Oleh
A. MUJIBUR RAHMAN
NIM. 2022310624
KELOMPOK I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inseminasi buatan merupakan salah satu teknologi reproduksi yang dapat
meningkatkan mutu genetik dan menghindari terjadinya inbreeding serta penyakit
penularan (Juhani, 2022). Inseminasi buatan dapat meningkatkan efisiensi
reproduksi (Hafez, 2019). Teknologi reproduksi IB sudah lama diperkenalkan dan
diterapkan pada peternakan di Indonesia (Wulan et al., 2015).
Berhasilnya suatu program Inseminasi buatan (IB) pada ternak tergantung
pada kualitas dan kuantitas semen yang diejakulasikan seekor pejantan,
kesanggupan untuk mempertahankan kualitas, dan memperbanyak volume semen
sehingga lebih banyak betina akseptor yang bisa diinseminasi. Inseminasi buatan
adalah suatu cara untuk memasukkan semen beku (sperma beku) yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari organ reproduksi
ternak yang disaluran ke organ reproduksi betina dengan menggunakan metode
dan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi buatan merupakan cara
paling berhasil dan dapat diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia (Solihati
dan Kune, 2019).
Penggunaan teknik inseminasi buatan berkaitan erat dengan kualitas semen.
Kualitas semen dipengaruhi oleh faktor internal (umur, bangsa dan genetik) dan
faktor eksternal (pakan, lingkungan dan pengencer yang digunakan). Semen yang
umum digunakan untuk melakukan inseminasi yaitu semen beku dan semen cair
namun semen beku memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan
semen cair (Wijayanti dan Simanjuntak, 2016).
Untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi dibutuhkan bahan
pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama
proses pendinginan, pembekuan, maupun pada saat pencairan (thawing) (Aboagla
dan Terada, 2014). Bahan pengencer semen beku harus mengandung sumber
nutrisi, bahan penyangga (buffer), bahan anti cekaman dingin (cold shock),
antibiotik, dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses
pembekuan dan thawing. Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah
karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah dimetabolisasi oleh
spermatozoa (Toelihere, 2013). Buffer atau penyangga berfungsi sebagai pengatur
tekanan osmotik dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari
sisa metabolisme spermatozoa, buffer yang umum digunakan adalah tris
(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga
yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach
dan Foote, 2017). Bahan anti cekaman dingin atau cold shock yang umum
ditambahkan adalah kuning telur atau ekstrak kacang kedelai (Aboagla dan
Terada, 2020), yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari
suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5oC).
Masalah utama yang sering dihadapi pada bahan pengencer yaitu belum
adanya informasi yang cukup untuk bahan pengencer yang mudah diperoleh
secara cepat, mudah dan murah namun mampu mempertahankan kualitas
spermatozoa lebih lama. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat
memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan kualitas
spermatozoa sehingga pada akhirnya dapat memperpanjang lama waktu
penyimpanannya pasca pengenceran (Solehati dan Kune, 2019).
Teknologi pengenceran semen di Indonesia banyak menggunakan tris kuning
telur dengan kuning telur sebagai bahan utama, karena bahan ini relatif lebih
murah dan mudah didapatkan. Aboagla dan Terada, (2014), kuning telur adalah
bahan anti cold shock sehingga mampu menekan kematian spermatozoa pada saat
proses pembekuan, maka dari itu kualitas telur dari penyimpanan dan komposisi
kimia juga harus diperhatikan karena hal tersebut berkorelasi dengan kualitas
semen yang akan dibekukan.
Praktikum ini diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa sehingga
hal inilah yang melatar belakangi dilaksanakannya praktikum anatomi organ
reproduksi ternak ruminansia.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui alat dan bahan
yang digunakan dalam pelaksanaan inseminasi buatan serta mengetahui teknik
yang digunakan pada inseminasi buatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Serviks
Tempat pelepasan semen
Sumber : Data Hasil Praktikum Reproduksi Ternak, 2023.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat di simpulkan
bahwa alat yang digunakan dalam inseminasi buatan yaitu insemination gun,
gunting straw, container . bahan yang digunakan yaitu adalah air, organ
reproduksi ternak betina, tissue, sarung tangan plastik panjang dan semen beku
atau semen cair dalam kemasan straw dan plastic sheet. Teknik yang digunakan
yaitu inseminasi buatan (IB) atau biasa juga dikenal dengan kawin suntik.
B. Saran
1. Saran untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium yaitu alat – alat yang ada di laboratorium yang
akan di pakai pada saat praktikum sebaiknya di lengkapi dan sebaik AC yang
ada pada laboratorium sebaiknya diperbaiki/diganti karna pada saat praktikum
berlangsung praktikan merasa kepanasan
2. Saran untuk Asisten
Saran untuk asisten yaitu sebaiknya praktikum inseminasi buatan ini
bisa dilaksanakan dilapangan pada ternak sapi betina secara langsung, jika
hanya menggunakan organ reproduksi sapi betina kadang ada organ yang
tidak lengkap, jika di ternak sapi secara langsung praktikan dapat melihat
secara langsung bagaimana ciri – ciri birahi pada sapi betin, jika hanya
dijelaskan kadang kita sebagai praktikan itu kurang paham tanpa melihat
secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N. A. Novita, I. C., dan Sari, M. E. 2019. Buku ajar reproduksi ternak
sapi. Tim Syiah Kuala university press. Aceh.
LAMPIRAN