Anda di halaman 1dari 7

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan konsumsi protein asal ternak, pendapatan petani, devisa negara, lapangan kerja dan pelestarian sumber daya alam. Di (Z) pembangunan peternakan terutama ditujukan untuk meningkatkan jumlah ternak sehingga mampu menyediakan protein asal ternak untuk kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain. Populasi yang tinggi dibentuk dari keberhasilan reproduksi. Apabila reproduksi seekor ternak itu bagus, maka ternak akan mampu berproduksi secara maksimal. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yaitu meningkatkan produktivitas atau dengan peningkatan mutu genetik. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan dengan persilangan dan peningkatan reproduksi dapat dilakukan melalui program Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan merupakan satu alat ampuh yang pernah diciptakan manusia untuk peningkatan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif (Toelihere, 1981a). Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'. (http://www.vet-klinik.com/Peternakan/Inseminasi-Buatan-IBatau-Kawin-Suntik.html). Pelaksanaan IB di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1952 yang dikembangkan oleh Profesor B. Seit seorang ahli IB berkebangsaan Denmark di Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Menurut Rivai (1994) sapi Brahman merupakan sapi tropis yang memiliki kualitas unggul, berpenampilan tegap dan kompak, tahan terhadap daerah minus dan kering. Daerah yang bersuhu tinggi tidak menjadi masalah bagi sapi Brahman. Sapi Brahman persilangan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan tahan terhadap gigitan caplak serta memiliki efisiensi produksi yang baik. Pertumbuhan sapi Brahman ini sangat cepat, sapi Brahman jantan dewasa mencapai bobot badan 800 kg dan betina 550 kg, oleh sebab itu sapi Brahman banyak disilangkan dengan bangsa-bangsa sapi lain. Produktivitas ternak betina dapat dinilai dari jumlah anak yang dilahirkan per tahun atau per satuan waktu. Salah satu alat untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program inseminasi buatan adalah pengukuran terhadap besarnya nilai efisiensi reproduksi yang dicapai (Taurin, Dewiki dan Koeshardini, 2000). Untuk mengetahui efisiensi reproduksi dari ternak sapi yang di IB perlu dilakukan perhitungan terhadap beberapa hal berikut : Service Per Conception, Conception Rate, Lama Bunting, Calving Rate, Service Period dan Calving Interval. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian dengan judul Perbandingan Efisiensi Reproduksi sapi Brahman Cross yang Diinseminasi Tahun *** di Kecamatan (X) Kabupaten (Y) Propinsi (Z).

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan masalah yaitu berapa Service Per Conception, Conception Rate, Lama Bunting, Calving Rate, Service Period dan Calving Interval sapi Brahman Cross yang diinseminasi tahun **** di Kecamatan (X) Kabupaten (Y). C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi reproduksi (Service Per Conception, Conception Rate, Lama Bunting, Calving Rate, Service Period dan Calving Interval) sapi Brahman Cross yang diinseminasi tahun **** di Kecamatan (X) Kabupaten (Y). D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi bagi peternak dan Dinas Peternakan dalam peningkatan kemampuan reproduksi sapi potong di Provinsi (Z) umumnya dan di Kecamatan (X) Kabupaten (Y) khususnya serta sebagai landasan untuk meningkatkan penerapan IB dan pengembangan peternakan dimasa yang akan datang. E. Hipotesis Terdapat perbedaan efisiensi reproduksi (Service Per Conception, Conception Rate, Lama Bunting, Calving Rate, Service Period dan Calving Interval)sapi Brahman Cross yang diinseminasi tahun **** dan tahun **** di Kecamatan (X) Kabupaten (Y). II.TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Inseminasi Buatan (IB) Inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, bukan secara alami. IB pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli fisiologis Italia yang bernama Lazzaro Spallanzani yang telah berhasil dilakukan pada anjing. Kemudian IB diperkenalkan di Indonesia oleh Prof. B. Seit pada tahun 1950-an (Taurin, Dewiki dan Koeshardini, 2000). Pemeriksaan Awal Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri dilaksanakan. Untuk memudahkan, sebagai patokan biasa dilakukan sebagai berikut: Pertama kali terlihat tanda-tanda birahi Pagi Sore Harus diinseminasi pada Hari yang sama Hari berikutnya (pagi dan paling lambat siang hari) Terlambat Hari berikutnya Sesudah jam 15:00 besoknya

Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta
2

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada. Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah : 1. 2. 3. 4. ternak gelisah sering berteriak suka menaiki dan dinaiki sesamanya vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh) 5. dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna 6. nafsu makan berkurang Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak. Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak. (http://www.vetklinik.com/Peternakan/Inseminasi-Buatan-IB-atau-Kawin-Suntik.html).

Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB) Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :

permulaan birahi : 44% pertengahan birahi : 82% akhir birahi : 75% 6 jam sesudah birahi : 62,5% 12 jam sesudah birahi : 32,5% 18 jam sesudah birahi : 28% 24 jam sesudah birahi : 12%

Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah; Inseminator kurang / tidak terampil; Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi; Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban; Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina.

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:

Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa); petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi.

Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain. Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit. Ia membutuhkan suatu kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator, petugas pemeriksa kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih memegang peranan yang besar disini. Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan petani. Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini. (http://www.vetklinik.com/Peternakan/Inseminasi-Buatan-IB-atau-Kawin-Suntik.html). Sinkronisasi Birahi Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara crashprogram dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormon Progesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin F2a. Nama dagang yang paling sering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F. Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untuk petugas lapang. Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :

Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :

Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak kurus (kaheksia); Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi.

Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama; Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut: 1. Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB) maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37 oC, selama 7-18 detik. 2. Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue. 3. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih 4. Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw 5. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat 6. Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum 7. Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan. (http://www.vet-klinik.com/Peternakan/InseminasiBuatan-IB-atau-Kawin-Suntik.html). B. Tinjauan Umum Tentang Sapi Brahman Cross. Sapi Brahman merupakan sapi tropis yang termasuk kedalam ras Bos indicus, berasal dari India (Rivai, 1994). Ditambahkan oleh Pane (1986) bahwa sapi Brahman dikembangkan di Amerika Serikat dan berasal dari turunan kelompok Zebu dari India dengan sedikit percampuran dengan jenis Taurus yang berasal dari Inggris. Sedangkan Arbi dkk (1977) menyatakan bahwa sapi Brahman Cross merupakan hasil persilangan Brahman dengan sapi-sapi subtropis dan sapi-sapi lokal. Menurut Arbi dkk (1977) bahwa ciri-ciri khas dari sapi Brahman ialah mempunyai punuk/kalasa diatas pundak yang berfungsi sebagai penyimpanan energi dan air metabolik terutama dalam keadaan makanan kurang/sulit pada musim kemarau dan ciri-lainnya bergelambir, daun telinga jatuh, bentuk kasar, warna putih, abu-abu, hitam dan ada juga yang berwarna coklat sampai kemerah-merahan serta bercak-bercak dan jenis ini terkenal karena adaptasi yang tinggi dan tahan terhadap serangan caplak. III.MATERI DAN METODA PENELITIAN A. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali yang diinseminasi dalam wilayah Kecamatan (X) Kabupaten (Y) pada tahun **** dan tahun ****+1 yang mempunyai catatan inseminasi. Jumlah sapi Bali yang diinseminasi tahun **** sebanyak 30 ekor dan tahun ****+1 sebanyak 30 ekor. B. Metoda Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metoda survei dimana pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu sampel yang memenuhi keriteria dan pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
5

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

pertimbangan peneliti. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan peternak dan catatan inseminator. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan setempat. 1. Variabel Penelitian Variabel yang diamati adalah : a. Conception Rate dihitung dari jumlah induk yang bunting pada IB pertama dibagi dengan jumlah seluruh induk yang dikawinkan kemudian dikalikan seratus (Toelihere, 1981b). b. Service Per Conception dihitung dari jumlah inseminasi atau service yang dilakukan dibagi dengan jumlah sapi yang diinseminasi (Toelihere, 1981b). c. Calving Rate dihitung dari jumlah anak yang lahir dan normal pada IB pertama dibagi dengan jumlah sapi yang di IB dikalikan seratus persen. d. Lama Bunting ditentukan berdasarkan jarak waktu sejak inseminasi terakhir sampai anak dilahirkan secara normal dinyatakan dalam hari (Partodihardjo, 1987). e. Service Period ditentukan berdasarkan jarak waktu antara melahirkan sampai inseminasi yang menghasilkan kebuntingan berikutnya dinyatakan dalam hari (Toelihere, 1981a). 2. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menghitung mean (rataan), standar deviasi dan Uji z untuk membandingkan efisiensi reproduksi sapi Bali dan sapi Brahman Cross yang diinseminasi tahun 2008, digunakan rumus berikut (Sudjana, 2002): Keterangan : = Jumlah semua X dibagi n atau rata rata hitung n = Banyaknya pengamatan Xi = Pengamatan ke i Standar deviasi Keterangan : S = Simpangan baku atau standar deviasi X = Pengamatan ke i = Rata rata hitung n = Banyak sampel Uji z (z-test) Keterangan : = jumlah sapi Brahman yang di IB tahun **** = jumlah sapi Brahman yang di IB tahun ****+1 = jumlah sapi Brahman yang bunting tahun **** = jumlah sapi Brahman yang bunting tahun ****+1 S = standar deviasi 3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan (X) Kabupaten (Y) pada tanggal...... sampai dengan......

DAFTAR PUSTAKA
6

Nama NIM

: Novian Rachmanda Putra : 11/317575/PT/06095

Admin. 2008. Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik. http://www.vetklinik.com/Peternakan/Inseminasi-Buatan-IB-atau-Kawin-Suntik.html. Diakses pada tanggal 19 oktober 2008. Arbi, N., M, Rivai., A, Syrief., S, Anwar dan B, Anam. 1977. Produksi ternak sapi potong. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Blakely, J dan D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Terjemahan : Bambang Srigando. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pane, W. J. A. 1986. Cattle production in tropic. Longman Ltd. London. Partodihardjo, S. dan S. Djoyo sudarmo. 1979. Artificial insemination in Indonesia paper printed at the Japan society. Japan. Rivai, M. 1994. Ilmu reproduksi ternak potong dan kerja. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Sudjana. 2002. Metoda Statistik. Tarsito. Bandung. Taurin, B., S, Dewiki dan S. Y. P. Koeshardini. 2000. Inseminasi Buatan. Universitas Terbuka. Jakarta. Toelihere, M. R. 1981a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. _____________. 1981b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. _____________. 1985b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai