Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM II

TEKNIK INSEMINASI BUATAN

Oleh
A. MUJIBUR RAHMAN
NIM. 2022310624
KELOMPOK I

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inseminasi buatan merupakan salah satu teknologi reproduksi yang dapat
meningkatkan mutu genetik dan menghindari terjadinya inbreeding serta penyakit
penularan (Juhani, 2022). Inseminasi buatan dapat meningkatkan efisiensi
reproduksi (Hafez, 2019). Teknologi reproduksi IB sudah lama diperkenalkan dan
diterapkan pada peternakan di Indonesia (Wulan et al., 2015).
Berhasilnya suatu program Inseminasi buatan (IB) pada ternak tergantung
pada kualitas dan kuantitas semen yang diejakulasikan seekor pejantan,
kesanggupan untuk mempertahankan kualitas, dan memperbanyak volume semen
sehingga lebih banyak betina akseptor yang bisa diinseminasi. Inseminasi buatan
adalah suatu cara untuk memasukkan semen beku (sperma beku) yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari organ reproduksi
ternak yang disaluran ke organ reproduksi betina dengan menggunakan metode
dan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi buatan merupakan cara
paling berhasil dan dapat diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia (Solihati
dan Kune, 2019).
Penggunaan teknik inseminasi buatan berkaitan erat dengan kualitas semen.
Kualitas semen dipengaruhi oleh faktor internal (umur, bangsa dan genetik) dan
faktor eksternal (pakan, lingkungan dan pengencer yang digunakan). Semen yang
umum digunakan untuk melakukan inseminasi yaitu semen beku dan semen cair
namun semen beku memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan
semen cair (Wijayanti dan Simanjuntak, 2016).
Untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi dibutuhkan bahan
pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama
proses pendinginan, pembekuan, maupun pada saat pencairan (thawing) (Aboagla
dan Terada, 2014). Bahan pengencer semen beku harus mengandung sumber
nutrisi, bahan penyangga (buffer), bahan anti cekaman dingin (cold shock),
antibiotik, dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses
pembekuan dan thawing. Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah
karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah dimetabolisasi oleh
spermatozoa (Toelihere, 2013). Buffer atau penyangga berfungsi sebagai pengatur
tekanan osmotik dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari
sisa metabolisme spermatozoa, buffer yang umum digunakan adalah tris
(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga
yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach
dan Foote, 2017). Bahan anti cekaman dingin atau cold shock yang umum
ditambahkan adalah kuning telur atau ekstrak kacang kedelai (Aboagla dan
Terada, 2020), yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari
suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5oC).
Masalah utama yang sering dihadapi pada bahan pengencer yaitu belum
adanya informasi yang cukup untuk bahan pengencer yang mudah diperoleh
secara cepat, mudah dan murah namun mampu mempertahankan kualitas
spermatozoa lebih lama. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat
memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan kualitas
spermatozoa sehingga pada akhirnya dapat memperpanjang lama waktu
penyimpanannya pasca pengenceran (Solehati dan Kune, 2019).
Teknologi pengenceran semen di Indonesia banyak menggunakan tris kuning
telur dengan kuning telur sebagai bahan utama, karena bahan ini relatif lebih
murah dan mudah didapatkan. Aboagla dan Terada, (2014), kuning telur adalah
bahan anti cold shock sehingga mampu menekan kematian spermatozoa pada saat
proses pembekuan, maka dari itu kualitas telur dari penyimpanan dan komposisi
kimia juga harus diperhatikan karena hal tersebut berkorelasi dengan kualitas
semen yang akan dibekukan.
Praktikum ini diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa sehingga
hal inilah yang melatar belakangi dilaksanakannya praktikum anatomi organ
reproduksi ternak ruminansia.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui alat dan bahan
yang digunakan dalam pelaksanaan inseminasi buatan serta mengetahui teknik
yang digunakan pada inseminasi buatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Reproduksi Secara Alami (Kawin Alam)


Kawin alam merupakan perkawinan yang dilakukan tanpa bantuan manusia,
melainkan oleh pejantan pemacek yang telah di seleksi untuk mengawini sapi
betina yang sedang birahi, dengan cara menaiki betina tersebut. Upaya
peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam
melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor,
dengan empat manajemen perkawinan, yakni perkawinan model kandang
individu, perkawinan model kandang kelompok/umbaran, perkawinan model
ranch (paddock) dan perkawinan model padang pengembalaan (angonan).
Pejantan yang digunakan pada perkawinan alam berasal dari hasil seleksi
sederhana, yaitu berdasarkan penilaian performans tubuh dan kualitas semen yang
baik, berumur lebih dari dua tahun dan bebas dari penyakit reproduksi (Adhima,
2021).
Perkawinan alami adalah perkawinan dengan cara mempertemukan pejantan
dan induk secara langsung. Umumnya dengan perkawinan semacam ini, seekor
pejantan mampu mengawini 25 – 30 ekor induk. Pejantan yang digunakan harus
benar-benar terseleksi. Peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik sapi
potong menjadi aspek yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan protein
hewani masyarakat Indonesia. Adanya berbagai rumpun sapi potong baik lokal
maupun silangan membuka peluang akan semakin tumbuh dan berkembangnya
usahatani sapi potong karena peternak maupun pengusaha sapi potong memiliki
banyak alternatif dalam memilih jenis sapi yang diusahakan sesuai potensi
sumberdaya yang ada maupun prospek pasar. Hal ini karena usaha sapi potong
merupakan bidang usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan serta
diproduksi dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Rianto
dan Purbowati, 2019).
Kawin alam merupakan perkawinan yang dilakukan tanpa bantuan manusia,
melainkan oleh pejantan pemacek yang telah di seleksi untuk mengawini sapi
betina yang sedang birahi, dengan cara menaiki betina tersebut. Upaya
peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam
melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor,
dengan empat manajemen perkawinan, yakni perkawinan model kandang
individu, perkawinan model kandang kelompok/umbaran, perkawinan model
ranch (paddock ) dan perkawinan model padang pengembalaan (angonan)
(Soeharsono dkk., 2013).
Perkawinan secara alam diduga menghasilkan tingkat kebuntingan yang
rendah karena berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol terhadap manajemen
estrus, ratio ternak jantan dan betina yang tidak seimbang, adanya beberapa ekor
ternak betina yang tidak mampu untuk bunting dan lain-lain. Pada sistim
perkawinan alam khususnya ternak sapi potong, produksi anak sapi potong (net
calf crop) dapat ditingkatkan dengan meningkatkan. kualitas pakan pejantan dan
betina selama kebuntingan, penyapihan dini, ratio jantan dan betina, pemilihan
pejantan untuk menghindari distokia dan pengontrolan penyakit (Sudirman,
2016).
Kelebihan kawin alam peternak tidak perlu memeriksa gejala birahi sapi
betina satu per satu, cukup mengandalkan tingkah lakunya saja. Selain itu, sistem
kawin alami tidak membutuhkan pengeluaran biaya yang besar dan tidak
membutuhkan banyak tenaga kerja. kekurangan kawin alam dapat terjadi jika
peternak memiliki sapi jantan dan sapi betina dari tetua yang mutu genetiknya
bagus. Jantan superior yang ada di luar negeri tidak dapat dengan mudah
dikawinkan secara alami dengan betina local, kawin alami dapat melukai sapi
jantan maupun sapi betina. Tanggal perkawinan kurang dapat diprediksi, resiko
akibat pemakaian secara berlebihan, dan secara umum tingkat kebuntingannya
masih rendah. Dampak pada ternak dan anak kawin alam dapat menghasilkan
pejantan yang bermutu jelek, yang dapat mempengaruhi kualitas produksi sapi.
Kawin alam dapat menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada ternak sapi, tetapi
kecepatan pertumbuhan semakin berkurang seiring dengan pertumbuhan tulang
dan otot (Adhima, 2021).

B. Reproduksi Secara Buatan (Inseminasi Buatan)


Inseminasi adalah perkawinan pada ternak dengan cara mendeposisikan
semen/mani kedalam organ reproduksi betina secara buatan dengan bantuan
manusia. Pengertian secara lebih luas tentang Inseminasi Buatan juga diartikan
sebagai serangkaian proses kegiatan yang meliputi pemeliharaan pejantan,
penampungan semen, pemeriksaan kualitas semen, proses pengenceran semen,
pembekuan semen, distribusi semen ke pengguna, pelaksanaan inseminasi dan
evaluasi hasil. Keberhasilan Inseminasi Buatan pada ternak kambing/domba sapi
dan kerbau pada prinsipnya ditentukan oleh faktor betina akseptor, petugas
inseminasi (inseminator), peternak dan kualitas semen (segar atau beku) yang
akan diinseminasikan (Dako dkk., 2022).
Kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan
pilihan. Keuntungan IB adalah penularan penyakit dari jantan ke betina dapat
dihindari, sperma yang diambil dari pejantan dapat diencerkan beberapa kali lipat
sehingga dapat melayani banyak betina. Mempermudah persilangan antar ras dan
penyebaran bibit unggul bisa dilakukan dengan cepat. Pejantan yang tidak bisa
mengawini bisa diambil spermanya serta ternak bertubuh kecil dapat dikawinkan
dengan mudah. Sementara kelemahan dari IB yaitu apabila pemilihan pejantan
tidak tepat, penyebaran bibit jelek juga akan berlangsung dengan cepat. Apabila
pelaksanaan IB tidak hati-hati dapat mengakibatkan penyebaran penyaki tcepat
meluas. Terlalu banyak ternak yang mempunyai keturunan sama (Salisbury dan
Vandemark, 2015).
Perkawinan dengan inseminasi buatan merupakan teknologi yang
dimodifikasi diharapkan mempunyai peran besar dalam meningkatkan
keberhasilan kebuntingan. Inseminasi Buatan merupakan suatu cara atau teknik
penting untuk memperbaiki genetik pada ternak. keuntungan utama Inseminasi
Buatan adalah perbaikan genetik, mengontrol penyakit kelamin pada ternak
(venereal diseases), adanya catatan perkawinan/inbreeding yang teliti dan menjaga
kesehatan induk dari pejantan dalam satu kelompok. Namun demikian
keberhasilan IB, tergantung pada keterampilan inseminator, ternak betina yang
diinseminasi benar-benar dalam keadaan estrus dan siap untuk menerima sperma.
inseminasi buatan memungkinkan untuk menghasilkan lebih banyak keturunan
dari masing-masing pejantan, dibandingkan kawin alam (Ayu, 2014).
Memperbaiki mutu genetika ternak, tidak mengharuskan pejantan unggul untuk
dibawa ke tempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya, mengoptimalkan
penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang
lebih lama, meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur dan mencegah
penularan atau penyebaran penyakit kelamin. Keuntungan IB yaitu menghemat
biaya pemeliharaan ternak jantan, dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan
baik, mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding), dengan
peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama, semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun
kemudian walaupun pejantan telah mati (Lubis, 2022).
Konsep dasar dari inseminasi buatan adalah bahwa seekor pejantan secara
alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari,
sedangkan untuk membuahi satu sel telur pada hewan betina diperlukan hanya
satu spermatozoon. Memperbaiki mutu genetika ternak, tidak mengharuskan
pejantan unggul untuk dibawa ke tempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi
biaya, mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam
jangka waktu yang lebih lama. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan
teratur dan mencegah penularan atau penyebaran penyakit kelamin.Teknik IB
dilakukan dengan maksud agar diperoleh efesiensi dan efektifitas dalam
penggunaan pejantan terpilih, menghindari terjadinya penyebaran penyakit
melalui saluran reproduksi, atau untuk mengatasi bila terjadi kendala dalam proses
perkawinan alam antara jantan dan betina dan dengan adanya Teknik IB dapat
menjegah terjadinya Inbreeding (Kawin Sedarah). Inseminasi Buatan dapat
dilakukan pada ternak betina produktif yaitu pada sapi betina berumur 15-18
bulan dan pada kambing betina 10-12 bulan pada saat ternak sudah dewasa tubuh
dan menunjukan tanda-tanda birahi (Abdullah dkk., 2019)
Kelebihan inseminasi buatan yaitu menghemat biaya pemeliharaan ternak
jantan, dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik, mencegah terjadinya
kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding), dengan peralatan dan teknologi yang
baik spermatozoa dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, semen beku
masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah
mati. Manfaat lain dari IB adalah menghindari kecelakaan yang sering terjadi
pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar, menghindari ternak dari
penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin
(Kusumawati, 2014).
Kekurangan inseminasi buatan apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu
pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan, akan
terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal
dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi
betina keturunan / breed kecil bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding), apabila
menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang
lama dan dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila
pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu
progeny test). Dampak pada Ternak dan Anak Inseminasi buatan dapat
meningkatkan keberhasilan kebuntingan dan kualitas produksi sapi. Inseminasi
buatan dapat membantu mengatasi masalah kawin berulang (S/C > 2) dan
rendahnya angka kebuntingan (Kusumawati, 2014).
Alur sperma menuju ovarium pada sapi dimulai dari proses ejakulasi, di
mana sperma masuk ke dalam vagina sapi, kemudian berenang melalui serviks
menuju rahim, dan selanjutnya menuju oviduk atau tuba fallopi untuk bertemu
dengan sel telur (ovum) yang dihasilkan dari ovarium. Proses pembuahan terjadi
ketika sperma bertemu dengan sel telur di oviduk, membentuk zigot, dan
kemudian berkembang menjadi embrio. Setelah embrio berkembang, ia akan
melakukan perlekatan ke dinding rahim untuk tumbuh dan berkembang menjadi
janin. Proses ini kemudian akan berlanjut hingga terjadinya kelahiran anak sapi.
Lama waktu induk sapi bunting hingga terjadinya proses kelahiran anak sapi
bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 280-290 hari atau sekitar 9 bulan
(Riyanto dan Barcelona, 2015).
Faktor-faktor yang memengaruhi inseminasi buatan adalah fertilitas,
keterampilan inseminator, deteksi berahi, waktu inseminasi, jumlah spermatozoa,
dosis. inseminasi dan komposisi semen serta beberapa hal yang dapat
mempengaruhi IB adalah kondisi ternak, pengalaman melahirkan untuk sapi,
kualitas sperma yang baik dan tenaga inseminator yang berpengalaman. Tingkat
Keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor kemampuan peternak dalam melakukan
deteksi birahi pada ternak, kualitas semen beku dan penanganannya, tingkat
produktivitas betina yang akan di inseminasi, serta keterampilan inseminator.
Kegiatan inseminasi buatan untuk meningkatkan jumlah anakan yang akan
dihasilkan (Putri dkk, 2020).
Abortus atau dalam istilah umum di masyarakat dikenal dengan istilah
keguguran merupakan suatu kondisi ketidakmampuan fetus (anak sapi) untuk
bertahan hidup sebelum waktunya dilahirkan, namun proses pembentukan organ
pada fetus tersebut telah berlangsung. Berbagai penyebab termasuk agen infeksius
menjadi faktor utama dalam kejadian abortus pada sapi. Penyebab abortus pada
sapi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi bakteri, virus, atau
parasit, stres panas, toksin tumbuhan, ketidakseimbangan hormon, dan gangguan
genetik. Untuk mencegah abortus, penting untuk memberikan perawatan dan
manajemen yang baik terhadap sapi, termasuk pemberian vaksin, pakan yang
baik, lingkungan yang nyaman, dan pemantauan kesehatan secara berkala (Gholib
dan Ahmad, 2013).
Cara penanganan agar tidak terjadi abortus pada sapi yaitu pemberian
vaksin dan obat-obatan yang sesuai untuk mencegah infeksi dan penyakit.
Pemberian pakan yang bebas dari toksin tumbuhan dan nutrisi yang cukup.
Menjaga lingkungan sapi agar nyaman dan bebas dari stres. Pemantauan
kesehatan sapi secara berkala untuk mendeteksi dini gejala-gejala yang dapat
menyebabkan abortus (Gholib dan Ahmad, 2013).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum Inseminasi Buatan ini telah dilaksanakan di Laboratorium
Peternakan Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Bulukumba, pada hari Sabtu
tanggal 23 Desember 2023, pukul 09.00 WITA-Selesai.
B. Materi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah insemination gun, gunting
straw, container .
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, organ reproduksi
ternak betina, tissue, sarung tangan plastik panjang dan semen beku atau semen
cair dalam kemasan straw, plastic sheet,
C. Metode Praktikum
Metode praktikum ini yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Meletakkan organ reproduksi ternak sapi betina diatas meja. Membuka
penutup container nitrogen cair dan megangkat satu canister. Mengambil satu
straw menggunakan pinset. Memasukkan straw kedalam air sambil digosok
menggunakan telapak tangan. Mengeringkan straw menggunakan tissue.
Memasukkan straw kedalam insemination gun sampai mentok. Mengunting ujung
straw dari ujung insemination gun, menutup insemination gun menggunakan
plastic sheet. Memasukkan tangan dengan posisi jari tangan kiri membentuk
kerucut kedalam dalam lubang anus (rectum). Mencari saluran reproduksi yaitu
serviks, menempatkan serviks dalam genggaman telapak tangan. Memasukkan
insemination gun secara hati – hati kedalam vagina sapi betina. Mengarahkan
ujung insemination gun ke mulut saluran vagina. Menusukkan semen secara
perlahan – lahan dengan mendorong batang penusuk insemination gun sampai
habis. Insemination gun ditarik keluar dari vagina secara hati – hati. Melepaskan
plastic sheet dan straw yang kosong. Membersihkan insemination gun
menggunakan tissue, mencabut batang penusuk, menetekan alkohol kedalam
lubang batang utama. Meletakkan kembali ke tempatnya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Teknik Inseminasi Buatan


Teknik inseminasi buatan berdsarkan hasil praktikum dapat dilihat pada
gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1. Proses Inseminasi Buatan Pada Sapi Betina
Gambar Hasil Pengamatan

Serviks
Tempat pelepasan semen
Sumber : Data Hasil Praktikum Reproduksi Ternak, 2023.

Berdasarkan hasil praktikum pada gambar 4.1 mengenai inseminasi buatan.


Inseminasi adalah perkawinan pada ternak dengan cara mendeposisikan
semen/mani kedalam organ reproduksi betina secara buatan dengan bantuan
manusia (Ayu, 2014).
Proses sperma menuju ovarium pada sapi dimulai dari proses ejakulasi, di
mana sperma masuk ke dalam vagina sapi, kemudian berenang melalui serviks
menuju rahim, dan selanjutnya menuju oviduk atau tuba fallopi untuk bertemu
dengan sel telur (ovum) yang dihasilkan dari ovarium. Proses pembuahan terjadi
ketika sperma bertemu dengan sel telur di oviduk, membentuk zigot, dan
kemudian berkembang menjadi embrio. Setelah embrio berkembang, ia akan
melakukan perlekatan ke dinding rahim untuk tumbuh dan berkembang menjadi
janin. Proses ini kemudian akan berlanjut hingga terjadinya kelahiran anak sapi.
Lama waktu induk sapi bunting hingga terjadinya proses kelahiran anak sapi
bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 280-290 hari atau sekitar 9 bulan
(Riyanto dan Barcelona, 2015).
Abortus atau dalam istilah umum di masyarakat dikenal dengan istilah
keguguran merupakan suatu kondisi ketidakmampuan fetus (anak sapi) untuk
bertahan hidup sebelum waktunya dilahirkan, namun proses pembentukan organ
pada fetus tersebut telah berlangsung. Berbagai penyebab termasuk agen infeksius
menjadi faktor utama dalam kejadian abortus pada sapi. Penyebab abortus pada
sapi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi bakteri, virus, atau
parasit, stres panas, toksin tumbuhan, ketidakseimbangan hormon, dan gangguan
genetik. Untuk mencegah abortus, penting untuk memberikan perawatan dan
manajemen yang baik terhadap sapi, termasuk pemberian vaksin, pakan yang
baik, lingkungan yang nyaman, dan pemantauan kesehatan secara berkala. Cara
penanganan agar tidak terjadi abortus pada sapi yaitu pemberian vaksin dan obat-
obatan yang sesuai untuk mencegah infeksi dan penyakit. Pemberian pakan yang
bebas dari toksin tumbuhan dan nutrisi yang cukup. Menjaga lingkungan sapi agar
nyaman dan bebas dari stres. Pemantauan kesehatan sapi secara berkala untuk
mendeteksi dini gejala-gejala yang dapat menyebabkan abortus (Gholib dan
Ahmad, 2013).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat di simpulkan
bahwa alat yang digunakan dalam inseminasi buatan yaitu insemination gun,
gunting straw, container . bahan yang digunakan yaitu adalah air, organ
reproduksi ternak betina, tissue, sarung tangan plastik panjang dan semen beku
atau semen cair dalam kemasan straw dan plastic sheet. Teknik yang digunakan
yaitu inseminasi buatan (IB) atau biasa juga dikenal dengan kawin suntik.
B. Saran
1. Saran untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium yaitu alat – alat yang ada di laboratorium yang
akan di pakai pada saat praktikum sebaiknya di lengkapi dan sebaik AC yang
ada pada laboratorium sebaiknya diperbaiki/diganti karna pada saat praktikum
berlangsung praktikan merasa kepanasan
2. Saran untuk Asisten
Saran untuk asisten yaitu sebaiknya praktikum inseminasi buatan ini
bisa dilaksanakan dilapangan pada ternak sapi betina secara langsung, jika
hanya menggunakan organ reproduksi sapi betina kadang ada organ yang
tidak lengkap, jika di ternak sapi secara langsung praktikan dapat melihat
secara langsung bagaimana ciri – ciri birahi pada sapi betin, jika hanya
dijelaskan kadang kita sebagai praktikan itu kurang paham tanpa melihat
secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. A. Novita, I. C., dan Sari, M. E. 2019. Buku ajar reproduksi ternak
sapi. Tim Syiah Kuala university press. Aceh.

Adhima, F. 2021. Analisis perbandingan karakteristik peternak menggunakan


kawin alam dan inseminasi buatan pada program upus siwa di kecamatan
liliriaja kabupaten Soppeng. Skripsi. Universitas hasanuddin. Makassar.

Ayu, D, W. 2014. Penggunaan bioteknologi reproduksi mutakhir inseminasi


buatan (IB) dalam upaya meningkatkan produktivitas sapi bali.
Universitas udayana. Denpasar.
Dako, S. Rachman, B. A. Laya, K. N., dan Syahruddin. 2022. Penerapan
inseminasi buatan pada ternak sapi. Jambura journal of husbandry and
agriculture community serve. Vol 1. No 2.

Gholib, D dan Ahmad, Z. 2013. Cendawan penyebab abortus dalam alat


reproduksi betina. Berita biologi. Vol 12. No 2

Kusumawati, E. D dan Leondro, H. 2014. Buku ajar inseminasi buatan. Ub press.


Malang.

Pasino, S. Waru, T. A., dan Mirnawati. 2020. Peningkatan produktivitas sapi


betina melalui inseminasi buatan dengan metode rektovagina. Jurnal
peternakan lokal. Vol 2. No 2.

Putri, D. T. Siregar, N. T. Thasmi, N. C. Melia, J., dan Adam, M. 2020. Faktor -


faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan pada sapi di
kabupaten asahan, sumatera utara. Jurnal ilmiah peternakan terpadu. Vol
8. No 3.

Riyanto, J. Lutojo., dan Barcelona, M. D. 2015. Kinerja reproduksi induk sapi


potong pada usaha peternakan rakyat di kecamatan mojogedang. Jurnal
sains peternakan. Vol 13. No 2.

Sudirman. 2016. Pengaruh metode perkawinan terhadap keberhasilan


kebuntingan sapi donggala di kabupaten Sigi. Jurnal mitra sains. Vol 4.
No 3.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai