi embrio. Waktu kapasitasi ada
kerbau diperkirakan sama dengan waktu kasitasi pada sapi, yaitu 5-6 jam (Tambing
et al. 2000)
Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, penentuan waktu terbaik untuk
inseminasi pada kerbau adalah mulai 12-16 jam sesudah munculnya gejala estrus
sampai 8-9 jam sebelum akhir estrus dengan angka konsepsi 57-83% bila
diinseminasi 12-16 jam setelah munculnya gejala estrus pada kerbau lumpur.
Metode inseminasi buatan adalah sama denan pada sapi yaitu peletakan semen pada
posisi 4 (Tambing et al. 2000).
Inseminasi Intra Uterus (Rectocervical Insemination)

Teknik inseminasi pada kerbau dimulai dengan :


1. menempatkan kerbau betina yang sedang estrus pada kandang khusus untuk
melaksanakan perkawinan (kandang jepit).
2. mengambil straw (sperma beku) dari dalam container sesuai dengan bibit
ternak yang dikehendaki, kemudian segera di thawing (dicairkan) kedalam air
es atau air kran, lalu keringkan dengan handuk. Straw dipanaskan diantara dua
telapak tangan, lalu straw dimasukkan ke dalam pipet inseminasi (PI) atau
insemination gun dalam posisi vertikal, setelah alat penyemprotnya ditarik
kurang lebih 12 cm. Pemasukan straw kedalam PI dengan posisi ujung
penyumbat dari pabrik berada dibawah, kemudian ujung atas dipotong kurang
lebih satu cm dan PI ditutup dengan plastic sheat yang steril lalu plastic sheat
dikunci.

Gambar1 alat-alat IB dan posisi tangan inseminator saat melakukan IB (1) straw,
(2) pipit inseminasi (3) tangan kiri inseminator masuk kerektum lalu memegang
servix

3. Tangan kana inseminatir memasukkan PI ke dalam vulva dan menyemprotkan


sperma kedama korpus uteri
4. Menggigit PI secara horisontal sambil membasahi tangan kiri/kanan yang akan
masuk kedalam rektum dengan air dan sedikit sabun
5. Membuka vulva dengan tangan kiri dan tangan kanan memasukkan PI kedalam
vulva (terus kedalam) lalu tangan kiri masuk kedalam rektum , sewaktu tangan
masuk ke rektum jari-jari harus kukunya tumpul, masuk secara pelan-pelan dan
bila terjadi kontraksi rektum jangan dilawan tetapi cukup posisi tangan diam
bertahan. Kotoran dalam rektum dikeluarkan lalu tangan mencari servik
sambil memonitor ujung PI agar dapat masuk lebih dalam lagi. Apabila servik
telah ketemu maka segera dipegang dan posisinya diluruskan (horisontal)
sehingga memudahkan PI masuk ke dalam servik korpus uteri atau kedalam
kornu uteri dan disinilah sperma disemprotkan.
Gambar 1. Jarak pipet inseminasi masuk kedalam servix

6. Menarik tangan dari rektum secara pelan-pelan dan PI keluar jika sudah selesai
IB pada kerbau betina.
Ujung PI di samping servix Ujung PI tepat dilubang servix

A B
Ujung PI masuk di midservix Ujung PI telah masuk ke korpus uteri
(ujung telunjuk dapat merasakan)

C D
Inseminasi Intra Servix (Cervical Insemination)

Teknik inseminasi buatan yang dideposisikan melalui cervix menggunakan


alat bantu dengan spekulum sebelum dimasukkan ke dalam vagina. Bagian ujung
spekulum diolesi dengan vaselin yang seteril dan dimasukkan secara perlahan-lahan
hingga masuk ke dalam vagina kurang lebih 30 sampai 40 cm pada sapi dan kerbau.
Spekulum berguna untuk melihat bagian dalam alat reproduksi betina, yaitu bagian
servix. Spekulum ini dilengkapi dengan battery dan lampu, sehingga warna merrah
dan tampak ubang servixnya membuka. Pipet inseminasi (PI) dimasukkan melalui
spekulum ini dan sperma disemprotkan ke dalamnya. Metode spekulum jarang
digunakan pada sapi dan kerbau, karena kurang praktisa dan hasilnya kurang baik
(Tambing et al. 2000).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan IB

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya presentase kebuntingan adalah


fertilitas dan kualitas spermatozoa beku yang jelek atau rendah, inseminator kura
atau tidak terampil, petani atau peternak tidak atau kurang terampil mendeteksi
estrus, pelaporan yang terlambat dana tau pelayanan inseminator yang lamban,
kemungkinan adanya gangguan reproduksi atau kesehatan sapi betina (Ihsan 2010).

Keberhasilan Inseminasi Buatan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kualitas


semennya, manuasinya (Inseminator dan peternaknya) dalam hal ketepatan waktu
IB dan penempatan semen (deposisi semen), pakan dan fisiologi betinanya
(Susilawati 2013).

Kualitas Manusianya Kondisi


semen (Inseminator dan Fisiologi Betina
Peternak)

Motilita Inseminator : Inseminator :


s dan ketepatan deposisi, ketepatan deposisi,
konsentrasiny waktu, teknik waktu, teknik
a penyimpan dan thawing penyimpan dan
thawing
Inseminator :
ketepatan deposisi, waktu,
teknik penyimpan dan
thawing

Ilustrasi. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan IB


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan merupakan jawaban dari tujuan yang sudah ditentukan dan tidak
dimaksudkan sebagai ringkasan hasil. Dalam Simpulan, penulis harus dan hanya
menjawab masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Pendahuluan.
Simpulan merupakan generalisasi dari hasil penelitian dan argumentasi penulis,
atau pernyataan singkat yang merupakan hakikat dari bab Hasil dan Pembahasan
atau hasil pengujian berbagai hipotesis yang berkaitan.
Simpulan merupakan hasil penelitian yang boleh jadi telah dikemukakan
dalam perumusan masalah dan telah diberi jawaban sementara berupa hipotesis.
Dalam menulis simpulan, penulis harus membedakan dugaan, temuan, dan
simpulan hasil studi. Pernyataan simpulan harus dilakukan secara cermat dan hati-
hati. Penyampaian simpulan ini dapat dilakukan sebanyak 3 kali, yakni dalam
Pembahasan, Simpulan, dan Abstrak sehingga diperlukan kecermatan untuk
menyajikannya dengan ungkapan yang berbeda-beda.

Saran

Saran seyogianya mengarah ke implikasi atau tindakan lanjutan yang harus


dilakukan sehubungan dengan temuan atau simpulan penulis. Saran yang
dikemukakan harus berkaitan dengan pelaksanaan atau hasil penelitian. Dengan
demikian saran ini mengemukakan hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut terutama
untuk memperbaiki kelemahan atau kekurangan dalam penelitian yang dilakukan
atau perbaikan asumsi yang diambil sehingga didapatkan hasil yang lebih baik. Jadi,
saran tersebut harus diuraikan secara spesifik. Jangan menyarankan hal-hal yang
tidak dianalisis dan dibahas dalam penelitian serta terkesan menggurui atau
memuaskan keinginan peneliti. Untuk penelitian yang berkaitan dengan
permasalahan kebijakan, tidak perlu menyarankan kebijakan yang tidak berkaitan
dengan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Asli ZFB. 2015. Uji Zuriat (Progeny Test) pada Sapi Perah [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Asren AF. 2015. Anestrus Sapi Perah dan Penanggulanganya (Studi Kasus di Balai
Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden,
Purwokerto-Jawa Tengah) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Bente AD, Rico-Hesse R. 2006. Model of dengue virus infection. Drug Discov
Today Dis Models. 3(1):97-103. doi: 10.1016/j.ddmod. 2006.03.014.
Bertram J., V. Edmondson, R. Farrell, G. Fordyce, R. Holryd, K. Taylor, R. Whittle.
1992. Bull Selection (Buying Better Bulls).Queensland (US): Department of
primary Industries.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. Di dalam: Hafez
ESE, Hafez B, editor. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia,
Baltimore, USA: Lippincott Williams & Wilkins. hlm: 96-109.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Edition. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Herdis. 1998. Metode Pemberian Gliserol dan Lama Ekuilibrasi pada Proses
Pembekuan Semen Kerbau Lumpur [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Ifran IZ. 2014. Profil Metabolik Sapi Pejantan Bibit Berdasarkan Bangsa, Umur
dan BCS (BODY CONDITION SCORE) [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ihsan MN. 2010. Ilmu Repoduksi Ternak Dasar. Malang (ID): UB Pr.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Pr.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi dan Kerbau
(Biotechnology Of Artificial Insemination On Cattle and Buffalo). Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. P. 40.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi dan Kerbau
(Biotechnology Of Artificial Insemination On Cattle and Buffalo). Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. P. 40.
Jahja MM. 1996. The Possibility of Breeding Anoa in Captivity: An Alternative
for Corservation of The Species. Proceeding of Anoa Species (Bubalus
quarlesi and Bubalus depressicornis) Population and Habitat Viability
Assessment Workshop. Bogor, Indonesia; July 22-26, 1996.
Jainudeen MR, Hafez ESE. 2000. Gestational, Prenatal Physiology, and Parturition.
Di dalam: Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in farm Animal. Ed Ke-
7. Philidelphian. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins. hlm: 140-155.
Judi. 2012. Kajian Perilaku Reproduksi, Preservasi Semen, dan Teknik Inseminasi
Buatan pada Anoa (Bubalus Sp.) di Penangkaran. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusumaningrum, I Gede Putu, P. Sitepu, T. Panggabean, P. Mahyudin, Zulbardi,
S.B.Siregar, U. Kusnadi, C. Talib, A.R. Siregar. 2005. Data base kerbau di
Indonesia. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Nugroho CP. 2008. Agrisbisnis Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Departemen
Pendidikan Nasional
Popalayah, Ismaya dan Ngadiyono N. 2013. Efektifitas penggunaan controlled
internal drug realese terhadap respon estrus dan konsentrasi hormone
estrogen pada kambing kacang dan kambing bligon. Buleting Peternakan. 37
(3): 148-156 Oktober 2013
Sansone G, Nastri MJF, Fabbrochini A. 2000. Storage of Buffalo (Bubalus
bubalis) Semen. J. Anim. Reprod. Sci. 62: 55-76.
Sophian E, Paertogi, P. 2014. Aplikasi teknologi inseminasi buatan pada sapi Bali
di Nusa Penida. Di dalam : Tappa B, Widyastuti Y, Said S, Agung PP, editor.
Peran Bioteknologi dalam Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak
Mendukung Kemandirian Daging dan Susu Nasional; 2014 Sep 14; Bogor,
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. hlm 217-222
Susilawati T. 2011. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan denga ualitas dan
deposisi semen yang berbeda pada sapi Peranakan Ongole. J. Ternak Tropika.
12(2):15-24.
Dana WD, Hamdan, B Panjaitan, D Riady, S Wahyuni, CD Iskandar. 2017.
Pengaruh deposisi semen saat inseminasi buatan terhadap angka kebuntingan
sapi. JIMVET. 1 (4) : 674-677
Susilawati T. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan pada Ternak. Malang (ID): UB
Pr.
Tambing SN, Toelihere MR dan Tuty LY. 2000. Optimalisi Program Inseminasi
Buatan pada kerbau. Wartazoa. 1 (2): 41-50
Toelihere MR 1981b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Cetakan Ke-1. Bandung :
Angkasa
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: CV Angkasa.
Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak Penerbit Angkasa,
Bandung.
Trislawati L. 2006. Seleksi Domba Garut Pejantan di Peternakan Ternak Domba
Sehat Dompet Dhuafa Repubilka (TDS-DD Republika) Berdasarkan Ukuran-
Ukuran Tubuh [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor
Triwulanningsih, E., Subandriyo, P. Situmorang, T. Sugiarti, R.G. Sianturi, D.A.
Triwulanningsih, E., Subandriyo, P. Situmorang, T. Sugiarti, R.G. Sianturi, D.A.
Kusumaningrum, I Gede Putu, P. Sitepu, T. Panggabean, P. Mahyudin,
Zulbardi, S.B. Siregar, U. Kusnadi, C. Talib, A.R. Siregar. 2005. Data base
kerbau di Indonesia. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Widjaya N, T Akhdiat, D Purwasih. 2017. Pengaruh deposisi semen terhadap
keberhasilan inseminasi buatan (IB) sapi peranakan Ongole. Jurnal Sains
Peternakan. 15 (2): 49-51
Kurniawan R, Nuryadi dan N Isnaini. 2014. Pengaruh deposisi semen terhadap
penampilan reproduksi sapi peranakan limousin. Junal Ilmu-Ilmu Peternakan.
Winters LM. 1954. Animal Breeding. Rempel W. dan Cummings JN, editor.
Minnesota (US): John Willey and Sons, Inc. Ed ke-5.

Anda mungkin juga menyukai